Kirab Pusaka-Budaya, Akhiri Perayaan Grebeg Suro, di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur
(Sumber: __.2012. Warta Ganesha Edisi 14. Ponorogo: Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Ponorogo.)
Ada awal dan ada akhirnya, inilah agenda tahunan Kabupaten Ponorogo di bulan Muharram (Suro). Jika di awal Suro diadakannya kirab pusaka dari kota lama menuju kota baru, perayaan Suro di Kabupaten Ponorogo berakhir ditandai dengan acara Tutup Grebeg Suro Ponorogo yang dipusatkan di Lapngan Bantarangin, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo. Dalam acara ini digelar kirab pusaka dan pawai budaya.
Acara yang juga disebut Tutup Grebeg Suro Bantarangin ini, diawali dengan rekonstruksi keberangkatan PrabuKelonoSiswoHandono atau KelonoSewandono menuju Kediri untuk melamar Putri Kerajaan Kediri, Putri Songgolangit. Raja Kerajaan Wengker Kedua ini, dihadirkan lengkap dengan pasukan putrid pemanah, ksatria tombak serta pasukan berkuda yang dipimpin Patih tercintanya, PujanggaAnom atau lebih dikenal sebagai BujangGanong. Kegiatan ini digelar sebagai upaya pelestarian budaya. Juga untuk mengingatkan kembali warga Kabupaten Ponorogo tentang asal tari, yakni: tari Reyog Ponorogo yang sudah terkenal di seluruh dunia. Dari sinilah, Kerajaan Wengker Kedua yang dipimpin oleh PrabuKlanaSewandono.
Dalam kirab pusaka tersebut, ada tiga replica pusaka yang di bawa berkeliling daerah sekitar Kecamatan Kauman. Yaitu: Ageman Probo Swoso, Topeng Kencono, dan Cemeti Samandiman. Pusaka yang terakhir adalah senjata andalan PrabuKelonoSiswoHandono untuk melawan hewan buas dan musuhnya, seperti yang tertuang dalam tari Reyog Ponorogo.
Kirab sendiri juga menandai keberadaan Pemerintahan Kabupaten Ponorogo yang sempat dua kali boyong. Perpindahan pertama, dari sebelah timur atau Kutho Wetan ke Kutho Tengah, yang sekarang menjadi alun-alun. Sedangkan perpindahan kedua, adalah dari Kutho Tengah ke Kutho Kulon, atau daerah Sumoroto. Lokasi ini adalah hutan bernama Wengker, yang juga disebut BantarAngin.
Dengan mengetahui sejarah yang menjadi cagar budaya, Pemerintah Kabupaten Ponorogo berharap warga bisa lebih mencitai daerahnya. Juga mencintai kebudayaan dan keseniannya. Tidak kurang dari 120 ekor kuda dikerahkan untuk mengangkut para tokoh replica prajurit, pembesar Kerajaan Wengker, serta Bupati dan wakilnya, jajaran Forpimda hingga para kepala dinas dan camat yang turut berkeliling dengan menggunakan dokar hias.
Selain itu, warga juga turut berpartisipasi dalam pawai budaya ini. Kebanyakan adalah siswa, mulai Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), dan lembaga keuangan seperti koperasi hingga pengelola toko di wilayah Kecamatan Kauman. Ribuan warga tampak antusias menyaksikan perhelatan ini. Mereka berjajar di sepanjang jalur yang dilewati meski sebelum kirab hujan deras mengguyur lokasi acara. Kirab yang dilaksanakan di bawah rinai gerimis, tidak hanya menghadirkan hiburan tapi juga sebagai pengingat sejarah kebesaran Kabupaten Ponorogo.
IN ENGLISH (with google translate Indonesian-english):
Heritage-Cultural Carnival, End Celebration Grebeg Suro, in Ponorogo, East Java
(Source: __ .2012. Warta Ganesha Edition 14. Ponorogo: Public High School 1 Ponorogo.)
No beginning and no end, this is an annual event in the month of Muharram Ponorogo (Suro). If at the beginning of the procession holding Suro heritage of the old city to the new city, in celebration Suro Ponorogo ends marked by Suro Ponorogo Grebeg Close event, which was centered in Lapngan Bantarangin, Kauman district, Ponorogo. This event was held in a carnival parade and cultural heritage.
The event is also called Close this Bantarangin Grebeg Suro, beginning with the departure reconstruction PrabuKelonoSiswoHandono or KelonoSewandono towards Kediri Kediri to apply for Princess Royal, Princess Songgolangit. King of the Second Wengker, presented complete with putrid forces archers, knights and cavalry lance led Patih beloved, PujanggaAnom or better known as BujangGanong. This activity was held as an effort to preserve the culture. Also to remind residents about the origin Ponorogo dance, namely: Reyog Ponorogo dance that is famous throughout the world. From this, the Second Empire Wengker led by PrabuKlanaSewandono.
In the heritage carnival, there are three replica heritage which was brought around the area around the District Kauman. Namely: Ageman Probo Swoso, Mask Kencono, and Cemeti Samandiman. The latter is the heirloom weapon PrabuKelonoSiswoHandono to fight beasts and enemies, as contained in Reyog Ponorogo dance.
Carnival itself also marks the presence of government Ponorogo who had twice Boyong. The first movement, from the east or Kutho Wetan Kutho to Central, which is now a square. While the second movement, is from the Middle Kutho to Kutho Kulon, or area Sumoroto. This location is called Wengker forest, which is also called Bantarangin.
By knowing the history of a cultural heritage, the Government of Ponorogo wished more people could love certain regions. Also love the culture and the arts. No less than 120 horses were deployed to transport the replica soldier figures, magnifying Wengker kingdom, as well as the Regent and his deputy, ranks Forpimda to the agency heads and subdistrict who helped around by using decorative gig.
In addition, residents also participated in the cultural parade. Most are students, from Kindergarten (TK) to High School (SMA), and financial institutions such as cooperatives to managers of stores in the District Kauman. Thousands of residents were enthusiastic witness this event. They lined up along the path of the procession despite the rain before the event location. Carnival held under Rinai drizzle, not only entertainment but also as a present reminder of the greatness of the history of Ponorogo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar