BAB I
PENDAHULUAN
Istilah bahasa baku telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Namun pengenalan istilah tidak menjamin bahwa mereka memahami secara komprehensif konsep dan makna istilah bahasa baku itu. Hal ini terbukti bahwa masih
banyak orang atau Masyarakat berpendapat bahasa baku sama dengan bahasa yang baik dan benar. “Kita berusaha agar dalam situasi resmi kita harus berbahasa yang baku. Begitu juga dalam situasi yang tidak resmi kita berusaha menggunakan bahasa yang baku”. (Pateda, 1997 : 30).Slogan “pergunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan benar”, tampaknya mudah diucapkan, namun maknanya tidak jelas. Slogan itu hanyalah suatu retorika yang tidak berwujud nyata, sebab masih diartikan bahwa di segala tempat kita harus menggunakan bahasa baku. Demikian juga, masih ada cibiran bahwa bahasa baku itu hanya buatan pemerintah agar bangsa ini dapat diseragamkan dalam bertindak atau berbahasa. “Manakah ada bahasa baku, khususnya bahasa Indonesia baku? “Manalah ada bahasa Indonesia lisan baku”? “Manalah ada masyarakat atau orang yang mampu menggunakan bahasa baku itu, sebab mereka berasal dari daerah”. Atau mereka masih selalu dipengaruhi oleh bahasa daerahnya jika mereka berbahasa Indonesia secara lisan.
BAB II
PEMBAHASAN
BAHASA BAKU DAN TIDAK BAKU
A. Pengertian Bahasa Baku
Di dalam pengantar dikemukakan bahwa masih banyak orang yang menyamakan pengertian bahasa baku dengan bahasa yang baik dan benar. Bahasa yang dipergunakan di dalam situasi tidak resmipun dianggap sebagai bahasa baku. Makna baku tampaknya tidak dipahami secara benar, apalagi makna bahasa baku. Hal ini disebabkan oleh keengganan orang mencari makna istilah baku dan bahasa baku itu di dalam kamus Umum atau Kamus Istilah Linguistik, baik dari bahasa Indonesia maupun dari bahasa Asing, terutama dalam bahasa Inggris.
Bahasa baku ialah bahasa yang menjadi pokok, yang menjadi dasar ukuran, atau yang menjadi standar. Makna kata itu tentu saja belum cukup untuk memahami konsep yang sesungguhnya. Oleh karena itu, istilah bahasa baku itu akan dijelaskan lagi secara luas di bawah ini.
Istilah bahasa baku dalam bahasa Indonesia atau standard language dalam bahasa Inggris dalam dunia ilmu bahasa atau linguistik pertama sekali diperkenalkan oleh Vilem Mathesius pada 1926. Ia termasuk pencetus Aliran Praha atau The Prague School. Pada 1930, B. Havranek dan Vilem Mathesius merumuskan pengertian bahasa baku itu. Mereka berpengertian bahwa bahasa baku sebagai bentuk bahasa yang telah dikodifikasi, diterima dan difungsikan sebagai model atau acuan oleh Masyarakat secara luas.
Dictionary Language and Linguistics, Hartman dan Strok berpengertian bahasa baku adalah ragam bahasa yang secara sosial lebih digandrungi dan yang sering didasarkan bahasa orang-orang yang berpendidikan di dalam atau di sekitar pusat kebudayaan atau suatu masyarakat bahasa.
Di dalam Sociolinguistics A Critical Survey of Theory and Application, Dittmar berpengertian bahwa bahasa baku adalah ragam bahasa dari suatu masyarakat bahasa yang disahkan sebagai norma keharusan bagi pergaulan sosial atas dasar kepentingan dari pihak-pihak dominan di dalam masyarakat itu. Tindakan pengesahan itu dilakukan melalui
pertimbangan-pertimbangan nilai yang bermotivasi sosial politik.
B. Pengertian Bahasa Tidak Baku
Istilah bahasa nonbaku ini terjemahan dari “nonstandard language”. Istilah bahasa nonstandar ini sering disinonimkan dengan istilah “ragam subbaku”, “bahasa nonstandar”, “ragam takbaku”, bahasa tidak baku”, “ragam nonstandar”. Richards, Jhon, dan Heidi berpengertian bahwa bahasa nonstandard adalah bahasa yang digunakan dalam berbicara dan menulis yang berbeda pelafalan, tatabahasa, dan kosakata dari bahasa baku dari suatu bahasa (nonstandard, used of speech or writing which differs in pronunciation, grammar, or vocabulary from the standard variety of the language) (1985 : 193).
Crystal berpengertian bahwa bahasa nonbaku adalah bentuk-bentuk bahasa yang tidak memenuhi norma baku, yang dikelompokkan sebagai Subbaku atau nonbaku (linguistic forms or dialects which do not conform to this norm are then refered to as sub-standard or nonstandard) (1985 :286).
Suharianto berpengertian bahwa bahasa nonstandar atau bahasa tidak baku adalah salah satu variasi bahasa yang tetap hidup dan berkembang sesuai dengan fungsinya, yaitu dalam pemakaian bahasa tidak resmi (1981 : 23). Alwasilah berpengertian bahwa bahasa tidak baku adalah bentuk bahasa yang biasa memakai kata-kata atau ungkapan, struktur kalimat, ejaan dan pengucapan yang tidak biasa dipakai oleh mereka yang berpendidikan (1985 : 116). Berdasarkan beberapa pengertian di atas, jelas bahwa bahasa nonstandard adalah ragam yang berkode bahasa yang berbeda dengan kode bahasa baku, dan dipergunakan di lingkungan tidak resmi.
C. Pengertian Bahasa Indonesia Baku Dan Nonbaku
Pengertian Bahasa Baku dan bahasa nonbaku telah diuraikan pada bahagian terdahulu. Berdasarkan pengertian itu akan dikaitkan dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang bentuk bahasanya telah dikodifikasi, diterima, dan difungsikan atau dipakai sebagai model oleh masyarakat Indonesia secara luas.
Bahasa Nonbaku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang tidak dikodifikasi, tidak diterima dan tidak difungsikan sebagai model masyarakat Indonesia secara luas, tetapi dipakai oleh masyarakat
secara khusus.
D. Ciri-Ciri Bahasa Indonesia Baku
Ciri-ciri Bahasa Indonesia Baku sebagai berikut:
1. Pelafalan sebagai bahagian fonologi bahasa Indonesia baku adalah pelafalan yang relatif bebas dari atau sedikit diwarnai bahasa daerah atau dialek. Misalnya, kata / keterampilan / diucapkan / ketrampilan / bukan / ketrampilan
2. Bentuk kata yang berawalan me- dan ber- dan lain-lain sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis atau diucapkan secara jelas dan tetap di dalam kata. Misalnya: Banjir menyerang kampung yang banyak penduduknya itu. Kuliah sudah berjalan dengan baik.
3. Konjungsi sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap di dalam kalimat. Misalnya: Sampai dengan hari ini ia tidak percaya kepada siapa pun, karena semua diangapnya penipu.
4. Partikel -kah, -lah dan -pun sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap di dalam kalimat. Misalnya: Bacalah buku itu sampai selesai! Bagaimanakah cara kita memperbaiki kesalahan diri? Bagaimanapun kita harus menerima perubahan ini dengan lapang dada.
5. Preposisi atau kata dengan sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku dituliskan secara jelas dan tetap dalam kalimat. Misalnya: Saya bertemu dengan adiknya kemarin. Ia benci sekali kepada orang itu.
6. Bentuk kata ulang atau reduplikasi sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap sesuai dengan fungsi dan tempatnya di dalam kalimat. Mereka-mereka itu harus diawasi setiap saat. Semua negara-negara melaksanakan pembangunan ekonomi. Suatu titik-titik pertemuan harus dapat dihasilkan dalam musyawarah itu.
7. Kata ganti atau polaritas tutur sapa sebagai bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis secara jelas dan tetap dalam kalimat. Misalnya: Saya – anda bisa bekerja sama di dalam pekerjaan ini. Aku – engkau sama-sama berkepentingan tentang problem itu. Saya – Saudara memang harus bisa berpengertian yang sama.
E. Contoh-Contoh Kesalahan Berbahasa
Berikut ini beberapa contoh kesalahan penggunaan bahasa beserta perbaikan dan penjelasannya.
1. Tulisan-tulisan Bung Hatta yang selama ini berserakan berhasil dikumpulkan dalam sembilan jilid besar. Struktur kalimat tersebut rancu. Sebenarnya bentuk kalimat itu adalah kalimat pasif jika dilihat dari predikatnya dikumpulkan. Tetapi, karena disisipi predikat lain yaitu berhasil, kalimat tersebut tidak jelas, apakah pasif atau aktif. Berhasil merupakan penanda predikat kalimat aktif, seperti halnya bermain, bertemu, berkelahi. Kalimat yang benar adalah sebagai berikut.
Tulisan-tulisan Bung Hatta yang selama ini berserakan dikumpulkan dalam sembilan jilid besar.
Tulisan-tulisan Bung Hatta yang selama ini berserakan dikumpulkan dalam sembilan jilid besar.
2. Sejak naiknya Megawati ke panggung politik, apalagi dengan jatuhnya Soeharto, telah mengembalikan nama Bung Karno ke permukaan.
Kalimat tersebut tidak memiliki subyek sehingga tidak jelas siapa yang mengembalikan nama Bung Karno ke permukaan. Karena, ada kata depan sejak di depan naiknya Megawati ke panggung politik (yang mungkin dimaksudkan sebagai subyek oleh penulisnya). Kata depan sejak merupakan penanda keterangan waktu. Perbaikan atas kalimat (2) adalah sebagai berikut: Naiknya Megawati ke panggung politik, apalagi dengan jatuhnya Soeharto, telah mengembalikan nama Bung Karno ke permukaan. Sejak naiknya Megawati ke panggung politik, apalagi dengan jatuhnya Soeharto, nama Bung Karno muncul kembali ke permukaan.
Kalimat tersebut tidak memiliki subyek sehingga tidak jelas siapa yang mengembalikan nama Bung Karno ke permukaan. Karena, ada kata depan sejak di depan naiknya Megawati ke panggung politik (yang mungkin dimaksudkan sebagai subyek oleh penulisnya). Kata depan sejak merupakan penanda keterangan waktu. Perbaikan atas kalimat (2) adalah sebagai berikut: Naiknya Megawati ke panggung politik, apalagi dengan jatuhnya Soeharto, telah mengembalikan nama Bung Karno ke permukaan. Sejak naiknya Megawati ke panggung politik, apalagi dengan jatuhnya Soeharto, nama Bung Karno muncul kembali ke permukaan.
3. "Walaupun bentuknya mirip kaki, tapi itu tetap sirip," katanya.
Kerancuan pikiran pada kalimat (3) timbul karena penggunaan pasangan walaupun...tapi pada kalimat itu. Kata walaupun menyatakan 'alahan', sedangkan kata tetapi menyatakan 'perlawanan'. Penggabungan kedua kata penghubung itu dalam satu kalimat tentulah menimbulkan hubungan pikiran yang tidak logis. Perbaikan kalimat (3) adalah sebagai berikut. "Walaupun bentuknya mirip kaki, itu tetap sirip," katanya.
Kerancuan pikiran pada kalimat (3) timbul karena penggunaan pasangan walaupun...tapi pada kalimat itu. Kata walaupun menyatakan 'alahan', sedangkan kata tetapi menyatakan 'perlawanan'. Penggabungan kedua kata penghubung itu dalam satu kalimat tentulah menimbulkan hubungan pikiran yang tidak logis. Perbaikan kalimat (3) adalah sebagai berikut. "Walaupun bentuknya mirip kaki, itu tetap sirip," katanya.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam kesalahan berbahasa. Terdapat Kesalahan-kesalahan bahasa seperti ini : (1) ketidakefektifan kalimat (2) kesalahan pemilihan kata (3) tidak lengkapnya fungsi-fungsi kalimat (4) kesalahan pemakaian preposisi (5) pembalikan urutan kata (6) kesalahan penggunaan konstruksi pasif (7) kesalahan pemakaian konjungsi (8) ketidaktepatan pemakaian yang (9) kesalahan dalam pembentukan jamak. Kesemuannya apabila kita paham dengan penggunaan bahasa yang baik agar tidak ada kesalahan berbahasa
DAFTAR PUSTAKA
Alwasiah, A, Ch, 1985, Beberapa Madhjab dan Dikotomi Teori Linguistik, Angkasa, Bandung.
Badudu, J.S, 1985, Cakrawala Bahasa Indonesia I, Gramedia, Jakarta.
Crystal, D, 1985, A Dictionary of Linguistics and Phonology, Basil Blakwell, New York.
Depdikbud, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar