Makalah Tafsir Surah Al-A’raf Ayat: 176-177
Oleh: Siti Nurjannah Lubis (Mahasiswi IAIN-SU)
Teks Surah
a. Surah Al-A’raf ayat 176
Kosa Kata
شِئْناَ : Menghendaki
لَرَفَعْنَا : Tinggikan
يَلْهَثْ : Julurkan
تَحْمِلْ : Menghalau
“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayata-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.”
وَ لَوْ شِئْناَ لَرَفَعْنَا هُ dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu. Tindakan peninggian itu dilakukan oleh Allah, namun mereka memilih untuk tetap bertahan di muka bumi, sedangkan kehinaan tidak pantas dilakukan Allah , tapi dilakukan oleh mereka sendiri. Disini Allah mengangkat orang-orang yang berjalan pada manhaj-Nya. Ketika Allah berkata وَ لَوْ شِئْناَ maknanya bila Kami berkehendak untuk meninggikan maka itu pasti terwujud. Kenapa Allah berkata وَ لَوْ شِئْناَ لَرَفَعْنَا هُ ? jawabannya karena kehendak Allah itu mutlak, Dia dapat berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya. Namun Allah terlebih dahulu menjadikan ikhtiar sebagai standar nilai. Untuk itu, Dia tidak meninggikan derajat orang yang melanggar, sesuai dengan sunnahtullah. Dan sunnahtullah tidak pernah berubah. Sunnahtullah mengatakan bahwa setiap muslim yang berbuat baik akan mendapat pahala dan bila berbuat jahat akan mendapat siksa.[1]
فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ ا لْكَلَبِ اِ نْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ maka perempumannya seperti anjing, jika kamu menghalunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Ketika kamu duduk, lalu datanglah anjing mendekatimu niscaya kamu akan mengusirnya dan menyuruhnya jauh. Jadi, penafsiran تَحْمِلْ عَلَيْهِ ialah saat kamu mengusirnya, ketika itu juga ia (anjing) akan mengulurkan lidahnya. Karena hakikat anjing selalu mengulurkan lidah. Sedangkan Kata يلهث terambil dari kata لهتث yaitu terengah-engah karena sulit bernafas seperti yang baru berlari cepat. Penggalan ayat ini mengutarakan suatu fenomena, yaitu bahwa anjing selalu menjulurkan lidah saat dihalau maupun dibiarkan. Ini disebabkan karena anjing tidak memiliki kelenjar keringat yang cukup dan yang berguna untuk mengatur suhu badan. Karena itulah, untuk mengatur suhu badannya , anjing selalu menjulurkan lidah. Sebab dengan cara membuka mulut yang biasa dilakukan dengan menjulurkan lidah, anjing lebih banyak bernafas dari biasanya. Kenapa Allah mengumpamakannya dengan anjing yang mengulurkan lidah? Karena hal tersebut merupakan gambaran perbuatan yang dibenci oleh manusia selamanya. Manusia yang berakhlak seperti anjing ini adalah gambaran dari terus menerusnya manusia mengikuti hawa nafsunya, dan bahkan kehidupan mereka diatur oleh hawa nafsu tersebut. Oleh karena itu, manusia hidup dalam kesempitan, karena mereka takut nikmat itu akan meninggalkannya atau dia yang meninggalkan nikmat itu. Hal ini sama seperti anjing yang terus-menerus menjulurkan lidahnya.
ذَ لِكَ مَثَلُ ا لْقَوْ مِ ا لَّذِ يْنَ كَذَّ بُو ا بِاَ يَا تِنَا demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Ungkapan ini ditujukan kepada bangsa Yahudi. Allah telah menyatakan suatu kabar gembira yang dicantumkan-Nya di dalam kitab Taurat bahwasanya akan datang Muhammad berikut sifat dan tanda-tandanya, yang jika manusia melihatnya niscaya dia melihat sosok Muhammad itu. Pengenalan sosok itu seperti kamu mengenal anak kandungmu sendiri. Namun, bangsa Yahudi mendustai ayat-ayat mukjizat yang menetapkan kenabian Muhammad sebagai utusan Allah.
فَا قْصُصِ ا لْقَصَصَ maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu, hal ini menerangkan bahwa Allah tidak berkehendak untuk mengajarkan kita sejarah, namun Dia ingin mengajari kita bagaimana mengambil pelajaran dari sejarah, dengan alasan Allah selalu mengulangi kisah-kisah yang sama, dan setiap kisah selalu diisi dengan muatan baru yang tidak terdapat pada kisah sebelumnya. Hal itu bertujuan untuk memperkaya satu kisah dengan berbagai pelajaran untuk direnungi. Untuk itu Allah menerangkan dalam ayat ini, bahwa Allah telah menurunkan manhaj (petunjuk) melalui perantara malaikat kepada sebagian manusia.
لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ agar mereka berpikir. Kata ا لتفكر maknanya ialah bila kamu (manusia) mengalami kelupaan, maka kamu berusaha untuk mengingatnya hingga yang lupa itu dapat diingat kembali. Jadi kata فَا قْصُصِ ا لْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir, maknanya ialah manusia akan memikirkan cara firman-firman Allah, dan semoga saja dengan diceritakan kisah ini manusia dapat beriman.
b. Surah Al-A’raf ayat 177
“Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.”
سَا ءَ مَثَلاً maknanya buruk dai segi perumpamaan. Ayat ini menjelaskan bahwa alangkah buruknya kondisi suatu kaum yang apabila ia mendustai ayat-ayat Allah, berarti ia telah menzalimi dirinya sendiri. وَ اَ نْفُسَهُمْ كَا نُوْ ا يَظْلمُوْنَ dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.
Kosa Kata
1. Buruk سَا ءَ ii. Perumpamaan مَثَلا iii. Mendustakan كَذَّ بُو اْ
2. Metode Pembelajaran Berdasarkan Surah Al-A’raf Ayat 176-177
a. Metode Perumpamaan
Adapun pengertian dari metode perumpamaan adalah penuturan secara lisan oleh guru terhadap peserta didik yang cara penyampainnya menggunakan perumpamaan. Seorang pendidik mengumpamakan seekor anjing yang terus menjulurkan lidahnya. Dalam hal ini seorang pendidik mengajari anak didiknya untuk senantiasa bersyukur atas semua nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita. Jangan merasa kekurangan, seperti seekor anjing baik itu ketika ia lapar, haus, berlari, maupun kenyang, ia terus menjulurkan lidahnya. Kebaikan metode ini diantaranya yaitu :
- Mempermudah siswa memahami apa yang disampaikan pendidik
- Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut.[2]
b. Metode cerita (kisah)
Dalam hal ini, seorang pendidik mengajarkan kepada muridnya dengan cara menceritakan kisah tentang seseorang yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah di milikinya. Seperti Qorun yang tamak akan harta yang dimilikinya, sehingga dengan ketamakannya itu, Allah menengglamkannya bersama hartanya tersebut.
Jadi, kedua ayat diatas memberikan perempumaan tentang siapapun yang sedemikian dalam pengetahuannya sampai-sampai pengetahuan itu melekat pada dirinya, seperti melekatnya kulit pada daging. Namun ia menguliti dirinya sendiri dengan melepaskan tuntutan pengetahuannya. Ia diibaratkan seekor anjing yang terengah-engah sambil menjulurkan lidahnya sepanjang hidupnya. Hal ini sama seperti seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan tetapi ia terjerumus karena mengikuti hawa nafsunya. Ia tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya dengan ilmu yang ia miliki. Seharusnya pengetahuan tersebut yang membentengi dirinya dari perbuatan buruk, tetapi ternyata baik ia sudah memiliki hiasan dunia ataupun belum, ia terus menerus mengejar dan berusaha mendapatkan dan menambah hiasan duniawi itu karena yang demikian telah menjadi sifat bawaannya seperti keadaan anjing tersebut. Sungguh buruk kedaan orang yang demikian.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, kita janganlah mengikuti hawa nafsu yang semata-mata hanya untuk dunia saja dan bisa menjerumuskan kita kedalam neraka serta syukurilah apa yang telah ada pada diri kita.
DAFTAR PUSTAKA
- Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi. Tafsir Sya’rawi. (Jakarta: Duta Azhar)
- M Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009)
___________________________
[1] Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi. Tafsir Sya’rawi. (Jakarta: Duta Azhar). hlm.172
[2] M Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal.285-286
Tidak ada komentar:
Posting Komentar