Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Pedagogis Menurut Islam

1. HAKIKAT KEJADIAN MANUSIA
What is a man? Pertanyaan yang dikemukakan oleh Jujun S. Suriasumantri ketika mulai membahas bidang telaah filsafat. Maksud pertanyaan ini adalah pada tahap permulaan filsafat senantiasa mempersoalkan siapakah manusia itu. Jika pada tahap awal filsafat mempersoalkan masalah manusia, demikian pula dengan pendidikan Islam. Ia tidak akan memiliki paradigm yang sempurna tanpa menentukan sikap konseptual filosofis tentang hakikat manusia, sebab bagaimanapun juga manusia adalah bagian dari alam ini. Untuk menjawab permasalahan di atas, terlebih dahulu dikemukakan prinsip-prinsip yang menjadi dasar filosofis bagi pandangan pendidikan Islam. Al Syaibani dalam hal ini mengemukakan delapan prinsip, yaitu;

a. Manusia adalah makhluk paling mulia di alam ini.
b. Kemulyaan manusia atas makhluk lain karena manusia diangkat sebagai khalifah (wakil) Allah yang bertugas memakmurkan bumi atas dasar ketakwaan.
c. Manusia adalah makhluk berfikir yang menggunakan bahasa sebagai media.
d. Manusia adalah makhluk tiga dimensi seperti segitiga sama kaki yang terdiri dari tubuh, akal, dan ruh.
e. Pertumbuhan dan perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan.
f. Manusia mempunyai motivasi dan kebutuhan.
g. Manusia sebagai individu berbeda dengan manusia lainnya.
h. Manusia mempunyai sifat luwes dan selalu berubah melalui proses pendidikan.

Dengan berpegang kepada delapan prinsip ini, kiranya memudahkan bagi filsafat pendidikan Islam untuk menentukan konsep tentang hakikat manusia. Konsep ini tentunya mencakup pembahasan tentang proses penciptaan manusia, tujuan hidup, kedudukan, dan tugas manusia. Semua pembahasan ini berkaitan dengan pemikiran ontologism tentang manusia.

Ø Proses penciptaan manusia

Manusia diciptakan Tuhan melalui sebuah proses alami yang berlangsung dalam beberapa tahap. Musa Asy’arie menyebutkan empat tahap proses penciptaan manusia, yaitu tahap jasad, hayat, ruh, dan nafs. Berikut penjelasan keempat tahapan ini:
  • Tahap Jasad. Al Quran menjelaskan bahwa permulaan penciptaan manusia adalah dari tanah berdebu. Terkadang Al Quran menyebut tanah ini dengan istilah tin dan terkadang dengan istilah tsaltsal. Namun yang dimaksud dengan tanah ini adalah saripatinya sulalah.
  • Tahap Hayat. Awal mula kehidupan manusia menurut Al Quran adalah air. Maksud air kehidupan di sini adalah air sperma. Sperma ini kemudian membuahi sel telur yang ada dalam rahim seorang ibu. Sperma inilah yang merupakan awal mula kehidupan seorang manusia.
  • Tahap Ruh. Yang dimaksud dengan ruh disini adalah sesuatu yang dihembuskan Tuhan dalam diri manusia dan kemudian menjadi bagian dari diri manusia. Pada saat yang sama, Tuhan juga menjadikan manusia pendengaran, penglihatan, dan hati. Dengan adanya proses peniupan ruh yang ditiupkan Tuhan dalam diri manusia dan kemudian diiringi dengan pemberian pendengaran, penglihatan, dan hati merupakan bukti bahwa yang menjadi pimpinan dalam diri manusia adalah ruh. Ruhlah yang dapat membimbing pendengaran, penglihatan, dan hati untuk memahami kebenaran.
  • Tahapan Nafs. Kata ‘nafs’ dalam Al Quran mempunyai empat pengertian, yaitu nafsu, nafas, jiwa, dan diri (kelakuan). Dari keempat pengertian ini Al Quran lebih sering menggunakan kata ‘nafs’ untuk pengertian diri (kelakuan). Diri atau kelakuan adalah kesatuan diri dari jasad, hayat, atau ruh. Dinamikanya terletak pada aksi atau kegiatannya. Kesatuannya bersifat spiritual yang tercermin dalam aktivitas kehidupan manusia.
Sedangkan menurut QS Al Mukminun: 12 – 14   
Artinya:

12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14. kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.

Ø Tujuan hidup manusia

Ibadah (pengabdian) dalam hal ini tidak dimaksudkan dalam pengertian yang sempit, tetapi dalam pengertian yang luas. Yaitu nama bagi segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Pendeknya tujuan hidup manusia adalah beribadah kepada Allah dengan segala tingkah lakunya.

Tujuan hidup ini pada gilirannya akan bersinggungan dengan tujuan pendidikan Islam, sebab pendidikan pada dasarnya bertujuan memelihara kehidupan manusia. Tujuan pendidikan Islam harus berkaitan dengan tujuan hidup manusia. Manusia seperti apa yang hendak dibentuk dan diinginkan oleh pendidikan Islam, jawabannya tergantung kepada tujuan hidup yang hendak ditempuh oleh seorang muslim. Dengan demikian, tujuan hidup muslim sebenarnya merupakan tujuan akhir pendidikan Islam.

Ø Kedudukan manusia

Kedudukan manusia menurut Al Quran adalah khalifah Allah di bumi. Khalifah mempunyai banyak pengertian yang dimaksudkan Al Quran, diantaranya mereka yang dating kemudian, sesudah kamu, yang diperselisihkan, silih berganti, berselisih, dan pengganti. Namun, pengertian khalifah dalam kedudukan manusia adalah pengganti. Jadi, khalifah Allah berarti pengganti Allah. Pengertian ini menurut Dawam Rahardjo mempunyai tiga makna, pertama; khalifah Allah adalah Adam, kedua; khalifah Allah itu adalah suatu generasi penerus atau pengganti, yaitu bahwa kedudukan khalifah di emban secara kolektif oleh suatu generasi, ketiga; khalifah itu adalah kepala negara atau kepala pemerintahan. Dari ketiga makna tersebut, makna pertama yang lebih mendukung untuk dapat diterapkan dalam hal posisi manusia sebagai khalifah Allah.

Selaku khalifah Allah di bumi, menurut Hasan Langgulung manusia mempunyai beberapa karakteristik, yaitu:
  • Sejak awal penciptaannya manusia adalah baik secara fitrah. Ia tidak mewarisi dosa karena Adam meninggalkan surge.
  • Interaksi antara badan dan ruh menghasilkan khalifah.
  • Manusia sebagai khalifah memiliki kebebasan berkehendak (free will), suatu kebebasan yang menyebabkan manusia dapat memilih tingkah lakunya sendiri.
  • Manusia dibekali akal, dengan akal tersebut manusia mampu membuat pilihan antara yang benar dan yang salah
Ø Tugas manusia

Tujuan hidup manusia adalah ibadah dan kedudukannya adalah khalifah. Sedangkan tugas manusia dalam pandangan Islam adalah kemakmuran bumi dengan jalan memanifestasikan potensi Tuhan dalam dirinya. Dengan kata lain, manusia diperintahakn untuk mengembangkan sifat-sifat Tuhan menurut perintah dan petunjuknya.

Satu hal yang perlu dikemukakan adalah bahwa sifat-sifat Tuhan hanya dapat dimanifestasikan oleh manusia dengan bentuk dan cara yang terbatas. Hal ini dikarenakan watak keterbatasan manusia, juga agar manusia tidak mengaku sebagai Tuhan. Seharusnya manusia menganggap proses perwujudan sifat-sifat Tuhan ini sebagai suatu, agar manusia mempunyai tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan tugas ini.[1]

Ø Manusia makhluk berpengetahuan

Manusia lahir dengan potensi kodratnya berupa cipta, karsa, dan rasa. Cipta adalah kemampuan spiritual yang secara khusus mempersoalkan nilai kebenaran. Rasa adalah kemampuan spiritual yang secara khusus mempersoalkan nilai keindahan sedangkan karsa adalah kemampuan spiritual yang secara khusus mempersoalkan nilai kebaikan. Ketiga nilai jenis tersebut dibingkai dalam satu ikatan sistem. Selanjtnya dijadikan landasan dasar untuk mendirikan filsafat hidup, menentukan pedoman hidup, dan mengatur sikap dan prilaku agar senantiasa terarah ke pencapaian tujuan hidup.

Filsafat hidup mengandung pengetahuan yang bernilai universal, meliputi masalah-masalah asal mula, tujuan, dan eksistensi kehidupan. Ketiganya berhubungan menurut asas sebab akibat. Asal mula kehidupan sebagai sebab bagi tujuan kehidupan, sedangkan tujuan kehidupan menentukan jenis, bentuk, dan sifat perilaku hidup. Sedangkan sikap dan perilaku hidup adalah pengetahuan khusus dan konkret berupa langkah kehidupan yang ditentukan sepenuhnya oleh pedoman hidup.

Ø Manusia makhluk berpendidikan

Dengan kemampuan pengetahuan yang benar, manusia berusaha menjaga dan mengembangkan kelangsungan hidupnya. Manusia berusaha mengamalkan pengetahuannya di dalam perilaku sehari-hari. Persoalan pendidikan adalah persoalan yang lingkupnya seluas persoalan kehidupan manusia. Masalah kehidupan secara kodrati melekat pada tubuh dalam diri manusia. Secara langsung atau tidak, setiap kegiatan hidup manusia selalu mengandung arti dan fungsi pendidikan. Jadi, antara manusia dan pendidikan terjalin hubungan kausalitas. Karena manusia, pendidikan mutlak ada, dank arena pendidikan, manusia semakin menjadi diri sendiri sebagai manusia yang manusiawi.[2]


2. HAKIKAT PROSES KEJADIAN MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK PEDAGOGIS
Pendidik merupakan salah satu komponen penting dalam proses pendidikan, karena dipundaknyalah terletak tanggung jawab yang besar dalam upaya mengantarkan peserta didik ke arah tujuan pendidikan yang telah dicitakan. Secara umum pendidik adalah mereka yang mempunyai tanggung jawab mendidik. Menurut Ahmad Tafsir pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab atas perkembangan peserta didik.

Dalam konsepsi Islam, Nabi Muhammad SAW adalah al-mu’allim al-awwal (pendidik pertama dan utama) yang telah didik oleh Allah. Pendidik teladan dan percontohan ada dalam pribadi Rosulullah yang telah mencapai tingkatan pengetahuan yang tinggi, akhlak luhur, dan menggunakan metode atau alat yang tepat karena Beliau sudah dididik melalui ajaran-ajaran yang sesuai dengan Al-Qur’an.

Menurut Noeng Muhdjir, pendidik adalah seserang yang mempribadi (personifikasi pendidik), yaitu mempribadinya keseluruhan yang diajarkan, bukan hanya isi tapi juga lainnya. Intinya, pendidik itu merupakan seorang profesional dengan tiga syarat: memiliki pengetahuan yang lebih, mengimplisitkan nilai dalam pengetahuannya, dan bersedia mentransfer pengetahuan beserta nilainya pada peserta didik.

Pendidik selain bertugas sebagai transfer of kknowledge, juga merupakan seorang motivator dan fasilitator bagi proses belajar peserta didiknya, dan dalam melakukan tugas profesinya, pendidik bertanggung jawab sebagai seorang pengelola belajar (manager of learning), pengarah belajar (director of learning), dan perencana masa depan masyarakat (planner of the future society). Dengan tanggung jawab ini pendidik memiliki tiga fungsi yaitu:

a. Fungsi Intruksional, bertugas melaksanakan pengajaran.
b. Fungsi Edukasional, bertugas mendik peserta didik agar mencapai tujuannya.
c. Fungsi Managerial, bertugas memimpin dan mengelola proses pendidikan.

Dengan ketiga fungsi diatas, seorang pendidik dalam konsepsi Islam dituntut memiliki beberapa kemampuan dasar yang dapat dilakukan dalam tugasnya. Ada tiga kompetensi yang harus dimiliki seorang pendidik, yaitu:

a. Kompetensi personal-religius, yaitu memiliki kepribadian berdasarkan Islam.
b. Kompetensi sosial-religius, yaitu memiliki kepedulian terhadap masalah-masalah sosial yang selaras dengan Islam ( gotong-royong, suka menolong).
c. Kompetensi profesional-religius, yaitu memiliki kemampuan menjalankan tugasnya secara profesional yang didasarkan atas ajaran Islam.

Dalam melaksanakan pendidikan peranan pendidik sangat penting, karena bertanggung jawab dan menentukan arah pendidikan tersebut. Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan yang bertugas sebagai pendidik. Penghormatan dan penghargaan Islam terhadap orang-orang yang berilmu juga dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 11:   

Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Proses kependidikan adalah life long education yang dilihat dari segi kehidupan masyarakat dapat dikatakan sebagai proses yang tanpa akhir. Bila dilihat dari segi kemampauan dasar pedagogis, manusia dipandang sebagai Homo Edukandum atau makhluk yang harus dididik. Maka jelaslah manusia itu sendiri tidak lepas dari potensi psikologis yang dimilikinya. secara individual berbeda dalam abilitas dan kapabilitasnya, dari kemampuan individual manusia lainnya. dengan berbeda-bedanya kemampuan untuk dididik itulah, fungsi pendidikan pada hakikatnya adalah melakukan seleksi melalui proses kependidikan atas diri pribadi manusia.


3. POTENSI-POTENSI DASAR MANUSIA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN
Untuk dapat melaksanakan fungsi kekhalifahannya, manusia dibekali Tuhan dengan berbagai potensi. Potensi-potensi ini diberikan Tuhan sebagai anugerah yang tidak diberikan Tuhan kepada makhluk lain. Potensi-potensi tersebut bisa berkembang bila ada rangsangan-rangsangan dari sekitar sosialnya, seperti potensi untuk berfikir, berkreasi, berbudaya, berbudi, dan sebagainya. Maksudnya, masyarakat baru dapat berbudaya atau berkarya setelah mengadakan pergaulan dengan jenis-jenis masyarakat yang lain (melalui hubungan timbal balik) dalam rangka menciptakan kebudayaan yang lebih besar dan dapat dinikmati oleh lingkungan yang lebih luas.[3] 

Potensi-potensi ini, dalam bahasa agama disebut fitrah. Dalam sebuah hadis shahih yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa setiap anak lahir dalam keadaan fitrah. Kedua orangtuanyalah yang memungkinkan ia menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Hadis ini mengisyaratkan bahwa sejak lahir, manusia sudah dibekali berbagai potensi yang disebut fitrah. Fitrah adalah suatu istilah Bahasa Arab yang berarti tabiat yang suci atau yang baik, yang khusus diciptakan Tuhan bagi manusia.[4]

Fitrah kiranya merupakan modal dasar bagi manusia agar dapat memakmurkan bumi ini. Fitrah juga merupakan potensi kodrati yang dimiliki manusia agar berkembang menuju kesempurnaan hidup. Keberhasilan manusia dalam hal ini dapat dilihat dari kemampuannya untuk mengembangkan fitrah ini.[5]

Berkenaan dengan potensi (fitrah) yang dibekalkan Tuhan kepada manusia, para ahli filsafat memberikan berbagai predikat kepada manusia.[6] Predikat-predikat ini adalah:

a. Manusia adalah homo sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi pekerti.
b. Manusia adalah animale rationale, artinya makhluk yang dapat berfikir.
c. Manusia adalah homo laquen, artinya makhluk yang panndai menciptakan bahasa.
d. Manusia adalah homo faber, artinya makhluk yang pandai membuat perkakas.
e. Manusia adalah zoon politicon, artinya makhluk yang pandai bekerja sama.
f. Manusia adalah homo economicus, artinya makhluk yang tunduk kepada prinsip-prinsip ekonomi.
g. Manusia adalah homo religious, artinya makhluk yang beragama.
h. Manusia adalan homo planemanet, artinya makhluk yang diantaranya terdiri dari unsur ruhaniah-spiritual.
i. Manusia adalah homo educandum (educable), artinya makhluk yang dapat menerima pendidikan.

Pada dasarnya, tugas utama pandidikan adalah mengubah (transform) potensi-potensi manusia menjadi kemampuan-kemampuan atau keterampilan-keterampilan yang dapat dimanfaatkan manusia. Potensi intelektual misalnya, tidak ada gunanya kalau hanya disimpan di kepala. Ia akan menjadi berguna manakala sudah diubah, melalui proses pendidikan, menjadi penemuan-penemuanilmiah dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Penemuan-penemuan ini pada dasarnya merupakan cerminan atau hasil olahan dari upaya pengembangan potensi intelektual manusia yang dulunya tersembunyi. Berbagai lembaga pendidikan yang berfungsi khusus mengembangkan potensi intelektual manusia, kiranya telah berhasil membekali manusia dengan penemuan-penemuan tertentu. Hingga kini, lembaga-lembaga itu berhasil mentransformasikan pengetahuan dan ketrampilan kepada generasi muda, agar mereka tetap dasar survive.

Pendidikan Islam, sesungguhnya merupakan solusi bagi penyakit yang menimpa manusia modern. Pendidikan islam adalah pendidikan yang dibangun atas dasar fitrah manusia. Pendidikan Islam senantiasa bertujuan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total manusia melalui latihan spiritual, intelek, rasional diri, perasaan, dan kepekaan tubuh manusia. Oleh karenanya, pendidikan Islam selalu berusaha menyediakan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya: spiritual, intelektual, imjinasi, fisik, ilmiah, linguistic baik secara individual maupun secara kolektif, dan memotivasi semua aspek ini untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan hidup manusia.


Footnote
[1] Toto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar Ruzz. 2006. hlm. 91.
[2] Suhartono Suparlan. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar Ruzz. 2007. Hlm. 56.
[3] Kasmiran Wurya dan Ali Syaifullah. Pengantar Ilmu Jiwa Sosial. Jakarta: Erlangga. 1982. Hlm. 53.
[4] Hasan Langgulung. Pendidikan dan Peradaban Islam, cet. III. Jakarta: Pustaka al Husna. 1985. Hlm. 215.
[5] Toto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2006. Hlm. 92.
[6] Zuhairini dkk. Filssafat Pendidikan Islam, cet. III. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2004. Hlm. 82.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar