Makalah Perjuangan Politik Islam Indonesia 1960-1973

Berikut ini adalah Makalah Perjuangan Politik Islam Indonesia 1960-1973. Semoga makalah berikut ini dapat bermanfaat untuk anda yang membutuhkannya.

Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Gerakan modern ummat Islam telah dimulai pada awla abad ke XX. Gerakan modern tersebut dapat diklasifikasikan menjadi gerakan yang bercorak pendidikan dan keagamaan, selain itu gerakan modern ummat Islam bercorak politik. Gerakan yang bercorak politik salah satunya adalah Syarikat Islam didirikan pada tahun 1921, bermula dari sebuah Syarikat Dagang yang memperjuangkan hak-hak pedagang pribumi terhadap perilaku sewenang-wenang dari pedagang cina.
Kebangunan politik Islam dapat ditelusuri asal-usulnya dari kemunculan Syarikat Islam. Sarikat Islam pada awalnya berna sariakt dagang Islam bergeraka dibidang perekonomian, adalah sebuah perlawanan terhadap sikap kesewenag-wenagan dari para pedagang cina terhadap pedang pribumui. Sikap kesewenagan-wenagna tersebut dirasakan oleh pedangang batik di solo tempat sarikat dagang Islam lahir. 
Syarikat Islam dijadikan tumpuan oleh orang-orang pribumi setelah beberapa partai politik Islam tidak dapat bertahan karena dibubarkan oleh pemerintah klonial Belanda maupun penjajah Jepang. Pertai-partai politik tersebut adalah Partai Muslimin Indonesia dibubarkan oleh kolonial Belanda dan Partai Islam Indonesia tidak dapat memenuhi harapan seiring datangnya tentara Jepang.
Para panjajah Belanda mendudukkan pribumi sebagai kelas paling rendah dibandingkan orang Cina dan Arab. Orang-orang cina dengan keberhasilan revolusi di cina pada tahun 1911 telah menjadikan mereka kuat dan merasa superioritas terhadap orang-orang Indonesia. Disamping itu para pedagang-pedagang batik di Solo mendapat tekanan dari bangsawan mereka.  
Keberadaan Partai Politik Islam mendapatkan perhatian dari Belanda dengan mengeluarkan berbagai kebijakan. Kebijakan tersebut seperti, politik etis sampai pada pembubaran Partai Islam seperti di kemukakan diatas. Disamping pemerintah Belanda dengan menggunakan missionaris berusaha menyaingi penetrasi dakwah Islam ke temapat-tempat yang belum tersentuh agama (animusme).
Jepang datang ke Indonesia memberikan harapan terbebas dari penjajah Belanda, tanpa disadari sifat fasisme dan imprealisme Jepang. Masyarakat berharap, paling tidak Jepang lebih kompromistis dalam hal politik. Walaupun pada awal penyerahan pemerintahan Belanda kepada Jepang diharamkan melakukan semua organisasi dan rapat-rapat. Kemudian merangkul Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Kiai Haji Mas Mansur sebagai orang yang berpengaruh di masyarakat.   
Pada masa Jepang, tahun 1943 lahirlah Masyumi sebagai perhimpunan dari organisasi-organisasi Islam menggantikan MIAI. Masyumi menghimpun organisasi islam di pulau jawa dan terbatas pada organisasi-organisasi yang diakui saja. Walaupun terbatas di jawa saja, perhimpunan ini menjadi tauladan bagi organisasi-oraganisasi sejenis di luar jawa.
Pada masa kemerdekaan muncul partai-partai Islam yang didahului oleh Masyumi pada November 1945. Pendirian Masyumi pada tahun yang sama dengan kemerdekaan Indonesia, bulan agustus 1945. Hal ini dilakukan untuk mengisi kemerdekaan Indonesia sesuai dengan cita-cita Islam, sebelumnya tertunda karena fokus terhadap usaha kemerdekaan.
Setelah proklamasi kemerdekaan pada bulan agustus 1945 bermunculan partai-partai Islam, salah satunya adalah Masyumi berdiri pada bulan November tahun yang sama. Tokoh umat Islam antusias menyambut kemerdekaan sehingga lupa terhadap cita-cita Islam yang ingin mereka tegakkan. Mulailah tokoh-tokoh ummat Islam di Jakarta, seperti abdul Kahhar Moezakkir, Wahid Hasyim, Muhammad Roem berpikir untuk mengisi kemerdekaan dengan mengubah Masyumi yang awalnya pasif menjadi organisasi politik.
Selain partai-partai Islam, muncul partai yang bercorak Nasionalis (netral dari agama), seperti PNI yang lahir pada bulan agustus 1945. PNI yang lahir pada bulan dan tahun yang sama dengan proklamasi kemerdekaan, dianggap sebagai partai Negara oleh pimpinan Negara. Masyumi muncul pada bulan November tahun yang sama, menghilangkan anggapan tersebut dan sekaligus menjadi pesaing PNI. Pada bulan oktober 1945 lahir PNI dengan wajah baru, tidak sebagai satu-satunya partai Negara. 
Dalam masa persiapan dan awal kemerdekaan setelahnya terjadi silang pendapat antara golongan Islam dengan sekuler, mengenai dasar Negara Indonesia. Pada sidang BPUPKI tanggal 22 juni 1945 disepakati pancasila sebagai dasar Negara dengan tambahan tujuh kata pada sila pertama, dikenal dengan piagam Jakarta. Kesepakatan tersebut merupakan sebuah kemajuan, sebelumnya golongan Islam yang minoritas dalam sidang BPUPKI meminta menjadikan Islam sebagai dasar Negara.  Akan tetapi pada 18 Agustus 1945 tujuh kata yang dikenal dengan piagam Jakarta tersebut dihapus, tanpa melibatkan semua anggota PPKI.
Alasan yang dikemukakan oleh Hatta sebagai anggota PPKI, adalah keterangan dari seorang kaigun Jepang pada dirinya. orang tersebut menyatakan kepada Hatta, bahwa orang Kristen di Indonesia timur akan memisahkan diri. Bagi Hatta hal itu sebagai perubahan yang maha penting dan menyatukan bangsa, tetapi bagi golongan Islam meruapakan keputusan mengecewakan yang diterima dengan penuh keenganan. Pada kesempatan sidang konstituante di bandung (1956-1959), golongan Islam kembali memperjuangkan cita-ciatanya menjadikan Islam sebagai ideologi Negara atau setidaknya dikembalikan tujuh kata dalam piagam Jakarta yang telah dihapuskan. Akan tetapi mengalami kegagalan setelah dikeluarkan Dekrit Presiden Soekarno 5 juli 1959 yang mengamanatkan kembali kepada UUD 1945.
Dekrit presiden mengamanatkan kembali pada UUD 1945, dengan demikian Soekarno sebagai kepala Negara berdasarkan UUD 1950 menjadi kepala pemerintahan. Sebelumnya pada tahun 1957 Soekarno menngemukakan gagasannya tentang Dewan Nasional dengan dirinya sebagai pemimpin. Kemudian dia menunjuk orang-orang sebagai menteri kabinet dan dumumkan pada 8 april 1957 yang dikenal dengan kabinet Djuanda. Masyumi melihat keputusan presiden tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Semenjak Soekarno mengemukakan keinginan-keinginannya yang kontriversial pada tahun 1957, Masyumi selalu bersikap berseberangan dengan Soekarno. Perseteruan antara Soekarno dengan Masyumi sampai pada klimaknya  ketika Masyumi dipaksa membubarkan diri, karena dianggap terlibat dalam pemberontakan PRRI. Pada masa setelah pembubaran Masyumi disebut oleh Deliar Noer sebagai kemunduran politik Islam. 
Partai Islam selain Masyumi memilih kooperatif terhadap pemerintah, mereka hanyut dalam permainan politik Soekarno. Pilihan kooperatif dianggap lebih aman untuk menjaga keberlangsungan partai, meskipun mereka tidak menyukai PKI yang ikut serta dalam kabinet yang dibentuk Soekarno. Pertimbangan untuk menyaingi kekuatan PKI juga mempengaruhi partai-partai Islam bersikap kooperatif dengan Soekarno, dan memang pada September PKI melakukan pemberontakan setelah merasa memiliki kekuatan dan diberi keleluasaan oleh Soekarno.
Aksi-aksi tritura (tiga tuntutan rakyat) terus meningkat, menteri/ pangad (panglima pasukan darat) yang diwakili tiga orang utusan menemui Soekarno dan menyampaikan bahwa angkatan darat tidak sanggup mengatasi situasi kecuali diberikan wewenang luas dan kekuasaan penuh kepada menteri/ panglima angkatan darat. Maka disusunlah konsep bersama oleh para jendral dengan waperdam yang ada di istana Bogor dan dibubuhi tanda tangan presiden Soekarno dengan kesadaran sendiri. surat perintah tersebut kemudian hari menjadi bekal bagi Suharto menjadi presiden menggantikan Soekarno, maka berakhirlah masa orde lama.
Pada awal orde baru  muncul sebuah keinginan dari golongan Islam sebuah hasrat revivalisme politik Islam, yang tertidur pada masa demokrasi terpimpin karena sebuah kediktatoran. Hasrat itu bersemi dikala isu-isu atas nama Islam menjadi semangat menumbangkan orde lama, maka kemenangan orde baru dianggap kemenangan Islam. isu ideologi Islam termasuk di dalamnya Piagam Jakarta kembali muncul, disamping itu muncul juga keinginan menghidupkan Masyumi kembali. Harapan itu hanya tinggal angan-angan belaka karena pemerintah tidak mengabulkan.
Pada Tahun 1973 partai-partai difusikan, termasuk partai-partai Islam berfusi Menjadi Partai Persatuan Pembangunan. Secara persfektif politik-historis, berfusi menjadi PPP dinilai awal persatuan seluruh parpol Islam. Tetapi ironisnya malah melahirkan fragmentasi internal dan marjinalisasi oleh pemerintah. 
Dari uraian diatas menarik bagi penulis untuk meneliti fragmentasi yang terjadi pada politik ummat Islam dalam meraih cita-citanya. Oleh sebab itu penulis akan mengangkat sebuah judul,  “Perjuangan Politik Islam Indonesia 1960-1973, Sebuah Fragmentasi Politik Umat Islam  Indonesia”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan pokok-pokok pikiran yang tertuang dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat ditetapkan pembatasan waktu dimulai tahun 1960 sampai dengan tahun 1973 dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana ummat Islam menggapai cita-cita politiknya?
2. Bagaimana pasang surut perjuangan politik ummat Islam?
3. Bagaimana sikap ummat Islam terhadap rezim orde baru dan orde lama?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adlah mencoba memahami cita-cita politik ummat Islam pada masa tersebut yang mengalami pasang surut perjuangan dlam mewujudkannya. 
Adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah:
1. Pembaca memahami cita-cita politik ummat Islam pada masa tersebut.
2. Melengkapi penelitian-penelitian yang berkaitan dengan tema tersebut.

D. Metode Penelitian
Adapun metode yang akan diterapkan adalah sebagai berikut:
1. Heuristik
Heuristik adalah kegiatan mengumpulkan sumber sejarah. Penulis akan menggunakan berbagai macam sumber baik berupa arsip, catatan pribadi, surat keputusan partai dan dokumen-dokumen yan relevan

2. Kritik sumber
Tahapan selanjutnya adalah kritik sumber, penulis akan menyeleksi sumber-sumber yang telah terkumpul seperti sumber primer, sekunder yang relevan dengan pembahasan

3. Interpretasi
Selanjutnya penulis melakukan analisa untuk mengungkap masalah yang ada, dengan melihat dari pengumpulan data yang telah dikritisi.

4. Historiografi
Historiografi adalah penulisan hasil pemikiran dari penelitian penulis dengan alur deskriptif analitik.   

F. Tinjauan Pustaka
Beberapa buku yang relevan dengan pembahasan ini adalah karya Deliar Noer yang berjudul partai Islam di pentas Nasional (1945-1965). Buku ini menceritakan keberadaan partai islam pada masa tersebut serta lika-liku permasalahan yang dihadapi ketika itu.
Selanjutnya buku karya Agussalim Sitompul yang berjudul, usaha-usaha mendirikan  Negara Islam dan pelaksanaan Syariat Islam di Indonesia. Dalam buku ini diceritakan usaha-usaha mendirikan Negara Islam dan pelaksanaan Syariat Islam di Indonesia dari sejak sebelum (persiapan) proklamasi sampai pada era reformasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar