BAB I PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak Asasi Manusia
Yang dimaksud dengan Hak-Hak Asasi Manusia ialah hak-hak dasar yang dibawa sejak lahir, yang melekat pada esensinya sebagai anugrah Allah SWT. Mirriam Budiardjo
membatasi pengertian hak-hak asasi manusia sebagai “Hak yang dimiliki manusia yang telah di peroleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam Masyarakat”.
membatasi pengertian hak-hak asasi manusia sebagai “Hak yang dimiliki manusia yang telah di peroleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam Masyarakat”.
Dalam kehidupan manusia yang sangat kompleks ini sebenarnya persoalan yang paling inti/pokok justru terletak pada upaya yang tidak henti-hentinya untuk mengangkat harga diri, harkat dan martabat manusia. Berbagai system kenegaraan, sosial, ekonomi, dirumuskan dengan maksud dan tujuan untuk mengangkat nilai-nilai kemanusiaan.
B. Sejarah Penegakan Ham Di Barat
Sejarah perjuangan menegakan hak-hak asasi manusia di dunia Barat baru di mulai disekitar abad XIII, yaitu ketika pada tahun 1215 Raja John dari Inggris mengeluarkan sebuah piagam yang terkenal dengan nama “Magna Charta” atau Piagam Agung. Didalam piagam ini, menurut beberapa hak yang diberikan kepada kaum bangsawan sebagai sebuah hasil tuntutan mereka, sekaligus membuat beberapa pembatasan kekuasaan Raja. Magna Charta yang telah dikeluarkan sejak abad XIII tersebut dalam kenyataannya sampai dengan abad ke 17 tak seorangpun mengetahui bahwa ternyata didalamnya berisi prinsip-prinsip peradilan oleh yuri, surat pemerintah penahanan dan pengawasan Parlemen atas hak pajak.
Beberapa Piagam dan Deklarasi tentang hak-hak manusia di Barat antara lain sebagai berikut:
1. First Charter of Virginia tahun 1606 di Amerika
2. Ordonance of Virginia tahun 1618 di Amerika
3. May Flower Compact tahun 1620 di Amerika
4. Habeas Corpus Act tahun 1679 di Inggris
5. Bill of Pights tahun 1689 di Inggris
6. Pensylvania Privileges tahun 1701 di Amerika
7. Declaration of Independence tahun 1776 di Amerika
8. Declaration of Droit de’l Homme et du Citoyen tahun 1789 di Prancis
9. The Four Freedom of Franklin D.Roosevelt tahun 1941 di Amerika
10. Universal Declaration of Human Right tahun 1948 oleh PBB
1. Declaration of Independence
Dalam deklarasi ini yang terpokok memuat pernyataan bahwa “Sekalian manusia dititahkan dalam keadaan sama, dan dikaruniai oleh Yang Maha Kuasa beberapa hak yang tetap dan melekat padanya”. Deklarasi ini kemudian dijadikan dasar pokok bagi Konstitusi Amerika Serikat.
2. Declaration of Droit de’l Humme et du Citoyen
Declaration of Droit de’l Humme et du Citoyen atau pernyataan hak-hak manusia dan warga Negara merupakan suatu naskah yang dicetuskan dalam permulaan Rovolusi Perancis. Revolusi Perancis yang dengan suara gemuruh mengumandangkan semboyan yang mencerminkan perlu ditegakkannya tiga dasar penghormatan pada manusia, yaitu “liberte, Egalite, Fraternite”.
3. The Four Freedom of Franklin D. Roosevelt
Dalam salah satu pidato yang disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat di depan Kongres pada tanggal 6 Januari 1941 dinyatakan akan perlunya menjaga dan dipertahankannya hak-hak asasi manusia yang pada waktu itu martabat dan hakekatnya selaku makhluk yang bereksistensi tengah diinjak-injak oleh kaum aggressor Nazi Jerman. Hak-hak yang disebut oleh Presiden Rooseevelt terkenal dengan istilah “The Four Freedoms” atau empat kebebasan, empat kebebasan tersebut yaitu:
1. Freedom of Religion
2. Freedom of Speech and Thought
3. Freedom from Wants
4. Freedom from Fear
Sejalan dengan sejarah proses pertumbuhan demokrasi yang semula hanya terbatas pada demokrasi politik, maka demikian juga dalam sejarah proses perumusan hak-hak asasi manusia yang terjadi di dunia Barat. Sebagaimana diketahui bahwa gagasan mengenai Hukum Ala mini muncul dari tokoh-tokoh besar seperti Thomas Hobbes (1588-1679).
Menurut Thomas Hobbes sifat asli (state of nature) manusia dilukiskan sebagai serigala dalam rimba raya (homo homini lopus) yang selalu didalam keadaan bertengkar dan saling berebut untuk memenuhi keinginan masing-masing, sehingga dunia manusia itu oleh Hobbes digambarkan selalu dalam keadaan “war of all against all” atau “bellum omnium contra omne” semua perang melawan semua. Dengan kalimat lain, state of nature manusia menurut Hobbes didorong oleh naluri (instinks) untuk mempertahankan diri, instink takut keselamatan diri akan terancam.
Dalam keadaan hidup bersama-sama yang lebih maju, yaitu ketika mereka sudah memiliki Negara dari hasil perjanjian sosial yang mereka sepakati, atau dalam keadaan yang dinamakan “status civilis” John Locke berpendapat bahwa manusia yang berkedudukan sebagai warganegara itu hak-hak dasarnya wajib dilindungi oleh Negara.
4. Universal Declaration of Human Rights
Sebagai puncak perkembangannya, ditandai dengan di sahkannnya Deklarasi hak-hak manusia se –Dunia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, setelah selama dua tahun (1946) suatu panitia yang dibentuk oleh PBB dengan nama “Komisi Hak-Hak Asasi” atau Commission on Human Right. Didalam Mukadimah Deklarasi Universal tentang hak-hak asasi manusia yang disetujui dan diumumkan oleh Resolusi Majlis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 217 A (III) tanggal 10 Desember 1948 terdapat pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Menimbang bahwa pengakuan atas martabat yang melekat dan hak-hak yang sama dan tidak terasingkan dari semua anggota keluarga kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian di dunia.
2. Menimbang bahwa mengabaikan dan memandang rendah pada hak-hak asasi manusia telah mengakibatkan perbuatan-perbuatan bengis yang menimbulkan rasa kemarahan dalam hati nurani umat manusia dan bahwa terbentuknya suatu dunia dimana manusia akan mengecap kenikmatan kebebasan berbicara dan agama serta kebebasan dari rasa takut dan kekurangan telah dinyatkan sebagai aspirasi tertinggi dari rakyat jelata.
3. Menimbang bahwa hak-hak manusia perlu dilindungi oleh peraturan hukum: supaya orang tidak akan terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kelaliman dan penjajahan.
4. Menimbang bahwa persahabatan antara Negara-negara perlu dianjurkan.
5. Menimbang bahwa bangsa-bangsa dari anggota perserikatan bangsa-bangsa dalam piagam telah menyatakan sekali lagi kepercayaan mereka atas hak-hak dasar dari manusia, martabat serta penghargaan seorang manusia, dan hak-hak yang sama bagi laki-laki maupun perempuan dan telah memutuskan akan meningkatkan kemajuan sosial dan tingkat penghidupan yang lebih baik dalam kemerdekaan yang lebih luas.
Atas pertimbangan diatas, Majlis Umum PBB menyatakan Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia ini merupakan suatu pelaksanaan umum yang baku bagi semua bangsa dan Negara. Setiap orang dan setiap badan masyarakat dalam masyarakat perlu senantiasa mengingat pernyataan ini dan berusaha dengan cara mengajar dan mendidik untuk mempertinggi penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dan melalui tindakan-tindakan progresif secara nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan pelaksanaan hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan itu secara umum dan efektif oleh bangsa-bangsa dari Negara-negara anggota maupun dari daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan hukum mereka.
Pasal 1
Semua manusia dilahirkan merdeka dan sama martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.
Pasal 2
Semua orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam pernyataan ini tanpa pengecualian apa pun misalnya bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal usul kebangsaan atau sosial, milik, status politik, status hukum, dan status internasional Negara atau wilayah dari mana seorang berasal, baik dari Negara yang tidak merdeka, yang berbentuk trust, yang tidak berpemerintahan sendiri ataupun yang berada di bawah pembatasan kedaulatan lainnya.
Pasal 3
Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan seseorang.
C. Hak Asasi Manusia Dalam Islam
Perjuangan umat manusia untuk merebut kembali hak-hak asasi yang dibawanya secara heriditer dari tangan-tangan para penguasa tidak saja di mulai sejak Raja John dari Inggris pada tahun 1215, ketika Raja memberikan beberapa hak kepada kaum bangsawan bawahannya sebagai hasil perjuangan dan tuntunan mereka.
Al-Qur’an menegaskan bahwa agama Islam adalah agama yang mengandung ajaran yang sangat sempurna (Al-Maidah:3) di samping memuat ajaran yang berkaitan dengan hablum mina Allah, sebagai ajaran pokoknya, Islam juga menegaskan tentang arti pentingnya hablum minannas (Q.S 3:112).
D. Perbedaan Konsep Ham Antara Barat Dan Islam
Dalam memberikan perhatikan terhadap HAM ternyata antara Islam dan Barat memiliki perbedaan yang sangat mendasar. A.K.Brohi, seorang ilmuawan dan Negarawan dari Pakistan yang cukup terkenal dalam tulisannya yang berjudul Islam dan Hak-Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa “Ada sebuah perbedaan penting di antara sudut-sudut pandangan islam dengan barat terhadap hak-hak asasi manusia. Sudut pandangan Barat pada umumnya dapat disebut dengan Antroposentris, dengan pengertian bahwa manusia dipandang sebagai ukuran bagi segala sesuatu, karena ia adalah titik tolak dari semua pemikiran dan perbuatan.
Sebaliknya, sudut pandangan islam bersifat teosentris, sadar kepada Allah. Disini Ynag Mutlak adalah yang terpenting, sedangkan manusia itu dan Maha Ada, satu-satunya penopang susila. Mental, dan spiritual manusia, menjamin terwujudnya aspirasi-aspirasi dan yang memungkinkan transendensinya.
Penegasan adanya perbedaan konsep HAM antara islam dan dunia barat dikemukakan juga oleh Roger Garaudy bahwa “Persamaan dalam islam, sebagaimana kemerdekaan yang mempunyai dasar yang berbeda secara radikal dengan apa yang terdapat dalam konsep Barat.
Islam adalah agama yang sangat menghormati dan memuliakan status ras manusia. Al-Qur’an secara tegas menyatakan “Dan sungguh kami telah memuliakan anak keturunan Adam, Kami angkat mereka di daratan dan dilautan, dan Kami telah rezekikan kepada mereka dengan makanan-makanan yang baik. Dan kami lebihkan/utamakan mereka (manusia) dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan”. (Q.S 17:70).
E. Piagam Madinah
Konsep dasar yang tertuang dalam piagam yang lahir di masa Nabi Muhammad SAW ini adalah adanya pernyataan atas kesepakatan Masyarakat Madinah untuk melindungi dan menjamin hak-hak sesame warga Masyarakat tanpa memandang latar bekang, suku dan agama.
Menurut sejarah piagam ini adalah naskah otentik (asli) yang tidak diragukan keasliannya. Secara sosiologis piagam ini merupakan antisipasi dan jawaban terhadap realitas sosial masnyarakatnya. Secara umum sebagaimana terbaca dalam naskah tersebut, Piagam Madinah mengatur kehidupan sosial penduduk Madinah. Piagam ini bersifat revolusioner, karena menentang tradisi kesukuan orang-orang Arab pada masa itu.
F. Deklarasi Kairo (Cairo Declaration)
Dalam pandangan Negara-negara Islam HAM Barat tidak sesuai dengan pandangan ajaran Islam yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Berkenaan dengan hal itu, Negara-negara Islam yang tergabung dalam OKI atau Organization of the Islamic Conference (OIC) pada tanggal 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi tentang kemanusiaan sesuai syariat Islam di Kairo.
Dalam realitasnya HAM yang dideklarasikan di Kairo ini memiliki persamaan dengan The Universal Declaration of Human Right yang dideklarasikan oleh PBB pada tahun 1948.
Pasal-pasal yang terdapat dalam Deklarasi Kairo ini mencakup beberapa pasal persoalan pokok antara lain:
1. Hak Persamaan dan Kebebasan (Pasal 19 ayat a, b, c, d dan e)
Pasal ini berdasarkan pada:
1) Surat Al-Isra’:70
2) Surat An-Nisa’: 58, 105, 107, 135
3) Surat al-Mumtahanah: 8
2. Hak Hidup (Pasal 2 ayat a, b, c, dan d)
Pasal ini berdasarkan pada:
1) Surat al-Maidah: 45
2) Surat al-Isra’: 33
3. Hak Memperoleh Perlindungan (Pasal 13)
Pasal ini berdasarkan pada:
1) Surat al-Balad: 12-17
2) Surat at-Taubah: 6
G. Penegasan Dan Perlindungan Ham Di Indonesia
Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekarang ini Negara Indonesia telah memberlakukan tiga bentuk Undang-Undang Dasar yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS dan UUD-S (Undang-Undang Sementara) tahun 1950. Di dalam UUD tersebut telah dicantumkan secara tegas mengenai pasal-pasal yang berkenaan dengan hak-hak asasi manusia.
Apabila diperbandingkan antara ketiga UUD tersebut mengenai pasal-pasal yang memuat hak asasi manusia, akan terlihat bahwa UUD 1945 hanya memuat beberapa hak dasar, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan apa yang terkandung dalam Konstitusi RIS maupun UUD-S (Undang-Undang Sementara) 1945.
Hak asasi manusia (HAM) sebagaimana yang tercantum baik dalam UUD 1945, Konstitusi RIS maupun UUD-S 1950 ketiga-tiganya berdiri di atas landasan falsafah Pancasila. Dan sebagaimana telah dikemukakan bahwa falsafah Pancasila memiliki sifat yang khas sekali. Ia bukan merupakan sekumpulan nilai-nilai yang tanpa terkait satu sama lain, melainkan merupakan satu kesatuan yang bulat dan padu.
Dengan demikian, dapat di tegaskan bahwa antara sila yang satu dengan yang lainnya terjalin hubungan yang bersifat organis yang mengandung arti sebagai berikut:
- Sila Ketuhanan yang Maha Esa (sila 1) menjiwai dan mendasari sila II, III, IV dan sila V.
- Sila Kemanusiaan (Sila II) dijiwai dan didasari oleh sila I, dan mendasari sila III, IV dan sila V.
- Sila Persatuan Indonesia (sila III) didasari dan dijiwai oleh sial I dan sila II, dan mendasari sila IV dan V.
- Sila Kerakyatan (Sila IV) didasari dan dijiwai oleh sila I, II dan Sila III serta mendasari sila IV.
- Sila Keadilan Sosial (sila V) didasari dan dijiwai oleh sila I, II, III dan sila IV.
Dan karena demikian halnya maka humanisme Pancasila dapat di dikategoikan sebagai humanisme yang bersifat teosentris, dan ssama sekali bukan humanisme yang bersifat antroposentris. Dan karena humanisme merupakan induknya hak asasi manusia, maka hak asasi manusia menurut Filsafat Pancasila adalah hak asasi manusia yang bersifat teosentris.
a. HAM dalam UUD 1945
Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia dalam UUD 1945, hanya mencantumkan beberapa pasal saja. Hal ini dapat dimaklumi karena UUD 45 ini dirumuskan tiga tahun sebelum PBB merumuskan “Universal Declaration of Human Rights”.
b. HAM dalam Konstitusi RIS
Pada waktu bansa Indonesia memasuki babakan baru, yaitu ketika Negara Indonesia berbentuk serikat, maka UUD yang digunakannya adalah UUD yang baru, yang lebih terkenal dengan sebutan Konstitusi RIS. Sewaktu para perumus konstitusi tengah membahas masalah hak-hak asasi wrganegara, mereka menyadari sepenuhnya betapa perlunya menuangkan hak-hak asasi warganegara secara lebih terperinci lagi, yang dapat mencakup seluruh aspek hak-hak dasar yang semestinya dimiliki oleh setiap warganegara.
Sejarah telah membuktikan bahwa ternyata masalah hak-hak asasi manusia bukan muncul dari faham individualisme dan liberalisme sebagaimana yang pernah dicurigai oleh sementara fihak pada waktu kemerdekaan. Hal ini dibuktikan dengan diterimanya “deklarasi Hak-hak asasi se Dunia” oleh mayoritas anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.
c. HAM Dalam UUD-S tahun 1950
UUD-S 1950 pada hakikatnya adalah merupakan penjelmaan dari Konstitusi RIS setelah dahulu direvisi agar cocok diterapkan dalam bangunan Negara yang berbentuk Negara Kesatuan.
Dari pengalaman Negara Republik Indonesia yang pernah memberlakukan tiga macam UUD, yaitu UUD 1945, Konstitusi (UUD) RIS, dan UUD-S 1950 maka dalam hal dimuatnya masalah HAM dapat dinyatakan bahwa UUD-S 1950 adalah UUD yang jauh paling lengkap memuat hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia yang pernah dimiliki oleh Negara dan lebih sempurna dibandingkan dengan dua UUD yang berlaku sebelumnya.
Adapun pasal demi pasal mengenai hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia/warga Negara yang tercantum dalam UUD-S 1950 adalah sebagai berikut:
Pasal 7
1. Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi terhadap Undang-Undang.
2. Sekalian orang berhak menuntut perlakuan dan perlindungan yang sama oleh Undang-Undang.
3. Sekalian orang berhak menuntut perlindungan yang sama terhadap tiap-tiap pembelakangan dan terhadap tiap-tiap penghasutan untuk melakukan pembelakangan demikian.
4. Setiap orang berhak mendapat bantuan hukum yang sungguh dari hakim-hakim yang ditentukan untuk itu melawan perbutan-perbuatan yang berlawanan dengan hak-hak dasar yang diperkenankan kepadanya menurut hukum.
Pasal 8
Sekalian orang yang ada di daerah Negara sama berhak menuntut perlindungan untuk diri dan harta bendanya.
Pasal 9
1. Setiap orang berhak dengan bebas bergerak dan tinggal dlam perbatasan Negara.
2. Setiap orang berhak meninggalkan Negara dan jika ia warga Negara atau penduduk kembali ke situ.
Pasal 10
Tidak seorangpun boleh diperbudak, diperulur atau diperhamba. Perbudakan, perdagangan budak dan perhambaan dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya kepada itu, dilarang.
d. HAM Sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sesudah Negara Indonesia kembali ke UUD 1945 lewat Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, MPRS dalam sidangnya pada tahun 1968 menilai bahwa pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia selama masa Demokrasi Terpimpin sama sekali terabaikan.
Keprihatinan MPRS terhadap pelaksanaan HAM pada masa rezim Bung Karno seperti diatas, akhirnya dimasukkan ke dalam salah satu agenda siding MPR-S dan untuk menindak lanjutinya Majlis membentuk suatu panitia yang diberi tugas menyusun “Rancangan Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak Serta Kewajiban Warganegara”. Setelah terumuskan dengan baik, kemudian dibahas siding MPR-S ke V tahun 1968. Namun ironinya setelah dibahas ternyata tidak dapat di temukan kata sepakat untuk di angkatnya rancangan tersebut menjadi ketetapan MPR-S.
Pada periode kepemimpinan Presiden Soeharto selama 32 tahun, pelaksanaan dan perlindungan hak-hak asasi manusia/warga Negara dalam berbagai aspeknya sama sekali diabaikan. Dunia politik dikekangnya demikian rupa. Hanya ada tiga organisasi politik yang diberikan hak hidup, yaitu Golkar, PPP, dan PDI dan hak itupun tidak lepas dari pengendalian sepenuhnya oleh Pemerintah, dimana secara operasional kekeang kendali ini dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri yang berperan sebagai Pembina Politik Dalam Negeri.
Demikian juga, Pemerintah telah mensahkan berdirinya Komisi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dengan tugas mengawasi terhadap berbagai pelanggaran HAM secara merekomendasinya untuk di tindak lanjuti oleh pemerintah dalam bentuk penuntutan dan sebagainya. Dan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, telah diterbitkan UU tentang Pengadilan HAM nomor 26 tahun 2000.
Dalam upaya menata ulang kehidupan bernegara yang benar-benar demokratis sejak tahun 1999 MPR mulai melakukan pembenahan terhadap UUD 1945 dalam bentuk mengamademen terhadap berbagai pasal yang dirasakan belum memadai, termasuk didalamnya pasal-pasal yang berhubungan dengan masalah HAM, yang hasilnya sebagaimana berikut dibawah ini:
Pasal 27
1. Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
2. Tiap-tiap Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
3. Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara.
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan fikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 29
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 30
Tiap-tiap warga Negara berhak dan dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Pasal 31
1. Tiap-tiap warganegara berhak mendapatkan pengajaran
2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 32
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.
BAB II
KESIMPULAN
Hak-Hak Asasi Manusia ialah hak-hak dasar yang dibawa sejak lahir, yang melekat pada esensinya sebagai anugrah Allah SWT. Mirriam Budiardjo membatasi pengertian hak-hak asasi manusia sebagai “Hak yang dimiliki manusia yang telah di peroleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam Masyarakat”.
Dalam kehidupan manusia yang sangat kompleks ini sebenarnya persoalan yang paling inti/pokok justru terletak pada upaya yang tidak henti-hentinya untuk mengangkat harga diri, harkat dan martabat manusia. Berbagai system kenegaraan, sosial, ekonomi, dirumuskan dengan maksud dan tujuan untuk mengangkat nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam memberikan perhatikan terhadap HAM ternyata antara Islam dan Barat memiliki perbedaan yang sangat mendasar. A.K.Brohi, seorang ilmuawan dan Negarawan dari Pakistan yang cukup terkenal dalam tulisannya yang berjudul Islam dan Hak-Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa “Ada sebuah perbedaan penting di antara sudut-sudut pandangan islam dengan barat terhadap hak-hak asasi manusia. Sudut pandangan Barat pada umumnya dapat disebut dengan Antroposentris, dengan pengertian bahwa manusia dipandang sebagai ukuran bagi segala sesuatu, karena ia adalah titik tolak dari semua pemikiran dan perbuatan.
DAFTAR PUSTAKA
Mustama Kamal Pasha, Pendidikan Kewarganegaraan, Citra Karya Mandiri, Yogyakarta: 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar