Pengertian
Antropologi Psikologis adalah cabang dari antropologi yang bersifat interdisipliner dan mengkaji interaksi kebudayaan dan proses mental. Cabang ini terutama memperhatikan cara perkembangan manusia dan enkulturasi dalam kelompok budaya tertentu-dengan sejarah, bahasa, praktik, dan kategori konseptualnya sendiri-membentuk proses perolehan kognisi, emosi, persepsi, motivasi, dan kesehatan mental. Juga memeriksa tentang bagaimana pemahaman kognisi, emosi, motivasi, dan proses psikologis sejenis membentuk model proses budaya dan sosial. Setiap aliran dalam antropologi psikologis memiliki pendekatannya sendiri-sendiri.
Beberapa aliran dalam antropologi psikologis:
1. Antropologi psikoanalitis
2. Kebudayaan dan Kepribadian
3. Etnopsikologi
4. Antropologi kognitif
5. Antropologi psikiatris
Antropologi Psikologi (Psycological Anthropology) adalah subdisiplin ilmu antropologi. Ilmu antropologi psikologi adalah ilmu yang menjembatani kebudayaan dan kepribadian, yang menjadi fokus dari dua ilmu yang berbeda (antropologi dan psikologi), yang sebenarnya sangat erat hubungannya.
Antropologi dan psikologi adalah subdisiplin ilmu antropologi. Nama subdisiplin ilmu antropologi ini, sebenarnya nama baru dari ilmu yang dahulu dikenal dengan dengan nama Culture dan Personality (kebudayaan dan kepribadian), atau kadang juga disebut Ethno-psychology (psikologi suku bangsa). Subdisiplin ini sejak lahirnya sudah bersifat antardisiplin. Hal ini disebabkan karena bukan saja teori, konsep, serta metode penelitiannya dipinjam dai berbagai disiplin seperti antropologi, psikologi, psikiatri, dan psikoanalisa; melainkan juga para pendirinya berasal dari disiplin yang bermacam-macam, sebelum mereka menjadi ahli antropologi. Mereka itu antara lain adalah Margaret Mead (ahli antropologi), Abram Kardiner (ahli psikiatri), W.H.R. River (ahli psikologi), Erik H. Erikson (ahli psikoanalisa neo freudian), dan lain lain. Berdasarkan tokoh-tokoh yang berasal dari berbagai disiplin ilmu menunjukan bahwa di sanalah ilmu antropologi budaya dan sosial dapat berhubungan dengan ilmu psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, ilmu psikiatri, dan psikoanalisa secara sangat akrab dan produktif.
Beberapa peneliti berusaha melakukan penelitian yang berkenaan dengan antropologi psikologi. Menurut Singer penelitian antropologi psikologi dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok permasalahan besar,yaitu:
1. Kelompok hubungan kebudayaan dengan sifat pembawaan manusia (human nature).
2. Kelompok hubungan kebudayaan dengan kepribadian khas kolektif tertentu (typical personality), dan
3. Kelompok hubungan kebudayaan dengan kepribadian individual (individual personality).
Dari ketiga kelompok permasalahan besar itu timbul beberapa pokok permasalahan penelitian lainnya, yaitu:
a. Hubungan antara perubahan kebudayaan dengan perubahan kepribadian,dan
b. Hubungan kebudayaan dengan kepribadian abnormal.
B. Sejarah Perkembangan Ilmu Antropologi Psikologi
Ada dua salah anggapan yang harus dikoreksi sehubungan dengan sejarah perkembangan ilmu antropologi psikologi: a) menganggap ilmu Antropologi Psikologi adalah subdisiplin baru dari ilmu Antropologi Umum; b) menganggap ilmu Antropologi Psikologi adalah suatu ilmu yang diciptakan oleh sarjana Amerika Serikat saja.
Jika lebih tepat lagi, lahir ilmu ini sudah sejak diadakan ekspedisi Cambridge ke selat Torres pada 1898 (Hunt, 1967: ix).
Yang paling penting bagi perkembangan ilmu Antropologi psikologi adalah Spengler, karena ia adalah teoritikus pertama yang telah mengajukan untuk pertama kali berpendapat tentang peminjaman unsur-unsur kebudayaan secara selektif, yakni suatu bangsa jika meminjam unsur kebudayaan lain akan memilih yang sesuai dengan kebudayaannya sendiri. Jika kurang sesuai, unsur kebudayaan asing tersebut akan dirombak sesuai dengan kebudayaan pribuminya.
C. Penelitian Antropologi Psikologi di Indonesia
Penelitian antropologi psikologi di Indonesia sedikitnya dibagi menjadi dua masa, yaitu: 1) sebelum perang dunia kedua, dan 2) setelah perang dunia kedua.
1. Masa Sebelum Perang Dunia Kedua
Penelitian antropologi psikologi di Indonesia, telah dimulai jauh sebelum orang di AS dan Inggris (antara 1920-1935) memulainya. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan seorang ahli antropologi Belanda bernama A.W. Niewenhuis terhadap sifat pembawaan manusia daro beberapa suku bangsa di Indonesia. Akan tetapi penelitian antropologi psikologi di Indonesia secara intensif bukanlah dilakukan oleh orang Belanda tersebut, melainkan oleh orang Amerika yang sekaligus merintis antropologi psikologi di negara mereka bahkan juga di dunia. Mereka itu adalah Cora Dubois dan Margaret Mead yang dibantu dengan Gregory Bateson. Tujuan penelitian Margaret Mead dan Gregory Bateson adalah untuk mengetahui kepribadian khas orang Bali, dengan jalan mempelajari cara pengasuhan anak di desa Bayung Gede.
2. Masa Setelah Perang Dunia Kedua
Setelah usai perang dunia kedua, topik akulturasi dan kontak sosial telah mendapat perhatian besar dari para ahli antropologi, terutama agi mereka yang mengadakan penelitian di daerah Pasifik dan Indonesia. Hampir semua kepustakaan di mengenai akulturasi di Indonesia berkesimpulan, fenomena akulturasi di Indonesia adalah juga krisis sosial. Ahli antripologi Belanda, J. Van Baal, misalnya menganggap krisis sosial karena usaha pihak Indonesia untuk menyesuaikan diri mereka dengan zaman baru. Utnuk mencapai itu orang-orang Indonesia harus mengubah dasar pandangan hidup serta dasar cara berfikir kunonya ke yang bersifat modern. Bagi J. Van Baal, proses akulturasi bukan hanya merupakan suatu proses masuknya unsur kebudayaan asing ke dalam kebudayaan pribumi semata-mata, melainkan juga merupakan suatu proses tambahan dan penyesuaian diri kembali dari cara hidup pribumi ke cara hidup modern.
Penelitian antropologi psikologi uang dilakukan ahli antropologi berkebangsaan Indonesia sendiri masih sedikit sekali, namun hasilnya cukup menarik. Dua orang ahli antropologi lulusan Universitas Indonesia misalnya, dalam rangka penulisan skripsi mereka telah mengadakan penelitian di bidang antropologi psikologi.
D. Peranan Penelitian Antropologi Dalam Pembangunan Indonesia
Penelitian Antropologi Psikologi di Indonesia ,empinyai peranan penting dalam pembangunan bangsa, karenadapat memberi bahan keterangan untuk kepentingan juga sebagai bahan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dalam arti sebagai individu sekaligus makhluk sosial yang merupakan kesatuan bulat, yang harus dikembangkan secara imbang, selaras, dan serasi (lihat Buku I: Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, 1978: 41).
Metode penelitian yang dipergunakan untuk penelitian terdebut, adalah seperti apa yang telah dikembangkan ahli-ahli Antropologi Psikologi AS Florence R. Kluckkhohn dan Clyde Kluckkhohn, yang dapat dibaca dalam buku Variations in Value Orientations (Kluckkhohn & Strodbeck, 1961). Penelitian Koentjaraningrat itu sampai saat 1986 masih terus dilanjutkan dan belum diterbitkan. Koentjaraningrat telah pula mencoba untuk meneliti nilai-nilai budaya yang terkandung dalam folklor suku bangsa masing-masing.
BEBERAPA TEORI DAN KONSEP ANTROPOLOGI PSIKOLOGI
A. Beberapa Teori Pembawaan Manusia
1) Teori Seksualitas Kanak-kanak Sigmund Freud
Tahap Oral
Perasaan seksual anak yang pertama kali muncul adalah ketika sang anak mengemut puting payudara ibunya. Pada tahap yang sangat dini dan dimulai sejak anak dilahirkan hingga sekitar usia satu tahun ini , ibu merupakan objek seksual sang anak. Periode ini pun kemudian berlanjut pada tahap seksualitas masa kecil dimana sang anak akan terkesan akan penginderaan tubuhnya sendiri yang ditandai dengan kebiasaan bayi mengemut banyak bagian tubuhnya terutama jempolnya sendiri. Kebiasaan mengemut jempol dan benda-benda lain yang menempel di bagian tubuhnya seperti baju yang ia pakai dan sebagainya ini adalah merupakan kelanjutan dari mengemut puting susu ibunya. Emutan ini bersifat ritmis dan seringkali juga disertai dengan gesekan. Freud mengatakan bahwa hal ini akan mengarah pada masturbasi. Kegiatan ini sangat mengasyikan dan nyaman serta sering kali mengantar sang bayi pada tidur nyenyaknya.
Tahap Anal
Tahap ini berlangsung antara umur 1 hingga 3 tahun yang oleh Freud disebut sebagai fase latihan kamar kecil yakni fase ketika sang anak belajar untuk mengendalikan kandung kemih dan isi perutnya. Menurut Freud pada tahap ini anak-anak akan merasa sangat bangga karena bisa menghasilkan kotorannya sendiri. Ketika menjalani latihan kamar kecil ini, anak-anak seringkali memegang-megang kotorannya sendiri, karena ia ingin menikmati kesenangan erotis ketika mampu menghasilkan kotoran secara pribadi.
Tahap Phallic
Tahap ini berlangsung antara umur 3 hingga 5 tahun. Sekarang genital menjadi zona erogen dan anak mulai melakukan masturbasi. Zona genital anak kecil oleh ibunya sering dicuci, digesek dan sebagainya ketika sehabis buang kotoran atau pun mandi yang tanpa disadari oleh ibunya bahwa ketika terjadi gesekan, bilasan dan sebagainya ini membuat sang anak merasa nyaman dan terangsang. Dan dengan segera sang anak pun kemudian mencoba untuk melakukannya sendiri dengan gesekan tangan atau dengan merapatkan paha. Disamping perpindahan zina rangsangan yang mengarah ke zona genital, pada masa ini pun menurut Freud semua anak pada tahap ini khusus untuk anak perempuan merasakan ‘penis envy’ yaitu sebuah kecemburuan kepada anak laki-laki yang memiliki penis. Para anak perempuan melihat diri mereka sendiri telah dikebiri oleh orang tuanya. Dalam tahap ini juga berkembang kompleks Oedipus yakni sang anak akan jatuh cinta pada ibunya sendiri dan menjadi cemburu terhadap ayahnya serta ingin membunuh serta menyingkirkan ayahnya agar tak menghalanginya.
Tahap Latensi
Menurut Freud, perasaan dari tahap Oedipal akhirnya ditekan dan dorongan dorongan seksual mereda hingga tibanya masa pubertas.
Tahap Genital
Tahap terakhir pada perkembangan seksual pun adalah tahap genital ini yang berlangsung sejak pubertas dan seterusnya. Pada tahap ini terjadi pembaharuan terhadap minat seksual dan objek yang baru pun ditemukan untuk pelampiasan dorongan seksnya.
2) Teori Gejala Akil Balig Margaret Mead
Menurut hasil penelitian, Mead berkesimpulan bahwa para gadis di Samoa tidak mengalami gejala akil baligh, karena keluarga orang samoa buka termasuk keluarga inti, sehingga seorang anak tidak selalu harus berhubungan terus-menerus dengankedua orangtuanya, tetapi juga mendapat kesempatan untuk berhubungan secara bebas dengan anggota kerabatnya yang lain. Penelitiannya di Papua, Mead berkesimpulan bahwa perbedaan sifat-sifat kepribadian atau temperamen antar laki-laki dan wanita tidak bersifat universal, karena dalam kebudayaan Arapesh tidak ada perbedaan temperamen antar laki-laki dan perempuan, keduanya mempunyai kepribadian yang halus, lembut, dan pasif. Sebaliknya pada masyarakat Mundugumor, kedua jenis kelamin mempunyai kepribadian yang kasar, keras, dan agresif seperti yang dimiliki laki-laki pada umumnya masyarakat Eropa-Amerika. Pada masyarakat Tchambuli, kaum wanita pada umumnya berkepribadian kasar, keras, dan aktif, dan melaksanakan tugas berat, sedangkan laki-laki sebaliknya.
B. Benerapa Teori Kepribadian Khas Kolektif Tertentu
1) Teori Pola Kebudayaan Ruth Benedict
Teori Pola Kebudayaan (Pattern of Culture) dapat juga disebut sebagai teori konfigurasi kebudayaan, teori mozaik kebudayaan, teori representation colletive, atau teori etos kebudayaan. Teori benedict dapat diringkas sebagai berikut: “Di dalam setiap kebudayaan ada aneka ragam tipe temperamen, yang telah ditentukan oleh faktor keturunan (genetic) dan kebutuhan (konstitusi), yang timbul berulang-ulang secara universal. Namun setiap kebudayaan hanya memperbolehkan jumlah terbatas dari tipe temperamen tersebut berkembang. Dantipe-tipe temperamen tersebut hanya yang cocok dengan konfigurasi dominan. Mayoritas dari orang-orang dalam segala masyarakat akan berbuat sesuai terhadap tipe dominan dari masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena temperamen mereka cukup plastis untuk dibentuk tenaga pencetak dari masyarakat. Ini adalah apa yang disebut tipe kepribadian normal. Benedict berpendapat bahwa tidak ada kriteria yang shahih(valid) mengenai tipe kepribadian “normal” dan “abnormal”. Suatu kepribadian dianggap normal apabila sesuai dengan tipe kepribadian yang dominan, sedangka tipe kepribadian yang sama jika tidak sesuai dengan kepribadian yang dominan akan dianggap abnormal alias tidak normal atau penyimpangan (derivant).
2) Teori Gaya Hidup Petani Desa Robert Redfield
Menurutnya masyarakat di kelompokkan menjadi 3 bagian:
a. Folk, masyarakat primitif yang belum memiliki kebudayaan;
b. Person society, masyarakat petani desa yang memiliki ketergantungan dengan masyarakat kota;
c. Urban society: ketergantungan pada masyarakat desa, kebudayaan kompleks, mengenal peradanab.
3) Teori Kepribadian Status Ralph Linton
Kepribadian status adalah seperangkat kepribadian tipikal yang sesuai dengan status seseorang di dalam masyarakatnya. Status tersebut berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang pribadi yang menduduki status sosial harus mengembangkan sikap dan emosi yang sesuai dan berguna bagi status tersebut.
Pribadi-pribadi yang dapat membawakan kepribadian statusnya dengan baik dan tepat, adalah orang yang penyesuaian dirinya baik.
4) Teori Struktur Kepribadian Dasar Kardiner Linton dan DuBois
Struktur Kepribaduian Dasar ini sebenarnya adalah alat penyesuaian diri individu, yang umum bagi semua individu di dalam suatu masyarakat.
Yang termasuk dalam struktur kepribadian dasar adalah: (1) teknik berfikir (technique of thinkings), misalnya apakah ilmiah atau animistis; (2) sikap terhadap benda hidup atau mati (attitude toward objects), misalnya menerima atau menolak, tergantung dari pengalaman sewaktu masih kanak-kanak (anak yang semasa kecilnya dikejami ibunya, setelah dewasa akan menolak wanita misalnya); (3) sistem keamanan dan kesejahteraan (security system), yang dapat dinilai dari kecemasan (axciety) dan kekecewaan karena ketidak berdayaan (frustration) sewaktu masih kanak-kanak (seorang anak yang semasa kanak-kanaknya selalu dalam keadaan kelaparan, akan menjadi orang yang bersifat hemat setelah dewasa misalnya); dan pembentukan super ego, atau bagian dari kepribadian dari individu yang terbentuk dengan jalan mengambil-alih pandangan hidup dari orang tuanya (Kardiner, 1961: 230).
5) Teori Kepribadian Rata-rata DuBois
Teori Kepribadian Rata-rata timbul sebagai akibat penelitian ai pulau Alor yang dilakukan Cora DuBois.
Terjadinya tipe kepribadian rata-rata, menurut Cora DuBois, adalah sebagai hasil saling pengaruh-mempengaruhi antara kecenderungan dan pengalaman dasar, yang ditentukan oleh proses fisiologis neurologis. Tipe kepribadian rata-rata pada umumnya ada pada kolektif manusia dalam usaha menghadapi lingkungan kebudayaan, yang menolaknya, mengarahnya, dan memuaskan segala kebutuhan.
6) Teori Kepribadian Orang Modern Alex Inkeles
Menurut ia tujuan utama pembangunan ekonomi adalah memungkinkan setiap orang untuk mencapai suatu taraf hidup yang layak. Namun pada akhirnya ide pembangunan mengharuskan adanya perubahan watak manusia—suatu perubahan yang merupakan alat untuk mencapai tujuan yang berupa pertumbuhan yang lebih lnjut lagi, dan bersamaan itu juga merupakan tujuan besar proses pembangunan itu sendiri. Perubahan watak tersebut adalah perubahan dari yang tradisional menjadi yang modern. Apa yang dimaksud dengan manusia modern itu? Dan apa yang membuatnya modern?
o Pertama, peerubahan dari manusia yang leih tradisional menjadi manusia yang modern, seiring berarti melepaskan cara berfikir dan berperasaan.
o Kedua, sifat yang membuat seorang menjadi modern itu tidak sering tampak sebagai suatu ciri yang netral, tetapi merupakan ciri dari orang barat pada umumnya yang hendak dipaksakan pada orang lain, untuk menjadikan mereka sama seperti orang barat tersebut.
o Ketiga, tidak berguna atau cocok bagi kehidupan dan keadaan dari mereka.
Ciri khas orang modern ada dua, yaitu:
Pertama ciri luar, mengenai lingkungan alam. Seperti;URBANISASI, PENDIDIKAN, politikasi, komunikasi massa dan industrialisasi.
Kedua ciri dalam, yaitu mengenai sikap, nilai dan perasaan. Seorang baru dapat menjadi modern apabila telah mengalami perubahan ciri dalam, dari yang tradisional menjadi modern.
7) Teori Determinisme Masa Kanak-kanak Dalam Hubungan Kajian Watak Bangsa
Selama Perang Dunia ke II banyak antropolog Amerika dan Inggris, di antaranya Margaret Mead, Geofrey Gorer, Gregory Bateson dan Ruth Benedict diperbantukan pada pemerintah. Mereka mencoba untuk merumuskan konsep watak bangsa (national character) dari beberapa negara, seperti Uni Soviet, Rumania, Thailand dan Jepang.
Kesukaran yang dihadapi ialah sulit mengadakan perjalanan ke negara-negara yang akan diteliti karena situasi perang. Karenanya, cara yang dilakukan adalah mewawancarai orang-orang yang tinggal di AS, dan mengadakan studi literatur. Selain itu mempelajari sejarah Jepang, dan mencoba melihat dunia seperti yang diamati orang Jepang. Metode semacam itu dapat disebut meneliti suatu kebudayaan dari kejauhan. Dari penelitian tersebut dihasilkan beberapa teori, antara lain :
a. Hipotesa Latihan Buang Air Besar Geofrey Gorer
Tahun 1943 Gorer menerbitkan artikel berjudul “Themesin Japanese Culture” yang mengungkapkan keterpukauan perhatian berlebihan dari orang Jepang terhadap upacara kerapihan dan ketertiban, sehingga dapat dibandingkan dengan sifat gangguan jiwa compulsive neurotic (gangguan jiwa yang berbuat sesuatu di luar keinginannya) yang menghinggapi beberapa penduduk di Eropa.
Hipotesa : Penyebab utama gangguan jiwa tersebut adalah latihan buang air besar (toilet training) yang diperoleh semasa kanak-kanak.
Menurut Gorer, dibalik sifat orang Jepang yang rapih dan tertib itu ada keinginan tersembunyi untuk berbuat agresif. Upacara yang bersifat teliti merupakan penyaluran dari dorongan hati yang berbahaya (dangerous urge) itu.
Sifat agresif yang terpendam itu akibat kebencian sewaktu bayi yang dipaksa melakukan sesuatu yang tidak dimengertinya, karena harus mengendalikan otot lubang dubur. Kebencian itu akan tetap merupakan sebagian dari kepribadiannya setelah dewasa nanti. Dalam keadaan normal, rasa kebencian tersebut tak tersalurkan dan ditekan. Akibatnya, jika ada peluang sifat agresif itu akan meletup kuat sehingga dapat bertindak kejam dan sadistis.
Kritik : Menurut Robert N.Bellah, penyebab terbentuknya sifat tertib dan rapih orang Jepang ialah kode Samurai (samurai code) yang berkembang sejak zaman Tokugawa, dan mempengaruhi masyarakat melalui gerakan keagamaan. Kode Samurai ini dapat dibandingkan dengan Etika Protestan yang mempunyai ciri sifat suka bekerja keras dan pengingkaran pada kenikmatan diri (self denial).
b. Hipotesa Pembedungan Anak Geogrey Gorer
Penelitian ditekankan pada praktek pengasuhan anak orang Rusia. Hasilnya memperoleh “kunci” dari watak mayoritas orang Rusia (The Great Russian Character) yang berupa pembedungan (swaddling), sehingga timbul sifat manic depressive masal pada orang Rusia dewasa pada umumnya.
Hipotesa : Penyebab utama gangguan jiwa tersebut adanya kekangan fisik semasa kanak-kanak melalui praktek pembedungan.
Menurut Gorer, pembedungan ini sangat menghambat gerak-gerik si anak dan juga ekspresi emosionalnya melalui seluruh tubuhnya. Sifat depressive timbul sebagai akibat terkekang perasaan selama dibedung sehingga frustasi dan putus asa. Sifat manic timbul waktu anak dilepas bedungnya, sewaktu disusui dan memperoleh kasih ibunya. Itulah sebabnya di satu sisi orang Rusia senang pesta bermabuk-mabukan (orgiastic feast), tapi di sisi lain merasa sedih dan berdosa sehingga sering mengadakan pengakuan dosa atas dosa yang tidak mereka lakukan.
Generalisasi kepribadian tipikal orang Rusia ini hanya berlaku pada orang Rusia dari golongan petani dan kaum buruh saja. Pada bangsa lain yang juga mempraktekan pembedungan tidak sampai mengakibatkan manic depressive, karena (1) cara pembedungan beraneka ragam, (2) lama pembedungan tidak sama.
Kritik : Menurut Bertram D.Wolfe, pengakuan dosa dilakukan pula oleh para pendeta Katolik Roma di Cekoslovakia kepada penguasa komunis. Jadi bukan dibedung, tapi mungkin dari tekanan dan siksaan kejam dari pihak penguasa totalitarian. Di Rusia banyak kaum intelek tidak pernah dibedung, tapi mengakui kesalahan yang tidak mereka lakukan dengan harapan agar diperingan hukuman.
Hikmah : (1) hipotesa Gorer yang menganggap bahwa 5 sampai 6 tahun pertama dari kehidupan seorang anak penting bagi pembentukan kepribadian dewasanya kelak, kini banyak dianut para ahli yang mempelajari perkembangan anak, (2) walau banyak kelemahan, hipotesa ini penting karena dapat dijadikan permasalahan untuk diuji di lapangan.
c. Konsep Schismogenesis Gregory Bateson
Setelah PD II berakhir, para antropolog yang telah bekerja bagi pemerintah AS tetap meneruskan penelitiannya mengenai watak bangsa (national character) dengan suatu proyek penelitian yang disebut Contemporary Culture. Metode penelitian yang digunakan tetap sama, yaitu Study Culture from Distance. Adapun pendekatan teoritisnya adalah gabungan dari teori Freud tentang pentingnya pengasuhan anak, dan metode penganalisaan yang dikembangkan Gregory Bateson yang disebut konsep Schismogenesis (concept of schismogenesis), yaitu penelitian mengenai dua kutub yang kontras (bipolar interaction).
Konsep Schismogenesis
Schismogenesis adalah suatu proses pembedaan dalam norma-norma kekhasan pribadi sebagai akibat interaksi antara individu-individu yang terus menerus secara bertimbun banyak. Menurut Bateson, masyarakat di dunia berbeda dalam sifat pola interaksi bipolar tersebut. Dengan meneliti cara khas hubungan antar pribadi (interpersonal) dan antar kelompok (intergroup relationship) dapat menyimpulkan watak tipikal suatu masyarakat.
Seorang individu belajar dengan jalan mengambil alih pola watak (characteristic pattern) dari hubungan peran (role) dalam masyarakat tempat ia dilahirkan. Misalnya, seorang anak dalam hubungannya dengan orang tuanya akan berperan sebagai pihak yang menggantungkan diri (dependence), sedangkan orang tua sebagai pihak yang memberi bantuan (succoring).
Berdasarkan konsep Schismogenesis, bila kita hendak meneliti pola watak suatu suku bangsa, maka kita harus melihat interaksi bipolarnya. Interaksi bipolar untuk hubungan orang tua – anak misalnya dapat bersifat sebagai ; penguasa (dominance) – yang dikuasai (submission) memberi bantuan (succorance) – menggantungkan diri (dependence) mempertontonkan diri (exhibitionism) – menjadi penonton (spectatorship).
8) Teori Watak Bangsa
a. Teori Watak Bangsa Dipandang Sebagai Watak Kebudayaan
Teori ini berasumsi bahwa kesamaan sifat di dalam organisasi intra-psikis individu anggota suatu masyarakat tertentu, yang diperoleh karena mengalami cara pengasuhan yang sama di dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Ini berarti bahwa di dalam setiap kebudayaan, suatu kepribadian tipikal (kepribadian kolektif) disalurkan kepada kaum mudanya, sedikit banyak sesuai dengan konfigurasi yang dominan di dalam kebudayaan bersangkutan.
b. Teori Watak Bangsa Dipandang Sebagai Watak Masyarakat
Teori watak masyarakat yang mengikuti tentang transmisi kebudayaan, juga menjelaskan fungsi-fungsi sosio-historikal tipe kepribadian tersebut. Penjelasan ini menghubungkan kepribadian tipikal dari suatu kebudayaan pada kebutuhan kolektif masyarakat. Unsur watak bersama tersebut membentuk watak masyarakat dari masyarakat tersebut.
c. Teori Watak Bangsa Dipandang Sebagai Watak Kesukuan dan Kepribadian dari Kelompok-kelompok Masyarakat
Teori watak suku (kepribadian dari kelompok masyarakat) yang berpendapat bahwa terdapat perbedaan keprinadian tipikal kelompok masyarakat yang berbeda seperti petani desa, para birokrat, komunitas perkotaan dan pedesaan. Berdasarkan kajian para ahli, ditemukan suatu bentuk menonjol yang tidak dapat dianalisis menjadi data individu sehingga dikategorikan sebagai kerakteristik uatama dari kesatuan sosial.
d. Teori Watak Bangsa Dipandang Sebagai Kepribadian Rata-rata
Teori Kepribadian Rata-rata dimaksudkan sebagai penyempitan teori watak bangsa. Menurut para ahli bahwa watak bangsa seharusnya disamakan dengan struktur kepribadian rata-rata. Kesesuaian dengan kehendak masyarakat atau kecocokan dengan pola kebudayaan tidak usaha merupakan defenisi dari watak bangsa.
C. Beberapa Teori Mengenai Kepribadian Individual
Dengan pengetahuan kondisi umum psikologi masyarakat yang ingin dibangun tersebut dapat mempermudah dalam penentuan prioritas pembangunan serta penyesuaian proses pembangunan dengan karakteristik masyarakat. Sebenarnya metode ini sudah lama digunakan ketika era kolonialisme. Ketika itu yang digunakan adalah catatan-catatan etnografi yang menjadi dasar pengetahuan karakteristik wilayah dan masyarakat yang akan dijajah. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan ilmu antropologi memang berasal dari kepentingan kolonialsme yang banyak membawa kesengsaraan. Namun, secara ilmu pengetahuan perkembangan itu membawa dampak positif dalam pembentukan tradisi keilmuan yang baru, yaitu yang berorientasi pada masyarakat.
Watak suatu bangsa begitu kompleks karena tersusun dari berbagai watak manusia yang mungkin bisa saja sama, tetapi terdapat suatu poin di mana mereka memiliki identitas yang jelas tentang suatu hal yang bersifat umu dalam masyarakat mereka. Misalnya, etnis Jawa yang terkenal dengan kelemahlembutannya, ramah tamahnya, dan lain-lain, kemudian orang Batak dengan watak keras dan tegas, dan sebagainya. Dalam bab ini disebutkan bahwa:
Linton yang juga berpendirian bahwa tiap kebudayaan mempunyai kepribadian umum, menyatakan bahwa kepribadian umum adalah sejumlah ciri watak yang kadang-kadang seluruhnya dan ada kalanya hanya sebagian berada dalam jiwa dari sebagian besar warga dari suatu masyarakat. Hal itu disebabkan karena selain ditentukan oleh bakatnya sendiri, kepribadian individu juga ditentukan oleh latar-belakang kebudayaan dan sub-kebudayaan dari lingkungan sosial di mana individu itu dibersarkan.
Berbagai macam teknik digunakan dalam menganalisis kepribadian umum suatu masyarakat. Bahkan beberapa ahli mengadopsi metode dari ilmu lain terutama psikologi untuk mendapatkan apa yang ingin dicari penliti. Di awal perkembangannya, teknik pengamatan menjadi metode yang khas dalam mengamati watak masyarakat, contohnya Ruth Benedict yang meneliti etos kebudayaan di suku Zuni (Indian), Dobu (Papua Nugini), dan Kwakuitl (Kanada); Malinowsky yang meneliti masyarakat Trobriand; dan Margareth Mead yang tertarik dengan perbedaan psikologi pria dan wanita di suku Arapesh, Mundugumor dan Tchambuli. Kemudian mulai tradisi baru antropologi yang berdasarkan teknik eksak dipelopori oleh Ralph Linton. Lalu ada pula studi data pengalaman individu yang melihat kepribadian suatu bangsa dari rekaman-rekaman sejarah yang kemudian dianalisis untuk menentukan alur kepribadiannya. Yang sekarang banyak dikenal dengan biografi.
Teknik-teknik dalam antropologi-psikologi merupakan sutu teknik yang menggabungkan antara analisis individual dan kolektif, karena suatu masyarakat tidak mungkin lepas dari pengaruh individu-individu di dalamnya. Oleh karena itu, kompleksitas dalam analisis diperlukan untuk menguak susunan psikologis suatu masyarakat yang membentuk watak masyarakat.
Pengetahuan ini berguna dalam menelaah latar belakang psikologis suatu masyarakat, sehingga pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan dapat terlaksana. Pembangunan berbasis masyarakat menciptakan masyarakat berdaya dan berbudaya. Keberdayaan memungkinkan suatu masyarakat bertahan dan mengembangkan diri untuk mencapai kemajuan. Sebagian besar masyarakat berdaya adalah indifidunya memiliki kesehatan fisik, mental, terdidik, kuat dan berbudaya. Membudayakan masyarakat adalah meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu lepas dari kemiskinan, kebodohan, ketidaksehatan, dan ketertinggalan. Untuk mendorong masyarakat berdaya dengan cara menciptakan iklim atau suasana yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Pengembangan daya tersebut dilakukan dengan mendorong, memotivasi, dan membangikitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat. Penguatan tersebut meliputi penyediaan berbagai masukan serta membuka akses pada berbagai peluang yang ada. Masyarakat menjadi pelaku utama pembangunan, dengan inti pemberdayaan adalah manejemen kearifan lokal komunitas menuju kesejahteraan bersama. Pemberdayaan ini merupakan sarana ampuh untuk keluar dari kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan menuju kesejahteraan bersama.
BEBERAPA METODE PENELITIAN ANTROPOLOGI PSIKOLOGI
A. Metode-metode Etnografis
(1) Metode wawancara
Wawancara etnografi merupakan jenis peristiwa percakapan (speech event) yang khusus. Metode wawancara merupakan metode untuk memperoleh data dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada informan.
a. Jenis-jenis Wawancara
1. Wawancara berencana, yaitu wawancara yang dilaksanakan melalui teknik-teknik tertentu, antara lain menyusun sejumlah pertanyaan sedemikian rupa dalam bentuk angket questioner.
2. Wawancara tidak berencana, yaitu wawancara yang tidak direncanakan secara sistematis dan tidak menggunakan pedoman wawancara. Wawancara ini dilaksanakan untuk memperoleh tanggapan tentang pandangan hidup, system keyakinan, atau keagamaan.
Metode wawancara tidak berencana masih terbagi lagi menjadi 2 macam yaitu :
a. Wawancara terfokus (focused interview), yaitu terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak berstruktur, tetapi terpusat pada satu pokok.
b. Wawancara bebas (free interview), yaitu pertanyaan yang tidak terpusat, melainkan dapat berpindah-pindah pokok pertanyaan.
Adapun jika dilihat dari bentuk pertanyaannya, kedua wawancara di atas dapat dibagi lagi menjadi 2 kategori yaitu :
1. Wawancara tertutup, yaitu terdiri dari berbagai pertanyaan yang jawabannya terbatas. Terkdang pilihan jawaban hanya berbentuk “ya” dan “tidak”.
2. Wawancara terbuka, yaitu pertanyaan yang jawabannya berupa keterangan atau cerita yang luas.
(2) Metode Pengamatan
Metode observasi disebut juga metode pengamatan lapangan. Metode ini dilakukan melalui pengamatan inderawi., yaitu dengan melakukan pencatatan terhadap gejala-gejala pada objek penelitian secara langsung dilapangan.
Pada metode ini pengumpulan data dilakukan dengan mencatat semua kejadian atau fenomena yang diamatai ke dalam catatan lapangan ( field notes ).
a. Jenis-jenis metode pengamatan
Ada tiga macam jenis pengamatan, yaitu :
1. Pengamatan biasa
Pengamatan yang dilakukan tanpa terlibat atau kontak langsung dengan informan yang menjadi sasaran penelitiannya.
2. Pengamatan terkendali
Konsepnya hampir sama dengan pengamatan biasa. Akan tetapi perbedaanya pada metode ini peneliti terlebih dahulu memilih secara khusus calon informan sehingga mudah untuk diamati.
3. Pengamatan terlibat
Atau bisa disebut pengamatan partisipasi, yaitu metode di mana selain mengamati, peneliti juga ikut terlibat dalam kegiatan yang berlangsung serta mengadakan hubungan emosional dan soial dengan para informannya. Metode yang dalam bahasa Jerman disebut “verstehen” ini merupakan metode paling umum digunakan dalam penelitian etnografi.
4. Pengamatan penuh
Yaitu penelitian mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang sedang diteliti. Peneliti sudah diterima dan masuk ke dalam struktur masyarakat yang diamatinya. Dalam kondisi seperti ini, peneliti dapat dengan mudah bergaul.
B. Metode Ilmu Sosial Lainnya
(1) Metode Pengimpulan Data Riwayat Hidup Individu
Tujuan penelitian Antropologi Psikologi dengan mempergunakan metode pengumpulan dan menganalisa riwayat hidup untuk memperdalam pengertian dari si peneliti terhadap masyarakat di mana tokoh-tokoh itu hidup.
Metode analisa riwayat hidup individu sangat berguna bagi penelitian antropologi psikologi, antara lain:
a) Data riwayat hidup individu penting bagi si peneliti, untuk memperoleh pandangan dari dalam mengenai gejala-gejala sosial dalam suatu masyarakat melalui pandangan dari para warga sebagai partisipan dari masyarakat yang bersangkutan.
b) Data riwayat hidup individu penting bagi si peneliti, untuk mencapai pengertian mengenai masalah individu warga masyarakat yang suka berkelakuan lain.
c) Data riwayat hidup individu penting bagi si peneliti, untuk memperoleh pengertian mendalam tentang hal-hal psikologis yang tak mudah diamati dari luar, atau dengan metode wawancara berdasarkan pertanyaan langsung.
d) Data riwayat hidup individu penting bagi si peneliti, untuk mendapat gambaran yang lebih mengenai detail dari hal yang tidak mudah akan diceritakan dengan metode wawancara berdasarkan pertanyaan langsung.
(2) Metode Penggunaan Test-test Proyeksi
a. Test Rorschsch
b. Test Apersepsi Tematik
c. Test Proyeksi untuk Penelitian Antropologi Psikologi
(3) Metode Mencatat Mimpi
(4) Metode Survei Lintas Budaya
(5) Metode Mempergunakan Folklor Sebagai Bahan Penelitian Antropologi Psikologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar