Penokohan di dalam bahasa Indonesia/ Characterizations in the Indonesian language FOR CLASS XI IPS INDONESIAN


Penokohan di dalam bahasa Indonesia

(Sumber: Eti, Nunung Yuli. 2005.Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.Klaten: PT. Intan Pariwara.)

Penokohan adalah pelukisan gambar yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Dalam pelukisan tokoh-tokoh suatu cerita dapat dibedakan ke dalam dua cara atau teknik, yaitu teknik ekspositori dan teknik dramatic.

1.       Teknik Ekspositori/ Analitis. Pada teknik ekspositori tokoh cerita dilakukan dengan memberi deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung dengan menyebutkan sifat, watak, tingkah laku, bahkan cirri fisiknya. Misalnya: malas, sombong, pemalu, murah hati. Contohnya:

“Bapaknya yang masih duduk senang di atas kursi rotan itu jadi manteri kabupaten di kantor patih Sumedang. Ia sudah lebih dari separuh baya- sudah masuk bilangin orang tua, tua umur- tetapi badannya masih muda rupanya………….. hampir di dalamnya segala perkara ia hendak di atas dan terkemuka ……….. rupanya dan cakapnya.

(Dikutip: Katak Hendak Jadi Lembu, Nur Sutan Iskandar, BalaI Pustaka, 1978, halaman. 12-13)

2.       Teknik Dramatik. Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatic, artinya mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara tidak langsung. Penampilan tokoh secara dramatic dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, yakni teknik cakapan, teknik tingkah laku, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, teknik reaksi tokoh, teknik reaksi tokoh lain, dan teknik pelukisan fisik. Perhatikan contoh berikut ini!

a.       Teknik Cakapan

Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh-tokoh cerita dimaksudkan untuk mengambarkan sifat-sifat tokoh. Contohnya:

“Tetapi mayoor…. Perkenankanlah aku menguraikan duduk perkaranya.”

“Saya tidak tertarik pada segala uraianmu, anak muda. Yang jelas ini; Nona…. Siapa tadi (ia melihat lagi ke dalam map tadi). Larasati adalah salah seorang anggota secretariat itu si perdana menteri amatir Sutan Syahrir. Dan rumahnya di Kramat VI, persis di dalam rumah yang sering  kau kunjungi. Jadi… jadi apa kelinci kecil? Jadi setiap orang yang normal dalam situasi perang pasti akan menaruh syak kepada siapa pun yang tanpa mendapat perintah keluyuran sendirian ke satu alamat yang ia rahasiakan.”

“Tetapi aku bukan orang republic. Soalku dengan gadis itu hanyalah pribadi saja. Keluarga merekalah yang menolong kami dalam pendudukan Jepang.” (Mayoor Verbruggen tertawa keras dan ironis).

“Hahaa, ini dia; hanya kenalan biasa.”

“Diam!” potongku. “Kau di sini sebagai komandan militer. Bukan komandan urusan pribadi.”

“Hei, hei tenang-tenang.” (tetapi aku terlanjur naik pitam).

“Kau boleh menembak aku sebagai mata-mata, tetapi memperolokkan gadis satu ini kularang. Kularang!”

“tenang tenang …. Sudah…”

“Aku tidak rela kalau … (tetapi Verbruggen berganti berteriak dan gelas-gelas jatuh dalam gempa pukulan kepalannya pada meja).

“ Diam ! bergerak tegak, kau kelinci, di muka komandan di medan perang!”

………….

“……. Leo, kepercayaanku kepadamu tidak berkurang hanya karena laporan-laporan dan nota dari pihak Intel. Tetapi kau harus hati-hati, anak muda! Hati-hati. Ini bukan perang biasa dengan lindungan hukum militer dan hukum Internasional segala. Ini bandit melawan bandit, tahu! Kalau ada apa-apanya, bilang pada saya. Mari ambil botol jenewer dan dua gelas sloki di dalam almari itu. Saya ingin main catur. Tidak ada gunanya kita saling bersitegang.”

(Dikutip: Burung-burung Manyar, Y.B. Mangunwijaya, Djambatan, 1981, halaman 70-71)

Penggalan kutipan dialog di atas kiranya sudah dapat menggambarkan sifat kedirian tokoh pelakunya kepada pembaca. Kita dapat menafsirkan bahwa tokoTeto (yang oleh Verburggen dipanggil dengan sebutan akrab: Leo) mempunyai sifat pemberani, tidak penakut, barangkali juga keras kepala, untuk mempertahankan keberanian dirinya, sekalipun ia berhadapan dengan komandan militernya. Ia juga bersifat setia kepada oranglain, mau membela nama baik dan kehormatan orang lain yang dicintainya itu, bahkan untuk itu ia mau berkorban nyawa. Di pihak lain, kita pun dapat juga menafsirkan sifat kedirian tokoh Verbruggen. Ia seorang komandan militer yang teliti, keras, dan tidak mau kelihatan kalah di hadapan anak buahnya, tetapi sekaligus bersifat kebapakan dan mau mengerti perasaan orang lain.

IN ENGLISH (with google translate Indonesian-english)


Characterizations in the Indonesian language

(Source:  Eti, Nunung Yuli. 2005.Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.Klaten: PT. Intan Pariwara.)

Characterizations are painting a clear picture of the person who featured in a story. In the depiction of the characters of a story can be divided into two ways or techniques, namely expository techniques and dramatic techniques.

1. Expository techniques / analytical. In the expository technique characters done by giving a description, explanation, or explanations directly by stating the nature, character, behavior, and even his physical traits. For example: lazy, arrogant, shy, generous.For example:

"His father who was still sitting on a wicker chair like it's a minister in the office of district governor Sumedang. He has more than half have entered middle age-elderly say, old age, but his body is still young apparently .............. almost all cases in which he was leading going over and ........... and apparently he said.

(Quoted in: Katak Hendak Jadi Lembu, Nur Sutan Iskandar, BalaI Pustaka, 1978, pages. 12-13)

2. Dramatic techniques. The appearance of characters in dramatic techniques, that are similar to those shown in the drama, done indirectly. Appearance of a dramatic character can be done with a number of techniques, namely conversation techniques, mechanical behavior, thoughts and feelings technique, stream of consciousness technique, reaction engineering character, other characters reaction techniques, and techniques of physical depiction. Consider the following example!

a. Conversation techniques

Conversation by the characters are meant to illustrate the properties of the characters are meant to portray character traits. For example:

"But mayoor .... Let me elaborate sit his case. "

"I'm not interested in any uraianmu, young man. What is clear is this; Miss .... Who was (he looked again into the folder earlier). Larasati is one of the prime minister's secretariat amateur Sutan Syahrir.And his home in Kramat VI, just inside the house that you frequently visit. So ... so what little rabbit? So everyone is normal in a war situation will definitely put a shadow of doubt to anyone without wandering alone had orders to one address which he kept secret. "

"But I'm not a republic. My Problem with the girl's personal use only.Families they are helping us in the occupation of Japan. "(Mayoor Verbruggen laughed out loud and ironic).

"Hahaa, this is it: only a casual acquaintance."

"Shut up!" I interrupted. "You're here as a military commander.Commander is not a private matter. "

"Hey, hey calm." (But I already get mad).

"You can shoot me as a spy, but this one I commanded her rib. I forbid! "

"Quiet calm .... Was ... "

"I'm not willing to have ... (but Verbruggen changed shouting and glasses fell in the earthquake hit his fist on the table).

"Shut up! move up, you're a rabbit, in the face of the commander on the battlefield! "

.............

"....... Leo, my faith to you is not reduced simply because the reports and the memorandum from Intel. But you have to be careful, young man! Be careful. This is not a regular war with the protection of military law and international law all. Against this bandit bandit, you know! If nothing, tell me. Let's take the bottle of gin and two shot glasses in the cupboard. I want to play chess. There is no point in us arguing with each other. "

(Quoted:  Burung-burung Manyar, Y.B. Mangunwijaya, Djambatan, 1981, halaman 70-71)

Snippets of dialogue quoted above would have to describe the nature of selfhood figure the culprit to the reader. We can interpret that tokoTeto (which by Verburggen called as familiar: Leo) have the nature of the brave, not fearful, perhaps too stubborn, to maintain her courage, though he was dealing with his military commanders. He is also loyal to other people, willing to defend the good name and honor of others who loved it, even for that he was willing to sacrifice lives. On the other hand, we can also interpret the nature of selfhood Verbruggen figures. He was a military commander is careful, hard, and do not want to seem to lose in front of his men, but at the same fatherly nature and want to understand the feelings of others.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar