Contoh Makalah Keanekaragaman Flora Dan Fauna


Flora Dan Fauna
Flora Dan Fauna


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR        i
DAFTAR ISI        ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang        1
BAB II PEMBAHASAN
KERAGAMAN FLORA DAN FAUNA DI JAWA BARAT        2
Contoh Macam-Macam Flora Dan Fauna Jawa Barat        2
1.    Tumbuhan (Flora)        2
1)    Gandaria        2
2)    Kembang Sepatu        3
3)    Suplir        4
2.    Hewan (Fauna)        5
1)    Surili        5
2)    Badak Jawa        7
3)    Macan Tutul Jawa        11
BAB III PENUTUP
Kesimpulan        13


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hutan merupakan aset pemerintah yang sangat penting maka sudah seharusnya pemerintah ikut serta menjaga akan  kelestarian hutan beserta semua yang ada di dalamnya. Pelestarian hutan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup flora dan fauna, selain itu juga sangat berpengaruh terhadap kesuburan tanah di sekitarnya. Hingga sekarang masih masyarakat yang belum mengetahui dan mengerti akan kepentingan hutan sehingga mereka hanya dapat memanfaatkah hasil hutan tetapi tidak mampu menjaga kelestariannya.
Maka dari itu terdapat suatu hutan yang di dalamnya terdapat berbagai floran dan fauna yang dilindungi. Hutan ini disebut hutan lindung. Hutan lindung merupakan hutan yang dikelola oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, seperti halnya yang telah kita ketahui yakni hutan lindung di kawasan cagar alam Pangandaran.
Di kawasan itu masih terdapat berbagai jenis flora dan fauna. Keanekaragaman ini akan berpengeruh terhadap keadaan di sekitarnya termasuk keadaan tanah yang ditempatinya. Hal ini akan terus berlangsung sehingga menimbulkan hubungan yang tak dapat dipisahkan.
Di Indonesia sendiri sebagai negara kepulauan, secara geologi merupakan pertemuan dua lempeng kulit bumi, yaitu lempeng (paparan) Sunda atau lempeng Eurasia dan lempeng paparan sahul atau lempeng pasifik. Pada zaman glasial, kedua lempengan ini merupakan suatu daratan yang bersatu dengan Asia dan Australia. Keterkaitan dengan sejarah geologi masa lalu menghasilkan keanekaragaman kehidupan berbagai jenis flora dan fauna di Indonesia khususnya Jawa Barat yang secara biogeografis sangat kompleks dan khas. Terjadinya keanekaragaman flora dan fauna di Indonesia pun disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, iklim, keadaan tanah, relief permukaan bumi, dan biotik.


BAB II
PEMBAHASAN


CONTOH MACAM-MACAM FLORA DAN FAUNA JAWA BARAT
1.    Tumbuhan (Flora)
1)    Gandaria
Gandaria merupakan nama pohon dan buah yang mempunyai nama latin (ilmiah) Bouea macrophylla. Pohon gandaria juga ditetapkan sebagai flora identitas dari provinsi Jawa Barat, mendampingi macan tutul (Panthera pardus) yang ditetapkan sebagai fauna identitas provinsi Jawa Barat.
Pohon gandaria (Bouea macrophylla) disebut juga sebagai ramania atau kundangan di beberapa daerah di Indonesia disebut dengan berbagai nama yang berbeda seperti gandaria (Jawa), jatake, gandaria (Sunda), remieu (Gayo), barania (Dayak ngaju), dandoriah (Minangkabau), wetes (Sulawesi Utara), Kalawasa, rapo-rapo kebo (Makasar), buwa melawe (Bugis).

Ciri-ciri  : Pohon gandaria (Bouea macrophylla) mempunyai tinggi hingga mencapai 27 meter. Pohon yang ditetapkan sebagai flora identitas Jawa Barat ini memiliki tajuk yang membulat, rimbun dengan untaian daunnya yang berjuntai. Pohon ini lambat pertumbuhannya.
Daun gandaria berbentuk bundar telur memanjang sampai lanset atau jorong. Permukaan daun mengkilat dan mempunyai ujungnya yang runcing. Ukuran daunnya berkisar antara 11- 45 cm (panjang) dan 4 – 13 cm (lebar).

Bunga gandaria muncul dari ketiak daun dan berbentuk malai. Bunga berwarna kekuningan yang kemudian berubah kecoklatan. Buah gandaria berbentuk agak bulat dengan diameter antara 2.5-5 cm. Buah gandaria yang masih muda berwarna hijau. Ketika mulai tua dan matang buah berwarna kuning hingga jingga. Buah gandaria memiliki daging buah yang mengeluarkan cairan kental. Buah ini memiliki bau khas yang menyengat dan memiliki rasa agak asam hingga manis.
Untuk perbanyakan pohon gandaria (Bouea macrophylla) bisa melalui persemaian biji ataupun dengan cara mencangkok.

Habitat dan Persebaran : Tanaman gandaria (Bouea macrophylla) merupakan tumbuhan asli Indonesia yang juga terdapat di semenanjung Malaysia dan Thailand. Di Indonesia tanaman ini banyak ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Maluku.

Pohon gandaria tumbuh di daerah beriklim tropis yang basah. Secara alami, tumbuhan yang menjadi flora identitas provinsi Jawa barat ini tumbuh di daerah dataran rendah hingga pada ketinggian 300 meter dpl. Namun pada tanaman yang dibudidayakan, gandaria mampu tumbuh dengan baik hingga ketinggian 850 meter dpl.

Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Plantae; Divisi: Magnoliophyta; kelas: Magnoliopsida; Ordo: Sapindales; Famili: Anacardiaceae; Genus: Bouea; Spesies: Bouea macrophylla.

Nama Binomial: Bouea macrophylla. Nama Indonesia: Gandaria

2)    Kembang Sepatu
Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) banyak ditanam sebagai tanaman hias di daerah tropis dan subtropis. Bunga besar, berwarna merah dan tidak berbau. Bunga dari berbagai kultivar dan hibrida bisa berupa bunga tunggal (daun mahkota selapis) atau bunga ganda (daun mahkota berlapis) yang berwarna putih hingga kuning, oranye hingga merah tua atau merah jambu.
Deskripsi : Bunga terdiri dari 5 helai daun kelopak yang dilindungi oleh kelopak tambahan (epicalyx) sehingga terlihat seperti dua lapis kelopak bunga. Mahkota bunga terdiri dari 5 lembar atau lebih jika merupakan hibrida. Tangkai putik berbentuk silinder panjang dikelilingi tangkai sari berbentuk oval yang bertaburan serbuk sari. Biji terdapat di dalam buah berbentuk kapsul berbilik lima.

Pada umumnya tinggi tanaman sekitar 2 sampai 5 meter. Daun berbentuk bulat telur yang lebar atau bulat telur yang sempit dengan ujung daun yang meruncing. Di daerah tropis atau di rumah kaca tanaman berbunga sepanjang tahun, sedangkan di daerah subtropis berbunga mulai dari musim panas hingga musim gugur.

Bunga berbentuk trompet dengan diameter bunga sekitar 6 cm. hingga 20 cm. Putik (pistillum) menjulur ke luar dari dasar bunga. Bunga bisa mekar menghadap ke atas, ke bawah, atau menghadap ke samping. Pada umumnya, tanaman bersifat steril dan tidak menghasilkan buah. Tanaman berkembang biak dengan cara stek, pencangkokan, dan penempelan.

Manfaat : Kembang sepatu banyak dijadikan tanaman hias karena bunganya yang cantik. Bunga digunakan untuk menyemir sepatu di India dan sebagai bunga persembahan. Di Tiongkok, bunga yang berwarna merah digunakan sebagai bahan pewarna makanan. Di Indonesia, daun dan bunga digunakan dalam berbagai pengobatan tradisional. Kembang sepatu yang dikeringkan juga diminum sebagai teh.
3)    Suplir
Suplir adalah tumbuhan paku populer untuk penghias ruang atau taman yang termasuk dalam marga Adiantum, yang tergolong dalam anaksuku Vittarioideae, suku Pteridaceae . Suplir memperbanyak diri secara generatif dengan spora yang terletak pada bagian tepi sisi bawah daun yang sudah dewasa.

Suplir memiliki penampilan yang khas, yang membuatnya mudah dibedakan dari jenis paku-pakuan lain. Daunnya tidak berbentuk memanjang, tetapi cenderung membulat. Spora terlindungi oleh sporangium yang dilindungi oleh indusium. Kumpulan indusia (sorus) berada di sisi bawah daun pada bagian tepi yang agak terlindung oleh lipatan daun. Tangkai entalnya khas karena berwarna hitam dan mengkilap, kadang-kadang bersisik halus ketika dewasa. Sebagaimana paku-pakuan lain, daun tumbuh dari rimpang dalam bentuk melingkar ke dalam seperti tangkai biola (disebut circinate vernation) dan perlahan-lahan membuka. Akarnya serabut dan tumbuh dari rimpang.
Pemanfaatan : Suplir tidak memiliki nilai ekonomi penting selain sebagai tanaman hias yang bisa ditanam di dalam ataupun di luar ruang namun tidak tahan penyinaran matahari langsung. Suplir menyukai tanah yang gembur, kaya bahan organik (humus). Pemupukan dengan kadar nitrogen lebih tinggi disukainya. Pembentukan spora memerlukan tambahan fosfor dan kalium.

Pemeliharaan : Suplir sebagai tanaman hias harus memperhatikan penyiraman. Kekeringan yang dialami suplir tidak bisa diperbaiki hanya dengan penyiraman karena daun yang kering tidak bisa pulih. Penanganannya adalah dengan membuang seluruh ental yang kering hingga dekat rizoma dan memberi sedikit media tumbuh tambahan. Dalam waktu beberapa hari tunas baru akan muncul.

2.    Hewan (Fauna)
1)    Surili
Morfologi : Pada umumnya warna bagian punggung (dorsal) tubuh surili dewasa berwarna hitam atau coklat tua keabuan. Pada bagian kepala sampai jambul berwarna hitam. Tubuh bagian depan (ventral) mulai dari bawah dagu, dada, perut, bagian dalam lengan, kaki dan ekor berwarna putih. Warna kulit muka dan telinga hitam pekat agak kemerahan, warna iris mata coklat gelap dan warna bibirkemerahan. Pada individu yang baru lahir, tubuhnya berwarna putih keperak-perakan dengan garis hitam mulai dari kepala hingga ekor. Panjang tubuh individu jantan dan betina hampir sama yaitu berkisar antara 430-600 mm. Panjangekor berkisar antara 560-720 mm. Berat tubuh rata-rata 6,5 kg.

Habitat : Surili hidup di kawasan hutan hujan tropis primer maupun sekunder mulai dari hutan pantai (ketinggian 0 meter) sampai hutan pegunungan (ketinggian sampai 2000 meter diatas permukaan laut). Seringkali juga surili dijumpai di perbatasan antara hutan dengan kebun penduduk.

Makanan : Surili termasuk jenis primata yang banyak mengkonsumsi daun muda atau kuncup daun sebagai makanannya. Bila dilihat komposisi makanan yang dikonsumsi surili, 64% dari makanannya adalah daun muda, 14% buah dan biji, 7% bunga dan sisanya berupa serangga, jamur dan tanah. Di samping itu jenis tumbuhan yang menjadi makanan surili juga sangat beragam. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa surili mengkonsumsi lebih dari 75 jenis tumbuhan yang berbeda.

Penyebaran : Surili (Presbytis comata) hanya terdapat di Jawa Barat, terutama di kawasan hutan yang yang tergolong kawasan konservasi (Taman Nasional, Cagar Alam) dan hutan lindung. Surili tersebar mulai dari hutan pantai sampai hutan pegunungan mulai dari 0-2000 meter diatas permukaan laut.

Perilaku Sosial : Surili hidup berkelompok dengan ukuran antara 7-12 individu. Setiap kelompok biasanya terdiri atas satu ekor jantan dengan satu atau lebih betina (one male multi female troop).

Aktivitas Harian : Surili aktif di siang hari (diurnal) dan lebih banyak melakukan aktivitasnya pada bagian atas dan tengah dari tajuk pohon (arboreal). Kadang-kadang jenis primata ini juga turun ke dasar hutan untuk memakan tanah. Pada saat anggotanya turun ke lantai hutan, pimpinan kelompok akan terlihat mengawasi dengan waspada. Pada malam hari kelompok surili tidur saling berdekatan pada ketinggian sekitar 20 m di atas permukaan tanah. Surili jarang menggunakan pohon sebagai tempat tidur yang sama dengan hari sebelumnya.

Status Konservasi : Surili merupakan satwa yang hanya terdapat (endemik) di Jawa Barat dan Banten. Satwa ini dilindungi oleh perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 247/Kpts/Um/1979 tanggal 5 April 1979, SK Menteri Kehutanan No. 301/Kpts-II/1991 tanggal 10 Juni 1991 dan Undang-undang No. 5 Tahun 1990. Penyusutan habitat merupakan ancaman terbesar bagi populasi Surili. Saat ini jenis primata ini hanya dapat dijumpai di kawasan lindung dan konservasi dengan jumlah yang tersisa berkisar antara 4.000-6.000 ekor.

2)    Badak Jawa
Badak jawa atau Badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah anggota famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke genus yang sama dengan badak india dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja. Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini lebih kecil daripada badak india dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan badak hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih kecil daripada cula spesies badak lainnya. Badak jawa dapat hidup selama 30-45 tahun di alam bebas. Badak ini hidup di hutan hujan dataran rendah, padang rumput basah dan daerah daratan banjir besar. Badak jawa kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa kenal-mengenal dan membesarkan anak, walaupun suatu kelompok kadang-kadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat mendapatkan mineral. Badak dewasa tidak memiliki hewan pemangsa sebagai musuh. Badak jawa biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa diganggu. Peneliti dan pelindung alam jarang meneliti binatang itu secara langsung karena kelangkaan mereka dan adanya bahaya mengganggu sebuah spesies terancam. Peneliti menggunakan kamera dan sampel kotoran untuk mengukur kesehatan dan tingkah laku mereka. Badak Jawa lebih sedikit dipelajari daripada spesies badak lainnya.

Deskripsi : Badak jawa lebih kecil daripada sepupunya, badak india, dan memiliki besar tubuh yang dekat dengan badak hitam. Panjang tubuh badak Jawa (termasuk kepalanya) dapat lebih dari 3,1–3,2 m dan mencapai tinggi 1,4–1,7 m. Badak dewasa dilaporkan memiliki berat antara 900 dan 2.300 kilogram. Penelitian untuk mengumpulkan pengukuran akurat badak Jawa tidak pernah dilakukan dan bukan prioritas.[4] Tidak terdapat perbedaan besar antara jenis kelamin, tetapi badak Jawa betina ukuran tubuhnya dapat lebih besar. Badak di Vietnam lebih kecil daripada di Jawa berdasarkan penelitian bukti melalui foto dan pengukuran jejak kaki mereka.

Penyebaran dan habitat : Taman Nasional Ujung Kulon di Jawa adalah habitat bagi sisa badak Jawa yang masih hidup. Perkiraan yang paling optimistis memperkirakan bahwa lebih sedikit dari 100 badak Jawa masih ada di alam bebas. Mereka dianggap sebagai mamalia yang paling terancam; walaupun masih terdapat badak Sumatra yang tempat hidupnya tidak dilindungi seperti badak Jawa, dan beberapa pelindung alam menganggap mereka memiliki risiko yang lebih besar. Badak Jawa diketahui masih hidup di dua tempat, Taman Nasional Ujung Kulon di ujung barat pulau Jawa dan Taman Nasional Cat Tien yang terletak sekitar 150 km sebelah utara Kota Ho Chi Minh.

Sifat : Badak jawa adalah binatang tenang dengan pengecualian ketika mereka berkembang biak dan apabila seekor inang mengasuh anaknya. Kadang-kadang mereka akan berkerumun dalam kelompok kecil di tempat mencari mineral dan kubangan lumpur. Berkubang di lumpur adalah sifat umum semua badak untuk menjaga suhu tubuh dan membantu mencegah penyakit dan parasit. Badak jawa tidak menggali kubangan lumpurnya sendiri dan lebih suka menggunakan kubangan binatang lainnya atau lubang yang muncul secara alami, yang akan menggunakan culanya untuk memperbesar. Tempat mencari mineral juga sangat penting karena nutrisi untuk badak diterima dari garam. Wilayahi jantan lebih besar dibandingkan betina dengan besar wilayah jantan 12–20 km² dan wilayah betina yang diperkirakan 3–14 km². Wilayah jantan lebih besar daripada wilayah wanita. Tidak diketahui apakah terdapat pertempuran teritorial.

Jantan menandai wilayah mereka dengan tumpukan kotoran dan percikan urin. Goresan yang dibuat oleh kaki di tanah dan gulungan pohon muda juga digunakan untuk komunikasi. Anggota spesies badak lainnya memiliki kebiasaan khas membuang air besar pada tumpukan kotoran badak besar dan lalu menggoreskan kaki belakangnya pada kotoran. Badak Sumatra dan Jawa ketika buang air besar di tumpukan, tidak melakukan goresan. Adaptasi sifat ini diketahui secara ekologi; di hutan hujan Jawa dan Sumatera, metode ini mungkin tidak berguna untuk menyebar bau.

Badak jawa memiliki lebih sedikit suara daripada badak sumatra; sangat sedikit suara badak jawa yang diketahui. Badak Jawa dewasa tidak memiliki musuh alami selain manusia. Spesies ini, terutama sekali di Vietnam, adalah spesies yang melarikan diri ke hutan ketika manusia mendekat sehingga sulit untuk meneliti badak. Ketika manusia terlalu dekat dengan badak jawa, badak itu akan menjadi agresif dan akan menyerang, menikam dengan gigi serinya di rahang bawah sementara menikam keatas dengan kepalanya. Sifat anti-sosialnya mungkin merupakan adaptasi tekanan populasi; bukti sejarah mengusulkan bahwa spesies ini pernah lebih berkelompok.

Makanan : Badak jawa adalah hewan herbivora dan makan bermacam-macam spesies tanaman, terutama tunas, ranting, daun-daunan muda dan buah yang jatuh. Kebanyakan tumbuhan disukai oleh spesies ini tumbuh di daerah yang terkena sinar matahari: pada pembukaan hutan, semak-semak dan tipe vegetasi lainnya tanpa pohon besar. Badak menjatuhkan pohon muda untuk mencapai makanannya dan mengambilnya dengan bibir atasnya yang dapat memegang. Badak Jawa adalah pemakan yang paling dapat beradaptasi dari semua spesies badak. Badak diperkirakan makan 50 kg makanan per hari. Seperti badak Sumatra, spesies badak ini memerlukan garam untuk makanannya. Tempat mencari mineral umum tidak ada di Ujung Kulon, tetapi badak Jawa terlihat minum air laut untuk nutrisi sama yang dibutuhkan.

Reproduksi : Sifat seksual badak Jawa sulit dipelajari karena spesies ini jarang diamati secara langsung dan tidak ada kebun binatang yang memiliki spesimennya. Betina mencapai kematangan seksual pada usia 3-4 tahun sementara kematangan seksual jantan pada umur 6. Kemungkinan untuk hamil diperkirakan muncul pada periode 16-19 bulan. Interval kelahiran spesies ini 4–5 tahun dan anaknya membuat berhenti pada waktu sekitar 2 tahun. Empat spesies badak lainnya memiliki sifat pasangan yang mirip.

Ujung Kulon : Semenanjung Ujung Kulon dihancurkan oleh letusan gunung Krakatau tahun 1883. Badak Jawa mengkolonisasi kembali semenanjung itu setelah letusan, tetapi manusia tidak pernah kembali pada jumlah yang besar, sehingga menjadi tempat berlindung. Pada tahun 1931, karena badak Jawa berada di ambang kepunahan di Sumatra, pemerintah Hindia-Belanda menyatakan bahwa badak merupakan spesies yang dilindungi, dan masih tetap dilindungi sampai sekarang. Pada tahun 1967 ketika sensus badak dilakukan di Ujung Kulon, hanya 25 badak yang ada. Pada tahun 1980, populasi badak bertambah, dan tetap ada pada populasi 50 sampai sekarang. Walaupun badak di Ujung Kulon tidak memiliki musuh alami, mereka harus bersaing untuk memperebutkan ruang dan sumber yang jarang dengan banteng liar dan tanaman Arenga yang dapat menyebabkan jumlah badak tetap berada dibawah kapasitas semenanjung. Ujung Kulon diurus oleh menteri Kehutanan Republik Indonesia. Ditemukan paling sedikit empat bayi badak Jawa pada tahun 2006.

3)    Macan Tutul Jawa
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) atau macan kumbang adalah salah satu subspesies dari macan tutul yang hanya ditemukan di hutan tropis, pegunungan dan kawasan konservasi Pulau Jawa, Indonesia. Macan tutul ini memiliki dua variasi warna kulit yaitu berwarna terang (oranye) dan hitam (macan kumbang). Macan tutul jawa adalah satwa indentitas Provinsi Jawa Barat.

Dibandingkan dengan macan tutul lainnya, macan tutul jawa berukuran paling kecil, dan mempunyai indra penglihatan dan penciuman yang tajam. Subspesies ini pada umumnya memiliki bulu seperti warna sayap kumbang yang hitam mengilap, dengan bintik-bintik gelap berbentuk kembangan yang hanya terlihat di bawah cahaya terang. Bulu hitam Macan Kumbang sangat membantu dalam beradaptasi dengan habitat hutan yang lebat dan gelap. Macan Kumbang betina serupa, dan berukuran lebih kecil dari jantan.

Hewan ini soliter, kecuali pada musim berbiak. Macan tutul ini lebih aktif berburu mangsa di malam hari. Mangsanya yang terdiri dari aneka hewan lebih kecil biasanya diletakkan di atas pohon.

Macan tutul merupakan satu-satunya kucing besar yang masih tersisa di Pulau Jawa. Frekuensi tipe hitam (kumbang) relatif tinggi. Warna hitam ini terjadi akibat satu alel resesif yang dimiliki hewan ini.

Sebagian besar populasi macan tutul dapat ditemukan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, meskipun di semua taman nasional di Jawa dilaporkan pernah ditemukan hewan ini, mulai dari Ujung Kulon hingga Baluran. Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan, penangkapan liar, serta daerah dan populasi dimana hewan ini ditemukan sangat terbatas, macan tutul jawa dievaluasikan sebagai Kritis sejak 2007 di dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix I. Satwa ini dilindungi di Indonesia, yang tercantum di dalam UU No.5 tahun 1990 dan PP No.7 tahun 1999.
Status konservasi : Kritis
Klasifikasi ilmiah :
Kerajaan        : Animalia
Filum        : Chordata
Kelas        : Mammalia
Ordo        : Carnivora
Famili        : Felidae
Genus        : Panthera
Spesies        : P. pardus
Upaspesies        : P. p. melas
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Indonesia memiliki banyak keanekaragaman makhluk hidup diantaranya dilihat dari flora dan fauna yang ada di Jawa Barat. Jawa Barat meiliki flora dan fauna endemic tersendiri yang harus diketahui dan dijaga bahkan dilestariakn oleh kita sebagai penduduk Jawa Barat khususnya.
Dengan semakin berkembangnya zaman dan ekonomi semakin tinggi dengan segala kebutuhan yang harus dipenuhi, manusia akan melakukan apapun untuk dapat mencukupi dan memuaskan kebutuhannya misalnya dengan cara pemburuan liar flora dan fauna langka tanpa berfikir untuk menangkar atau mengembang biakan.
       Oleh karenanya jangan sampai segala bentuk keanekaaragaman tersebut punah akibat ulah manusia itu sendiri. Maka dari itu kita sebagai makhluk hidup yang sempurna yang memiliki akal dan hati nurani harus sadar dan mau menjaga serta melestarikan keanekaragaman tersebut agar tidak punah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar