Sejarah Gamelan Jawa dan Perkembangannya/ Javanese Gamelan History and Development FOR JUNIOR HIGH SCHOOL GENERAL



Sejarah Gamelan Jawa dan Perkembangannya

(Sumber: Wisnumarta, Satria Erda.2012.School ZMagz.Ponorogo: Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Ponorogo.)

                Bagi masyarakat jawa khususnya, gamelan bukan sesuatu yang asing dalam kehidupan masyarakat tahu benar mana yang disebut gamelan atau seperangkat gamelan. Mereka telah mengenal istilah ‘gamelan’, ‘karawitan’, atau ‘gangsa’. Namun barangkali masih banyak yang belum mengetahui bagaimana sejarah perkembangan gamelan itu sendiri, sejak kapan gamelan mulai ada di Jawa?

                Seorang sarjana kebangsaan Belanda bernama Dr. J.L.A. Brandes secara teoritis mengatakan bahwa jauh sebelum datangnya pengaruh budaya India, bangsa Jawa telah memiliki ketrampilan budaya atau pengetahuan yang mencakup 10 butir (Brandes, 1889): wayang, gamelan, ilmu irama sanjak, batik, pengerjaan logam, system mata uang  sendiri, ilmu teknologi pelayaran, astronomi, pertanian sawah, birokrasi pemerintahan yang teratur.

                Sepuluh butir ketrampilan budaya tersebut bukan dari pemberian bangsa Hindu dari India. Kalau teori itu benar berarti keberadaan gamelan dan wayang sudah ada sejak masa prasearah. Namun tahun yang tepat sulit diketahui karena pada masa prasejarah masyarakat belum mengenal system tulisa. Tidak ada bukti tertulis yang dapat dipakai untuk melacak dan mencari gamelan pada masa gamelan.

                Gamelan adalah produk budaya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kesenian. Kesenian merupakan salah satu unsure budaya yang bersifat universal. Ini berarti bahwa setiap bangsa dipastikan memiliki kesenian, namun wujud berbeda antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Apabila antar bangsa terjadi kontak budaya maka kesenian pun juga ikut berkontak sehingga dapat terjadi satu bangsa akan menyerap atau mengambarkan unsure seni dari bangsa lain disesuaikan dengan kodisi setempat. Oleh karena itu sejak keberadaan gamelan sampai sekarang telah terjadi perubahan dan perkembangan, khususnya dalam kelengkapan ansambel.

                Istilah “karawitan” yang digunakan untuk merujuk pada kesenian gamelan banyak dipakai oleh kalangan masyarakat Jawa. Istilah tersebut mengalami perkembangan penggunaan maupun makna. Banyak orang memaknai “karawitan” berangkat dari kata dasar “rawit” yang berarti kecil, halus, rumit. Konon, di lingkungan keratin Surakarta, istilah karawitan pernah juga digunakan sebagai payung dari  beberapa cabang kesenian seperti: tatah sungging, ukir, tari, hingga pedalangan (Supanggah, 2002:5-6)

                Dalam pengertian yang sempit istilah karawitan dipakai untuk menyebut suatu jenis seni suara atau music yang mengandung salah satu atau kedua unsure berikut (Supanggah, 2002:12): (1) menggunakan alat music gamelan sebagian atau seluruhnya baik berlaras slendro atau pelog sebagain atau semuanya. (2) menggunakan laras (tangga nada slendro) dan/ atau pelog baik instrumental gamelan atau non gamelan maupun vocal atau campuran dari keduanya.

                Gamelan Jawa sekarang ini bukan hanya dikenal di Indonesia saya, bahkan telah berkembang di Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Kanada. Karawitan telah ‘mendunia’. Oleh karena itu cukup ironis apabila bangsa Jawa sebagai pewaris langsung tidak mau peduli terhadap gamelan atau seni karawitan pada khususnya atau kebudayaan Jawa pada umumnya. Bangsa lain begitu tekun mempelajari gamelan Jawa, bahkan di beberapa Negara memiliki perangkat gamelan Jawa. Sudah selayaknya masyarakat Jawa menghargai karya agung nenek moyang sendiri.

                Sumber data tentang gamelan Kebudayaan Jawa setelah masa pra sejarah memasuki era baru yaitu suatu masa ketika budaya dari luar, dalam hal ini kebudayaan India, mulai berpengaruh. Kebudayaan Jawa mulai memasuki jaman sejarah yang ditandai dengan adanya system tulisn dalam kehidupan masyarakat. Dilihat dari perspektif historis salaam kurun waktu antara abad VIII sampai abad XV Masehi kebudayaan Jawa mendapat pengayaan unsure budaya India. Tampaknya unsure budaya India juga dapat dilihat pada kesenian seperti gamelan dan seni tari. Transformasi budaya music ke Jawa melalui jalur agama Hindu-Budha.

                Data tentang keebradaan gamelan ditemukan di dalam sumber verbal yakni sumber tertulis yang berupa prasasti dan kitab sastra yang berasal dari masa Hindu-Budha dan sumber pictorial berupa relief yang dipahat pada bangunan candi baik pada candi yang berasal dari masa klasik Jawa Tengah (Abad VII sampai abad X) dan candi berasal dari masa klasik Jawa Timur yang lebih muda (abad XI sampai abad XV) (Haryono, 1985). Dalam sumber tertulis masa Jawa Timur dikelompokkan ansambel gamelan dikatakan sebagai “tabeh tabehan” (bahasa Jawa baru “tabuh-tabuhan” atau “tetabuhan” yang berarti dibunyikan dengan dipukul). Zoetmulder menjelaskan kata “gamel” dengan alat music perkusi yakni alat music yang dipukul (1982). Dalam bahasa Jawa ada kata “gembel” yang berarti “alat pemukul” yang kemudian mungkin menjadi istilah “gamelan”. Istilah gamelan telah disebut dalam kaitan dengan music. Namun pada masa Kediri (sekitar abad XIII Masehi), seorang ahli music Judith Becker mengatakan bahwa kata “gamelan” berasal dari nama seorang pendeta Burma dan seorang ahli besi bernama Gumlao. Kalau pendapat Becker ini benar adanya, tentu istilah “gamelan” dijumpai juga di Burma atau di beberapa daerah di Asia Tenggara daratan, namun ternyata tidak.

                Gambaran instrument gamelan pada relief candi. Pada beberapa bagian dinding candi Borobudur dapat 17 dilihat jenis instrument gamelan yaitu: kendang bertali yang dikalungkan di leher, kendang berbentuk seperti periuk, siter dan kecapi, simbal, suling, saron, gambang. Pada candi LoroJonggrang (Candi Prambanan) dapat dilihat gambar relief kendang silindris, kendang cembung, kendang bentuk periuk, simbal (kecer), dan suling.

                Gambar relief instrument gamelan di candi masa Jawa Timur dapat dijumapi pada candi Jago (Abad XIII Masehi/ Jaman Kerajaan Singasari) berupa alat music petik: kecapi berleher panjang dan celempung. Sedangkan pada candi Ngrimbi (abad XIII Masehi/ Kerajaan Singasari) ada relief Reyong (dua buah boning pencon). Sementara itu relief gong besar dijumpai di candi Kedaton (abad XIV/ Masa Kerajan Majapahit), kendang silindris di candi induk Panataran (abad XIV/ Masa Kerajaan Majapahit) ada relief gong, bendhe, kemanak, kendang sejenis tambur, dan di pendapa teras relief gambang, reyong, serta simbal. Relief bendhe dan terompet ada pada candi Sukuh (abad XV).

                Berdasarkan data pada relief dan kitab sastra diperoleh petunjuk bahwa paling tidak ada pengaruh India terhadap keberadaan beberapa jenis gamelan Jawa. Keberadaan music di India sangat erat dengan aktivitas keagamaan. Music merupakan salah satu unsure penting dalam upacara keagamaan (Koentjaraningrat, 1985:42-45). Di dalam beberapa kitab sastra India seperti kitab Natya Sastra seni music dan seni tari berfungsi untuk aktivitasi upacara keagamaan (Vatsyayan, 1968). Secara keseluruhan kelompok music di India disebut ‘vaditra’ yang dikelompokkan menjadi 5 kelas, yakni: tata (instrument music gesek), begat (instrument music petik), sushira (instrument music tiup), dhola (kendang), Ghana (instrument music pukul).

                Pengelompokan yang lain adalah:

Ø  Avanaddha vadya adalah bunyi yang dihasilkan oleh getaran selaput kulit karena dipukul.

Ø  Ghana vadya adalah bunyi dihasilkan oleh getaran alat music itu sendiri.

Ø  Sushira vadya adalah bunyi yang dihasilkan oleh getaran udara dengan ditiup

Ø  Tata vadya adalah bunyi yang dihasilkan oleh getaran dawai yang dipetik atau digesek.

Klasifikasi teresbut dapat disamakan dengna membrafon (Avanaddha vadya), ideofon (Ghana vadya), aerofon (sushira vadya), kordofon (tata vadya). Irama music di India disebut “laya” dibakukan dengan menggunakan pola ‘tala’ yang dilakukan dengan kendang. Irama tersebut dikelompokkan menjadi: druta (cepat), Madhya (sedang), dan vilambita (lamban).

IN ENGLISH (with google translate Indoneisan-english):


Javanese Gamelan History and Development

(Source: Wisnumarta, Satria Erda.2012.School ZMagz.Ponorogo: Junior High School 1 Ponorogo.)

For the community in particular Java, gamelan is not something foreign in public life know exactly which one or a set of gamelan called gamelan. They already know the term 'gamelan', 'musical', or 'fowl'. But perhaps there are still many who do not know how the historical development of the orchestra itself, since when the gamelan began there in Java?

A scholar named Dr. Dutch nationality. J.L.A. Theoretically Brandes said that long before the arrival of Indian cultural influences, the Javanese culture have the skills or knowledge that includes 10 items (Brandes, 1889): wayang, gamelan, science rhythm poem, batik, metal work, its own currency system, science and technology shipping, astronomy, agriculture fields, regular government bureaucracy.

Ten grains of the cultural skills instead of giving Hindu nation of India. If the theory is true means the existence of gamelan and wayang has been around since the time prasearah. However, the exact year is difficult to know because in prehistoric times people are not familiar with the literature of the system. There is no written evidence which can be used to track and search for gamelan gamelan in the future.

Gamelan is a cultural product to satisfy the human need for art. Art is one of the elements of culture that are universal. This means that every nation has a certain art, but a form different from one nation to another nation. If contact occurs between nations culture was also the art of contact that can occur one or a portrait of the nation will absorb elements of other peoples art adapted to local Events. Therefore, since the existence of gamelan until now there have been changes and developments, particularly in the completeness of the ensemble.

The term "musical" is used to refer to the art of gamelan is widely used by the Java community. The term has developed the use and meaning. Many people interpret the "musical" departed from the word "pepper" which means small, delicate, complicated. That said, in the keratin Surakarta, musicians have also used the term as an umbrella of several branches of the arts such as inlaid decoration, sculpture, dance, puppetry until (Supanggah, 2002:5-6)

In the strict sense of the term used to describe a musical arts type of sound or music that contain one or both of the following elements (Supanggah, 2002:12): (1) using a gamelan music either partially or wholly or pelog sebagain barreled slendro or all of them. (2) using the barrel (scales slendro) and / or pelog either instrumental or non-gamelan gamelan and vocal or a mixture of both.

Javanese gamelan is now not only known in Indonesia I, in fact has grown in the United States, Britain, Japan, Canada. Musicians have 'global'. It is therefore quite ironic if the Javanese as the direct heir would not care about the musical arts gamelan or Javanese culture in particular or in general. Other nations so assiduously studying Javanese gamelan, even in some countries have Javanese gamelan instruments. Javanese society rightly appreciate the great work of his own ancestors.

Source of data about gamelan Javanese culture after the pre-history entered a new era that was a time when the culture from the outside, in this case the culture of India, took effect. Javanese culture began to enter the era of history characterized by the system tulisn in public life. Seen from a historical perspective salaam period between the eighth century to the fifteenth century AD Javanese cultural elements of Indian culture gets enrichment. Elements of Indian culture seems also to be seen in the art such as gamelan and dance. Cultural transformation of music into Java through the Hindu-Buddhist religion.

Data on keebradaan gamelan found in verbal sources ie written sources in the form of inscriptions and literary books derived from the Hindu-Buddhist and a source of pictorial reliefs carved on the temple either on the temple from the classical period of Central Java (VII century to century X) and derived from the classical temple East Java younger (XI century until the XV century) (Haryono, 1985). In written sources the East Javanese gamelan ensemble is said to be grouped as "tabeh tabehan" (Javanese new "percussion" or "drumming" which means sounded with beaten). Zoetmulder explain the word "gamel" with the percussion music instrument music instrument that is struck (1982). In Javanese word "trash" which means "bat" which then may be the term "gamelan". The term gamelan has been mentioned in connection with music. However, during Kediri (XIII century AD), a music expert Judith Becker said that the word "gamelan" comes from the name of a priest and an expert Burmese named Gumlao iron. If the opinion is true Becker, of the term "gamelan" also found in Burma or in some areas in mainland Southeast Asia, but apparently not.

Picture of gamelan instruments in temple reliefs. In some parts of Borobudur temple walls 17 can be seen that kind of gamelan instruments: drums are worn around the neck brace, shaped like a pot drums, zither and harp, cymbals, flute, saron, xylophone. At Lorojonggrang temple (Prambanan) relief image drums can be cylindrical, convex drums, percussion form of a pot, and cymbals (intelligences), and distilled.

Relief image of gamelan instruments in the East Javanese temple to temple can dijumapi Jago (XIII century AD / The Age of Empire Singasari) a stringed instrument music: long-necked lute and zither. While the temple Ngrimbi (XIII century AD / United Singasari) no relief Reyong (two pieces of boning pencon). While it's a great relief found in the temple gong Kedaton (XIV century / kingdom Majapahit Period), cylindrical drums in the main temple Panataran (XIV century / The Kingdom of Majapahit) no relief gong, bendhe, kemanak, similar drums drums, and xylophone in the gazebo patio relief , reyong, and cymbals. Relief bendhe and trumpet for Sukuh (XV century).

Based on the data obtained relief, and in the literature there is no hint that the Indian influence on the existence of several types of Javanese gamelan. The presence of music in India very closely with religious activity. Music is one important element in religious ceremonies (Koentjaraningrat, 1985:42-45). In some book of Indian literature such as the book of Natya Sastra art music and dance The activation function for religious ceremonies (Vatsyayan, 1968). Overall the music group in India called 'vaditra' which are grouped into five classes, namely: governance (stringed musical instrument), begat (stringed musical instrument), sushira (inflatable music instruments), Dhola (drums), Ghana (music instruments pm) .

Other groupings are:

 Avanaddha vadya is the sound produced by the vibration of the skin membrane from being hit.

 Ghana vadya is the sound produced by the vibration of music instrument itself.

 Sushira vadya is the sound produced by the vibration of air by blowing

 Tata vadya is the sound produced by the vibration of the strings are plucked or swiped.

Classification can be likened dengna teresbut membrafon (Avanaddha vadya), ideofon (Ghana vadya), aerofon (sushira vadya), kordofon (vadya system). Rhythm of music in India called "laya" standardized by using patterns 'tuning' is done with drums. The rhythms are grouped into: druta (fast), Madhya (medium), and vilambita (slow).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar