Kontrol Diri
Ilmuan, filsuf, dan mistikus terkenal bernama Al-Ghazali mengutip pendapat Musa Djabar dalam salah satu bukunya yang tekenal, menyatakan bahwa orang-orang yang berhasil melakukun kontrol diri melakukan cara yang berbeda untuk menaklukan diri. Pendapat Musa Al-Jabar menyampaikan cara mengontrol diri yang berkaitan dengan fisik. Cara ini dapat dilakukan oleh siapa saja, baik secara bertahap maupun sekaligus. Tiga cara itu adalah pertama, tidur sekedarnya, kedua, berbicara seperlunya, dan ketiga, makan secukupnya.
1. Tidur Sekedarnya
Bagi manusia tidur memiliki dua fungsi utama: membuat tubuh menjadi rileks untuk kegiatan berikutnya dan memberi kesempatan pada otak untuk melakukan konsolidasi dalam pembentukan memori. Mengantuk dan tidur berkaitan dengan jam biologis tubuh yang disebut irama sirkadian dan melibatkan zat otak bernama melatonin yang terutama meningkat produksinya saat gelap datang.
Tidur yang benar adalah tidur dalam waktu cukup ketika kita merasa pulas dan kemudia rileks dan segar ketika bangun. Ini bukan durasi tidur, tetapi berkaitan dengan kualitas tidur. Kita bisa tidur lebih panjang dan lama, tetapi tanpa kualitas (tidak pulas). Namun kita juga bisa tidur dalam waktu singkat dan berkualitas. Dorongan untuk tidur dipengaruhi oleh banyak faktor. Ketika kita bisa membatasi tidur, dan mengisinya dengan tidur berkualitas, sama artinya dengan kita meminimalkan kecendrungan tubuh untuk diam. Lebih banyak hal yang dapat kita lakukan saat sadar ketimbang tidur. Para penidur biasanya orang malas dan hampir selalu merupakan orang gagal mendapatkan kebaikan hidup. Mengontrol tidur sama halnya mengontrol diri.
2. Bicara Seperlunya
Kontrol bicara menempati posisi kunci dalam upaya kontrol diri karena bicaralah yang membuat manusia menjadi manusia, dan manusia berbeda dengan makhluk lain. Ketika nenek moyang kita bisa berbahasa, dan terutama berbicara, ketika itu pula mereka membangun peradaban besar. Bicara dan bahasa adalah dua hal yang dibawa secara naluriah. Sebuah penelitian membuktikan bahwa sekali seorang bayi mengenal kata, dan seorang anak mengenal huruf, maka secepat kilat kemampuan bahasa mereka berkembang.
Kemampuan berbahasa juga bisa menjadi sumber bencana. Konflik-konflik yang terjadi disekitar kita umumnya disebabkan karena kita tidak piaway memilih dan memilah mana kata yang boleh diutarakan, apalagi kesesuaian yang diucapkan dan dilakukan, merupakan tingkatan tertinggi dalam kontrol bicara, jika kita perhatikan orang-orang yang tidak bisa mengontrol bicara, terutama mereka yang mengucapkan sesuatu yang tidak mereka lakukan, adalah orang-orang yang tidak bisa mengontrol diri. Perilaku mereka kebanyakan perilaku buruk, sekalipun indah dari luar.
Karena itu, jika kita bisa memilih dan memilah apa yang pantas diucapkan, kita pasti bisa mengontrol diri. Dorongan kita untuk berbicara sangat kuat. Karena itu, bicara seperlunya merupakan kiat sederhana dalam mengontrol dorongan itu.
3. Makan Secukupnya
Seperti berbicara, dorongan untuk makan merupakan dorongan yang sangat kuat. Dalam hal ini, kita bisa jadi tidak berbeda dengan binatang. Akibatnya untuk mendapatkan makanan kita kadang bisa berperilaku seperti binatang, bisa mencakar, menggigit, bahkan membunuh. Jika seseorang sudah bisa mendapatkan makanan yang standar, selalu ada kecendrungan untuk mendapatkan makanan yang lebih enak. Kita menggunakan berbagai cara untuk memuaskan naluri makan. Padahal kelezatan makanan hanya dikecap dalam waktu yang sangat singkat, yaitu ketika makanan berada dalam mulut.
Kecendrungan manusia untuk mengenyangkan perut juga merupakan dorongan yang sangat kuat. Tanpa sadar kita semua cendrung memenuhi perut kita dengan segala jenis makanan. Pada akhirnya, makanan dan makanan enak sudah menjadi kegiatan yang otomatis, tanpa kita pikirkan lagi. Makan dan seksual merupakan dorongan terkuat manusia untuk melakukan apa saja. Bahkan melakukan yang melanggar hukum. Jika rakyat merasa lapar dan tidak aman, dapat dipastikan mendorong gerakan revolusi dan akan terjadi revolusi serta kerusahan.
Dari keterangan di atas maka pentingnya kontrol makan. Jika kita sanggup mengelola rasa lapar, misalnya makan sesuai dengan yang dibutuhkan tubuh saja atau berhenti menguyah makanan sebelum rasa kenyang dapat dipastikan kita dapat mengontrol diri.
Persaudaraan Islam
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adl bersaudara krn itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat Rahmat.”
Allah SWT banyak menekankan arti persaudaraan sesama muslim dalam banyak ayat. Bahkan agar saling memintakan apapun satu sama lain krn banyak saudara seorang muslim merasa kuat aman dan mendapat perhatian. Dalam persaudaraan terdapat pula hak dan kewajiban minimal ada 6 seperti yg dijelaskan oleh Rasulullah saw.
Hak seorang muslim terhadap muslim lainya ada enam 1. Apabila diberi salam hendaknya dijawab. 2. Apabila diundang hendaknya dipenuhi. 3. Apabila diminta nasihat hendaknya memberi nasihat. 4. Apabila bersin dan mengucapkan hamdallah hendaknya dijawab yarhamukallah. 5. Apabila sakit hendaknya dikunjungi. 6. Apabila dia wafat hendaknya diantar sampai kuburan. .
Ada beberapa hal yg dapat merusak persaudaraan itu diantaranya sombong egois senang memperolok atau mengejek berbangga diri krn keturunannya kemaksiatan krn lali terhadap Allah meninggalkan hukum Allah dsb. Kondisi ummat Islam umumnya dan Indonesia khusunya menuntut persaudaraan lbh urgent. Namun demikian kita jangan termakan propaganda kaum salibis yg sedang gencar menyebarkan dakwah persaudaraan kepada ummat Islam dalam rangka menyeret ummat Islam ke dalam ajaran mereka. Naudzubillahi mindzalik.
Berprasangka Baik Terhadap Allah Swt.
Sebagian dari mereka ada yang bersandar pada hadits Nabi Saw. yang diceritakan dari Tuhannya, "Aku menurut prasangka hamba-Ku terhadap-Ku. Silahkan baginya berprasangka pada-Ku sesukanya." Apa yang Allah perbuat kepada hamba sesuai dengan prasangkanya kepada-Nya. Prasangka baik haruslah disertai dengan perbuatan baik. Sesungguhnya, orang yang berbuat baik ialah orang yang berprasangka baik pada Allah Swt. bahwa Dia akan membalas amal baiknya, tidak akan mengingkari janji- Nya dan pasti akan menerima taubatnya. Orang yang buruk adalah orang yang terus-menerus berbuat dosa besar, aniaya, dan menyalahi perintah serta anjuran Allah Swt.
Sesungguhnya, liarnya kemaksiatan, perbuatan aniaya, dan perkara haram, dapat menghalangi hamba untuk berprasangka baik kepada Tuhan-Nya. Hal yang demikian ini nyata adanya. Hamba yang menyimpang keluar dari ketaatan kepada Tuhannya sebenarnya ia tidak berprasangka baik kepada Tuhannya.
Prasangka baik tidak mungkin berkumpul sejalan dengan perbuatan buruk untuk selamanya. Sesungguhnya, orang yang berbuat buruk akan dicampakkan menurut kadar keburukannya. Adapun sebaik-baik hamba yang berbaik sangka kepada Tuhannya adalah yang paling taat kepada-Nya. Al-Hasan al-Bashri mengatakan, "Sesungguhnya, orang mukmin itu berprasangka baik kepada Tuhannya, lalu ia beramal baik. Dan, sesungguhnya, orang durhaka itu berburuk sangka kepada Tuhannya, lalu ia pun buruk amalnya,"
Bagaimana bisa seorang hamba berbaik sangka terhadap Tuhannya, sedangkan ia berpaling dari-Nya serta melakukan per¬buatan yang mendatangkan murka-Nya?! Alangkah innikanya Tuhan kepada orang yang mengundang laknar-Nva dnunui m-.,.
Bagaimana mungkin seorang hamba berprasangka baik kepada Tuhannya dengan mendeklarasikan peperangan terhadap- Nya, memusuhi para kekasih-Nya, tunduk pada musuh-musuh- Nya, menentang kesempurnaan sifat-Nya, berburuk sangka pada sifat-sifat yang Dia lekatkan pada diri-Nya dan yang telah diterangkan oleh para rasul-Nya, serta dengan kedunguannya, ia menganggap itu adalah sesat dan kufur?!
Bagaimana mungkin seorang hamba dapat berbaik sangka terhadap Tuhannya dengan mengira bahwa Dia tidak berbicara, tidak memerintah, tidak melarang, tidak meridhai, dan tidak murka?! Padahal, Dia telah memberi penjelasan bagi orang yang meragukan sifat Maha Mendengar-Nya terhadap hal-hal yang kecil ataupun ucapan rahasia dengan firman-Nya:
"Dan, yang demikian itu adalah prasangka kalian yang telah kalian sangka kepada Tuhan kalian, Dia telah membinasakan kalian. Maka, jadilah kalian termasuk orang-orang yang merugi. (Q.S. Fushilat [41] : 23)"
Kala mereka menyangka bahwa Allah Swt. tidak mengetahui apa-apa yang mereka perbuat maka mereka telah berprasangka buruk kepada Tuhan mereka. Bahkan, prasangka buruk itu telah menguasainya. Seperti inilah keadaan orang yang mengingkari kesempurnaan sifat-sifat- Nya juga keagungan-Nya dengan menggambarkan sifat-sifat yang tidak pantas bagi-Nya. Jika ia mengira bahwa Allah Swt. akan memasukkannya ke surga, ini merupakan kebohongan serta tipu daya dari dirinya sendiri dan bujukan dari setan dalam bentuk berbaik sangka kepada-Nya.
Perhatikan ini baik-baik, serta renungkanlah, alangkah sangat butuhnya kita kepada-Nya! Bagaimana mungkin seorang hamba yakin bahwa dia akan bertemu Aliah Swt., dan yakin bahwa Dia mendengar, melihat keadaannya, mengetahui rahasianya juga yang tampak darinya, tiada yang samar bagi-Nya, dan bahwasanya ia akan dihadapkan kepada- Nya untuk dimintai pertanggungjawaban dari segala yang telah ia perbuat, sedangkan ia tetap melakukan hal-hal yang membuat- Nya murka, menyia-nyiakan perintah-Nya, dan mengabaikan hak-hak-Nya, lalu pantaskah ia dinyatakan telah berbaik sangka terhadap-Nya?! Tidakkah yang demikian ini hanyalah tipuan hawa nafsu dan angan-angan kosong belaka?!
Abu Umamah bin Sahi bin Halif bercerita: "Aku dan Urwah bin Zubair menemui Aisyah Ra. lalu ia berkata: 'Andai kalian berdua melihat Rasulullah Swt. di saat beliau sedang sakit. Waktu itu, dalam genggamanku ada uang enam atau tujuh dinar. Rasulullah Saw. lalu memerintahkanku untuk membagikannya. Akan tetapi, kala itu sakit yang dideritanya membuatku sibuk sampai lupa membagikannya hingga Allah Swt. memberikan kesembuhan kepadanya. Beliau kemudian menanyakan perihal uang itu padaku, 'Apa yang telah kamu lakukan? Sudahkah engkau bagikan uang enam dinar itu?' 'Belum', jawabku, 'Demi Allah, aku sibuk mengurus sakitmu.' Kemudian, beliau memintanya dan meletakkannya di telapak tangan beliau seraya berkata, 'Apa yang ada dalam benak Nabi Allah seandainya ia menjumpai-Nya, sedangkan uang ini masih dalam genggamannya?!' Dalam riwayat lain, 'Apa yang ada dalam benak Muhammad tentang Tuhannya jika bertemu dengan-Nya, sementara uang ini masih di sisinya?"
Ya Allah, apa prasangka para pelaku dosa-dosa besar dan aniaya tatkala mereka menjumpai Tuhannya sementara kezhaliman terhadap para hamba masih di sisi mereka? Seandainya perkataan mereka, "Kami berbaik sangka kepada-Mu bahwa Engkau tidak akan menyiksa orang yang aniaya, juga yang banyak dosa," itu berguna bagi mereka maka silakan berbuat apa pun sesukanya!
Silakan melakukan apa yang Dia larang, silakan berbaik sangka pada Allah bahwasanya neraka tidak akan dapat menyentuhnya. Subhanallah! Bagaimana bisa seorang hamba masih tertipu, padahal Nabi Ibrahim As. Telah berkata pada kaumnya, “Adakah kalian menginginkan sesembahan selain Allah dengan cara berbohong? Lalu, apa prasangka kalian terhadap Tuhan semesta alam?" Maksudnya, apa prasangkamu terhadap apa yang akan Dia perbuat padamu ketika kamu berjumpa dengan-Nya, padahal kalian sungguh telah menyembah kepada selain-Nya?!
Barang siapa mau mencermati masalah ini dengan benar, ia akan tahu bahwa berprasangka baik pada Allah Swt. itu berwujud amal yang baik. Sesungguhnya, yang membawa hamba untuk berbuat baik adalah prasangka baiknya terhadap Allah Swt. bahwa Dia akan membalas segala perbuatannya, memberinya pahala serta menerimanya. Jadi, prasangka baiklah yang membawanya kepada amal baik. Ketika ia berbaik sangka terhadap Tuhannya maka baik juga amalnya. Jika tidak, maka prasangka baiknya yang disertai dengan menuruti hawa nafsu adalah kelemahan. Sebagaimana dalam riwayat at-Tirmidzi dan al-Musnid, dari Syaddad bin Aus, Nabi Saw. bersabda, "Orang yang cerdas adalah orang yang menundukkan nafsunya dan beramal untuk kehidupan sesudah matinya. Orang yang lemah adalah orang yang menuruti hawa nafsunya dan berangan-angan kosong terhadap Allah Swt."
Sederhananya, prasangka baik itu benar hanya jika diiringi dengan sebab-sebab keselamatan. Adapun jika disertai sebab- sebab kehancuran, hal demikian bukanlah prasangka baik karena mungkin saja dikatakan sebagai bentuk prasangka baik dengan bersandar pada luasnya ampunan Allah Swt., rahmat, maaf, dan kemurahan-Nya serta bahwa rahmat-Nya mendahului murka- Nya, memberi hukuman tiada bermanfaat bagi-Nya, dan maaf tidaklah membawa mudharat terhadap-Nya.
Allah Swt. memang begitu, bahkan Dia lebih Agung, lebih Mulia, lebih Pemurah, dan juga lebih Pengasih. Akan tetapi, semua itu harus diletakkan sesuai dengan posisinya, sebab Allah Swt. memiliki sifat Maha Bijaksana, Maha Agung, Maha Membalas, Maha Mempunyai Siksa yang keras, dan Maha Memberikan hukuman bagi siapa saja yang berhak mendapat hukuman.
Jika landasan prasangka baik hanya cukup pada sifat-sifat dan asma' Allah, tentu tidak ada bedanya antara orang baik dan orang buruk, orang mukmin dan orang kafir, juga kekasih dan musuh-Nya. Asma' dan sifat-sifat Allah tidaklah bermanfaat bagi pendosa, sementara ia selalu mendatangkan murka, kemarahan, dan laknat-Nya, jatuh ke dalam hal-hal yang diharamkan-Nya serta melanggar apa-apa yang menjadi larangan-Nya. Prasangka baik bermanfaat bagi orang yang bertaubat, disertai penyesalan dengan meninggalkan perbuatan maksiat, mengganti perbuatan buruk dengan perbuatan baik, dan menyambut sisa umurnya dengan hal yang lebih baik dan ketaatan, kemudian ia berbaik sangka. Inilah yang dinamakan prasangka baik, sedangkan yang pertama tadi adalah tipu daya. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.
Jangan menyia-nyiakan keterangan ini! Karena, hal ini sangat penting bagi setiap orang yang ingin bisa membedakan antara prasangka baik kepada Allah Swt. dan tipu daya.
Allah Swt. berfirman:
"Sesungguhnya, orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad dijalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah...(Q.S. Al-Baqarah [2] : 218)."
Allah menjadikan mereka golongan orang-orang yang berharap, bukan golongan yang berbuat aniaya, dan bukan pula golongan orang-orang yang fasik. Allah Swt. juga berfirman:
"Dan, sesungguhnya, Tuhanmu (pelindung) bagi orang orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan. Kemudian mereka berjihad dan sabar. Sesungguhnya, Tuhanmu sesudah itu benar- benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. An-Nahl [16] : 110)"
Allah Swt. memberitakan bahwa Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada siapa saja yang sudah mengamalkan semua itu. Orang alim meletakkan harapan pada tempatnya, sedangkan orang bodoh yang tertipu meletakkan harapan tidak pada tempatnya.
Ilmuan, filsuf, dan mistikus terkenal bernama Al-Ghazali mengutip pendapat Musa Djabar dalam salah satu bukunya yang tekenal, menyatakan bahwa orang-orang yang berhasil melakukun kontrol diri melakukan cara yang berbeda untuk menaklukan diri. Pendapat Musa Al-Jabar menyampaikan cara mengontrol diri yang berkaitan dengan fisik. Cara ini dapat dilakukan oleh siapa saja, baik secara bertahap maupun sekaligus. Tiga cara itu adalah pertama, tidur sekedarnya, kedua, berbicara seperlunya, dan ketiga, makan secukupnya.
1. Tidur Sekedarnya
Bagi manusia tidur memiliki dua fungsi utama: membuat tubuh menjadi rileks untuk kegiatan berikutnya dan memberi kesempatan pada otak untuk melakukan konsolidasi dalam pembentukan memori. Mengantuk dan tidur berkaitan dengan jam biologis tubuh yang disebut irama sirkadian dan melibatkan zat otak bernama melatonin yang terutama meningkat produksinya saat gelap datang.
Tidur yang benar adalah tidur dalam waktu cukup ketika kita merasa pulas dan kemudia rileks dan segar ketika bangun. Ini bukan durasi tidur, tetapi berkaitan dengan kualitas tidur. Kita bisa tidur lebih panjang dan lama, tetapi tanpa kualitas (tidak pulas). Namun kita juga bisa tidur dalam waktu singkat dan berkualitas. Dorongan untuk tidur dipengaruhi oleh banyak faktor. Ketika kita bisa membatasi tidur, dan mengisinya dengan tidur berkualitas, sama artinya dengan kita meminimalkan kecendrungan tubuh untuk diam. Lebih banyak hal yang dapat kita lakukan saat sadar ketimbang tidur. Para penidur biasanya orang malas dan hampir selalu merupakan orang gagal mendapatkan kebaikan hidup. Mengontrol tidur sama halnya mengontrol diri.
2. Bicara Seperlunya
Kontrol bicara menempati posisi kunci dalam upaya kontrol diri karena bicaralah yang membuat manusia menjadi manusia, dan manusia berbeda dengan makhluk lain. Ketika nenek moyang kita bisa berbahasa, dan terutama berbicara, ketika itu pula mereka membangun peradaban besar. Bicara dan bahasa adalah dua hal yang dibawa secara naluriah. Sebuah penelitian membuktikan bahwa sekali seorang bayi mengenal kata, dan seorang anak mengenal huruf, maka secepat kilat kemampuan bahasa mereka berkembang.
Kemampuan berbahasa juga bisa menjadi sumber bencana. Konflik-konflik yang terjadi disekitar kita umumnya disebabkan karena kita tidak piaway memilih dan memilah mana kata yang boleh diutarakan, apalagi kesesuaian yang diucapkan dan dilakukan, merupakan tingkatan tertinggi dalam kontrol bicara, jika kita perhatikan orang-orang yang tidak bisa mengontrol bicara, terutama mereka yang mengucapkan sesuatu yang tidak mereka lakukan, adalah orang-orang yang tidak bisa mengontrol diri. Perilaku mereka kebanyakan perilaku buruk, sekalipun indah dari luar.
Karena itu, jika kita bisa memilih dan memilah apa yang pantas diucapkan, kita pasti bisa mengontrol diri. Dorongan kita untuk berbicara sangat kuat. Karena itu, bicara seperlunya merupakan kiat sederhana dalam mengontrol dorongan itu.
3. Makan Secukupnya
Seperti berbicara, dorongan untuk makan merupakan dorongan yang sangat kuat. Dalam hal ini, kita bisa jadi tidak berbeda dengan binatang. Akibatnya untuk mendapatkan makanan kita kadang bisa berperilaku seperti binatang, bisa mencakar, menggigit, bahkan membunuh. Jika seseorang sudah bisa mendapatkan makanan yang standar, selalu ada kecendrungan untuk mendapatkan makanan yang lebih enak. Kita menggunakan berbagai cara untuk memuaskan naluri makan. Padahal kelezatan makanan hanya dikecap dalam waktu yang sangat singkat, yaitu ketika makanan berada dalam mulut.
Kecendrungan manusia untuk mengenyangkan perut juga merupakan dorongan yang sangat kuat. Tanpa sadar kita semua cendrung memenuhi perut kita dengan segala jenis makanan. Pada akhirnya, makanan dan makanan enak sudah menjadi kegiatan yang otomatis, tanpa kita pikirkan lagi. Makan dan seksual merupakan dorongan terkuat manusia untuk melakukan apa saja. Bahkan melakukan yang melanggar hukum. Jika rakyat merasa lapar dan tidak aman, dapat dipastikan mendorong gerakan revolusi dan akan terjadi revolusi serta kerusahan.
Dari keterangan di atas maka pentingnya kontrol makan. Jika kita sanggup mengelola rasa lapar, misalnya makan sesuai dengan yang dibutuhkan tubuh saja atau berhenti menguyah makanan sebelum rasa kenyang dapat dipastikan kita dapat mengontrol diri.
Persaudaraan Islam
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adl bersaudara krn itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat Rahmat.”
Allah SWT banyak menekankan arti persaudaraan sesama muslim dalam banyak ayat. Bahkan agar saling memintakan apapun satu sama lain krn banyak saudara seorang muslim merasa kuat aman dan mendapat perhatian. Dalam persaudaraan terdapat pula hak dan kewajiban minimal ada 6 seperti yg dijelaskan oleh Rasulullah saw.
Hak seorang muslim terhadap muslim lainya ada enam 1. Apabila diberi salam hendaknya dijawab. 2. Apabila diundang hendaknya dipenuhi. 3. Apabila diminta nasihat hendaknya memberi nasihat. 4. Apabila bersin dan mengucapkan hamdallah hendaknya dijawab yarhamukallah. 5. Apabila sakit hendaknya dikunjungi. 6. Apabila dia wafat hendaknya diantar sampai kuburan. .
Ada beberapa hal yg dapat merusak persaudaraan itu diantaranya sombong egois senang memperolok atau mengejek berbangga diri krn keturunannya kemaksiatan krn lali terhadap Allah meninggalkan hukum Allah dsb. Kondisi ummat Islam umumnya dan Indonesia khusunya menuntut persaudaraan lbh urgent. Namun demikian kita jangan termakan propaganda kaum salibis yg sedang gencar menyebarkan dakwah persaudaraan kepada ummat Islam dalam rangka menyeret ummat Islam ke dalam ajaran mereka. Naudzubillahi mindzalik.
Berprasangka Baik Terhadap Allah Swt.
Sebagian dari mereka ada yang bersandar pada hadits Nabi Saw. yang diceritakan dari Tuhannya, "Aku menurut prasangka hamba-Ku terhadap-Ku. Silahkan baginya berprasangka pada-Ku sesukanya." Apa yang Allah perbuat kepada hamba sesuai dengan prasangkanya kepada-Nya. Prasangka baik haruslah disertai dengan perbuatan baik. Sesungguhnya, orang yang berbuat baik ialah orang yang berprasangka baik pada Allah Swt. bahwa Dia akan membalas amal baiknya, tidak akan mengingkari janji- Nya dan pasti akan menerima taubatnya. Orang yang buruk adalah orang yang terus-menerus berbuat dosa besar, aniaya, dan menyalahi perintah serta anjuran Allah Swt.
Sesungguhnya, liarnya kemaksiatan, perbuatan aniaya, dan perkara haram, dapat menghalangi hamba untuk berprasangka baik kepada Tuhan-Nya. Hal yang demikian ini nyata adanya. Hamba yang menyimpang keluar dari ketaatan kepada Tuhannya sebenarnya ia tidak berprasangka baik kepada Tuhannya.
Prasangka baik tidak mungkin berkumpul sejalan dengan perbuatan buruk untuk selamanya. Sesungguhnya, orang yang berbuat buruk akan dicampakkan menurut kadar keburukannya. Adapun sebaik-baik hamba yang berbaik sangka kepada Tuhannya adalah yang paling taat kepada-Nya. Al-Hasan al-Bashri mengatakan, "Sesungguhnya, orang mukmin itu berprasangka baik kepada Tuhannya, lalu ia beramal baik. Dan, sesungguhnya, orang durhaka itu berburuk sangka kepada Tuhannya, lalu ia pun buruk amalnya,"
Bagaimana bisa seorang hamba berbaik sangka terhadap Tuhannya, sedangkan ia berpaling dari-Nya serta melakukan per¬buatan yang mendatangkan murka-Nya?! Alangkah innikanya Tuhan kepada orang yang mengundang laknar-Nva dnunui m-.,.
Bagaimana mungkin seorang hamba berprasangka baik kepada Tuhannya dengan mendeklarasikan peperangan terhadap- Nya, memusuhi para kekasih-Nya, tunduk pada musuh-musuh- Nya, menentang kesempurnaan sifat-Nya, berburuk sangka pada sifat-sifat yang Dia lekatkan pada diri-Nya dan yang telah diterangkan oleh para rasul-Nya, serta dengan kedunguannya, ia menganggap itu adalah sesat dan kufur?!
Bagaimana mungkin seorang hamba dapat berbaik sangka terhadap Tuhannya dengan mengira bahwa Dia tidak berbicara, tidak memerintah, tidak melarang, tidak meridhai, dan tidak murka?! Padahal, Dia telah memberi penjelasan bagi orang yang meragukan sifat Maha Mendengar-Nya terhadap hal-hal yang kecil ataupun ucapan rahasia dengan firman-Nya:
"Dan, yang demikian itu adalah prasangka kalian yang telah kalian sangka kepada Tuhan kalian, Dia telah membinasakan kalian. Maka, jadilah kalian termasuk orang-orang yang merugi. (Q.S. Fushilat [41] : 23)"
Kala mereka menyangka bahwa Allah Swt. tidak mengetahui apa-apa yang mereka perbuat maka mereka telah berprasangka buruk kepada Tuhan mereka. Bahkan, prasangka buruk itu telah menguasainya. Seperti inilah keadaan orang yang mengingkari kesempurnaan sifat-sifat- Nya juga keagungan-Nya dengan menggambarkan sifat-sifat yang tidak pantas bagi-Nya. Jika ia mengira bahwa Allah Swt. akan memasukkannya ke surga, ini merupakan kebohongan serta tipu daya dari dirinya sendiri dan bujukan dari setan dalam bentuk berbaik sangka kepada-Nya.
Perhatikan ini baik-baik, serta renungkanlah, alangkah sangat butuhnya kita kepada-Nya! Bagaimana mungkin seorang hamba yakin bahwa dia akan bertemu Aliah Swt., dan yakin bahwa Dia mendengar, melihat keadaannya, mengetahui rahasianya juga yang tampak darinya, tiada yang samar bagi-Nya, dan bahwasanya ia akan dihadapkan kepada- Nya untuk dimintai pertanggungjawaban dari segala yang telah ia perbuat, sedangkan ia tetap melakukan hal-hal yang membuat- Nya murka, menyia-nyiakan perintah-Nya, dan mengabaikan hak-hak-Nya, lalu pantaskah ia dinyatakan telah berbaik sangka terhadap-Nya?! Tidakkah yang demikian ini hanyalah tipuan hawa nafsu dan angan-angan kosong belaka?!
Abu Umamah bin Sahi bin Halif bercerita: "Aku dan Urwah bin Zubair menemui Aisyah Ra. lalu ia berkata: 'Andai kalian berdua melihat Rasulullah Swt. di saat beliau sedang sakit. Waktu itu, dalam genggamanku ada uang enam atau tujuh dinar. Rasulullah Saw. lalu memerintahkanku untuk membagikannya. Akan tetapi, kala itu sakit yang dideritanya membuatku sibuk sampai lupa membagikannya hingga Allah Swt. memberikan kesembuhan kepadanya. Beliau kemudian menanyakan perihal uang itu padaku, 'Apa yang telah kamu lakukan? Sudahkah engkau bagikan uang enam dinar itu?' 'Belum', jawabku, 'Demi Allah, aku sibuk mengurus sakitmu.' Kemudian, beliau memintanya dan meletakkannya di telapak tangan beliau seraya berkata, 'Apa yang ada dalam benak Nabi Allah seandainya ia menjumpai-Nya, sedangkan uang ini masih dalam genggamannya?!' Dalam riwayat lain, 'Apa yang ada dalam benak Muhammad tentang Tuhannya jika bertemu dengan-Nya, sementara uang ini masih di sisinya?"
Ya Allah, apa prasangka para pelaku dosa-dosa besar dan aniaya tatkala mereka menjumpai Tuhannya sementara kezhaliman terhadap para hamba masih di sisi mereka? Seandainya perkataan mereka, "Kami berbaik sangka kepada-Mu bahwa Engkau tidak akan menyiksa orang yang aniaya, juga yang banyak dosa," itu berguna bagi mereka maka silakan berbuat apa pun sesukanya!
Silakan melakukan apa yang Dia larang, silakan berbaik sangka pada Allah bahwasanya neraka tidak akan dapat menyentuhnya. Subhanallah! Bagaimana bisa seorang hamba masih tertipu, padahal Nabi Ibrahim As. Telah berkata pada kaumnya, “Adakah kalian menginginkan sesembahan selain Allah dengan cara berbohong? Lalu, apa prasangka kalian terhadap Tuhan semesta alam?" Maksudnya, apa prasangkamu terhadap apa yang akan Dia perbuat padamu ketika kamu berjumpa dengan-Nya, padahal kalian sungguh telah menyembah kepada selain-Nya?!
Barang siapa mau mencermati masalah ini dengan benar, ia akan tahu bahwa berprasangka baik pada Allah Swt. itu berwujud amal yang baik. Sesungguhnya, yang membawa hamba untuk berbuat baik adalah prasangka baiknya terhadap Allah Swt. bahwa Dia akan membalas segala perbuatannya, memberinya pahala serta menerimanya. Jadi, prasangka baiklah yang membawanya kepada amal baik. Ketika ia berbaik sangka terhadap Tuhannya maka baik juga amalnya. Jika tidak, maka prasangka baiknya yang disertai dengan menuruti hawa nafsu adalah kelemahan. Sebagaimana dalam riwayat at-Tirmidzi dan al-Musnid, dari Syaddad bin Aus, Nabi Saw. bersabda, "Orang yang cerdas adalah orang yang menundukkan nafsunya dan beramal untuk kehidupan sesudah matinya. Orang yang lemah adalah orang yang menuruti hawa nafsunya dan berangan-angan kosong terhadap Allah Swt."
Sederhananya, prasangka baik itu benar hanya jika diiringi dengan sebab-sebab keselamatan. Adapun jika disertai sebab- sebab kehancuran, hal demikian bukanlah prasangka baik karena mungkin saja dikatakan sebagai bentuk prasangka baik dengan bersandar pada luasnya ampunan Allah Swt., rahmat, maaf, dan kemurahan-Nya serta bahwa rahmat-Nya mendahului murka- Nya, memberi hukuman tiada bermanfaat bagi-Nya, dan maaf tidaklah membawa mudharat terhadap-Nya.
Allah Swt. memang begitu, bahkan Dia lebih Agung, lebih Mulia, lebih Pemurah, dan juga lebih Pengasih. Akan tetapi, semua itu harus diletakkan sesuai dengan posisinya, sebab Allah Swt. memiliki sifat Maha Bijaksana, Maha Agung, Maha Membalas, Maha Mempunyai Siksa yang keras, dan Maha Memberikan hukuman bagi siapa saja yang berhak mendapat hukuman.
Jika landasan prasangka baik hanya cukup pada sifat-sifat dan asma' Allah, tentu tidak ada bedanya antara orang baik dan orang buruk, orang mukmin dan orang kafir, juga kekasih dan musuh-Nya. Asma' dan sifat-sifat Allah tidaklah bermanfaat bagi pendosa, sementara ia selalu mendatangkan murka, kemarahan, dan laknat-Nya, jatuh ke dalam hal-hal yang diharamkan-Nya serta melanggar apa-apa yang menjadi larangan-Nya. Prasangka baik bermanfaat bagi orang yang bertaubat, disertai penyesalan dengan meninggalkan perbuatan maksiat, mengganti perbuatan buruk dengan perbuatan baik, dan menyambut sisa umurnya dengan hal yang lebih baik dan ketaatan, kemudian ia berbaik sangka. Inilah yang dinamakan prasangka baik, sedangkan yang pertama tadi adalah tipu daya. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.
Jangan menyia-nyiakan keterangan ini! Karena, hal ini sangat penting bagi setiap orang yang ingin bisa membedakan antara prasangka baik kepada Allah Swt. dan tipu daya.
Allah Swt. berfirman:
"Sesungguhnya, orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad dijalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah...(Q.S. Al-Baqarah [2] : 218)."
Allah menjadikan mereka golongan orang-orang yang berharap, bukan golongan yang berbuat aniaya, dan bukan pula golongan orang-orang yang fasik. Allah Swt. juga berfirman:
"Dan, sesungguhnya, Tuhanmu (pelindung) bagi orang orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan. Kemudian mereka berjihad dan sabar. Sesungguhnya, Tuhanmu sesudah itu benar- benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. An-Nahl [16] : 110)"
Allah Swt. memberitakan bahwa Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada siapa saja yang sudah mengamalkan semua itu. Orang alim meletakkan harapan pada tempatnya, sedangkan orang bodoh yang tertipu meletakkan harapan tidak pada tempatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar