PERKEMBANGAN SENI MURAL DARI MASA KE MASA
(Meluasnya Seni Mural di Indonesia)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hampir semua negara berkembang memiliki masalah internal negara, seperti masalah ekonomi, politik, kesejahteraan masyarakat, dan lain sebagainya. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memiliki permasalahan yang sama dan cenderung rumit. Salah satu contoh masalah yang terus menjadi polemik di Indonesia khususnya di kalangan pejabat negara adalah korupsi. Korupsi tidak hanya terjadi pad;a kalangan pejabat saja namun juga menjalar hingga ke kalangan masyarakat. Hal ini tentu menjadi keprihatinan bagi kita sebagai masyarakat yang seharusnya kita menjadikan para pejabat tersebut sebagai panutan namun mereka sendiri justru menjerumuskan negara kita sendiri dengan melakukan tindak korupsi. Karena itu perlu adanya sebuah media yang komunikatif dan efektif dalam menyampaikan aspirasi masyarakat tersebut .
1.2 Identifikasi Masalah
Media yang digunakan untuk menyalurkan aspirasi selama ini melalui media cetak dan elektronik, misalnya Rubrik Sosialisasi Kebijakan Pemerintah dan Program Pembangunan melalui Media Cetak atau Dialog Gubernur, Ka.Badan, Dinas, kantor, Biro melalui TV dan Radio bentuknya terlalu formal hingga terkesan kaku, juga karena kita melihat iklan-iklan dan berita semacam itu setiap hari , kita menganggap hal tersebut sebagai suatu fenomena yang biasa. Selain itu, bila aspirasi yang disalurkan lewat media televisi, masyarakat yang tidak mempunyai televisi atau warga yang tidak mempunyai waktu untuk menonton televisi tentu tidak akan tahu mengenai penyampaian aspirasi tersebut.
Salah satu media yang dapat dipergunakan sebagai alternatif media penyalur aspirasi rakyat adalah seni mural. Seni mural merupakan seni gambar yang menggunakan media tembok. Selain memiliki nilai estetik yang dapat memperindah kota, mural juga merupakan salah satu media yang efektif untuk menyampaikan sebuah pesan sehingga dapat digunakan oleh masyarakat sebagai media untuk menyalurkan aspirasi karena melalui seni mural sosialisasi yang dilakukan diharapkan akan lebih komunikatif untuk masuk ruang publik.
Dalam perkembangannya seni mural sebagai media untuk menyampaikan sebuah pesan juga banyak dimafaatkan oleh perusahaan sebagai media beriklan. Melalui pesan yang ditampilkan dalam lukisan di dinding-dinding ruang publik, diharapkan masyarakat yang melihat iklan tersebut dapat memperoleh informasi akan produk. Hal itu biasanya pada produk baru dengan tujuan untuk membentuk permintaan pertama atau untuk membujuk masyarakat agar membandingkan keunggulan produknya dibandingkan dengan merek dari pesaingnya sehingga membentuk permintaan selektif atas merek perusahaannya, media iklan seperti ini diharapkan mendatangkan motivasi kognitif dan afektif secara serentak pada masyarakat. Selain itu, pesan dalam iklan tersebut ditampilkan oleh perusahaan karena bertujuan untuk menyakinkan masyarakat yang sudah mengkonsumsi bahwa mereka telah melakukan pilihan yang tepat dengan cara mengonsumsi produk tersebut.
1.3 Rumusan Masalah
1. Adalah apakah seni mural tersebut?
2. Bagaimana praktik seni mural di kota-kota besar Indonesia?
3. Bagaimana peran mural sebagai media aspirasi rakyat?
1.1 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Apa definisi dari seni mural;
2. Bagaimana praktik seni mural di kota-kota besar Indonesia;
3. Peran mural sebagai media aspirasi rakyat.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Seni Mural
Mural berasal dari kata ‘murus’, kata dari bahasa Latin yang memiliki arti dinding. Dalam pengertian kontemporer, mural adalah lukisan berukuran besar yang dibuat pada dinding (interior ataupun eksterior), langit-langit, atau bidang datar lainnya. Akar muasal mural dimulai jauh sebelum peradaban modern, bahkan diduga sejak 30.000 tahun sebelum Masehi. Sejumlah gambar prasejarah pada dinding gua di Altamira, Spanyol, dan Lascaux, Prancis, yang melukiskan aksi-aksi berburu, meramu, dan aktivitas relijius, kerap kali disebut sebagai bentuk mural generasi pertama.
Mural mulai berkembang menjadi mural modern di tahun 1920-an di Meksiko dengan pelopornya antara lain Diego Rivera, Jose Clemente Orozco, dan David Alfaro. Pada tahun 1930, seniman George Bidle menyarankan kepada presiden AS Roosevelt agar membuat program padat karya dengan mempekerjakan seniman untuk menciptakan seni publik dalam skala nasional. Maka dari itu dibuatlah mural-mural yang telah ditentukan pemerintah. Pada tahun 1933 proyek mural pertama dengan nama Public Work of Art Project (PWAP) dan didanai pemerintah negara bagian dan berhasil menjadikan 400 mural selama tujuh bulan. Setelah itu, pada tahun 1935, Pemerintah Amerika membuat proyek yang kedua dengan nama Federal Art Project(FAP) dan Treasury Relif Art Project (TRAP) dan berhasil membuat 2.500 mural dengan mempekerjakan para penganggur di masa krisis ekonomi. Setelah proyek FAP dan TRAP sukses, sepanjang tahun 1943 dilaksanakan juga program The Work Progress Administrasion’s (WPA). Namun, proyek-proyek mural itu dihentikan akibat Perang Dunia II.
Tahun 1970-1990 Mural mulai memperlihatkan eksistensinya kembali melalui seorang seniman imigran AS yang bernama Basquiat. Dia secara diam-diam membuat grafiti di setiap sudut-sudut kota dan di stasiun dengan tulisan S.A.M.O. Hal ini kemudian menginspirasi banyak seniman lain untuk berkarya di ruang publik. Salah satu seniman yang terpengaruh adalah Keith Flaring yang kemudian banyak mengerjakan dan dianggap sebagai seniman mural selama kariernya (Sentoso, 2003).
Mural mengalami perkembangan tidak hanya di negara barat saja, tetapi juga berkembang di indonesia dan dalam pembuatannya Mural seringkali dipadukan dengan seni graffiti. Walaupun mural lebih mengutamakan gambar dan graffiti hanya tulisan, tetapi ketika keduanya dipadukan maka kesan seninya akan lebih menonjol.
Seni mural di Indonesia sudah ada sejak zaman perang kemerdekan. Pada saat itu, para pejuang mengekspresikan keinginannya melalui grafiti. Walaupun dengan skill dan peralatan yang masih sederhana, konsep tulisan di dinding menjadi paling aman untuk mengekspresikan pendapat secara diam-diam pada saat itu (Gusman, 2005).
Situasi sosial negara, khususnya di Indonesia, yang berkembang menjadikan pemerintahan negara yang dinamis. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tentu saja berpengaruh terhadap rakyatnya dan lumrah terjadi apabila dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan menimbulkan pro kontra karena tiap kebijakan dapat menimbulkan opini menguntungkan pihak tertentu, merugikan masyarakat, dan lain sebagainya.
Indonesia sebagai negara demokrasi membuat setiap orang bebas menyalurkan aspirasi atau pendapatnya terhadap situasi sosial politik yang ada. Selama ini, media penyalur aspirasi rakyat adalah melalui media cetak maupun media elektronik, seperti surat kabar, televisi, radio, maupun internet. Namun, media penyalur aspirasi tersebut akhirnya menjadi fenomena yang biasa karena kita melihatnya setiap hari.
Gagasan kreatif yang penulis ajukan dalam Program Kreativitas Gagasan Tertulis (PKM-GT) ini adalah mengajukan konsep seni, dalam hal ini adalah seni mural, sebagai alternatif media penyampai aspirasi rakyat. Melalui seni mural, masyarakat memiliki lahan baru sebagai suatu inovasi penyampaian aspirasi mereka terhadap situasi sosial politik negara ini yaitu kepada pemerintah. Seni mural yang selama ini dianggap sebagai coretan kreativitas anak muda belaka ternyata memiliki sisi inovatif lain yang dapat dikembangkan secara maksimal sehingga seni mural tidak hanya terlihat dari sisi visualnya saja, tetapi juga memiliki makna didalamnya.
2.2 Praktik Seni Mural di Kota-Kota Besar Indonesia
Muralisasi bermunculan sejak diadakanya event Jack@art 2001, yaitu lomba lukis mural yang diadakan komunitas mural di Jakarta. Di Jogjakarta pemerintah kota juga memasyarakatkan mural melalui acara “Sama-sama 2001” yang melibatkan masyarakat Jogjakarta dalam rangka kampanye Jogjaku bersih yang bekerja sama dengan komunitas Apotik Komik (Kompas, 5 Juni 2004). Sedangkan di Solo, mural mulai marak pada saat diadakan lomba seni mural di daerah Kertotiasan, yaitu acara yang dilakukan sebagai ajang untuk menyalurkan hobi bagi anak-anak muda yang suka corat-coret dinding. Hal tersebut juga dimaksudkan untuk mendukung program Pemkot Solo tentang larangan aksi corat-mencoret (Kisawa,2004).
Di beberapa sudut Jakarta terlihat seni mural dan grafiti bertema kontroversi RUU APP. Seni mural dan grafiti ini dibuat oleh para mahasiswa dari Universitas Negeri Jakarta yang tergabung dalam komunitas "Propagraphic Movement". Mereka telah menyelesaikan lukisan jalanan ini di dua lokasi, di daerah Plumpang dan di Jalan Pemuda.
2.3 Seni Mural sebagai Media Aspirasi Rakyat
Selain berfungsi untuk memberikan suasana baru di dalam kota, visualisasi mural berdampak lain kepada pemirsanya, yakni memberikan pendidikan sosial serta pembelajaran ide-ide tentang kesenirupaan (www.suaramerdeka.com). Selain pembelajaran ide-ide tentang kesenirupaan, di dalam mural dapat dimunculkan ide-ide tentang mural sebagai media aspirasi rakyat.
Sebuah karya seni mural, apabila sudah dipublikasikan di ruang publik, seni mural tersebut akan menjadi sesuatu yang objektif. Pemaknaan atas karya seni itu sepenuhnya ada di tangan para pembaca, orang yang lalu lalang dan yang sempat atau yang tidak sempat menafsir sehingga seolah-olah karya itu sudah lepas dari tangan perupanya. Walaupun sudah terlepas dari perupanya diharapkan, masyarakat dapat memiliki kesamaan pemahaman mengenai aspirasi rakyat yang terdapat di dalam mural.
Keberadaan seni mural di kota ditentukan oleh tiga pilar kekuatan yang berdiri sejajar yaitu pemerintah kota, perupa dan masyarakat bila seni mural dijadikan sebagai salah satu instrumen komunikasi publik. Pemerintah sebagai fasilitator yang dapat memfasilitasi pembuatan seni mural dan mengadakan kompetisi untuk mencari seniman-seniman mural yang berbakat dan berprestasi serta memberikan penghargaan untuk memotivasi para seniman mural. Pemerintah juga diharapkan segera menetapkan peraturan yang jelas tentang izin pembuatan seni mural dan meningkatkan pengawasannya agar tidak terjadi penyalahgunaan. Selain itu, perlu adanya kepedulian dari masyarakat untuk memelihara dan melestarikan seni mural sebagai media komunikasi publik yang efektif. Tak kalah pentingnya, perupa sebagai inspirator terciptanya mural juga dapat berkreasi dengan tekniknya masing-masing untuk menciptakan mural sebagai media penyampai pesan yang komunikatif. Jika mural hanya digunakan untuk seni, yang bisa memahami tentang apa yang ada di balik sebuah karya mural hanya perupa mural sendiri sehingga tidak relevan untuk ditempatkan di ruang publik karena hanya akan membingungkan masyarakat. Namun, bila maksudnya adalah sebuah komunikasi sosial, diperlukan mural-mural yang digunakan sebagai instrumen komunikasi publik yaitu seni mural yang menarik, berteknik tinggi tetapi juga tetap mudah dipahami oleh masyarakat. Jika demikian seni mural dapat digunakan sebagai salah satu instrumen komunikasi publik dalam ruang masyarakat.
Penggunaan seni mural untuk komunikasi publik akan memperlancar jalannya penguatan masyarakat karena di samping mural sebagai karya seni yang mengekspresikan realitas sosial-politik sehari-hari juga menjadi rujukan berperilaku secara sosial bagi warga yang melihatnya. Warga yang melihat secara sepintas tentang sebuah mural akan dapat dengan cepat paham maksudnya dan kemudian secara sederhana dapat merumuskan apa yang seharusnya dia lakukan atau tidak dilakukan. Dalam konteks ini, karya seni bukan hanya merupakan ekspresi seniman tetapi juga menjadi rujukan para pemerhatinya. Contohnya, masyarakat secara bersama-sama dapat melakukan kampanye antikekerasan yang kemudian diekspresikan ke dalam mural dengan teknik-teknik seni sosial yang tentunya dikuasai oleh perupanya. Setelah mural tersebut terpampang di ruang publik yang strategis maka masyarakat yang lalu-lalang dan memerhatikan, baik secara sepintas maupun mendetail, dapat dengan cepat menangkap pesan anti kekerasan itu. Tidak hanya itu, dengan menangkap pesan tersebut orang-orang kemudian dapat dengan instan merumuskan everyday behavior dalam menghindari kekerasan. Jadi, berdasarkan hal tersebut mural juga dapat dijadikan sebagai media untuk menyuarakan misalnya program peduli ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) yang kurang populer di kalangan masyarakat.
Oleh karena ditempatkan di ruang publik, mural harus memerhatikan aspirasi publik. Publik merupakan entitas majemuk dan bila penguatan masyarakat warga dan demokrasi merupakan komitmen bersama, mural dan perupanya harus memahami hal-hal di atas, mural seharusnya memperlancar komunikasi publik yang bebas dominasi, jangan sampai justru keberadaan mural merupakan hasil negosiasi elitis antara pemerintah kota dan para perupa dengan mengabaikan aspirasi masyarakat, karena bisa jadi mural hanya sekedar proyek untuk kepentingan pribadi pihak-pihak tertentu.
Banyak tempat ibadah dari berbagai agama hingga saat ini masih memakai mural untuk berbagai keperluan agama yang bersangkutan. Oleh karena itu, mural merupakan suatu karya seni yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai kalangan baik sebagai penyaluran kreativitas, penyampaian pesan moral, bahkan tidak jarang mural digunakan sebagai media promosi sebuah produk perusahaan, misalnya perusahaan rokok di Yogyakarta. Meski memanfaatkan medium yang sama, mural dibedakan dari grafiti. Berdasarkan obyeknya, grafiti lebih menekankan pada stilisasi rangkaian huruf dan biasanya dikerjakan dengan cat semprot-sering disebut spray-can art sementara mural adalah pelukisan realis ataupun ekspresif dari peristiwa keseharian yang dapat dikerjakan dengan beragam teknik
Berkaitan dengan fungsi mural sebagai instrumen komunikasi publik dalam hal menyuarakan aspirasi rakyat, khususnya dalam bidang pemerintahan, pengetahuan politik bagi seniman mural sangat diperlukan. Pengetahuan politik yang dimaksud dalam hal ini bukanlah keahlian sebagai pengamat politik, tetapi pengetahuan mengenai politik keseharian, misalnya tentang pemahaman kondisi negara, masyarakat, pasar, dan kondisi lingkungan sekitar. Hal tersebut dibutuhkan agar pesan yang yang disampaikan oleh seniman mural sesuai dengan substansi yang ada pada keadaan pemerintah saat ini.
Karena berdasarkan teori, pesan harus dibuat semenarik mungkin agar mudah dipahami dan dimengerti oleh penerima pesan dalam hal ini adalah masyarakat. Mural dapat dijadikan sebagai media untuk media aspirasi rakyat yang menarik karena telah memenuhi konsep AIDCA, yaitu:
1. Attention, mural telah memenuhi konsep ini karena dengan tampilan gambar yang menarik dapat membuat masyarakat menjadi ingin tahu isi dari pesan mural tersebut.
2. Interest, setelah mendapat perhatian dari masyarakat, masyarakat akan memahami isi dari pesan mural.
3. Desire, setelah memahami bahwa isi dari mural tersebut berguna, masyarakat akan tergerak untuk melaksanakannya.
4. Conviction, apabila masyarakat sudah tergerak untuk melaksanakan, masyarakat sudah yakin akan kebenaran isi pesan mural tersebut.
5. Action, jika masyarakat sudah yakin akan kebenaran pesan tersebut, masyarakat akan menjalankan isi dari pesan mural tersebut.
Selain dari hal-hal tersebut diatas, menurut Kotler dan Amstrong dalam Diansyah (2005) terdapat tiga karakteristik yang dimiliki daya tarik pesan, yaitu penuh arti, dapat dipercaya dan khas. Dalam hal ini seni mural dapat memenuhi tiga karakteristik tersebut karena seni mural memiliki tampilan yang menarik dan ciri khas tertentu sesuai dengan isi pesan yang disampaikan.
Sebesar apapun daya tarik dari suatu pesan, komponen komunikasi tidak bisa lepas dari usaha penyampaian pesan. Komunikasi merupakan bagian penting dalam penyampaian aspirasi melalui mural, di antara 5 syarat agar komunikasi dapat berjalan efektif yang disampaikan Sentoso dalam Diansyah (2005) ada beberapa yang berkaitan erat dengan efektivitas seni mural sebagai aspirasi rakyat di antaranya :
1. Audible
Makna audible adalah dimengerti dengan baik. Aspirasi masyarakat agar dimengerti oleh masyarakat umum dikemas dalam suatu pesan yang jelas. Salah satu kunci utama pesan dapat tersampaikan dan dapat dimengerti dengan baik adalah melalui ilustrasi yang berguna untuk membantu memperjelas isi dari pesan yang disampaikan. Seni mural merupakan media visual yang dapat mengilustrasikan aspirasi rakyat melalui suatu gambar yang indah dan mewakili aspirasi yang dimaksud.
2. Clarity
Pesan yang akan disampaikan melalui mural harus jelas agar tidak menimbulkan pemahaman yang salah sehingga menimbulkan berbagai interprestasi yang berbeda. Selain itu pesan yang disampaikan juga harus fleksibel agar bisa diterima oleh tidak hanya kalangan tertentu saja, tetapi bisa diterima oleh semua kalangan masayarakat. Bahasa yang digunakan dalam penyampaian pesan harus mudah dipahami, contohnya mural mengenai program pemerintah dalam hal pembayaran pajak dapat dibahasakan dengan ” Warga Bijak Taat Pajak”
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pada pembahasan yang kami buat, dapat disimpulkan bahwa mural mengalami perkembangan tidak hanya di negara barat saja, tetapi juga berkembang di indonesia, namun dalam pembuatannya Mural seringkali dipadukan dengan seni graffiti. Walaupun mural lebih mengutamakan gambar sedangkan graffiti hanya tulisan, ketika keduanya di padukan, maka kesan seninya akan lebih menonjol.Melalui seni mural, masyarakat memiliki lahan baru sebagai suatu inovasi penyampaian aspirasi mereka terhadap situasi sosial politik negara ini yaitu kepada pemerintah. Seni mural yang selama ini dianggap sebagai coretan kreativitas anak muda belaka ternyata memiliki sisi inovatif lain yang dapat dikembangkan secara maksimal sehingga seni mural tidak hanya terlihat dari sisi visualnya saja namun juga memiliki makna di dalamnya.
3.2 Saran
Seni mural yang merupakan media untuk menyampaikan aspirasi masyarakat kepada Pemerintah misalnya harus sebaiknya bisa memerhatikan etika-etika yang ada sehingga pesan yang tersampaikan bisa diterima oleh masyarakat luas.
Daftar Pustaka
Daniel, S. 2011. Perkembangan Seni Mural di Indonesia [online].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar