KESULTANAN ISLAM DI INDONESIA BAGIAN DARI KEKHILAFAHAN ISLAM DI TURKI JEJAK SYARIAH DAN KHILAFAH DI INDONESIA

Buletin al-Islam Edisi 344

Tidak banyak kaum Muslim, khususnya di Indonesia, yang tahu bahwa pada bulan Maret ini, 83 tahun lalu menurut hitungan Masehi dan 86 tahun menurut hitungan Hijriah, tepatnya tanggal 3 Maret 1924, Khilafah Islam yang berkedudukan di Turki diruntuhkan oleh kekuatan penjajah Inggris melalui kakitangannya, Mustafa Kemal Attaturk. Sepantasnya kaum Muslim prihatin-sebagaimana jutaan umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang sedih luar biasa saat itu-menyaksikan institusi politik Islam global itu diruntuhkan.
Ya, kita pantas prihatin dan bersedih karena: Pertama, Khilafah adalah institusi politik yang telah di-nubuwwah-kan oleh Rasul saw. sejak 14 abad yang lalu:
Dulu Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para nabi. Setiap nabi meninggal, nabi lain menggantikannya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku. Akan tetapi, nanti akan ada banyak khalifah. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Karena itu, mengangkat Khalifah (kepala negara Khilafah) adalah kewajiban seluruh umat Islam, sebagaimana juga disabdakan Rasulullah saw.:
Siapa saja yang mati, sementara di pundaknya tidak ada baiat (kepada Khalifah), maka matinya adalah mati Jahiliah. (HR Muslim).
Kedua, Khilafahlah yang lebih dari 13 abad mengayomi dan mempersatukan kaum Muslim sedunia, dengan seluruh kemajuan peradabannya, kejayaan institusinya dan kemakmuran warga negaranya. Bahkan kaum Muslim Indonesia pun pernah
merasakan perhatian dan kepedulian Khilafah; sesuatu yang tidak banyak diketahui oleh kaum Muslim sendiri di negeri ini.
Namun demikian, tulisan berikut tidak dimaksudkan untuk \\\"meratapi\\\" keruntuhan Khilafah. Tulisan ini lebih ditujukan agar kita tidak mudah melupakan begitu saja sejarah kita sendiri sebagai umat Islam, khususnya di Indonesia, yang diakui atau tidak, banyak diwarnai oleh warna Islam. Bahkan jejak syariah dan Khilafah di Indonesia sebetulnya bisa ditelusuri dari sejumlah rujukan dan bukti sejarah yang bisa dipertanggungjawabkan.

Awal Masuknya Islam
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad ke-7. (Prof. Dr. Uka Tjandrasasmita, dalam Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Asia Tenggara, Kedatangan dan Penyebaran Islam, 2002, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hlm. 9-27).
Sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Demikian pula Kerajaan Ternate tahun 1440. Kerajaan Islam lain di Maluku adalah Tidore dan Kerajaan Bacan. Institusi Islam lainnya di Kalimantan adalah Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai. Di Sumatera setidaknya diwakili oleh institusi kesultanan Peureulak, Samudera Pasai, Aceh Darussalam, Palembang. Adapun kesultanan di Jawa antara lain: Kesultanan Demak yang dilanjutkan oleh Kesultanan Jipang, lalu dilanjutkan Kesultanan Pajang dan dilanjutkan oleh Kesultanan Mataram, Cirebon dan Banten. Di Sulawesi, Silam diterapkan dalam institusi Kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu. Di Nusa Tenggara penerapan Islam di sana dilaksanakan dalam institusi Kesultanan Bima. (Ensiklopedia Tematis Dunia Islam: Khilafah dalam bagian \\\"Dunia Islam Bagian Timur\\\", PT. Ichtiar Baru Vab Hoeve, Jakarta. 2002).

Jejak Penerapan Syariah Islam
Seiring perjalanan waktu, hukum-hukum Islam diterapkan secara menyeluruh dan sistemik di Indonesia. A.C Milner mengatakan bahwa Aceh dan Banten adalah kerajaan Islam di Nusantara yang paling ketat melaksanakan hukum Islam sebagai hukum negara pada abad ke-17. Di Banten, hukuman terhadap pencuri dengan memotong tangan bagi pencurian senilai 1 gram emas telah dilakukan pada tahun 1651-1680 M di bawah Sultan Ageng Tirtayasa.
Sultan Iskandar Muda pernah menerapkan hukum rajam terhadap putranya sendiri yang bernama Meurah Pupok yang berzina dengan istri seorang perwira. Kerajaan Aceh Darussalam mempunyai UUD Islam bernama Kitab Adat Mahkota Alam. Sultan Alaudin dan Iskandar Muda memerintahkan pelaksanaan kewajiban shalat lima waktu dalam sehari semalam dan ibadah puasa secara ketat. Hukuman dijalankan kepada mereka yang melanggar ketentuan. (Musyrifah Sunanto, 2005).
Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam I di Jawa memiliki jabatan qadi di Kesultanan yang dijabat oleh Sunan Kalijaga. De Graff dan Th Pigeaud mengakui hal ini. Di Kerajaan Mataram pertama kali dilakukan perubahan tata hukum di bawah pengaruh hukum Islam oleh Sultan Agung. Perkara kejahatan yang menjadi urusan peradilan dihukumi menurut kitab Kisas, yaitu kitab undang-undang hukum Islam pada masa Sultan Agung.
Dalam bidang ekonomi Sultan Iskandar Muda mengeluarkan kebijakan pengharaman riba. Menurut Alfian, deureuham adalah mata uang Aceh pertama. Istilah deureuham dari bahasa Arab dirham. Selain itu Kesultanan Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir (1297/1326) telah mengeluarkan mata uang emas. (Ekonomi Masa Kesultanan; Ensiklopedia Tematis Dunia Islam: Khilafah dalam bagian \\\"Dunia Islam Bagian Timur\\\", PT. Ichtiar Baru Vab Hoeve, Jakarta. 2002).
Hubungan dengan Khilafah
Di samping penerapan syariah Islam, hubungan Nusantara dengan KhilafahIslam pun terjalin. Pada tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yangbernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin AbdulAziz dari Khilafah Bani Umayyah. Sang Raja meminta dikirimi dai yang bisamenjelaskan Islam kepadanya. Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M,Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pundikenal dengan nama Sribuza Islam. (Ayzumardi Azra, 2005).
Sebagian pengemban dakwah Islam juga merupakan utusan langsung yangdikirim oleh Khalifah melalui amilnya. Tahun 808H/1404M adalah awal kaliulama utusan Khalifah Muhammad I ke Pulau Jawa (yang kelak dikenaldengan nama Walisongo). Setiap periode ada utusan yang tetap dan ada pulayang diganti. Pengiriman ini dilakukan selama lima periode. (Rahimsyah,Kisah Wali Songo, t.t., Karya Agung Surabaya, hlm. 6).
Bernard Lewis (2004) menyebutkan bahwa pada tahun 1563 penguasa Muslimdi Aceh mengirim seorang utusan ke Istanbul untuk meminta bantuanmelawan Portugis. Dikirimlah 19 kapal perang dan sejumlah kapal lainnyapengangkut persenjataan dan persediaan; sekalipun hanya satu atau dua kapalyang tiba di Aceh.
Hubungan ini tampak pula dalam penganugerahan gelar-gelar kehormatan.Abdul Qadir dari Kesultanan Banten, misalnya, tahun 1048 H (1638 M)dianugerahi gelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid,Syarif Makkah saat itu. Pangeran Rangsang dari Kesultanan Matarammemperoleh gelar sultan dari Syarif Makkah tahun 1051 H (1641 M) dengangelar, Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami. (Ensiklopedia TematikDunia Islam Asia Tenggara, 2002). Bahkan Banten sejak awal memangmenganggap dirinya sebagai Kerajaan Islam, dan tentunya termasuk Dar al-Islamyang ada di bawah kepemimpinan Khalifah Turki Utsmani di Istanbul.(Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, Struktur Politik dan Ulama: KesultananBanten, 2002).
Selain itu, Snouck Hurgrounye, sebagaimana yang dikutip oleh DeliarNoer, mengungkapkan bahwa rakyat kebanyakan pada umumnya di Indonesia,melihat stambol (Istanbul, ibukota Khalifah Usmaniyah) senantiasa sebagaikedudukan seorang raja semua orang Mukmin dan tetap (dipandang) sebagairaja dari segala raja di dunia. (Deliar Noer, 1991).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar