Latar belakang munculnya filsafat karakteristik Dan metode filsafat |
BAB I PENDAHULUAN
Filsafat adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia kritis. Filsafat adalah induk ilmu pengetahuan. Filsafat disebut dengan induk ilmu pengetahuan karena memang filsafatlah yang telah melahirkan segala ilmu pengetahuan yang ada.
Kehadirannya yang terus menerus di sepanjang peradaban manusia telah memberi kesaksian yang meyakinkan tentang betapa pentingnya filsafat bagi manusia.Filsafat disebut sebagai suatu ilmu pengetahuan yang bersifat eksistensial, artinya sangat erat hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan justru filsafatlah yang jadi motor penggerak kehidupan kita sehari-hari baik sebagai manusia pribadi maupun sebagai manusia kolektif dalam bentuk sesuatu masyarakat atau bangsa.
Untuk itu sebagai manusia yang haus akan mencari kebenaran, perlu bahwasannya untuk mengetahui lebih jelas tentang filsafat. Berikut adalah pembahasan mengenai ciri-ciri filsafat dan pembagiannya. Bagaimanakah sifat filsafat itu sebenarnya, dan apa yang menjadi ciri umum dalam filsafat.
BAB II PEMBAHASAN
LATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT KARAKTERISTIK
DAN METODE FILSAFAT
A. Sejarah Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kirakira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas. Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
B. Ciri-Ciri Berfikir Filsafat
Berfilsafat adalah berfikir, namun tidak semua berfikir adalah berfilsafat. Berfikir filsafat mempunyai karakteristik atau ciri-ciri khusus. Bermacam-macam buku menjelaskan cirri-ciri berfikir filsafat dengan bermacam-macam pula. Tidak lain diantaranya akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Konsepsional
Perenungan filsafat berusaha untuk menyusun suatu bagian konsepsional. Konsepsi (rencana) merupakan hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses satu demi satu.
Perenungan filsafat berusaha untuk menyusun suatu bagian konsepsional. Konsepsi (rencana) merupakan hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses satu demi satu.
2. Koheren
Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu bagan yang koheren yang konsepsional. Secara singkat istilah kohern ialah runtut. Bagan konsepsional yang merupakan hasil perenungan kefilsafatan haruslah bersifat runtut. Dalam arti lain koheren bisa juga dikatakan berfikir sistematis, artinya berfikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran. Dengan urutan yang bertanggung jawab dan saling hubungan yang teratur.
Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu bagan yang koheren yang konsepsional. Secara singkat istilah kohern ialah runtut. Bagan konsepsional yang merupakan hasil perenungan kefilsafatan haruslah bersifat runtut. Dalam arti lain koheren bisa juga dikatakan berfikir sistematis, artinya berfikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran. Dengan urutan yang bertanggung jawab dan saling hubungan yang teratur.
3. Memuburu kebenaran
Filsuf adalah pemburu kebenaran, kebenaran yang diburunya adalah kebenaran hakiki tentang seluruh realitas dan setiap hal yang dapat dipersoalkan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa berfilsafat berarti memburu kebenaran tentang segala sesuatu. Kebenaran filsafat tidak pernah bersifat mutlak dan final, melainkan terus bergerak dari suatu kebenaran menuju kebenaran baru yang lebih pasti. Kebenaran yang baru ditemukan itu juga terbuka untuk dipersoalkan kembali demi menemukan kebenaran yang lebih meyakinkan.
4. Radikal
Berfilsafat berarti berfikir radikal. Filsuf adalah pemikir yang radikal. Karena berfikir secara radikal, ia tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu wujud realitas tertentu. Keradikalan berfikirnya itu akan senantiasa mengobarkan hasratnya untuk menemukan realitas seluruh kenyataan, berarti dirinya sendiri sebagai suatu realitas telah termasuk ke dalamnya sehingga ia pun berupaya untuk mencapai akar pengetahuan tentang dirinya sendiri.
Berfilsafat berarti berfikir radikal. Filsuf adalah pemikir yang radikal. Karena berfikir secara radikal, ia tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu wujud realitas tertentu. Keradikalan berfikirnya itu akan senantiasa mengobarkan hasratnya untuk menemukan realitas seluruh kenyataan, berarti dirinya sendiri sebagai suatu realitas telah termasuk ke dalamnya sehingga ia pun berupaya untuk mencapai akar pengetahuan tentang dirinya sendiri.
Berfikir radikal tidak berarti hendak mengubah, membuang atau menjungkirbalikkkan segala sesuatu, melainkan dalam arti sebenarnya, yaitu berfikir secara mendalam. Untuk mencapai akar persoalan yang dipermasalahkan. Berfikir radikal justru hendak memperjelas realitas.
5. Rasional
Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun suatu bahan konsepsional yang bersifat rasional.Yang dimaksudkan dengan bagan konsepsionl yang bersifat rasional ialah bagan yang bagian-bagiannya secara logis berhubungan satu dengan yang lain.Berpikir secara rasional berarti berpikir logis, sistematis, dan kritis berpikir logis adalah bukan hanya sekedar menggapai pengertian-pengertian yang dapat diterima oleh akal sehat, melainkan agar sanggup menarik kesimpulan dan mengambil keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan.
Berpikir logis yang menuntut pemikiran yang sistematis. Pemikiran yang sistematis ialah rangkaian pemikiran yang berhubungan satu sama lain atau saling berkaitan secara logis.
Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun suatu bahan konsepsional yang bersifat rasional.Yang dimaksudkan dengan bagan konsepsionl yang bersifat rasional ialah bagan yang bagian-bagiannya secara logis berhubungan satu dengan yang lain.Berpikir secara rasional berarti berpikir logis, sistematis, dan kritis berpikir logis adalah bukan hanya sekedar menggapai pengertian-pengertian yang dapat diterima oleh akal sehat, melainkan agar sanggup menarik kesimpulan dan mengambil keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan.
Berpikir logis yang menuntut pemikiran yang sistematis. Pemikiran yang sistematis ialah rangkaian pemikiran yang berhubungan satu sama lain atau saling berkaitan secara logis.
6. Menyeluruh
Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun suatu bagan konsepsional yang memadai untuk dunia tempat kita hidup maupun diri kita sendiri.Suatu sistem filsafat harus bersifat komprehensif, dalam arti tidak ada sesuatu pun yang berada di luar jangkauannya jika tidak demikian, filsafat akan ditolak serta dikatakan berat sebelah dan tidak memadai.
Berfikir universal tidak berpikir khusus, terbatas pad bagian-bagian tertentu, namun mencakup secara keseluruhan. Berpikir filsafat harus dapat menyerap secara keseluruhan apa yang ada pada alam semesta, tidak terpotong-potong.
Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun suatu bagan konsepsional yang memadai untuk dunia tempat kita hidup maupun diri kita sendiri.Suatu sistem filsafat harus bersifat komprehensif, dalam arti tidak ada sesuatu pun yang berada di luar jangkauannya jika tidak demikian, filsafat akan ditolak serta dikatakan berat sebelah dan tidak memadai.
Berfikir universal tidak berpikir khusus, terbatas pad bagian-bagian tertentu, namun mencakup secara keseluruhan. Berpikir filsafat harus dapat menyerap secara keseluruhan apa yang ada pada alam semesta, tidak terpotong-potong.
C. Metode-Metode Filsafat
Kata metode berasal dari kata methodos. Methodos berarti penelitian, hipotesa ilmiah dan uraian ilmiah. Maka dapat dikatakan bahwa metode adalah cara kerja yang sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang dipermasalahkan atau realitas yang dianalisa. Dalam sejarah filsafat, banyak metode yang telah dikembangkan. Beberapa metode filsafat yang sempat tercatat dalam sejarah filsafat adalah sebagai berikut:
1. Metode Maieutik Dialektis Kritis Induktif
Metode Maieutik dikembangkan oleh Sokrates. Dalam sejarah filsafat Yunani, Sokrates adalah salah satu filsuf yang terkemuka. Hanya sayang, dia tidak pernah meninggalkan bukti otentik yang bisa dianggap sebagai karya asli Sokrates. Karya Sokrates didapatkan dari beberapa karya Plato dan Aristoteles.
Tetapi pemikiran Sokrates yang berhasil direkam hanya bisa dilihat dari karya Plato, terutama dalam dialog-dialog yang pertama, yang sering disebut dengan dialog Sokratik Pemikiran Sokrates berpusat pada manusia.
Refleksi filosofis Sokrates berangkat dari kehidupan sehari-hari. Jadi, menurut Sokrates melihat bahwa kehidupan sehari-hari sebagai kebenaran objektif. Sokrates dalam filsafatnya menolak subjektivisme dan relativisme aliran sofisme. Kebenaran objektif yang dicapai bukan sekedar didapatkan dari pengetahuan teoritis tapi justru dari kebajikan manusia. Filsafat Sokrates adalah upaya untuk mencapai kebajikan. Kebajikan harus nampak dan mengantar manusia kepada kebahagiaan sejati. Jadi, pengetahuan dan kebenaran objektif selalu menghasilkan tindakan yang benar secara objektif pula. Dan, disitulah kebahagiaan sejati dapat diraih.
2. Metode Deduktif Spekulatif Transendental
Metode ini dikembangkan oleh Plato, murid dari Sokrates. Plato meletakkan titik refleksi pemikiran filosofisnya pada bidang yang luas, yaitu ilmu pengetahuan. Dari sekian banyak cabang ilmu pengetahuan, Plato menitikberatkan perhatiannya pada ilmu eksakta. Dari titik refleksi filosofis ini lahirlah penalaran deduktif yang terlihat jelas melalui argumentasi-argumentasi deduktif yang sistematis.
Dasar seluruh filsafat Plato adalah ajaran ide. Ajaran ide Plato ini melihat bahwa idea adalah realitas yang sejati dibandingkan dengan dunia inderawi yang ditangkap oleh indera. Dunia idea adalah realitas yang tidak bisa dirasa, dilihat dan didengar. Idea adalah dunia objektif dan berada di luar pengalaman manusia. Pengetahuan adalah ingatan terhadap apa yang telah diketahui di dunia idea. Sistem pengetahuan Plato semacam ini bersifat transendental spekulatif.
3. Metode Silogisme Deduktif
Metode ini dikembangkan oleh Aristoteles. Aristoteles menyatakan bahwa ada dua metode yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan yang benar, yaitu metode induktif dan deduktif Induksi adalah cara menarik kesimpulan yang bersifat umum dari hal yang khusus. Deduksi adalah cara menarik kesimpulan berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan tak diragukan lagi. Induksi berawal dari pengamatan dan pengetahuan inderawi. Sementara, deduksi terlepas dari pengamatan dan pengetahuan inderawi.
Silogisme adalah alat dan mekanisme penalaran untuk menarik kesimpulan yang benar berdasarkan premis-premis yang benar adalah bentuk formal penalaran deduktif.
4. Metode Skolastik: Sintetis-Deduktif
Filsafat Skolastik menemukan puncak kejayaannya waktu Thomas Aquinas menjadi filsuf pokoknya. Filsafat skolastik dikembangkan dalam sekolah-sekolah biara dan keuskupan.
5. Metode Idealisme-Dialektis
Metode dialektis dikembangkan oleh George Wilhelm Friedrich Hegel. Hegel melawan ajaran filsafat Descartes dan Spinoza. Jalan pikiran Hegel untuk memahami kenyataan adalah mengikuti gerakan pikiran dan konsep. Struktur dalam pikiran adalah sama dengan proses genetis dalam kenyataan. Antara metode dan sistem atau teori tidak dapat dipisahkan.
6. Metode Eksistensial
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menolak pemutlakan akal budi dan pemikiran konsep abstrak murni. Metode eksistensial berupaya untuk memahami manusia yang berada dalam dunia, yaitu manusia yang berada pada situasi yang khusus dan unik.
Metode eksistensial pertama diungkapkan oleh Kierkegaard. Pemikiran Kierkegaard merupakan reaksi yang terutama tertuju dan bereaksi pada rasionalisme idealis Hegel yang dianggapnya tidak berguna. Dalam filsafat, menurut pemikir eksistensialisme, yang paling penting adalah kebenaran subjektif. Tapi tentu saja tidak berarti setiap keyakinan subjektif adalah kebenaran. Kebenaran selalu bersifat personal dan tidak sekedar proposisional.
Menurut pemikiran eksistensial, kebenaran dicapai dengan partisipasi manusia dalam setiap realitas yang mau diselidiki.
Menurut pemikiran eksistensial, kebenaran dicapai dengan partisipasi manusia dalam setiap realitas yang mau diselidiki.
Kebenaran hanya dapat ditemukan dalam realitas yang konkret. Secara umum, metode eksistensial adalah kebalikan pemikiran filsafat tradisional. Pemikiran eksistensial selalu menempatkan subjektivitas di atas objektivitas dan nilai lebih perlu daripada fakta.
7. Metode Analitika-Bahasa
Filsafat analitik adalah aliran filsafat yang berasal dari kelompok filsuf yang menyebut diri mereka sebagai Lingkaran Wina. Filsafat analitik menolak metafisika karena mereka berpendapat bahwa metafisika tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Salah satu tokoh filsuf analitik adalah Ludwig Wittgenstein.
BAB III KESIMPULAN
Dalam pembahasan untuk mencari apakah karakteristik atau ciri-ciri filsafat tersebut maka dapat disimpulkan bagaimanakah ciri-ciri filsafat. Berfikir filsafat mempunyai ciri-ciri yang telah dijelaskan dalam pembahasan tersebut yaitu: konsepsional koheren, memburuk kebenaran, radikal, rasional serta menyeluruh. Keenam ciri-ciri tersebut saling berkaitan atau saling terkait dalam berfikir filsafat.
Dan pada intinya berfikir filsafat adalah mengejar kejelasan berarti harus berjuang dengan gigih untuk mengeliminasi segala sesuatu yang tidak jelas, yang kabur, dan yang gelap, bahkan juga serta rahasia dan berupa teka-teki. Tanpa kejelasan, filsafat pun akan menjadi yang mistik, serba rahasia, kabur, gelap dan tak mungkin dapat menggapai kebenaran. Jelas terlihat bahwa berfilsafat sesungguhnya merupakan suatu perjuangan untuk mendapatkan suatu perjuangan untuk mendapatkan kejelasan pengertian dan kejelasan seluruh realitas. Perjuangan mencari kejelasan itu adalah satu sifat dasar filsafat.
DAFTAR PUSTAKA
Kattsof , Louis O, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana 2004.
Rapar, Jon Hendrik, Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius 1996,
Salam, Burhanuddin, Pengantar Filsafat Jakarta: Bumi Aksara 1995.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar