Tema : Bencana Alam
Judul : Fenomena Bencana Alam
Bencana alam ialah satu fenomena atau kejadian yang berlaku secara mengejut dansafistikated. Muthakir ini, bencana alam sering kali melanda Negara kita dan menjadi polemik. Sememangnya tidak dapat dinafikan bahawa kejadian bencana alam inimengakibatkan kehilangan banyak nyawa dan kerosakan harta benda. Malar-malar, beberapalangkah yang drastic dan pragmatic harus dilaksanakan untuk mengurangkan risiko kejadian bencana alam.Rentetan itu, pihak kerajaan perlulah menubuhkan sistem amaran awal bencana awalyang berkesan dan berteknologi tinggi supaya mereka dapat meramalkan jenis bencanaalam, kawasan-kawasan yang berisiko tinggi untuk ditimpa bencana alam serta waktu bencana alam akan berlaku.
Judul : Fenomena Bencana Alam
Bencana alam ialah satu fenomena atau kejadian yang berlaku secara mengejut dansafistikated. Muthakir ini, bencana alam sering kali melanda Negara kita dan menjadi polemik. Sememangnya tidak dapat dinafikan bahawa kejadian bencana alam inimengakibatkan kehilangan banyak nyawa dan kerosakan harta benda. Malar-malar, beberapalangkah yang drastic dan pragmatic harus dilaksanakan untuk mengurangkan risiko kejadian bencana alam.Rentetan itu, pihak kerajaan perlulah menubuhkan sistem amaran awal bencana awalyang berkesan dan berteknologi tinggi supaya mereka dapat meramalkan jenis bencanaalam, kawasan-kawasan yang berisiko tinggi untuk ditimpa bencana alam serta waktu bencana alam akan berlaku.
Dengan ini, pihak kerajaan dapat membuat persiapan awaldalam menghadapi bencana alam seperti menyediakan tempat tinggal sementara bagi rakyat, bak kata pepatah, µsediakan paying sebelum hujan¶. Waimanya, pihak kerajaan hendaklahmenghebah-hebahkan maklumat mengenai bencana alam yang akan ditimpa kepadamasyarakat melalui media massa sama ada elektronik atau bercetak. Misalnya, wadahmedia massa yang popular dalam kalangan rakyat seperti televisyen dan radio dapatmeyampaikan mesej dengan segera tentang bencana alam yang akan melanda Negara kitadalam sekelip mata. Hal ini dapat membuatkan masyarakat sentiasa berwaspada dan bersedia untuk menghadapi bencana alam serta-merta.Seterusnya, badan-badan bukan kerajaan yang bertanggungjawab seperti NGO juga perlu bersinergi dengan pihak kerajaan. Contohnya, melalui pembangunan sumber manusiakeupayaan.
Pihak ini perlulah memberi latihan kepada masyarakat untuk bertindak dalamapa jua koordinasi semasa menghadapi bencana alam. Selain itu, kekuatan masyarakat darisegi mental dan fizikal juga perlu diuji. Semua rakyat tanpa mengira bangsa, agama danwarna kulit harus diwajibkan melibatkan diri dalam sesi latihan menghadapi bencanaalam. Perkara ini dapat mendidik rakyat bertindak rasional semasa bencana alam dan inidapat mengurangkan kemahiran rakyat akibat bencana alam.Walau bagaimanapun, kesedaran masyarakat itu sendiri adalah lebih penting dalam usahamengurangkan risiko kejadian peka terhadap keadaan di sekeliling. Sebarang penemuanatau kejadian yang luar seperti rekaan tanah dan gegaran di kawasan sekeling perludiberitahu kepada jawatankuasa yang bertanggungjawab. Masyarakat sepatutnyamenyimpan dokumen-dokumen atau alat-alat penting di tempat yang selamat dan bersediadengan wang secukupnya untuk digunakan pada waktu kecemasan sebelum bencana alam berlaku.Pada waktu yang sama, pihak sekolah juga seharusnya mendidik para pelajar tentangcara-cara menghadapi bencana alam sejak di bangku sekolah lagi, µmelentur buluh, biarlahdari rebungnya¶. Kementerian Pelajaran perlu mewujudkan satu sukatan pelajaran baruyang bertemakan µBencana Alam¶ dalam Pendidikan Moral mahupun Pendidikan Sivik DanKewarganegaraan. Melalui cara ini pendedahan awal tentang cara-cara menghadapi bencana.
Kepada pemerintah, baik tingkat pusat, kabupaten/kota dan provinsi, kita harapkan agar tak salah pula mengambil langkah kebijakan. Para pegiat organisasi masyarakat yang selama ini bekerja untuk pelestarian alam, serta masyarakat sekitar hutan, didengar pula pertimbangan mereka.
Lantas, bagaimana cara kita menyikapi bencana yang secara terus-menerus mendera negeri kita tercinta ini?? Erich From menyebut sikap seperti ini sebagai bentuk escape from freedom, lari dari kebebasan. Bukankah segala kerusakan di langit dan di bumi terjadi akibat kelalaian manusia itu sendiri? Sebuah refleksi cultural masa lalu, dimana Orang tua kita sering kali melarang dengan dogmatisasi ‘pamali’ melakukan aktivitas membawa dan mencuci peralatan dapur di sungai. Pesannya, bahwa “penjaga sungai akan marah bahkan bisa mencelakaimu”. Sepintas dengan nalar seorang anak yang masih kecil, mempercayainya dan ikut mewariskan pesan itu kepada generasinya. Hemat saya, ini merupakan cara moyang kita mengapresiasi dan menjaga kelestarian dan kelangsungan hidup ekosistem dan seluruh elemen yang berkepentingan pada sungai. Sisa makanan dan minuman yang melengket pada peralatan dapur dikhawatirkan dapat meracuni mahluk hidup di sungai dan akan mengotori kebersihan air sungai. Pesan tersebut seharusnya mensugesti cara pandang kita di masa kini, bahwa jika sisa makanan dan minuman saja tidak diperbolehkan mengotori sungai, seharusnya pembabatan hutan dan penumpukan sampah di hulu dan hilir tidak dilakukan. Karena secara perlahan tapi pasti dapat menimbulkan ketidak-seimbangan kehidupan manusia itu sendiri.Sejarah perkembangan peradaban manusia pada mulanya memiliki sikap dan kepercayaan akan ketertundukan dan ketergantungannya pada alam.
Para arkeolog dan filolog (peneliti teks-teks kuno) menunjukkan bahwa manusia sangat takut dan begitu memuliakan alam. Bahkan sebagian diantaranya rela dijadikan sebagai persembahan (dibunuh) dengan tujuan agar alam tidak ‘marah’ dan kehidupannya tetap bisa berjalan normal. Ritual ini dilakukan ketika terjadi bencana seperti gunung meletus, banjir, hasil tanamannya rusak dan lain sebagainya. Sistem kepercayaan seperti ini disebut animisme atau dinamisme. Sebuah kepercayaan yang menjadikan unsur-unsur alam sebagai ‘Tuhan’. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, peradaban kita terjebak pada cara pandang yang materialis pragmatis. Kita justru ingin menaklukkan alam dan menjinakkan alam. Sehingga prilaku mengeksploitasi alam demi kepentingan dan keuntungan serta laju pembangunan cenderung merusak eksistensi alam yang seharusnya diposisikan sebagai mitra kemanusiaan yang berhak diperlakukan secara manusiawi.Era yang biasa disebut era globalisasi ini, dimana alam semesta dipandang sebagai small village (kampung kecil), memang tidak lagi menjadikan alam sebagai ‘Tuhan’, tetapi secara radikal dijadikan sebagai ‘budak-budak’ pelayan hasrat manusia. Bencana sebagai salah satu elemen kehidupan di muka bumi adalah ‘bentuk protes dan rintihan alam’ kepada Tuhan, bahwa posisi manusia sebagai khalifah telah terdistorsi. Sehingga banjir bandang, tsunami, kebakaran, longsor beserta segala bentuk bencana kemanusiaan, adalah cara Tuhan memediasi ekspresi alam guna menyapa kelalaian manusia pada tugas dan fungsinya sebagai khalifah, sebagai agen of universe (agen alam semesta).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar