Peraturan perundang-undangan di Indonesia
(Sumber: Martiyono. 2010. Civic Education 2. Jakarta: Yudhistira.)
A) Tata urutan Peraturan Perundang-undangan Indonesia
Tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia mengalami perkembangan sesuai dinamika kehidupan bangsa dan Negara. Ada tiga aturan yang mengatur tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
1) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Nomor XX/ MPRS/1966. Tata urutan peraturan undang-undang di Indonesia sebagai berikut: pertama, Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945); kedua, Ketatapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)/ Tap MPR; ketiga, undang-undang/ perpu; keempat, peraturan pemerintah (PP); Kelima, Keputusan Presiden (Keppres); keenam, peraturan pelaksanaan lainnya. Mengingat tata urutan di atas dianggap menimbulkan kerancauan maka diadakan perubahan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam Sidang Tahunan tanggal 18 Agustus 200 dengan mengeluarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Nomor III/MPR/2000. Tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia sebagai berikut: Pertama, Undang-undang Dasar 1945; kedua, ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); ketiga, Undang-undang (UU); keempat, peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu); kelima, Peraturan Pemerintah; keenam, keputusan Presiden; ketujuh, Peraturan Daerah. Mengingat dinamika perubahan konstitusi Negara (amandemen Undang-undang Dasar 1945) oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sedangkan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengenai kedudukan, tugas dan fungsinya, tata urutan peraturan perundang-undangan mengalami perubahan dengan adanya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004.
3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004. Tata urutan perundang-undangan Republik Indonesia sebagai berikut: pertama, Undang-undang Dasar 1945; kedua, Undang-undang/ perpu; ketiga, peraturan pemerintah; keempat, peraturan presiden; kelima, Peraturan daerah. Tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia pada saat ini adalah sebagaimana diatur dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 dengan Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar dan sumber hukum tertulis tertinggi di Indonesia.
B) Proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
1) Hakikat Penyusunan Perundang-undangan, peraturan perundang-undangan pada dasarnya adalah aturan hukum yang tertulis, ciri-cirinya adalah:
a) Dikeluarkan oleh pihak yang berwenang;
b) Isinya mengikat secara umum seluruh warga Negara;
c) Sifatnya abstrak dan ideal (normative);
Dalam penyusunan peraturan perundang-undangan harus berdasarkan pada landasan filosifi, sosiologis, dan yuridis.
a) Landasan filosofis artinya peraturan yang dibuat harus berdasarkan nilai-nilai filosofi dasar Negara, yaitu pancasila;
b) Landasan sosiologis artinya hukum yang dibuat harus sesuai dengna perkembangan dan situasi nyata di dalam masyarakat;
c) Landasan yuridis artinya penyusunan peraturan hukum harus mengikuti prosedur dan aturan tertentu atau sering disebut mengacu pada legal drafting, yaitu: pertama, ada wewenang dari pembuat; kedua, ada keserasian antara jenis dan materi peraturan; ketiga, mengikuti prosedur atau cara tertentu; keempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
2) Proses Penyusunan Peraturan Perundang-undangan. Setiap peraturan perundang-undangan memiliki proses penyusunan yang berbeda.
a) Proses Penyusunan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945). Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah konstitusi atau hukum dasar Negara Indonesia. Disebut Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) karena ditetapkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1945. Rancangan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) disiapkn oleh BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dalam sidang keduanya, tanggal 10-16 Juli 1945. Secara garis besar naskah tersebut berisi: pertama, pernyataan Indonesia merdeka; kedua, pembukaan undang-undang dasar; ketiga, undang-undang dasar (batang tubuh). Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dibubarkan dan sebagai gantinya dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Setelah proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera bersidang, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945. Sidang tersebut menghasilkan tiga keputusan penting, yaitu: pertama, mengesahkan Undang-undang Dasar; kedua, memilih Ir. Sukarno sebagai presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil presiden; ketiga, presiden sementara waktu akan dibantu oleh sebuah komite nasional. Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) memiliki sistematika sebagai berikut: pertama, pembukaan; kedua, batang tubuh (16 Bab, 37 Pasal, 4 pasal aturan tambahan dan 2 ayat aturan peralihan); ketiga, penjelasan. Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) mempunyai kedudukan istimewa dibandingkan peraturan perundangan yang lain bagi bangsa Indonesia, karena: pertama, dibentuk dengan cara istimewa; kedua, dianggap sesuatu yang luhur; ketiga, berisi cita-cita bangsa dan dasar organisasi Negara; keempat, berisi garis besar tentang dasar dan tujuan Negara. Dinamika kehidupan bangsa dan Negara Indonesia menuntut perubahan (amandemen) terhadap Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945). Amandemen dilakukan oleh badan yang berwenang, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
b) Proses Penyusunan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dibuat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk melaksanakan ketentuan yang ada di dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945). Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ditetapkan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan suara terbanyak. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Indonesia ada dua macam, yaitu sebagai berikut: Pertama, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang anggotanya tidak dipilih dalam pemilihan umum (dibentuk berdasarkan Dekrit Presiden, 5 Juli 1959); kedua, ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
c) Proses penyusunan Undang-undang (UU). Undang-undang (UU) merupakan peraturan untuk melaksanakan ketentuan di dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Suatu masalah diatur dengan Undang-undang (UU) jika:
1) Diperintahkan oleh Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945);
2) Ditetapkan oleh ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
3) Diperintahkan oleh Undang-undang (UU) yang terdahulu;
4) Dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah, atau menambah Undang-undang (UU) yang sudah ada;
5) Dibentuk berkaitan dengan Hak asasi manusia;
6) Dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban atau hajat hidup orang banyak;
Undang-undang (UU) dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Presiden. Adapun proses yang dilakukan untuk membuat Undang-undang (UU) adalah sebagai berikut:
1) Penyiapan rancangan Undang-undang (UU) oleh pemerintah atau Dewan Perwakilan Rakyat;
2) Persetujuan, yaitu pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat;
3) Pengesahan oleh Presiden dan diundangkan oleh Menteri Negara Sekretaris Negara atas perintah presiden;
(Bagan 1 alur proses penyusunan Undang-undang)
Descripsi bagan:
Terdapat tiga alur proses penyusunan Undang-undang yakni:
I) Rancangan Undang-undang Pemerintah, berasal dari masyarakat, yang kemudian naik ke Departemen, yang kemudian naik ke Sekretaaris Negara, yang kemudian naik ke Presiden, dan kemudian jadilah Rancangan Undang-undang dari Pemerintah.
II) Rancangan Undang-undang dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), berasal dari masyarakat; kemudian naik ke Inisiatif Anggota, kemudian naik ke Rapat Badan Musyawarah (Bamus); kemudian naik ke Rapat Paripurna, kemudian naik ke Panitia Khusus (Pansus), kemudian menjadi Rancangan Undang-undang dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Kemudian Rancangan Undang-undang dari Pemerintah dan Rancangan Undang-undang dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kemudian dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Ø Pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kemudian berlanjut ke pembahasan Tingkat pertama Rapat Paripurna Pertama, kemudian berlanjut ke pembahasan Tingkat kedua Rapat Paripurna Dua, kemudian berlanjut ke Pembahasan Tingkat Ketiga Rapat Komisi atau Panitia Khusus (Pansus), kemudian berlanjut ke Pembahasan Tingkat Keempat Rapat Paripurna Tiga, kemudian pengesahan Undang-undang, kemudian berlanjut ke sekretaris Negara, kemudian berlanjut ke Presiden.
d) Proses Penyusunan Perpu. Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 22, Perpu mempunyai kedudukan yang sama dengan Undang-undang, hanya pembuatannya karena keadaan darurat. Perpu dibuat oleh presiden dengan proses sebagai berikut:
(Bagan 2. Proses pembuatan Perpu)
e) Proses Pembuatan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah diterbitkan oleh pemerintah untuk melaksanakan Undang-undang. Proses pembentukannya adalah sebagai berikut:
i) Kriteria pembentukan Peraturan Pemerintah adalah sebagai berikut:
Ø Peraturan pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa adanya Undang-undang induknya;
Ø Peraturan pemerintah tidak dapat mencantumkan sanksi pdana jika Undang-undang induknya tidak mencantumkan sanksi pidana;
Ø Peraturan pemerintah tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan Undang-undang induknya;
Ø Peraturan pemerintah dapat dibentuk meskipun Undang-undang yang bersangkutan tidak menyebutkan secara tegas, asal peraturan pemerintah tersebut untuk melaksanakan Undang-undang.
(bagan 3. Proses penyusunan peraturan Pemerintah)
ii) Penyiapan Rancangan. Penyiapan rancangan dilakukan oleh menteri, kemudian dimintakan pertimbangan kepada menteri lain yang terkait dan menteri kehakiman untuk pertimbangan hukumnya. Kemudian rancangan Peraturan Pemerintah (PP) diserahkan kepada presiden melalui sekretaris Negara.
iii) Penetapan dan pengundangan. Setelah diterima oleh presiden, rancangan Peraturan Pemerintah akan diundangkan oleh sekretaris Negara.
f) Proses penyusunan Peraturan/ Keputusan Presiden. Keputusan Presiden dibuat oleh presiden untuk melaksanakan Undang-undang Dasar 1945, ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Undang-undang, atau Peraturan Pemerintah. Keputusan presiden ada dua macam, yaitu: pertama, keputusan presiden yang sifatnya menetapkan; kedua, keputusan presiden yang sifatnya mengatur. Peraturan Presiden merupakan tanggung jawab presiden dalam rangka menjalankan tugas dan kewajibannya.
g) Proses penyusunan peraturan Daerah. Peraturan daerah dibuat oleh pemerintah daerah.
(Bagan 4. Proses penyusunan Peraturan daerah)
3) Pihak-pihak yang Terlibat dalam Penyusunan Peraturan Perundang-undangan
No. | Jenis Peraturan Perundang-undangan/ Types of Laws and Regulations. | Pihak yang terlibat/ Parties Involved. | Keterangan/ explanation. |
1 | Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945)/ The 1945 Constitution. | a) Seluruh Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945/ all members of the PPKI (August, 18, 1945). b) seluruh anggota MPR (Anggota DPR dan DPD)/ All members of the MPR (Members of the DPR and the DPD). | Masyarakat secara umum atau yang tergabung dalam berbagai organisasi dapat sebagai pihak yang secara tidak langsung terlibat dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. All members of the MPR (Members of the DPR and the DPD). |
2. | Ketetapan MPR/ The MPR Decrees. | Seluruh anggota MPR (Anggota DPR dan DPD). | |
3. | Undang-undang (UU)/ The Laws (UU). | a) anggota DPR dan sekretaris Jenderal DPR (Badan Pekerja DPR)/ Members of the DPR and the Secretary General of the DPR (House Working Committee) b) Presiden dan wakil presiden/ the president and vice president. c) Menteri terkait/ relevant ministers. d) Sekretaris Negara/ state secretary. | |
4. | Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)/ Government Regulation in Lieu of the Laws (Perpu) | a) Presiden dan wakil presiden/ the president and vice president. b) menteri terkait/ relevant ministers. c) sekretaris Negara/ state secretary. d) persetujuan DPR/ President approvial. | |
5. | Peraturan pemerintah (PP)/ Government Regulations (PP) | a) presiden dan wakil presiden/ The presiden and vice president. b) menteri terkait/ relevant ministers. c)sekretaris Negara/ state secretary. | |
6. | Keputusan presiden (Keppres) | a) Presiden dan wakil presiden/ the president and vice president. b) menteri terkait/ relevant ministers. c) sekretaris Negara/ state secretary. | |
7. | Peraturan daerah (Perda) | a) Kepala daerah (gubernur/ bupati. Walikota)/ heads of the regions (Governors/ Regents/ Mayors). b) Anggota DPRD atau provinsi dan kabupaten atau kota/ members of the Provincial or Local DPRD |
IN ENGLISH (with google translate Indonesian-english)
A) Procedure of the order of legislation Indonesia
Sort order legislation in Indonesia had been developed according to the dynamics of nation and state. There are three rules that govern the order of legislation in Indonesia.
1) Decree of the Provisional People's Consultative Assembly (MPRS) No. XX / MPRS/1966. Sort order rule of law in Indonesia as follows: first, the Constitution of 1945 (UUD 1945); second, Ketatapan People's Consultative Assembly (MPR) / MPR; third, legislation / Government Regulation; fourth, government regulation (PP ); Fifth, Presidential Decree (Decree); sixth, other regulations.Given the sort order on kerancauan then thought to cause the amendment by the People's Consultative Assembly (MPR) in the Annual Session of August 18, 200 by issuing a Decree of the People's Consultative Assembly (MPR) Number III/MPR/2000 of Law Resources and Order Legislation .
2) Stipulation of the People's Consultative Assembly (MPR) Number III/MPR/2000. The sort order for the legislation of the Republic of Indonesia as follows: First, the Act of 1945, secondly, the provisions of the MPR (MPR), the third, the Act (the Act); fourth, government regulation in lieu of Law (Regulation); Fifth, government regulation; the sixth, the decision of the President; seventh, regional regulation. Given the dynamics of state constitutional amendments (amendments to the Constitution of 1945) by the People's Consultative Assembly (MPR), while the People's Consultative Assembly (MPR) has been on the positions, duties and functions, the sort order for the legislation amended by the Act No. 10 of 2004.
3) of Act No. 10 of 2004. The sort order for the legislation of the Republic of Indonesia as follows: first, the Constitution of 1945; second, Law / Government Regulation; Third, government regulations; fourth, a presidential decree; fifth, Local regulations.The sort order for the legislation of the Republic of Indonesia at the moment is as provided by Act No. 10 of 2004 by Act of 1945 as the basis and source of the highest written law in Indonesia.
B) The process of making legislation in Indonesia
1) The nature of preparation of legislation, the legislation is essentially a rule of law is written, its features are:
a) Issued by the competent authorities;
b) The contents are generally binding on all citizens;
c) Its abstract and ideal (normative);In the preparation of legislation should be based on a foundation filosophy, sociological, and legal.
a) The philosophical foundation means rules made should be based on the values of the basic philosophy of the State, the Pancasila;
b) The foundation of sociological law that is made should be suiting the development and the real situation in society;
c) means the juridical foundation of legal regulations and procedures must follow certain rules or often called refers to the legal drafting, namely: first, there is the authority of the maker and second, there is harmony between material types and regulations; third, following the procedure or a particular way; fourth , does not conflict with higher regulations.
2) The process of preparation of legislation. Each legislation has a different preparation processes.
a) Process Development Act of 1945 (1945). Constitution of 1945 (UUD 1945) is the constitution or fundamental law of the State of Indonesia. Called the Constitution of 1945 (UUD 1945) as determined by PPKI (Preparatory Committee for Indonesian Independence) on August 18, 1945. The draft Constitution of 1945 (UUD 1945) disiapkn by BPUPKI (Investigation Agency Efforts Preparation of Indonesian Independence) in the second session, on 10 to 16 July 1945. Broadly speaking, the manuscript contains the following: first, the statement of Indonesia's independence, secondly, the opening of the constitution; third, the constitution (body). Efforts Investigation Agency Preparation of Indonesian Independence (BPUPKI) was dissolved and instead established the Preparatory Committee for Indonesian Independence (PPKI). After the proclamation of Independence of August 17, 1945, the Preparatory Committee for Indonesian Independence (PPKI) convene soon, precisely on August 18, 1945. The trial resulted in three important decisions: first, enacted the Constitution and secondly, choose Ir. Sukarno as president, and Drs. Mohammad Hatta as vice president; third, while the president will be assisted by a national committee. Constitution of 1945 (UUD 1945) established by the Preparatory Committee for Indonesian Independence (PPKI) has the following systematics: first, the opening of the second, torso (16 Chapters, 37 Articles, 4 of article 2, paragraph additional rules and transitional rules); Third, an explanation. Constitution of 1945 (UUD 1945) has a privileged position compared to other laws for the people of Indonesia, because: first, formed a special way and secondly, is considered something that is sublime; third, contains the ideals of the nation and the basic organization of the State; fourth , outlines the basis and purpose of the State. The dynamics of the life of the nation and the State of Indonesia demanded changes (amendments) of the Constitution of 1945 (1945). Amendments made by the competent authority, namely the People's Consultative Assembly (MPR).
b) The process of preparation of the People's Consultative Assembly Decree (MPR). Decree of the People's Consultative Assembly (MPR) made by the People's Consultative Assembly (MPR) to implement the existing provisions in the Constitution of 1945 (1945). Decree of the People's Consultative Assembly (MPR) established in the People's Consultative Assembly (MPR) with the most votes. Decree of the People's Consultative Assembly (MPR) in Indonesia are of two kinds, namely as follows: First, the People's Consultative Assembly Decree (MPRS), adopted by the Provisional People's Consultative Assembly (MPRS), namely the People's Consultative Assembly (MPR) whose members are not selected inelections (established under Presidential Decree, July 5, 1959); second, the provisions of the People's Consultative Assembly (MPR) established by the People's Consultative Assembly (MPR) whose members are elected through general elections.
c) The process of drafting the Act (the Act). Act (Act) is legislation to implement the provisions in the Constitution of 1945 (1945) and the provisions of the People's Consultative Assembly (MPR). A matter governed by the Act (the Act) if:
1) Ordered by the Constitution of 1945 (1945);
2) Defined by the provisions of the People's Consultative Assembly (MPR);
3) Ordered by the Act (the Act) the foregoing;
4) Formed in order to repeal, amend, or supplement the Act (the Act) which already exist;
5) Formed related to human rights;
6) Formed as it pertains to the obligation or the welfare of the majority;
Act (Act) established by the House of Representatives (DPR) with the President. The process is performed to make the Act (the Act) are as follows:
1) Preparation of draft legislation (the Act) by the government or the House of Representatives;
2) Approval, the discussion in the House of Representatives;
3) Approval by the President and enacted by the Minister of State Secretary of State by order of the president;
(Figure 1 plot the process of formulating Act)
Descripsi chart:
There are three flow process of drafting legislation that:
I) Draft Government Act, derived from the public, who later rose to the Department, which then rose to Sekretaaris State, which then rises to the President, and then become the Draft Law of the Government.
II) Draft Law of the House of Representatives (DPR), derived from the public; then up to the Initiative members, then go up to the Consultative Body Meeting (Bamus); then up to the plenary meeting, then go up to the Special Committee (Committee), then a draft Act of Parliament.
Then the draft Law of the Government and the Draft Law of the House of Representatives (DPR), then discussed in the House of Representatives (DPR).
The discussion in the House of Representatives (DPR), then proceed to the discussion of the First Plenary Session of the first level, then proceed to the discussion of the second level Plenary Meeting of Two, then proceed to the discussion of the Third Level Meeting of the Commission or the Special Committee (Committee), then proceed to the discussion Rate Fourth Plenary Session Three, then adoption of the Act, then continues to the secretary of state, then continues to the President.
d) Preparation Process Regulation. Under the Constitution of 1945 Article 22, Regulation have the same position with the Act, the only preparation for emergencies. Regulation made by the president with the following process:
(Chart 2. Process of making the Regulation)
e) Process of Government Regulation. Regulation issued by the government to implement the Act. Formation process is as follows:
i) Criteria for the establishment of government regulation are as follows:
Government regulations can not be formed without the parent Act;
Government regulations can not be put pdana sanctions if the parent Act does not include criminal sanctions;
Government regulations can not expand or reduce the provisions of the parent Act;
Government regulations can be formed even though the relevant legislation does not mention explicitly, from government regulations to implement the Act.
(Chart 3. Process of drafting government regulations)
ii) Preparation of the Draft. Preparation of the draft made by the minister, then asked for consideration to other relevant ministers and ministers of justice for legal considerations. Then the draft Government Regulation (PP) submitted to the president through the secretary of state.
iii) Establishment and promulgation. Once accepted by the president, the draft Regulation will be promulgated by the secretary of state.
f) The process of preparation of the Regulation / Decree of the President. Presidential decisions made by the president to carry out the Act of 1945, provisions of the People's Consultative Assembly (MPR), the Act or Regulation. Decision of the president there are two kinds, namely: first, a presidential decree that are set and second, a presidential decree that are set. Presidential Regulation is the responsibility of the president in connection with its duties and obligations.
g) The process of preparation of regulatory regions. Regulations made by the local government area.
(Chart 4. Process of drafting the Regulations)
3) The parties involved in the preparation of legislation
No. | Jenis Peraturan Perundang-undangan/ Types of Laws and Regulations. | Pihak yang terlibat/ Parties Involved. | Keterangan/ explanation. |
1 | Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945)/ The 1945 Constitution. | a) Seluruh Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945/ all members of the PPKI (August, 18, 1945). b) seluruh anggota MPR (Anggota DPR dan DPD)/ All members of the MPR (Members of the DPR and the DPD). | Masyarakat secara umum atau yang tergabung dalam berbagai organisasi dapat sebagai pihak yang secara tidak langsung terlibat dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. All members of the MPR (Members of the DPR and the DPD). |
2. | Ketetapan MPR/ The MPR Decrees. | Seluruh anggota MPR (Anggota DPR dan DPD). | |
3. | Undang-undang (UU)/ The Laws (UU). | a) anggota DPR dan sekretaris Jenderal DPR (Badan Pekerja DPR)/ Members of the DPR and the Secretary General of the DPR (House Working Committee) b) Presiden dan wakil presiden/ the president and vice president. c) Menteri terkait/ relevant ministers. d) Sekretaris Negara/ state secretary. | |
4. | Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)/ Government Regulation in Lieu of the Laws (Perpu) | a) Presiden dan wakil presiden/ the president and vice president. b) menteri terkait/ relevant ministers. c) sekretaris Negara/ state secretary. d) persetujuan DPR/ President approvial. | |
5. | Peraturan pemerintah (PP)/ Government Regulations (PP) | a) presiden dan wakil presiden/ The presiden and vice president. b) menteri terkait/ relevant ministers. c)sekretaris Negara/ state secretary. | |
6. | Keputusan presiden (Keppres) | a) Presiden dan wakil presiden/ the president and vice president. b) menteri terkait/ relevant ministers. c) sekretaris Negara/ state secretary. | |
7. | Peraturan daerah (Perda) | a) Kepala daerah (gubernur/ bupati. Walikota)/ heads of the regions (Governors/ Regents/ Mayors). b) Anggota DPRD atau provinsi dan kabupaten atau kota/ members of the Provincial or Local DPRD |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar