Mengetahui Budaya Larung Risalah Doa, di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur
(Sumber: __.2012. Warta Ganesha Edisi 14. Ponorogo: Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Ponorogo.)
Suro atau bulan Muharam di Kabupaten Ponorogo, merupakan bulan dimana masyarakat Ponorogo disibukkan dengan agenda tahunan untuk menyambut tahun baru Hijriah. Mulai dari kirab pusaka, pemilihan duta wisata “Kakang senduk”, Festival Reyog Nasional (FRN). Sampai pada akhirnya, serangkaian acara Grebeg Suro tersebut ditutup dengan acara Larung Sesaji (Larung Risalah Doa) yang di adakan di Telaga Ngebel, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo.
Larung sesaji merupakan sisa kebudayaan Hindu-Budha, yang masih melekat kuat dalam adat istiadat masyarakat. Pada awalnya Larung Sesaji digunakan untuk meminta keselamatan, keberkahan dan kesuksesan kepada roh gaib. Tapi yang ini lebih sebagai modifikasi yang dilakukan pihak pemerintah daerah Kabupaten Ponorogo. Dalam perkembangannya, larung sesaji yang penuh aroma gaib memang menjadi kontroversi di masyarakat Ponorogo. Sebagai kota santri, yang hampir seluruh penduduknya pemeluk agama Islam, larung sesaji dianggap tidak relevan dengan ajaran Islam. Tapi di sisi lain, larung sesaji sudah jadi tradisi yang melekat pada warga setempat. Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo, kemudian berinisiatif melakukan modifikasi dengan “Larung Risalah Doa”. Hal itu juga sebagai salah satu upaya Pemerintah Daerah untuk menarik wisatawan datang ke Telaga Ngebel. Karena Ngebel yang kaaya potensi wisatanya ini jarang jadi tempat tujuan wisata. Namun, kini beberapa masyarakat yang sudah mulai tidak mempercayai hal tersebut. Kini larung sesaji telah dijadikan acara tahunan yang diselenggarakan untuk menyambut datangnya tahun baru hijriah.
Acara Larung Sesaji yang bertepatan pada tanggal 15 November 2012, sudah cukup terkenal di masyarakat Ponorogo dan sekitarnya. Tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, larung sesaji diadakan di Telaga Ngebel. Tahun ini, dua buah tumpeng “Buceng Agung” (tumpeng raksasa) sudah dipersiapkan di arak keliling telaga kemudian di lepaskan (dilarung) ke tengah Telaga Ngebel.
Sejak pagi hari, Telaga Ngebel sudah ramai dipadati oleh pengunjung. Antusiasme masyarakat ini patut diacungi jempol. Meskipun hujan menguyur, tidak membuat surut ribuan pengunjung yang sudah mengelilingi berbagai sudut dan bibir Telaga Ngebel terutama yang memadati kanan kiri paseban Telaga Ngebel. Pasalnya, acara larung risalah doa tersebut hanya dilaksanakan setahun sekali, yang sudah terkenal menjadi iknon Kabupaten Ponorogo, selain kesenian Reyog. Selan itu, acara Larung Risalah Doa ini dimeriahkan dengan pertunjukan sendratari khas daerah, Reyog, atraksi barongsai, hingga marching band sejumlah anak Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar setempat.
Tumpeng dengan tinggi sekitar 1,5 meter sudah ada di dermaga sejak pukul 8 pagi. Dan sekitar pukul 9 pagi, rombongan Bapak Bupati Kabupaten Ponorogo beserta jajarannya tiba di lokasi dan memulai acara Larung dengan hikmat. Acara pelepasan tumpeng pun di mpaulai dengan sambutan dari Bupati Kabupaten Ponorogo, yakni Bapak Amin.
Dalam sambutannya, menjelang pemberangkatan arakan buceng agung yang akan diarak mengelilingi telaga, Bapak Amin menyampaika bahwa “Dalam tradisi masyarakat Kabupaten Ponorogo, ritual pelarungan yang menandai penutupan Grebeg Suro ini merupakan perwujudan tradisi ‘mapak tangga’ (memperingati awalnya tahun baru dalam kalender Jawa/ tahun baru Islan), “ “.. Ada sebagian orang yang menyatakan Larungan merupakan syirik. Namun mari kita niatkan mengadakan acara ini hanya untuk sebagai hiburan rakyat untuk menarik pengunjuk menikmati daerah wisata yang kita miliki…”
Walau dalam proses pemberangkatan tumpeng tersebut diiringi hujan yang cukup deras, tapi acara arakan tumpeng mengelilingi telaga berjalan dengan baik dan lancar. Hingga tiba kembali ke dermaga. Kemudian sebelum di lepaskan (dilarung) satu tumpeng yang berisi buah-buahan di perebutkan oleh warga, sedangakn tumpeng yang satunya lagi di bawa untuk ditenggelamkan ke tengah telaga.
Tumpeng yang berisi nasi merah dan lauk pauk tersebut yang kemudian akan ditarik menggunakan bantuan 8 buah kapal boat, untuk ditenggelamkan di tengah telaga, secara perlahan dengan menggunkan 6 penyelam yang terlatih.
IN ENGLISH (with google translate Indonesian-english):
Knowing Culture float Proceedings of Prayer, in Ponorogo, East Java
(Source: __ .2012. Warta Ganesha Edition 14. Ponorogo: Public High School 1 Ponorogo.)
Suro or month of Muharram in Ponorogo, a month in which people Ponorogo preoccupied with the annual event to welcome the new Hijri year. Ranging from carnival heritage, tourism ambassador election "Kakang spoons", National Reyog Festival (FRN). Until in the end, a series of events that Suro Grebeg closed with offerings float (float Proceedings of Prayer) which is held in Lake Ngebel, District Ngebel, Ponorogo.
Float offerings are the rest of the Hindu-Buddhist culture, which is still strong inherent in social customs. At first float offerings are used to ask for salvation, blessings and success to supernatural spirits. But is this more as modifications made Ponorogo local authorities. During its development, the full aroma float an offering that magic was a controversy in the community Ponorogo. For city students, which is almost the entire population of Moslems, float an offering deemed irrelevant to the teachings of Islam. But on the other hand, float an offering has become a tradition attached to local residents. Local Government Ponorogo, then took the initiative to make modifications to the "float Minutes of Prayer". It was also as one of the Government efforts to attract tourists to come to Lake Ngebel. Because Ngebel Kaaya tourism potential is rarely so a tourist destination. However, now that some people have started to not believe it. Float an offering has now become an annual event held to welcome the new year of Hijra.
Float event offerings that coincide on November 15, 2012, are well known in the community and surrounding Ponorogo. Not much different from previous years, float an offering held in Lake Ngebel. This year, two cone "Buceng Supreme" (giant cone) has been prepared in procession around the lake later in the release (floated) to the middle of Lake Ngebel.
Since morning, Lake Ngebel already crowded crowded by visitors. The public's enthusiasm admirable. Despite the rain menguyur, do not make me withdraw thousands of visitors who've been around a variety of angles and lip Lake Ngebel especially the left-right thronged paseban Lake Ngebel. Because the event is only a prayer treatise float held once a year, which is already known to be iknon Ponorogo, in addition to art Reyog. Selan, float Proceedings of Prayer event was enlivened with typical regional ballet performances, Reyog, attractions lion dance, marching band to a number of children of kindergarten and the local elementary school.
Cone with a height of approximately 1.5 meters already in the dock since 8 am. And about 9 am, the group Mr. Regent Ponorogo and his staff arrived at the scene and started the show with a float wisdom. The event was the release cone in mpaulai by remarks from Regent Ponorogo, namely Mr Amin.
In his speech, before the departure of the great buceng procession will parade around the lake, Mr. Amin menyampaika that "In the tradition of Ponorogo, pelarungan ritual that marks the close of this Suro Grebeg embodies the tradition of 'mapak ladder' (originally to commemorate the new year in the Javanese calendar / year New Icelandic), "" .. There are some people who claimed Larungan is shirk. But let's intend to hold this event just as popular entertainment to attract protesters enjoy the area attractions that we have ... "
Although the process is accompanied by the departure of the cone is quite heavy rain, but the show cone procession around the lake goes well and smoothly. To arrive back to the dock. Then before release (floated) a cone that contains fruits fought by citizens, the other cone sedangakn brought to sunk into the middle of the lake.
Cone that contains brown rice and side dishes which will then be drawn using the help of the 8 boats, to be drowned in the middle of the lake, slowly by using 6 divers are trained.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar