Orang-orang Saljuq adalah keluarga besar Al-Ghizz yang besar dari Turky. Mereka menisbatkan dirinya kepada nenek moyang mereka yang bernama Sajuq Bin Talaq. Mereka hidup di negeri Turkistan di bawah pemerintahan orang-orang Turky yang menyembah berhala. Orang-orang Samaniyum meminta bantuannya untuk mengusir orang-orang kafir Turky dari negari mereka. Maka dia membantu mereka dengan mengirimkan anaknya Arsalen dan setelah itu Mikail Bin Arsalen. Dia terus melanjutkan perang dengan mereka sebagaimana yang dilakukan oleh ayahnya.
Mikail digantikan oleh dua anaknya yang bernama Thuqhril Beik dan Daud Beik. Pemerintahan Samaniyah runtuh pada tahun 390 H/1000 M. Maka Thugril Beik menguasai Marw, Naisabur, Jurjan, Thabaristan, Karman, Khawarizm, Ashfahan dan wilayah-wilaya lainnya. Dia mengumumkan berdirinya negeri mereka pada tahun 432 H/1040 H. Orang-orang Saljuq membagi wilayah kekeuasaan mereka yang luas itu menjadi beberapa wilayah dan memeilih Thughril Beik sebagai raja mereka secara keseluruhan dengan menjadikan Ray sebagai Pusat pemerintahannya.
Danasti Saljuq berdiri diatas puing-puing kehancuran Dinasti Ghaznawiyah. Dinasti Saljuq ini sama halnya dengan Dinasti Buawiyah dan dinasti-dinasti lainnya, yakni dimana dinasti-dinasti yang memerdekakan diri dari Bagdad. Dinasti Saljuq merupakan Dinasti yang mengantarkan babak baru dan masyhur bagi sejarah dan sistem pemerintahannya. Adapun mazhab Dinasti Saljuq adalah Mazhab Sunny dan untuk mengembangkan ajaran Sunnynya didirikanlah Madrasah Nijamiyah yang terkenal dalam sejarah Islam.
Munculnya Dinasti Saljuq mempunyai arti yang penting bagi perkembangan sejarah Islam, karena banyaknya kemajuan-kemajuan yang dicapai serta luasnya wilayah yang dikuasainya . Untuk memperluas kekuasaan Islam, bahkan sampai ke Asia.
B. Asal Usul Dinasti Saljuq
Saljuq berasal dari kabilah kecil keturunan Turki, yakni kabilah Qunuq, kabilah ini bersama dengan dua puluh kabilah lainnya bersatu membentuk rumpun Ghuz.
Semula gabungan ini tidak memiliki nama, sehingga muncullnya tokoh Saljuq Ibnu Tuqaq yang mempersatukan mereka, dengan memberi nama saljuq,[1] sehingga dari namanyalah Dinasti Saljuq diambil.
Diantara Dinasati bangsa Turki sebelum priode Mongol yang terkenal adalah Turki Saljuq. Saljuq adalah suku yang terbiasa hidup bebas dan berawal dari daerah Asia Tengah dengan menggiring binatang ternak menyeberangi wilayah Persi menuju Anatolia dan Irak bagian utara serta Syiria.[2]
Bangsa Saljuq adalah bangsa Turki. Dimana ketika itu raja Turki oleh Beiqu ingin menguasai wilayah kerajaan Islam. [3] Pada mulanya Saljuq Tuqaq mengabdi pada Beiqu, raja daerah Turkoman yang meliputi wilayah sekitar laut Arab dan laut Kaspia, lalu saljuq diangat sebagai pemimpin tentara. Pengaruh Saljuq sangat besar sehingga raja Beiqu khawatir kedudukannya terancam. Raja bermaksud meyingkirkan Saljuq, Namun sebelum rencana itu terlaksana, Saljuq mengetahuinya. Ia tidak mengambil tindakan melawan atau memberontak, tetapi bersama pengikutnya ia berimigrasi kedaerah Jend atau disebut juga wana warma wara’a al-Nahar, sebuah daerah muslim diwilayah Transxiana ( antara sungai ummu Driya dan Syidarya atau Sihun ). Mereka mendiami daerah ini atas ijin penguasa Dinasti Samaniyah yang menguasai daerah tersebut.[4]
Demikialah kisah asal usul Dinasti Saljuq yang mana kejadian penyaksian kelompok-kelompok dari suku yang mengungsi dari pedalaman Turkistan karena tekanan ekonomi. Kejadian ini berawal sejak abad kedua dan tiga HIjriyah.
C. Perkembangan Dinasti Saljuq
Berdirinya Dinasti ini sama halnya dengan Dinasti Buaiwiyah yaitu leyaknya disekitar laut Kaspia, yang sama-sama mempunyai sejarah Dinasti yang memerdekaan diri dari Baqdad. Hanya saja Dinasti Buaiwiyah yang menguasai Baghdad merupakan Dinasti yang paling kuat dan luas pada abad 10-11 M. Sementara Dinasti Saljuq merupakam Dinasti yang mengantarkan babak baru dan masyhur bagi sejarah Islam dan system pemerintahannya.
Walau demikian, ketika Saljuq berhasil mamasuki Baqdad setelah sempat mengalahkan kekuatan buaiwiyah (1037-1063)[5] Pada saat itu kekuasaan kaum Saljuq mulai semakin terang, dan kekuasan Bani Buaiwiyah mulai redup dan pudar. Saat itu Buaiwiyah dipimpin oleh Raja Rahim dan Saljuq di pimpin oleh Tuqrul Bey. Maka berakhirlah zaman Bani Buaiwiyah dan bemulalah kekuasaan Saljuq. Sebelum berjumpa dengan Dinasti Buaiwiyah, Saljuq bermukim berdekatan dengan kaum sammaniyah. Dan ketika itu pula kaum Sammaniyah sedang berperang dengan Ghaznah. Sedang kaum Saljuq berpihak dengan kaum Sammaniyah serta mendukungnya.[6]
Kerajaan Sammaniyah telah lumpuh pada penhujung abad ke empat. Sedangkan kaum Ghaznah kekuatannya semakin meningkat. Ini telah memberi kesempayan pada kaum Saljuq untuk memerdekakan diri bersama dengan sisa-sisa milik kerajaan Sammaniyah yang runtuh. Saljuq kemudian meninggal dunia ketika berusia lebih kurang seratus tahun dan meninggalkan empat orang anak, yaitu: Mikail, Musa, Israil dan Yunus. Setelah kematian Saljuq Ibnu Tuqaq, kepemimpinan keluarga Saljuq berada ditangan Israil Ibnu Saljuq yang juga dikenal sebagai Arsalen. Pada masa Dinasti Saljuq semakain besar dan melebar wilayahnya hingga ke Nur Bukhara (sekarang Nur Ata) dan sekitar Samarkand.
Pimpinan kaum Ghaznah (Sultan Mahmud) mulai merasa curiga terhadap kekuatan yang baru muncul ini, adapun pimpinan kaum Saljuq (Israil). Namun ia berpura-pura besikap cinta akan damai dan mengundang Israil untuk berunding. Tetapi Israil yang menyambut undangan itu telah ditanggap dan dipenjarakan oleh kaun Ghaznah.kemudian Kaum Saljuq melantik saudaranya kembali sebagai pimpinan yaitu Mikail. Sultan Mahmud kemudian menyerang kaum Saljuq dan memporak-porandakan, bertepatan pada tahun 418 H. Kemudian Mikail juga meninggal dunia, dan hal ikhwal kaum Saljuq di serahkan kepada kedua anak laki-lakinya Mikail ibnu Saljuq yaitu: Jughri Bey dan Tugrul Bey.[7]
Sultan Mahmud kemudian meninggal dunia pula, Kematian ini telah merintis jalan kearah kejayaan saljuq, karena anaknya yang bernama Mas’ud gagal memenuhi kekosongan besar yang ditinggalkan olehnya dan telah tewas di tangan kaum Saljuq di medan pertempuran pada tahun 429 H. Pada akhir tahun 429 H/Agustus 1038 kekuatan Saljuq dapat menaklukkan kota Nisapur. Maka nama Tughril Bey (Beg) menjadi semakin berkibar dan begitu juga dengan nama saudaranya Jughril Bey. Maka pada tahun 429/1037 Dinasti Saljuq memilih Tughril Bey untuk menjadi pimpinan daerah Nisapur, untuk menggantikan Mas’ud. Tahun itulah dianggap sebagai awal sejarah Inperium Turki Saljuq.[8]
Masa kepemimpinan Tughril Bey berhasil menjalakan rencananya yakni melakukan konsolidasi kekuatan meliter yang dianggap menentang kekuatan Saljuq dan memperluas wilayah kekuasaan. Pada bulan Ramadhan 431/1039 H. Terjadilah pertempuran sengit antara Saljuq dengan balas dendam Mas’ud di Nisapur, dan Mas’ud sendiri terbunuh, sehingga dari Ghaznawi di Iran dan dibelakang wilayah sungai Eufrat digantikan oleh Saljuq. Sebab itu dalam sejarah ini disebut sejarah Turky Saljuq Raya. Karena gembira atas kemenangannya dan di sebut juga dengan sejarah Turky Saljuq di Iran, karena berada didaerah Iran tersebut.
Pada masa Saljuq Raya ini, mereka sudah menguasai Irak, Persia Barat dan Syiria. Dan Saljuq sudah mempunyai banyak cabang dan diantara para sultannya yang terkenal Alp Arslan (455-465/1063-1072) dan Malik Syah (456-485/1072-1092) dengan menteri yang terkenal Nizam al-Muluk. Alp Arslan mengembangkan wilayah kekuasaanya hingga ke Byzantium. Sedangkan Malik Syah mengembangkan wilayahnya lebih luas lagi yang meliputi Afganistan hingga ke Laut Tengah, dan dari Asia Kecil hingga ke Yaman.[9]
D. Agama dan Negara
Pusat kekuasaan Saljuq adalah di Afganistan, sedangkan kekuasaan para Khalifa Abbasiyah tetap berada di Bagdad, jadi hubungan antara khalifah Abbasiyah dan sultan-sultan Saljuq sangat baik. Ahli sejara menyebutkan bahwa sebab yang paling penting sekali ialah kesepakatan dalam pengangan mazhab, dimana sama-sama berpegang kepada mazhab Ahlu al-sunnah.
Dizaman kaum Saljuq, kota Bagdad mendapatkan kembali sebagian daripada kedudukannya yang asal, sebagai ibu kota kerohanian tempat persemayaman khalifah Abbasiyah yang menikmati pengaruh keagamaan. Akan tetapi pengaruh politik terus berada di ibu kota kaum saljuq di Nisapur kemudia di Raiyi. Suatu Istilah pemimpin keagamaan pada masa Abbasiyah dan Saljuq ini disebut Wajir. Diantar nama-nama wajir yang terkenal dizaman kaum Saljuq adalah:
1. Abu Nasr Muhammad bin Muhammad Fakhrul Daulah bin Juhair, wajir kepda Al-Qa’im.
Abu Syarwan bin Khalid Al-Qasyani, wajir kepada Al-Murtarsyid
Ibnu Al-Attar,Wajir kepada An-Nasir[10]
Tetapi pengaruh wajir-wajir sultan kaum Saljuq adalah lebih luas lagi, karena kehidupan padang pasir dihayati oleh generasi pertama kaum Saljuq dan tradisi-tradisinya yang turun kepada anak cucu mereka, telah menyebabkan pengalaman mereka dilapangan politik dan jabatan-jabatan pemerintahan mereka sangat terbatas, yang mana memakasa mereka bergantung kepada wajir-wajir sewaktu memikul beban memerintah negeri, menyebabkan wajir-wajir kaum Saljuq diberi bergelar Khawzah Bazrak, yang berarti tuan maha besar. Wajir yang paling dikenal dipengang oleh tokoh yang sangat berbakat yaitu Nizam al-Muluk, mereka bukan saja seorang ahli politik, bahkan seorang panglima, seorang filosof, seorang yang alim serta luas pengetahuannya.[11]
Kaum Saljuq telah membagi kerajaan menjadi beberapa wilayah kecil. Masing-masing mempunyai seorang pemerintah dari keluarga Saljuq juga,setiap pemerintahan itu bergelar syah, yaitu raja dan semuanya tunduk kepada pemimpin kerjaan yang diberi gelar Sultan atau raja terangung.
Sistem pemerintahan yang demikian itu telah menanamkan bibit perpecahan yang dialami oleh kerajaan Saljuq yaitu kaum Saljuq Irak, kaum Saljuq Syiria dan kaum Saljuq Roma. Kekuasaan otonomi yang ada pada saat itu meliputi wilayah dimasa kekuatannya dan berhak menaklukan kawasan-kawasan yang berdekatan. Sebelum zaman Salju, penaklukan Islam tidak sampai ke Asia kecil, tetapi kaum Saljuq telah memasuki Asia kecil melalui pertempuran menumpas kaum Byzantium dan menghapus kekuasaan Roma dari bumi Asia. Saljuq berhasil memenangkan dari Malakuz Kuzd, sehingga pada masa itu muncul perang Salib pada priode 1096-2073 M. Bahwa perang Salib merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri Barat dan Timur, jelasnya pihak Kristen dan pihak Islam. Perkembangan umat Islam yang sangat pesat menimbulkan kecemasan tokoh-tokoh Barat Kristen.
Munculmnya kekuatan Bani Saljuq yang berhasil merebut Asia kecil setelah mengalahkan pasukan Byzantium di Manzikart tahun 1070. Selanjutnya Saljuq merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fatimiyah tahun 1078 M. Kekuasaan Saljug di Yrussalen ini dianggap sebagai halangan bagi pihak Kristen Barat untuk melaksanakan haji ke Baitul Maqdis, padahal mereka bebas melakukan haji itu berbondong-bondong.
Akibat desas-desus itu amarah umat Kristen Erofa terbakar hingga perang Salib berlangsung dalam kurun waktu hampir dua abad, yaitu tahun 1095-1291 M, pada saat kesultanan Saljuq sedang mengalami kemunduran, akibatnya memudahkan pasukan Salib merebut wilayah-wilayah kekuasaan Islam. Dalam kondisi ini muncullah sultan Damaskus yang bernama Muhammad berusaha mengembalikan konplik Internal dan mengalang kesatuan Saljuq untuk mengusir pasukan Salib yang dipimpin oleh Baldwin penguasa Yerussalem dan kemudian dapat dikalahkan oleh pasukan Saljuq [12]
Demikianlah sejarah peran Saljuq yang pernah melawan Kristen pada saat perang Salib, dimana tujuan Saljuq menunjukan kegigihannya memperluas Islam sampai ke Asia kecil.
E. Kemajuan-kemajuan Pada Masa Dinasti Saljuq.
1. Ilmu Pengetahuan (Sain)
Dalam ilmu pengetahuan dan patronase pendidikan Nizamiyah. Pada masa Dinasti Saljuq mengalami masa kejayaan, kemakmuran, kedamaian hidup, dizaman Malik Syah anak Saljuq, yang membuka era baru tidak hanya dalam sejarah Bani Saljuq tetapi dalam sejarah dunia Islam di Asia. Malik Syah dibantu oleh wajirnya yang bernama Nizam al-Muluk yang mencintai ilmu pengetahuan.
Pada pemerintahan ini seluruh wilayah kerajaan Saljuq yang luas ini diwarnai kemakmuran dan kedamaian hidup, dimana Nizam al-Muluk juga melancarkan program pendirian sejumlah lembaga yang terkenal dalam sejarah Madrasah Nizamiyah antara tahun 1065-1067 M, dimana Imam Al-Ghazali merupakan salah seorang pengajar di Madrasah. Namun demikian, tidak dapat disangkal bahwa pengaruh Madrasah Nizamiyah yang didirikan Nizam al-Muluk ini melampui pengaruh Madrasah-Madrasah yang didirikan sebelumnya. Dan hampir disetiap kota di Irak dan Khurasan didirikan cabang Nizamiyah.
Menurut Philip K. Hitti, Universitas Nizamiyah inilah yang menjadi modal bagi segala perguruan tinggi di kemudian hari [13] sebab, Madrasah Nizamiyah ini merupakan pusat lembaga pendidikan agama yang terbesar pada masa Dinasti Abbasiyah yang didirikan oleh Khalifah Dinasti Saljuq. Mengapa Madrasah Nizamiyah ini mengungguli Madrasah lain. Ibnu al-Atsir berpendapat sebagai berikut: “Sesengguhnya Nizam al-Muluk seorang mentri sultan dari Malik Syah, telah mendirikan dua buah Madrasah yang terkenal memakai namanya di Baqdad dan di Naisaburi. Masing-masing diberi nama Nizamiyah, dan pada abad ke 5 H bergabung menjadi satu di Naisabur.[14]
Disamping itu diantara madaris yang terkenal bagi pendidikan tinggi diwilayah Abbasiyah dengan ibu kota Bagdad adalah Madrasah Nizamiyah dan Madrasah Tajiah serta Bayt al-Hikmah yang didirikan oleh Khalifah Al-Makmun.
Universitas-universitas yang tertua ini mempunyai peran dalam melebarkan pengaruh Islam atas Erofa. Sehingga lembaga tinggi ini ditiru oleh Erofa, tetapi sumber ilmu tetap berada ditangan Universitas Islam. Bahwa pendidikan Tinggi Islam memengang peran penting dan strategis dalam kemajuan umat Islam pada abad pertengahan ketika itu. Disamping Nizamal-Muluk adalah seorang yang mengelola Madrasah untuk tujuan-tujuan tertentu, dalam kenyataan bahwa ia seorang wajir aktif dan melatar belakangi pendiriannya adalah masalah politik dan ketenaga kerjaan yang tidak dapat dipisahkan dengan kehendak memperlacar tugas dan mempertahankan Negara, baik keuntungan sendiri maupun demi kesultanan Saljuq.
Di samping era baru berdirinya Nizamiyah adanya ketentuan-ketentuan keterkaitan dengan komponen kependidikan yaitu keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan Madrsah. Madrasah Nizamiyah merupakan lembaga pendidikan resmi dan pemerintah terlibat dalam menetapkan tujuan-tujuannya, menetapkan kurikulum, memilih guru dan memberikan dana yang teratur kepada Madrasah.
Sebelum muncul Madrasah Nizamiyah ini, kurikulum ketika itu kadang bersipat Kuttab, hanya sekedar membaca dan menulis, kadang belajar bahasa Nahu, sajak dan berpindah dari guru yang satu kepada guru yang lain.[15] Akan tetapi munculnya Madrasah Nizamiyah bentuk pendidikan sudah lengkap, sudah tidak lagi di Masjid, sebab menurut Nizam al-Muluk dapat mengganggu ibadah, sehingga sudah mempunyai ruang belajar, pondok dan Masjid sendiri.
Bentuk kurikulum Madrasah Nizamiyah yang fleksibel ini mencerminkan masyarakat yang ahli dalam dunia lapangan kerja serta ahli dalam agama. Seperti yang diajarkan kalam Asy’ariyah dimana menggunakan akal mantiq. Selain itu diajarkan juga imu-ilmu Al-Qur’an, Hadis, Fiqih, Ushul Fikih, Matematika, Filsafat, dan kalam.[16] Madrasah Nizamiyah ini mengkonsentrasikan usahanya pada pengajaran al-Ulm Asy-Ariyah dan Ushul Ad-Din Serta Umu an-Naqliyah yang berhubungan dengan Al-Qur’an seperti Tafsir, Qiraat, Hadis, Ushul Fiqih dan Ulum al-Lisaniyah meliputi, bahasa, sastra, nahu, sharaf, sebab semua ini termasuk dalam tujuan Madrasah.
Dalam rangka pengembangan ajaran sunny, Madrasah Nizamiyah ini mengajarkan fiqih yang menyiapkan pegawai pemerintah khususnya lapangan hukun dan pendidikan. Dengan meguasai fiqih seseorang akan dibutuhkan di dalam masyarakat pada waktu itu. Selain itu sejumlah sarjana-sarjana besar dimana mereka pada akhirnya menciptakan buku-buku teks inti yang baru dalam berbagai disiplin keagamaan yang menghasilkan kurikulum yang tertentu.
Nizam al-Muluk berjasa besar dalam membangkitkan geraka ilmu pengetahuan Islam yang banyak dipuji dan disanjung orang banyak. Beliau sendiri banyak sekali mengunjungi Madrasah-madrsah itu dan sering pula memberikan kuliyah ilmu Hadis, bahkan lebih dari pada itu beliau memberi gaji kepada guru-gurunya.
Beliau juga mendorong penyebaran Islam dengan cirinya yang khas, beliau bahkan mengangkat Umar al-Khayamdisalah satu Observatorium perbintang. Umar memengang dibidang Matematika dan falak serta ahli sya’ir. Selain itu Al-Ghajali sempat pula mengajar selama empat tahun, pada tahun 484 sampai dengan 488 H di Madrasah Nizamiyah ini.
Komplek Nizamiyah ini terdiri dari ruang belajar, ruang pendidikan, mesjid, perpustakaan, observatorium yang di bangun Umar al-Khayam dan adanya koprasi Mahasisiwa.
Sistim yang diterapkan di Madrasah Nizamiyah ini, tujuanya yakni membela mazhabnya yaitu mazhab Sunny. Kemudian istilah guru di kenal dengan Muddaris, murit, Muntasib. Sementara kurikulum yang dipakai adalah Aqliyah dan Naqliyah[17]
Demikian Nizam al-Muluk mendirikan Madrasah-Madrasah dikawasan Abbasiyah yang sudah merosot pada ketika itu, sehingga stabilitas Abbasiyah dapat naik kembali. Selain itu sebagai pendiri pendidikan Nizamiyah. Nizam al-Muluk bersama dengan repurtasinya sebagai wazir dalam kekuasaan Bani Salljuq.
2. Bidang Politik dan Ekspansi
Sejarah telah mencatat bahwa dinasti Saljuq dalam tataran sejarah Islam telah memberikan Kontribusi yang sangat berarti dalam khazanah peradapan Islam. Pada tahun 448 H / 1056 M. Thugril memasuki Bagdad dan menangkap Al-malik ar-Rahim, sultan terahir pemerintahan Buwaiyih. Dengan demikian berahirlah Buwaiyihun dan berdirilah pemerintahan Saljuq sebuah pemerintahan Islam kebanyakan beraliran Sunni yang sangat besar. Pemerintahan ini berhasil menyelamatkan Bagdad dari orang-orang Buwaiyihun yang beraliran Syi’ah Rifidha sesat, serta berhasil menyelamatkan Khifah Bani Abbasiyah dari gerakan Albasasiri yang menyimpang.
Dalam perluasan daerah atau dengan kata lain Ekspansi dari daerah-daerah yang dikuasai oleh Dinasti Saljuq pada masa pemerintahannya tidak terlepas dari siasat atau politiknya untuk daerah kekuasaanya. Pemerintahan Samaniyah runtuh pada tahun 390 H /1000 M. Maka Thugril Beg menguasai Marw, Nisabur, Jurjan, Thabaristan, Karman, Khawarizm, Ashfahan, dan wilayah-wilayah lainnya.
3. Perkembangan Ekonomi.
Ekonomi imperium pada masa Bani Saljuq digerakkan oleh perdangan. Barang-barang kebutuhan pokok yang mewah dari wilayah timur diperdagangkan dengan barang-barang hasil dari wilayah bagian Barat, dimasa kerajaan ini sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain linen di Mesir, Sutra dari Syiria, dan Irak, kertas dari Samarqand, serta barbagai produk pertanian seperti gandum dari Mesir dan Kurma dari Irak hasil-hasil industri ini diperdangangkan keberbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara-negara lain.
Karena industrialisasi yang muncul diperkotaan, urbanisasi tidak dapat di bendung lagi, selain itu perdangan barang dagang tambang juga semarak, Emas, tambang dari Nubia dan Sudan Barat.[18]
Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain sangat penting, secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, dan Dinasti Saljuq, dan Dinasti T’ang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan perdangangan tinggkat dunia. Kapal-kapal laut Cina berlayar ke Bagdad. Sebaklinya banyak perkampungan Arab di pelabuhan-pelabuhan Cina ketika itu, selain melalui laut, perdangangan juga dilakukan melalui jalan darat, yang dibawa ke wilayah Cina, India, Eropa, Afrika, yang melalui bandar-bandar dangang di wilayah Abbasiya. Meski terjadi peperangan yang sparadis, perdangan dengan Binzantium di Eropa Timur juga berlangsung, Perdangan kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara juga berlangsung sangat intensif.
4. Kehidupan Sosial dan Budaya
Kehidupan sosial pada zaman dinasti saljuq merupakan sambungan dari zaman-zaman sebebelumnya, yang dimaksud dengan kehidupan sosialnya yaitu susunan masyarakat, kehidupan keluarga, kehidupan pribadi, adad kebiasaan dan kehidupan masyarakat lainnya, terbagi dua kelas yaitu kelas khusus dan kelas umum.
Kelas khusus terdiri dari yaitu, Khalifah, ahli famili khalifah, para pembesar Negara, Mentri, gubernur, panglima, kaum bangsawan, para petugas khusus, anggota Tentara, pembantu-pembantu istana dan yang lainnya.
Kelas umum, yang terdiri dari yaitu para seniman, para ulama, fukaha, dan pujangga, para saudagar, dan pengusaha, para tukang (industrialisasi) dan petani.
Sebagai mana tiap-tiap pribadi manusia mempunyai kepribadiannya sendiri. Demikian juga halnya dengan bangsa-bangsa, kepribadian satu bangsa berbeda dengan bangsa lain berbeda adat istiadadnya, berbeda pengalaman hidupnya, berbeda cara cara berfikirnya, berbeda cara pandangnya, berbeda tata cara sopan santunya dan berbeda dalam hal yang lain.[19] Dengan demikian,kita melihat bahwa tiap-tiap bangsa mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan bangsa lain, sebab kebudayaan tiap-tiap umat adalah pancaran dari iklim negerinya, sejarahnya, raja-rajanya, rakyatnya, tegasnya bahwa kebudayaannya adalah pancaran dari segala cabang kehidupan sosial.
Unsur-unsur bangsa ini berbeda satu sama lain dalam segala cabang kehidupannya, dan bersatu dalam agama dan Negara Islam, yang mana terjalin menjadi satu kerajaan, yaitu Mamlakah Islamiyah. Tiap-tiap unsur bangsa dari umat Islam ini mempunyai kelebihan dan sifat-sifat tersendiri, yang dengan itulah mereka terkenal. Oleh karena itu, maka “kebudayaan Islam” terjalin dari berbagai kehidupan bangsa.
5. Seni dan Sastra
Perkembangan seni bahasa (kesustraan) baik puisi maupun prosa, semakin meningkat menuju kedewasaannya. Mengenal perkembangan kedua bidang seni bahasa mereka telah melahirkan para sastrawan (penyair) yang membawa aliran baru dalam sajak-sajaknya, baik isi, uslub, tema ataupun sasarannya, sehingga dalam hal tersebut mereka mengatasi penyair Islam sebelumnya. Para penyair pada masa Bani Umaiyah masih terlalu keras mempertahankan kemurnian Arabnya.
Dari itu menciptakan dalam bidang seni dan prosa antara lain adalah:
a. Perkembangan seni suara
b. Penyusunan kitab musik
c. Pendidikan musik
d. Jenis musik
e. Musik sufi
f. Pabrik alat musik
g. Para penyayi
h. Seni tari[20]
6. Filsafat atau Gerakan Penerjemah
Meski kegiatan penerjemah sudah dimulai sejak masa daulah Umaiyah upaya besar-besaran untuk menterjemahkan manuskrip-manuskrip berbahasa asing terutama bahasa Yunani dan bahasa Persia kedalam bahasa Arab mengalami masa keemasan pada masa Abbasiyah. Para ilmuan diutus ke daerah Bizantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalam berbagai bidang ilmu, terutama fisafat dan kedoktoran. Sedangkan penerjemahan dari daerah timur Persia adalah terutama dalam bidang sastra dan tata negara, para penerjemah tidak hanya dari kalangan Islam tetapi juga dari pemeluk Nasrani dari syiria dan majusi dari Persia.
Biasanya naskah bahasa yunani diterjemahkan dulu kedalam bahasa Syiria kuno, sebelum kedalam bahasa Arab, hal ini dikarenakan para penerjemah biasanya adalah para pendeta Kristen Syiria yang hanya memahami bahasa Yunani. Kemudian para ilmuan yang memahami bahasa Syiria dan Arab menterjemahkan bahasa tersebut kedalam bahasa Arab.[21]
F. Sebab-Sebab Kemunduran Dinasti Saljuq
Faktor terpenting yang menyebabkan awal runtuhnya kerajaan saljuq di Antolia adalah wafatnya Ala’ al-Din Kay-Qubad yang terlalu dini. Pada tahun 634 / 123 H tampa pengganti yang kuat. Putranya Izz al-Din kay-Khushraw adalah memiliki pribadi yang lemah dan krisis politik, akibatnya inkasi tentara Mogol menjadi pelengkap kehancuran kekuatan politik Saljuq. Dimana mereka ini semua adalah generasi dari sepeninggalnya Malik Syah.
Adapun konflik-konflik yang timbul di antara Saljuq sendiri adalah pemberontakan dan pembunuhan golongan Ismailiyah dan kelompok Hasimiyah, kelompok ini menimbulkan kekuatan untuk menindas negeri Islam itu sendiri, yang terkenal dengan perbuatan-perbuatan kejam, penipuan dan membunuh sehingga dikenal dengan istilah Assains dalam bahasa Inggris pembunuh atau penumpah darah.
Setelah Hasysysim menaklukkan kota Alamut dan berhasil menundukkan benteng-benteng di Parsi dan Syiria, serta melumpuhkan semua percobaan kerajaan Saljuq untuk menumpas mereka. Pada tahun 1092, mereka menjatuhkan hukuman mati kepada Nizam al-muluk,[22]
Setelah Malik Syah wafat bersama menteri Nizam al-Muluk. Saljuq besar mulai mengalami masa kemunduran di bidang politik. Timbul perebutan kekuasaan diantara anggota keluarga. Dinasti-Dinasti kecil melarikan diri seperti Salat,Khawarizm, Ghuz dan Al-Giriyah. Berakhirlah Saljuq di Irak ditangan Khawarizm Syah. Sementara itu sultan di Turki juga melarikan diri karena serangan dari Mongol, dan Saljuq Rum lari ke Antalya,[23] sehingga semakin lengkaplah kehancuran Dinasti saljuq.
Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijnkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Makalah DINASTI SALJUQ, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar