Kultur Area Madura di Provinsi Jawa Timur tentang Lalamaran di desa Lebak, Sumenep
(Sumber: Supriyanto, Henri. 1997. Upacara Adat Jawa Timur. Surabaya: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Daerah Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.)
Daerah Tingkat II Kabupaten Sumenep
Wilayah Sumenep masa jaman kerajaan Singasari, (raja Kertanegara (1268-1292))-dipimpin oleh Ario Wiraraja atau ArioBanyakWide. Pada masa awal pemerintahan kerajaan Majapahit Aria Wiraraja banyak membantu Raden Wijaya, akhirnya ia diberi kekuasaan di Lumajang. Sumenep dipimpin oleh Aria Bangah, yang keratonnya berada di desa Benasareh, Rubaru (Sumenep). Selanjutnya pimpinan diganti oleh anaknya yang bernama Ario Danurwendo bergelar Lembusuranggono, keratonnya di pindah di desa Tanjung, daerah Bluto. Dengan kisah singkat ini dapat dikatakan bahwa wilayah Sumenep telah memasuki peradaban yang tertinggi pada abad ke13.
Kisah Jokotole yang bergelar Pangeran Secoadiningrat III (± 1415) waktu itu diserang oleh Cina yang dipimpin oleh SampoTuaLang. Pasukan Cina dikisahkan dapat berlayar di laut dan di atas gunung (di antara bumi dan langit). Pasukan tentara Cina ini dapat dikalahkan oleh Jokotole yang berkendaraan kuda terbang. Berangkat dari kisah inilah maka lambang pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Sumenep ialah Kuda Terbang. Sumenep mewakili Madura sebelah timur telah mengenai tradisi sastra lisan dan tulis. Salah satu tradisi yang dibukukan ini ialah tradisi “Lalamaran”.
“Lalamaran” berasal dari kata “lamar” yang berarti meminang (melamar anak gadis). “Lalamaran” yang dimaksud di sini adalah serangkaian kegiatan dari pihak keluarga pria yang melamar seorang gadis, anak pihak keluarga yang lain.
“Lalamaran” masih banyak dijumpai di berbagai desa di wilayah Sumenep, tetapi yang dideskripsikan ini adalah “Lalamaran” di desa Lebak, yang terletak ± 40 Km kea rah utara kota Sumenep (berbatasan dengan Kabupaten Pamekasan).
Sebelum memasuki acara pokok yaitu melamar gadis, biasanya melalui tahapan-tahapan yang tidak dapat diabaikan sebagai berikut:
1) Ngin-angin, kegiatan awal melakukan informasi tentang jatidiri si gadis. Kegiatan pengamatan ini biasanya dilakukan oleh kerabat sang gadis.
2) ArabasPagar, setelah kegiatan awal terlampaui, yakni informasi bahwa si gadis belum bertunangan, pihak keluarga pelamar menggunakan jasa orang lain untuk menyampaikan pesan rencana lamaran.
3) lamaran, yakni kegiatan pihak lelaki pelamar meminang si gadis ke orang tuanya. Acara “Lalamaran” ini biasanya dapat dilangsungkan dengan lancer, sebab sudah dilakukan pendekatan terlebih dahulu di antara kedua belah pihak.
Persiapan “Lalamaran”
1) Pihak keluarga pelamar mempersiapkan peralatan yang akan diserahkan ke pihak keluarga gadis yang dilamar. Persiapan yang dimaksudkan ialah: tekstis bakal busana penganten wanita, perhiasan, peralatan rias dan lain-lain yang disebut “panyengset” (Jawa: Pengingat-tanda ikatan).
2)Pihak keluarga gadis mempersiapkan hidangan yang disuguhkan pada waktu upacara lamaran berlangsung, biasanya dihadiri kerabat dekat (sanak-famili).
Tata Cara Upacara
1) Pihak keluarga pelamar (lelaki) mengundang kerabatnya dan sesepuh yang dipersiapkan untuk melamar di rumah orang tua gadis yang dilamar. Disamping perbekalan “Panyengset” bahan lain yang perlu dipersiapkan ialah: Sirih pinang, yaitu daun sirih yang mempunyai makna pengikat, buah pinang bermakna penet (setia) dan gambir-kapur yang bermakna sang gadis telah “rapet” (rapat) tertutup bagi pria lain yang berminat melamar. Pisang susu mempunyai makna simbolis bahwa jejaka yang melamar sudah terburu-buru (Jawa; kesusu) untuk melaksanakan perkawinan).
2) hari pelaksanaan lamaran ditetapkan oleh kedua belah pihak. Pihak pelamar dan keluarganya berpakaian adat menuju ke rumah gadis dengan iringan music/ bunyi-bunyian tradisional. Busana adat yang dimaksudkan ialah senek untuk pra sesepuh, anak gadis dengan busana kenayak pendek dengan sarung batik pesisiran.
3) rombongan tamu pelamar diterima di depan pintu rumah orang tua gadis yang dilamar. Di situ diadakan dialog di antara wakil kedua belah pihak yang disebut “Panonggul” atau “Pengada”. Dalam dialog tersebut diutarakan maksud kedatangna para tamu (dari pihak pelamar). Acara dilanjutkan dengan tawar-menawar dengan sejumlah uang logam yang disimpan di dalam bokor kuningan. Pihak keluarga gadis menyebut nilai uang logam yang di kehendaki. Pihak keluarga gadis menyebut nilai uang logam yang di kehendaki. Cara penyerahannya, uang logam di tuangkan ke bokor kuningan yang telah dipersiapkan. Panuangan uang logam biasanya menimbulkan bunyi yang nyaring. Nilai (besarnya bilangan) uang logam amat menentukan status social pihak keluarga gadis.
4)sesuai acara di atas, rombongan pelamar dipersilahkan memasuki ruang tamu rumah Orang Tua gadis. Dialog utama di antara kedua belah pihak ialah menetapkan hari, tanggal, bulan dan tahun perkawinan pasangan calon penganten. Pada waktu itu pula diadakan acara perkenalan para sesepuh, orang tua dan kerabat dari dua belah pihak. Dengan demikian pihak gadis dan jejaka saling mengenal kerabat calon mertuanya masing-masing.
5) akhir upacara adalah silaturahim antara kedua belah pihak keluarga. Seusai acara tersebut, pihak keluarga pelamar memohon diri (pamit), diiringi music tradisional srenen.
IN ENGLISH (with google translate Indonesian-english):
(Source: Supriyanto, Henri., 1997. Ceremony in East Java. Surabaya: Regional Department of Tourism and Culture Provincial Level Region East Java.)
Level II Regional Sumenep
Sumenep region during the kingdom era Singasari, (king Kertanegara (1268-1292)), led by Ario Wiraraja or ArioBanyakWide. During the reign of the kingdom of Majapahit Aria Wiraraja helped Raden Wijaya, finally he was given power in Lumajang. Sumenep led by Aria Bangah, who was in the village keratonnya Benasareh, Rubaru (Sumenep). Furthermore, the leadership was replaced by his son named Ario Danurwendo Lembusuranggono title, keratonnya on the move in the village of Tanjung, Bluto area. In this short story can be said that the region has entered Sumenep highest civilization in 13th century.
The story of the title Prince Jokotole Secoadiningrat III (± 1415) when it was attacked by the Chinese, led by SampoTuaLang.Chinese troops told to sail at sea and in the mountains (between the earth and sky). Chinese armies can be defeated by a riding horse Jokotole fly. Departing from the story is the epitome of Local Government Level II Sumenep is Horse Fly. Sumenep Madura represent east has been the tradition of oral literature and writing.One tradition that is recorded is the tradition of "Lalamaran".
"Lalamaran" comes from the word "applied" meaning woo (girls apply). "Lalamaran" referred to here is a series of activities from the family of the man who proposed to a girl, the child's family.
"Lalamaran" is still prevalent in many villages in Sumenep, but described it is "Lalamaran" Lebak village, which is situated ± 40 km towards the north of the city Sumenep (bordering Pamekasan).
Before entering the event the principal is applying for her, usually through stages that can not be ignored as follows:
1) Ngin-wind, the initiation activity information about the identity of the girl. Watching activities are usually carried out by relatives of the girl.
2) ArabasPagar, after the initial activity is exceeded, the information that the girl is not engaged, the family of the applicant using the services of others to get the message application plan.
3) application, the applicant's proposed activities of the man the girl to her parents. The "Lalamaran" can usually be carried out smoothly, as was done in the first approach between the two sides.
Preparation "Lalamaran"
1) The applicant families preparing equipment to be handed over to the girl's family are seeking. Preparation is intended is: will tekstis bride dress, jewelry, make-up and other so-called "panyengset" (Javanese: Reminder-sign the bond).
2) The family of the girl prepare dishes that are served at the time of application the ceremony took place, usually attended by close relatives (kin-kin).
Ceremony Procedures
1) The family of the applicant (male) invites relatives and elders are prepared to apply at home the girl's parents are seeking. Besides supplies "Panyengset" other materials that need to be prepared are: Betel nut, the betel leaf binder that has meaning, meaning areca penet (faithful) and gambier-lime meaningful the girl had been "Rapet" (meeting) is closed for another man interested in applying.Banana milk has a symbolic meaning that youth who apply are in a hurry (Java; hurry) to perform marriages).
2) the day of the application determined by both parties. Party dress custom applicants and their families to get to her house to the accompaniment of music / sounds traditional. Clothing is custom designed for pre senek elders, girls dressed in short kenayak coastal batik sarong.
3) group of applicants are accepted at the door of her parents' house spoken for. There a dialogue between the representatives of both parties called "Panonggul" or "Pengada". In the dialogue expressed intent kedatangna guests (of the applicant). The event was followed by a bargain with some coins stored in the brass bowl.The family calls her coin values at will. The family calls her coin values at will. How to surrender, coins pour into the prepared bowl brass. Panuangan coins usually cause a loud sound. Value (the amount of numbers) coin very decisive social status of the family of the girl.
4) fit the above event, the group of applicants entering the house guests are welcome Parent girl. The main dialogue between the two sides is set the day, date, month and year of marriage the bride candidates. At that time also held that the introduction of the elders, parents and relatives of the two sides. Thus, the girl and the youth knew each candidate relative-in-law respectively.
5) the end of the ceremony is the friendship between the two sides of the family. After the event, the applicant's family say goodbye (goodbye), accompanied by traditional music srenen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar