Mengenal tentang Campursari, Tradisi dan Perkembangannya
(Sumber: Wisnumarta, Satria Erda.2012. Z-MAGZ. Ponorogo: Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Ponorogo.)
Istilah campursari di dunia music nasional mengacu pada campuran beberapa genre music kontemporer Indonesia. Istilah campursari dikenal pada awal tahun 1970-an ketika Radio Republik Indonesia (RRI) stasiun Surabaya memperkenalkan acara baru, yaitu lagu yangdiiringi music paduan alat music berskala nada pentatonic dan diatonic. Campursari adalah salah satu bentuk kesenian di Jawa yang merupakan perkawinan antara music modern dengan music etnik. Campursari itu sendiri sebenarnya berangkat dari seni tradisi Jawa, dimana dipadukannya seni gending dengan berbagai alat music, baik alat music tradisional maupun modern, konvensional dan elektrik.
Tapi sesungguhnya, paduan antara music tradisional Indonesia dengan music barat bukanlah sesuatu yang baru. Jauh sebelum campursari ada, banyak musisi kelas dunia yang sudah melakukannya, antara lain Claude Achile Debussy dari Perancis, Bella Bartok komponis Hungaria, LaluCollin Mc Phee komponis Amerika, Wheeler Backet. Dari Indonesia, ada F. A. Warsono, Guruh Soekarno Putra bersama grup Guruh Gipsy memperkenalkan paduan music Bali dan music Barat.
Campursari berasal dari dua kata, yaitu campur dan sari. Campur berarti berbaurnya instrument music baik yang tradisional maupun yang modern. Sari berarti ekspreimen yang menghasilkan jenis irama lain dari yang lain. Para senima memadukan dua unsure music yang berbeda, yaitu instrument music etnik yaitu gamelan dan instrument music modern, seperti gitar elektrik, bass, drum serta keyboard, sehingga dapat dikatakan bahwa campursari adalah music hybdra hasil perkawinan silang, antara music barat dan music tradisional. Kesenian ini memerlukan beberapa pemain music, tak kurang dari hampir sepuluh orang untuk menghasilkan irama yang merdu.
Munculnya music campursari, pada awalnya berangkat dari music keroncong asli langgam, campursari tetap menggunakan dasar keroncong, ada yang cenderung ke karawitan, ada yang cenderung ke keroncong. Campursari diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan jenis music Jawa, lirik lagunya masih mengadopsi lirik gending Jawa Tradisional, walaupun tidak semua, karena sebagian besar dari senimannya berusa menciptakan lagu campursari itu menyesuaikan dengan keadaan jaman yang sedang berlangsung.
Campursari awalnya dipopulerkan oleh KiNartosabdho melalui setiap pertunjukan wayang kulit yang dimainkannya. KiNartosabdho nama aslinya adalah Sunarto. Sunarto lahir di Wedi, Klaten, Jawa Tengah, pada tanggal 25 Agustus 1925, dari keluarga yang kurang mampu. Ayahnya bernama Partinojo, seorang pembuat sarung keris. Sunarto kecil tidak melanjutkan sekolah karena keterbatasan biaya. Beranjak remaja, Sunarto pergi ke Jakarta untuk menopang ekonomi keluarganya dengan mencari uang melalui kemampuan dalam bidang seni lukis. Sunarto juga turut memperkuat orkes keroncong “Sinar Purnama” sebagai pemain biola.
Pada tahun 1945, Sunarto berkenalan dengan KiSastrosabdho. Sunarto benar-benar ditempa kemampuannya dalam mengenali dan mendalami instrument gendang. Lewat KiSastrosabdho pula, Sunarto mengenal dunia pewayangan. Antara KiSastrosabdho dan Sunarto adalah ibarat satu kesatuan sebagai bapak dan anak, oleh karena itu kemudain KiSastrosabdho menganugerahi nama belakang kepada murid kesayangannya ini menjadi Nartosabdho. KiNartosabdho merupakan pembaharu dunia pedalangan tahun 1980-an, menggabungkan music modern dengan music gamelan sehingga menghasilkan harmoni dengan nuansa tradisi Jwa, namun hal tersebut memunculkan kontroversi.
Sementara campursari jaman modern dipelopori oleh AntoSugiyarto atau lebih dikenal dengan nama Manthous beserta saudaranya di awal tahun 1993. Manthous dilahirkan di desa Playen, Kabupaten GunungKidul, Yogyakarta. Ketika berusia enam belas tahun, Manthous pergi ke Jakarta untuk mengamen, malang melintang di dunia music, ikut bergabung dengan Kerocong Bintang Jakarta. Tahun 1993, Manthous mendirikan grup music campursari “Maju Lancar”. Manthous dengan kepekaan musikalitas mengadakan inovasi besar-besaran terhadap campursari lama. Manthous mencoba menggabungkan alat music tradisional Jawa klasik, seperti kendang, gong dan gender, dipadu dengan alat music keroncon, seperti ukulele, cak da cuk, seruling, bass betot, serta instrument lainnya. Manthous juga mencoba bereksperimen dengan memasukkan instrument pengganti bass betot dan gitar listrik, yaitu dengan memasukkan bass dan gitar elektrik, serta keyboard untuk menggantikan seruling dan ukulele. Kehadiran keyboard ini, semakin menghidupkan musikalisasi campursari. Selain itu, Manthous juga memasukkan seperangkat drum untuk menambah kesempurnaan music campursari. Music campursari yang diciptakan, biasanya bernuansa segar dan penuh dengan keriangan.
Kapasitas Manthous sebagai seorang seniman tidak diragukan lagi. Manthous telah malang melintang di belantika music Indonesia. Hasil lagu ciptaannya juga sudah sangat banyak, misalnya lagu Kangen yang sempat hits lewat alunan vocal Evitamala, Gethuk yang dibawakan oleh NurAfniOktavia, atau lagu Mbah Dukun yang dinyanyikan oleh NomoKoeswoyo. Kesuksesan Mantous juga mengorbitkan beberapa nama penyanyi atau pesinden yang telah ada, antara lain: AnikSunyahni, Minul, LilisDiana, hingga YatiPesek, lewat lagu Nyidam Sari, Tahu opo tempe, Rondho Kempling, loro brontho, da sebagainya yang masih merupakan lagu ciptaan Manthous.
Sayangnya, dikarenakan sedang mengalami sakit sampai dinyatakan stroke. Manthous sekarang tidak bisa menciptakan maha karya seni yang pernah di gagasnya sendiri ini. Walaupun demikian, alunan gending campursari masih sering terdengar di setiap pojok tempat, baik di rumah makan, bus antar kota atau propinsi, radio local, dan di acara hajatan, dan di acara perwakinan.
Kalangan Masyarakat
Music campursari pernah tumbuh bagai cendawan di musim hujan, namun kini bagai di telan bumi. beberapa tahun silam, music campursari sempat menjadi fenomena di belantika music Indonesia, setelah mendapat sentuhan dari Manthous. Sementara itu, para pengelola group campursari saat ini mengeluh karena setiap kali pementasan, selali diganggu oleh tangan jahil yang tidak bertanggung jawab sehingga masyarakat mulai enggan menanggapi kesenian ini.
Music campursari mengalami perkembangan cukup pesat terutama di daerah Jawa. Sebagai contoh, perkembangan kesenian campursari di Jawa Timur, ditandai dengan sering ditayangkan kesenian tersebut di televisi maupun media elektronik lainnya, setiap orang yang memiliki hajatan pernikahan juga, juga banyak memanfaatkan seni hiburan gamelan plus dangdut ini. Jenis music ini diakui sangat erat sekali dengan telinga masyarakat Jawa Timur, karena jenis musiknya bisa dipadu antara lagu keroncong, langgam, pop, barat, dan dangdut.
Seni campursari menurut sejumlah toko seni di Jawa Timur, merupakan perpaduan nada pentatonic dan diatonic yang dipadukan dengan alat music tradisional gamelan dan seperangkat alat music band. Music campursari merupakan bentuk akulturasi dari Keroncong dan music gamelan Jawa. Menurut Didi Kempot, music campursari tidak hanya terkenal di Jawa, namun juga telah dikenal di Sumatera dan Kalimantan.
Kemunculan campursari sempat memunculkan kontroversi di kalangan seniman, karen dianggap menurunkan suatu tradisi yang terkandung di dalam gaemaln sebagai music istana. Kendati muncul pro kontra terhadap kemurnian aliran music ini, namun semua pihak sepakat dan memahami bahwa campursari melakukan revitalisasi music tradisional di wilayah Jawa. Selain tiu, muncul pula kontroversi ketika adanya campursari dalam pergelaran wayang. Banyak dalang yang menentang adanya music campursari dalam wayang.
Banyak musisi campursari mengatakan bahwa jenis music ini sedang mengalami stagnasi. Pada akhir dekade 1990-an, Manthous merupakan maestro music campursari yang menjelaskan bahwa penggabungan unsure petatonis dan diatonic dalam music campursari tidak asal campur. Musisi campursari dituntut memiliki kreativitas untuk mencari lagu yang benar-benar dapat di campursari. Penggarapan karya dan penyajian campursari yang asal-asalan dan mengabaikan nilai adiluhung justru akan menjerumuskan music campursari ke jurang degradasi adiluhungan seni tradisi.
Sebagian besar kelompok campursari diciptakan untuk sarana komunikasi social untk menjaga kerapatan cultural dalam lingkungan social bukan untuk tujuan komersial.
Menurut Didi Kempot, berkibarnya music campursari pada tahun 1990-an menjadi tonggak sejarah kebangkitan music lagu Jawa. Sekitar 15-20 tahun yang lalu, hampir semua kecamatan, khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta, ada grup campursari. Bahkan jenis kesenian lain juga terkena wabah campursari, seperti ketoprak campursari, jatilan campursari, angguk campursari, lengger campursari, dan lain-lain. Rencana untuk melakukan paten campursari sebenarnya sudah ada, namun belum juga terealisasi karena adanya keterbatasan dana.
Campursari bisa diterima kalangan muda, namun harus pintar mencari celah untuk bisa diterima oleh semua kalangan. Campursari ini masih dianggap sebagai kelas menengah ke bawah, karena kelas menengah ke bawah menjadi pendukung jenis music ini. Memang bagaimanapun, sebuah inovasi tidak dapat terlepas dari pro dan kotra. Menurut Manthous, music campursari ditemukan melalui perjalanan panjang dan tahapa untuk mematangkan jenis baru music tersebut.
Meskipun campursari merupakan gabungan unsure pentatonic dan diatonic, campursari bukan langgam, bukan keroncong, bukan karawitan, bukan dangdut, dan bukan music pop. Music campursari adalah campursari, sekaligus fenoma yang sedang berkembang seiring perkembangan pola pikir masyarakat, dari kultur agraris menuju pola pikir industry. Jika semua musisi Indonesia mau untuk menciptakan music etnik sudah tentu setiap daerah akan punya music asli.
IN ENGLISH (with google translate Indonesian-english):
To know about Mix, Tradition and Progress
(Source: Wisnumarta, Satria Erda.2012. Z-Magz. Ponorogo: Junior High School 1 Ponorogo.)
The term world music campursari national refers to a mixture of several genres of contemporary Indonesian music. Campursari term known in the early 1970s when the Radio Republik Indonesia (RRI) Surabaya station introduces a new show, the songs blend yangdiiringi music music instrument tone pentatonic and diatonic scale. Mix is one of the art forms in Java, which is a marriage between modern music with ethnic music. Mix itself actually departed from the tradition of Javanese art, where art dipadukannya gising with various music instruments, both traditional and modern music instruments, conventional and electric.
But in fact, a blend of traditional Indonesian music with western music is not something new. Long before there campursari, many world-class musicians who have already done so, among other things Achile Claude Debussy from France, Bella Bartok Hungarian composer, LaluCollin Mc Phee American composer, Wheeler Backet. Of Indonesia, there are F. A. Warsono, Soekarno Putra thunder with thunder group Gipsy music blend of Balinese and introducing Western music.
Mix comes from two words, namely mixed and cider. Mixed melting pot of musical instrument means both the traditional and the modern. Experimental essence means that produce other types of rhythm than the other. The senima combining two different elements of music, namely the ethnic music of gamelan instruments and modern music instruments, such as electric guitar, bass, drums and keyboards, so it can be said that music hybdra campursari is the result of cross-breeding, between western music and traditional music. This art requires a music player, no less than about ten people to produce a melodious rhythm.
Emergence campursari music, initially departed from the original style of keroncong music, still using the basic campursari keroncong, there are likely to musicians, there are likely to keroncong. Mix processed in such a way that it produces Java type of music, the lyrics are still adopting traditional Javanese gending lyrics, though not all, because most of the artists creating songs campursari berusa it adapts to the state of the ongoing era.
Mix was originally popularized by KiNartosabdho through every puppet show was playing. KiNartosabdho real name is Sunarto. Sunarto born in Wedi, Klaten, Central Java, on August 25, 1925, from economically disadvantaged families. His father was Partinojo, a dagger sheath maker. Small Sunarto not attend school due to limited funds. Teenagers, Sunarto go to Jakarta to support the family economy by making money through capability in the field of painting. Sunarto also helped strengthen the orchestra keroncong "Full Light" as a violinist.
In 1945, Sunarto acquainted with KiSastrosabdho. Sunarto actually forged his ability to recognize and explore the drum instrument. Through KiSastrosabdho anyway, Sunarto recognize the puppet world. Between KiSastrosabdho and Sunarto is like a single entity as a father and son, therefore kemudain KiSastrosabdho awarded last name to his favorite student is into Nartosabdho. KiNartosabdho a world reformer puppetry 1980s, combines modern music with gamelan music so as to produce harmony with a sense of tradition Jwa, but it gave rise to controversy.
While campursari modern era spearheaded by AntoSugiyarto or better known as Manthous along with his brother at the beginning of 1993. Manthous was born in the village of Playen, Gunungkidul, Yogyakarta. When sixteen-year-old, Manthous go to Jakarta for singing, poor across the world of music, joined the Star Kerocong Jakarta. In 1993, the group founded the music campursari Manthous "Forward Current". Manthous with musical sensitivity conduct large-scale innovations to campursari long. Manthous try combining classical Javanese traditional music instruments, such as drums, gongs and gender, combined with music keroncon tools, such as ukulele, cak da choke, flute, bass betot, as well as other instruments. Manthous also try experimenting by inserting a replacement instrument betot bass and electric guitar, the bass and guitar with electric insert, and replace the keyboard for flute and ukulele. The presence of a keyboard, the musical campursari turn. In addition, Manthous also include a set of drums to add music campursari perfection. Campursari music is created, usually nuanced and filled with fresh joy.
Manthous capacity as an artist no doubt. Manthous has been poor across the Indonesian music scene. Results of his songs also have very much, for example, who had hits Kangen songs by vocal strain Evitamala, Gethuk hosted by NurAfniOktavia, or songs sung by Mbah Shaman NomoKoeswoyo. Success Mantous orbit also some singer or singers names that already exist, such as: AnikSunyahni, Minul, LilisDiana, until YatiPesek, through song Nyidam Sari, Know opo tempe, Rondho Kempling, loro brontho, da so that is still a Manthous song creation.
Unfortunately, because he had been ill until stated stroke. Manthous now can not create art masterpieces ever in gagasnya own this. However, the strains gending campursari still often heard in every corner of the place, both in restaurants, bus across town or province, local radio, and in celebration of the event, and in the event perwakinan.
The Community
Music campursari been growing like mushrooms in the rainy season, but is now pretty much at bare earth. a few years ago, campursari music had become a phenomenon in the Indonesian music scene, having got a touch of Manthous. Meanwhile, the managers group campursari now complaining because each time staging, group is always bullied by ignorant hands are not responsible for making people reluctant to respond to these arts.
Music campursari been progressing quite rapidly, especially in the area of Java. For example, campursari arts development in East Java, characterized by frequent airing on television and the arts other electronic media, every person who has a wedding celebration as well, too many take advantage of the entertainment arts gamelan plus dangdut. This type of music was recognized very intimately with the ear of East Java, because the type of music can be combined between songs keroncong, style, pop, western, and dangdut.
Campursari art by a number of art shops in East Java, is a combination of pentatonic and diatonic tones, combined with traditional gamelan music instrument music band and a set of tools. Campursari music is a form of acculturation Keroncong and Javanese gamelan music. According to Didi Kempot, campursari music is not only famous in Java, but also has been known in Sumatra and Kalimantan.
Occurrences campursari had led to controversy among artists, karen considered lowering a tradition contained in gaemaln as music palace. Despite emerging pros and cons of the purity of the music streams, but all parties agree and understand that campursari to revitalize traditional music in Java. Tiu addition, there is also controversy when the campursari in the wayang. Many who oppose the mastermind campursari music in wayang.
Many musicians campursari say that this kind of music is experiencing stagnation. At the end of the 1990s, Manthous is campursari music maestro who explains that the incorporation of elements of the petatonis and diatonic music campursari not mixed origin. Campursari musicians are required to have the creativity to find a song that can actually campursari. Cultivation of work and presentation campursari perfunctory and ignore valuable value would plunge into the abyss of degradation music campursari adiluhungan arts tradition.
Most of the group campursari created to remedy social communication means keeping the cultural density of the social environment is not for commercial purposes.
According to Didi Kempot, waving campursari music in the 1990s became a milestone Javanese song music revival. Around 15-20 years ago, almost all the districts, especially the Special Region of Yogyakarta, there campursari group. Even other types of art are also affected by outbreaks campursari, like kethoprak campursari, Jatilan campursari, nodding campursari, Lengger campursari, and others. Plans to conduct campursari patent already exists, but has not been realized due to lack of funding.
Mix acceptable to young people, but it should be smart to find loopholes to be accepted by all people. Mix is still considered a lower middle class, because the middle and lower classes into supporting this type of music. It is however, an innovation can not be separated from the pro and counterproductive. According Manthous, music campursari found a long way and tahapa to finalize the type of new music.
Although campursari combines elements of pentatonic and diatonic, campursari not style, not keroncong, not musical, not dangdut, pop music instead. Music campursari is campursari, as well Fenoma emerging as the development of the public mindset, from an agrarian culture to the industry mindset. If all Indonesian musicians want to create ethnic music is certainly every area will have original music.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar