Menghindari Dengki

Menghindari Dengki

Prito Windiarto*

Bismillahirrahmanirrahim.
Izinkan saya mengurai cerita. Bertahun lalu semasa mesantren di Darul Huda, Ustadz Hendra Hudaya, memutarkan sebuah film yang mengesankan : Kisah perjuangan Imam Bukhori. Pada kesempatan ini saya tidak akan meneceritakan seluruhnya. Saya hanya akan mencoba menyuguhkan satu fragmen singkat yang semoga bisa membri ibroh. Ini cuplikan tentang Ghil. (saya lebih merasa suka mengindonesiakannya sebagai “cemburu negatif” (bukan iri)).
Singkat cerita. Waktu berlibas cepat. Imam Bukhori yang bernama asli Muhammad bin Ismail itu kini telah menjadi ulama kesohor. Bintangnya sebagai ahli hadits telah diakui. Perihal kecerdasan dan kesholihahnya tak perlu diragukan lagi. Namun, entah kenapa di tengah gegap gempita geliat ilmu itu, ada satu dua orang yang sinis terhadap Imam Bukhori. Mereka tak enak hati melihat kemajuan itu. Maka, disusunlah sebuah rencana untuk menjatuhkan Imam Bukhori. Desas-desus perihal “kekurangan” imam bukhori didengungkan. Keraguan atas kapabilitas Imam Bukhori pun merebak. Puncaknya, atas permintaan penguasa, diadakanlah semacam “testing” terhadap Imam Bukhori. Beliau diminta hadir untuk diuji lisan oleh 10 ulama hadits. Testing yang didesain si “sinis’ tersebut untuk menjatuhkan martabat Imam Bukhori. Maka soal-soal yang diajukanpun begitu sulitnya.
Imam Bukhori diminta menyebutkan sebuah hadits lengkap dengan matan dan rawi-nya hingga Rasulullah. Tes seperti itu “tidak rumit”. Imam bukhori lolos. Tes berikutnya lebih sulit, Satu matan hadits dan rawinya dibolak-balik oleh penguji. Hadits yang amat panjang. Ah kalau kita mah bahkan mungkin mendengar soalnya juga kebingungan. Dan parahnya lagi, soal itu bukan satu buah, melainkan sepuluh. Imam Bukhori menarik nafas panjang, bertawakal kepada Allah, dan mengalirlah susunan hadits itu dengan baik tanta cela walau setitik. Bahkan Imam Bukhori membenarkan ketika ada penguji yang salah menyebut rawi. Para pengetes takjub. Mereka menyalami Imam Bukhori, berucap selamat. Dan si sinis itu lunglai. Usahanya gagal, TOTAL!

Sahabat… yang menarik dari kisah ini sejatinya adalah perihal si sinis. Orang itu bukan pencoleng, atau orang bejat. Ia ULAMA. Ya ULAMA, Ulama hadits juga. Kesinisan itu hadir karena kecemburuan. Ya cemburu negatif. Cemburu atas ‘sinar ilmu’ imam Bukhori.
Mungkin kita akan menganggap ulama itu ulama su’ (jelek). Ah padahal tidak demikian halnya. Rasa “cemburu/iri/dengki” adalah hal yang alamiah. Sekaliber ulama pun bisa terkena ‘penyakit itu’. Itu telah ditegaskanNya. Bukankah ada sebuah doa yang menyangkut ini? Potongan doanya sebagai berikut : wala taj’al fi qulubina gillallilladzina amanu… yang artinya : dan janganlah Engkau (Allah) membiarrkan ghill (kecemburuan/kedengkian) dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya. Allah menyuruh kita untuk berdoa padaNya agar dijauhkan dari ghil kepada sesama mukmin. Lihatlah, ghil itu memang ada, dan kita diminta untuk memohon dijauhkan darinya. Mari menyimak ayat suci berikut ;
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. “ Annisa : 32.
Sahabat. Dalam keseharian tentu saja kita akan menemukan orang yang “lebih bersinar” dari kita. Lebih cantik, lebih tampan, lebih kaya, lebih pintar, lebih cerdas, lebih disayang orang lain, lebih ‘mencuri perhatian’, dan lebih-lebih yang lainnya. INI KENISCAYAAN. Dan jika tiba-tiba ada cemburu yang menggeledak. Itu wajar. Itu tanda eksistensi kita sebagai manusia. Yang tidak wajar adalah ketika ia dibiarkan bersemayam lama, menjadikannya bibit-bibit iri yang kemudian menerbitkan dengki, hasud. Wal Iyadhu Billah.
Jika kecemburuan itu hadir, mari mengalirkannya menjadi positif. Cemburu positif yang akan menggiring menuju fastabiqul khoirot, berlomba dalam kebajikan. Jika ada teman kita yang lebih ‘disayang yang lain’, semoga itu menjadi bahan introspeksi, jangan-jangan kita terlalu egois, jangan-jangan kita, maaf, menyebalkan. Jika ada teman kita yang lebih pintar, nilai-nilainya lebih cemerlang, mari “curi” ilmunya, tidak malah mencurigainya. Terdemikian contoh lainnya.
Terakhir, sahabat sekalian. Jika sampai detik ini, ketika membaca tulisan ini, masih ada ghil kita kepada mukmin yang lain. Mari kita berdoa semoga ia dihilangkan. Mari berusaha untuk menggerakan hati menerima ‘kelebihan’ orang lain dan menjadikannya pelecut untuk menyamai bahkan melebihi orang itu.
Sungguh sahabat sekalian. Jika kotor hati kita, atau ia yang semakin mengeras, mari berdoa semoga dibersihkan dan dilembutkan. Mari saling mendoakan, agar melenyapkan ghil di antara kita. Agar ukhuwah semakin erat. Dan RahmatNya semantiasa menayungi kita.
Sahabat sekalian, demikian goresan sederhana ini. Jikapun terkesan menggurui, maafkan. Karena sejatinya tulisan ini ditujukan untuk diri saya pribadi yang berlumur dosa. Semoga menjadi pengingat. Besar harapan, semoga ini bermanfaat, sekali lagi, agar ukhuwah semakin erat, persaudaraan semakin terikat.

Alhamdilillahi rabbil alamin
Kobong09-Army, 030612. Teruntuk diri pribadi dan sahabat sekalian yang berkenan.
Salam hangat
*Humas LDK Raudlatul Muttaqin. Pimpinan Umum KPS & Linguistika Unigal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar