A. AL-'ADAH MUHAKKAMAH
Kita kerap mendengar pernyataan aktivis aliran yang "berbau" Wahabi, bahwa fakta sosial tidak bisa menjadi dasar landasan penetetapan hukum. Dan mereka kerap mengulang-ulang argumen serupa. Rupanya, statemen ''Doktrin Tauhid" di kalangan mereka.
Hukum, menurut mereka, hanya bisa disandarkan atas Dalil Agama (Al-Quran dan Hadis Shohih). Dalil atau teks Agama mengatasi segala-galanya. Tindakan apapun, selain Nabi Muhammad, adalah bid'ah dlolalah, tidak bisa standar normatif . yang bisa menjadi standar hanyalah teks agama.
Apakah Argumen mereka ini tepat,terutama dilihat dari tradisi teori Hukum Islam Klasik sendiri?
Dalam pandangan Ulama Fiqih, Argumen semacam ini sama sekali tidak tepat. Memang dalam teori Hukum Islam dikenal Empat Sumber Hukum Islam yang utama yaitu Al-Qur'an, Hadist, Ijma', (Konsesus Ulama) dan Qiyas atau Analogi.
Tetapi sumber Hukum bukan hanya Empat sebab ada sumber-sumber lain yang kedudukannya memang diperselisihkan oleh para ulama (al-Adilah al-Mukhtalaf fiha). Statemen mereka bahwa diluar Al-Qur'an dan Hadist tidak bisa menjadi sumber hukum, sama sekali tidak tepat, sebab diluar Empat sumber hukum utama diatas ada sumber-sumber lain yang diakui oleh Ulama Fiqih termasuk fakta sosial.
Dalam pandangan mereka, dalil Agama sudah cukup dalam dirinya sendiri. Padahal dalam standar ilmu Ushul Fiqih Klasik, argumen Ala Wahabi ini jelas sama sekali salah. Dalam Hukum Fiqih, fakta sosial jelas bisa menjadi dasar penetapan hukum. Karena itulah ada kaidah terkenal "Taghayyur al-Ahkam bi Taghayyur al-Azminati wa al-Amkan," hukum berubah sesuai dengan waktu dan tempat.
Perbedaan Madzhab dalam Islam jelas terkait dengan perbedaan konteks social dimana pendiri Madzhab itu hidup. Kenapa Madzhab Abu Hanifah sering disebut sebagai madzhab Ahl-al-Ra'y, pendapat yang cenderung Rasional, karena mereka hidup di Kuffah, kota tempat persilangan budaya, kota di mana kita jumpai warisan dari banyak peradaban besar sebelum Islam.
Semantara madzhab Maliki lebih cenderung berpegang pada Sunnah, penduduk Madinah (dikenal dengan 'Amal ahl al-Madinah) karena memang itulah Kota tempat Nabi dan Sahabatnya hidup, sehingga Sunnah penduduk Madinah dianggap norma.
Sudah tentu fakta sosial semata-mata memang tak cukup untuk menetapkan sebuah hukum dalam pandangan teori Hukum Islam klasik. Fakta sosial tetap harus di timbang berdasarkan teks. Tetapi teks saja juga di pahami berdasarkan perubahan-perubahan lingkungan sosial yang ada. Dengan kata lain. Ada hubungan simbolis antara teks dan dan sosial.
Ini memang pembahasan yang kompleks. Yang tidak pernah belajar Ushul Fiqih, penjelasan ini mungkin terlalu teknis, tetapi intinya pemahaman mereka bahwa fakta social tidak bisa menjadi sumber Hukum, sama sekali tidak tepat, untuk tidak mengatakan keliru sama sekali.
Sementara itu banyak sekali ketentuan hukum dalam Fiqih yang digantungkan pada adat dan kebiasaan masyarakat setempat, itulah sebabnya dalam Fikih dikenal dengan kaidal yang poluler "al-Adah Muhakkamah", kebiasaan sosial bisa menjadi sumber hukum.
Contoh sederhana adalah mengenai Mas Kawin atau Mahar, Al-Qur'an menegaskan bahwa seorang laki-laki harus member Mas Kawin kepada perempuan yang dinikahinya, tetapi Al-Qur'an tidak menerangkan, berapa jumlah mahar yang harus yang harus diberikan oleh suami kepada istrinya.
Disini ada ruang legal yang dibiarkan terbuka oleh teks agama. Adat masuk untuk mengisinya, jumlah Mahar menurut ketentuan yang kita baca dalam literatur Fiqih di serahkan saja pada adat dan kebiasaan social yang ada. Oleh karena itu jumlah Mahar berbeda-beda sesuai dengan adat yang berlaku dalam masyarakat. Itulah dikenal dalam Fiqih sebagai Mahar Al Misl, yakni Mas Kawin yang sepadan dengan kedudukan sosial seorang istri dalam adat dan kebiasaan masyarakat setempat.
Fakta ini dengan baik menunjukkan bahwa kebiasaan sosial bisa menjadi Sumber Hukum Islam, teks saja tidak cukup kalau tidak dilengkapi dengan konteks sosial.
Kalangan santri yang belajar di pesantren-pesantren tentu sudah terbiasa dengan kenyatan bahwa Hukum Islam bisa berubah-rubah karena perubahan konteks, fatwa beberapa Ulama berubah-rubah dari waktu kewaktu karena perubahan konteks sosial. Pada zaman Kolonial Belanda dulu, banyak Ulama yang berfatwa bahwa memakai celana dan jas hukumnya haram, karena menyerupai adat kebiasaan kaum Kolonial yang kafir. Setelah zaman merdeka Ulama-Ulama mulai berubah pendapat dan bisa menerima baju Kolonial itu, karena konteksnya sudah berbeda. Yang perlu di pahami adalah bahwa bukan hukum Al-Qur'an atau hadisnya yang berubah, tetapi produk hukum yang dikeluarkan itu yang berubah, karena memang keadaan dan konteknya sudah berubah.
B. ADAT DALAM ISLAM
Dalam ushul fiqih terdapat sebuah kaidah asasi Al-Adat Muhakamat (adat dapat dihukumkan) atau Al-Adat Syari'at Muhakkamat (adat merupakan syari'at yang dihukumkan). Kaidah tersebut kurang lebih bermakna bahwa adat merupakan variable sosial yang mempunyai otoritas hukum (Hukum Islam). Adat bisa mempengaruhi materi hukum secara proposional. Hukum Islam tidak memposisikan adat sebagai faktor Eksternal non Implikatif, namun sebaliknya, memberikan ruang Akomodasi bagi adat. Kenyataan sedemikian inilah antara lain menyebabkan Hukum Islam bersifat fleksibel.
Dalam bahasa arab Al-'adat sering pula dipadankan dengan Al-Urf. Dari kata terakhir itulah kata al-Ma'ruf yang sering disebut dalam Al-Qur'an diderivasikan. Oleh karena itu makna asli al-Ma'ruf ialah segala sesuatu yang sesuai dengan adat (kepantasan). Kepantasan ini merupakan hasil penelitian hati nurani, mengenai hati nurani, Rasulallah pernah memberikan tuntunan agar manusia bertanya kepada hati nuraninya ketika dihadapkan pada suatu persoalan (mengenai baik dan tidaknya). Beliau juga pernah menyatakan bahwa keburukan atau dosa ialah sesuatu yang membuat hati nurani menjadi gundah.
C. KESIMPULAN
1. al-Adah Muhakkamah artinya kebiasaan sosial bisa menjadi sumber hukum.
2. Al- Adah Muhakkamah menunjukkan bahwa kebiasaan sosial bisa menjadi Sumber Hukum Islam, teks saja tidak cukup kalau tidak dilengkapi dengan konteks sosial.
3. Hukum tidak hanya disandarkan atas Al-Quran dan Hadis Shohih.
Disusun oleh : Sulaiman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar