Makalah Peran Ormas Dalam Pendidikan Islam di Indonesia

Berikut ini adalah Makalah Peran Ormas Dalam Pendidikan Islam di Indonesia. Semoga makalah berikut ini dapat membantu anda dalam mengerjakan tugas mata kuliah anda.

A. Pendahuluan
Sebuah catatan penting. Ormas, apapun bentuknya, tidak akan bebas nilai dalam menyumbangkan perannya terhadap dunia pendidikan. Beragamnya bentuk ormas yang tersebar di seluruh Indonesia tidak dapat dipisahkan dari beragamnya visi, misi, dan kepentingan dibalik ormas tersebut. Institusi pendidikan yang didirikan ormas seringkali digunakan sebagai sarana dalam  melestarikan ideologinya di masyarakat. Tindakan yang terefleksikan dalam menulis, berbicara, dan penggunaan bahasa untuk berinteraksi dengan orang lain pasti memiliki tujuan dan maksud dibaliknya karena dilakukan secara sadar bukan di luar kendali. 
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa ormas yang ada mempunyi visi dan misi yang berbeda. Tentu dengan madzhab atau aliran yang berbeda pula. Salah satu contoh kecil adalah antara NU dan Muhammadiyah. Dua organisasi paling besar ini akan sangat terasa perbedaanya saat kita menengok ke pelosok kampung. Perbedaan itu dapat dilihat dari cara beribadah, model pendidikan, theologi, dan lain-lain.
Terlepas dari perbedaan visi, misi, madzhab dan aliran yang dianut oleh masing-masing ormas, patutnya kita melihat peranserta mereka dalam hal pendidikan islam. Ada di antara ormas ini yang mendirikan pesantren, sekolah mulai dari tingkat TK hingga perguruan tinggi, dan banyak diantara ormas ini yang berdiri hanya menyelenggarakan pendidikan melalui majelis atau yayasan saja. Meski begitu, adanya ormas cukup membanggakan karena ia rela bercampur tangan dengan dunia pendidikan islam.
Tulisan ini berupaya untuk melihat peranan organisasi-organisasi yang berdasarkan sosial keagamaan yang banyak melakukan aktifitas dalam institusi pendidikan islam. Sejarah ormas di Indonesia akan dibahas secara singkat untuk melihat konteks perkembangan, kesinambungan, pengulangan, dan perubahannya. Peranan ormas tidak dapat dipisahkan dari konteks latarbelakang budaya lahirnya ormas tersebut. Oleh karena itu, marilah lihat sejenak berbagai macam ormas, meskipun tidak seluruhnya. Bagaimana awal munculnya organisasi kemasyarakatan tersebut, apa visi dan misinya, serta peran serta seperti apakah yang telah dicapai oleh masing-masing ormas dalam rangka pencerdasan bangsa dalam hal pendidikan islam.

B. Sejarah Ormas di Indonesia
Ormas adalah organisasi yang didirikan dengan sukarela oleh warga negara Indonesia yang dibentuk berdasarkan kesamaan tujuan, kepentingan, dan kegiatan, untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejarah Indonesia tidak pernah bisa dilepaskan dari peran pemeluk agama Islam. semenjak era pra-kemerdekaan hingga saat ini sudah banyak capaian-capaian membanggakan umat Islam untuk kemerdekaan dan kemajuan Indonesia. Tidak heran jika sampai sekarang ini relasi antara Islam dan Indonesia begitu intim tak terpisahkan. Salah satu bukti peran penting Islam dalam sejarah kemerdekaan Indonesia adalah berdirinya organisasi-organisasi Islam pada waktu itu. Pada saat itu, salah satu strategi perjuangan untuk melawan penjajah yang paling jitu adalah dengan mendirikan perkumpulan, persyarikatan atau organisasi. Melalui wadah komunal inilah umat Islam berkontribusi langsung kepada rakyat Indonesia dalam berbagai bidang seperti pendidikan, budaya, sosial, ekonomi dan politik.
Peran masyarakat sipil di Indonesia dalam proses pembangunan, baik secara fisik maupun pembangunan sumber daya manusia, sudah terbukti dalam sejarah perjuangan bangsa. Bahkan, dapat dikatakan bahwa tanpa organisasi masyarakat (Ormas) maka kemerdekaan Indonesia akan sulit diwujudkan. Sejarah bangsa mencatat peran yang sangat penting dimainkan organisasi masyarakat, seperti; Boedi Oetomo (1908), Syarikat Dagang Islam (1911), Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama (1926), organisasi-organisasi pemuda kedaerahan (Jong Java, Jong Celebes, Jong Ambon, dll./1918), organisasi kependidikan, dll, dalam perjuangan pencerdasan anak bangsa menuju Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 Agustus 1945. 
Sejarah bangsa kita mencatat pasang-surutnya peran Ormas seiring dengan dinamika sosial-politik yang muncul dalam sejarah perjalanan bangsa. Masa keemasaan Ormas dalam pemberdayaan dan pencerdasan rakyat sebelum kemerdekaan, terutama di bidang pendidikan, agak surut seiring dengan meningkatnya perjuangan bersenjata ketika masa perang untuk merebut kemerdekaan. Pada awal kemerdekaan, peran Ormas kembali bangkit dengan maraknya pembentukan organisasi-organisasi kemahasiswaan yang mencapai puncaknya hingga tahun 1970-an. Peran Ormas kembali mengalami kemunduran dengan menguatnya pemerintahan Orde Baru yang cenderung bersikap represif terhadap perbedaan ide dan gagasan serta sikap kritis terhadap kebijakan pembangunan. 
Setelah Orde Baru tumbang yang menandai bergulirnya Era Reformasi pada tahun 1998, Ormas kembali bergairah. Pertumbuhan Ormas menjadi sangat pesat dari segi jumlah, ragam kegiatan dan fokus bidang perhatian berdasakan visi, misi dan tujuan masing-masing. Perannya pun terasa menjadi semakin signifikan dalam konteks pembangunan bangsa, khususnya dalam hal pemberdayaan dan pencerdasan rakyat, karena meliputi bidang yang sangat luas dan beragam, seperti bidang sosial, keagamaan, profesi, pemberdayaan ekonomi, lingkungan, anti korupsi, penguatan demokrasi, perlindungan TKI, pemberdayaan perempuan, dll. Kebebasan dan keterbukaan yang diberikan membuat Ormas mampu secara bebas melakukan kontrol dan pengawasan terhadap kebijakan dan kinerja pemerintahan dan parlemen.

C. Ormas Islam dan pendidikan Islam di Indonesia
Pada dasarnya, cita-cita organisasi islam adalah sama. Yakni mengatasi kemiskinan pengetahuan beragama islam. Ormas-ormas islam yang ada di indonesia, tidak terlepas dari usaha untuk pembelaan terhadap ajaran islam yang berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits. Demikianlah yang dimaksud dengan pendidikan islam.
Mengutip dari Dr. Harun Nasution, dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, Dra. Zuhairini menjelaskan bahwa sejarah pendidikan islam tidak terlepas dari sejarh islam. Pendidikan islam dapat dikatakan berada dalam periodisasi sejah islam itu sendiri. Pendidikan islam ini sudah ada sejak zaman Rasulullah saw. kemudian dilanjutkan oleh para khulafa’ al Rasyidin. Demikianlah pengajaran islam yang sebenarnya. Jika di masa awal islam, pendidikan islam bersifat komprehensif, kemudian, seiring berjalannya waktu, pendidikan islam terbagi menjadi beberapa bagian. Bukan terpisah, tetapi terbagi menjadi beberapa bagian, antara lain fiqih, filsafat islam, dan lain sebagainya. Semua itu terlaksana demi menafsirkan wahyu Tuhan.
Dr. Majid ‘Irsan al-likuni berpendapat bahwa ruang lingkup pendidikan islam adalah sebagaimana yang telah dijalaskan dalam al-Qur’an; 
يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ [آل عمران/164[
“Yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al kitab dan al hikmah.”
Demikianlah, sudah jelas bahwa medan pendidikan islam adalah memurnikan idiologi untuk menuju tauhid. Begitupun dengan penjelasan Abudin Nata, dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner, ia memberikan definisi tentang pendidikan islam yang dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang didasarkan pada nilai-nilai filosofis ajaran Islam berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw. 
Pengajaran Islam ini terus berjalan mengikuti alur perkembangan zaman. Dimulai dari model pengajian tanpa ruang kelas, tanpa jenjang pendidikan, berlanjut hingga menjadi model pembelajaran menggunakan ruang kelas dan jenjang pendidikan. Dari sekian model pengajaran pendidikan Islam, terdapat satu lembaga yang sangat khas keislamannya, yaitu pesantren. Kita tidak bisa menutup mata bahwa memang pesantren mempunyai andil besar dalam kehidupan bermasyarakat di indonesia. Bahkan di banyak tempat, santri adalah sebuah legitimasi. Tidak pantas jika seseorang menyandang gelar santri lantas melakukan hal-hal yang kurang etis.
Sebagaimana dikenal bahwa cita-cita luhur pesantren adalah mencetak manusia berpengetahuan agama yang kuat (tafaqquh fi al din), berakhlak mulia, dan bermartabat. Meski di sisi lain, banyak para alumni yang setelah keluar dari pesantren, ia melepas sandang santri lantaran suatu kebutuhan yang memaksa. Namun begitu, Sebagaimana yang disimpulkan oleh Dr. H. Mundzier Suparta, bahwa pesantren mempunyai peluang besar untuk mengubah orientasinya. Sebagaimana yang telah terjadi di pesantren Maskumambang dari salafiyah-ahlussunnah wal jamaah ke modern-wahabiyah.
Jika ingin mengetahui haluan sebuah pesantren, cukup mengetahui seorang Kyai sebagai pengasuhnya. Karena, dilihat dari proses terjadinya, sebuah pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang berfigur sentral pada seorang kyai. Begitupun yang dijelaskan oleh Martin Van Bruinessen. Ia mengungkapkan, “Unsur-unsur kunci Islam tradisional adalah lembaga pesantren sendiri, peranan kyai sangat menentukan dan karismatik-karismatik kyai pun demikan…”
Pembaruan pendidikan Pesantren dengan melakukan penyesuaian bertahap (evolutif) dan hati-hati (terencana). Dengan mengadopsi sistem kelembagaan modern, pada saat bersamaan tetap mempertahankan ciri khasnya sebagai lembaga  pendidikan yang menekankan tafaqquh fi al-din sebagai benteng penjaga dan pemelihara paham ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah. Dengan mendesain sendiri materi-materi yang diajarkan dan madrasah dijadikan sebagai sistem yang dipergunakan untuk mengimplementasikan materi-materi tersebut. Bertahannya sebuah lembaga melakukan penyesuaian bertahap bahwa lembaga pendidikan tradisional  ini masih adaptif dengan kecenderungan sosio-kultural komunitas lingkungannya yaitu bahwa masyarakat adalah masyarakat religius dan tradisional maka lembaga pendidikan tradisional di samping madrasah modern tetap dipertahankan. Kebijakan hati-hati (terencana) bahwa penguasaan kitab kuning dan ilmu keagamaan tetap menjadi hal utama, yaitu 70% dalam kurikulum. Di samping itu juga,  tradisi dan norma yang ada melestarikan karisma seorang Kyai.
Pesantren menjadi supplier da’i, mubaligh, pemuka masyarakat, pejabat di pemerintahan dan tokoh politik karena telah melakukan perubahan sistem nilai dengan memperluas “peta kognitif” peserta didik sebagai hasilnya munculnya pemimpin di bidang politik, pemerintahan, tenaga kerja yang siap pakai, mobilitas peserta didik ke seluruh bidang di masyarakat serta berupaya mengembangkan pembelajaran dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di samping  itu tetap mempertahankan lembaga pendidikan diniyah sebagai gurdian the faith.
Organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persis, dan ormas lain mempunyai peran yang sangat penting dan vital di masyarakat. Hal tersebut diungkapkan Dosen Fakultas Adab, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ainul Yaqin pada Lazuardi Birru. “Saya pikir sangat penting untuk bekerja sama dengan ormas-ormas Islam seperti Muhammadiyah, NU, Persis dan lain sebagainya,” kata Yaqin. Menurut dia, ormas-ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah tersebut mempunyai institusi pendidikan yang luar biasa besar. Lembaga pendidikan tersebut bisa maksimal untuk membangun karakter generasi muda agar tidak mudah terpengaruh oleh pemikiran negatif, termasuk juga ideologi yang berpotensi untuk melakukan tindakan teror.”
Pesantren adalah satu dari sekian lembaga pengajaran pendidikan agama. Lembaga pendidikan islam ada yang didirikan oleh seorang pendiri, ada pula yang didirikan oleh organisasi islam. Beberapa organisasi Islam yang mendirikan lembaga pendidikan Islam antara lain;

1. Jam’iatul Khair, 
Berdiri pada tahun 1905 M di Jakarta adalah pergerakan Islam yang pertama di pulau Jawa. Anggotanya kebanyakan keturunan (peranakan) Arab meski juga banyak penduduk lokal yang ikut bergabung dalam organisasi ini. Usaha dari organisasi ini dipusatkan pada pendidikan, dakwah dan penerbitan surat kabar.
Oleh karena perhatiannya lebih ditujukan pada pendidikan, kemudian organisasi ini mendirikan;
a. Pendirian dan pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar
b. Pengiriman anak-anak ke Turki untuk melanjutkan studinya.
Jami’atul Khair bisa dikatakan sebagai pelopor pendidika nIlsam modern di Indonesia. Meski kemudian kiprahnya menjadi agak tersendat pada masa selanjutnya karna banyak anggotanya yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik.

2. Muhammadiyah, 
Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam besar yang sudah ada sejak sebelum indonesia merdeka. Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta 18 November 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan bertepatan tanggal 8 Zulhijah 1330. Muhammadiyah bukan merupakan partai politik, tetapi gerakan Islam yang bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan.
Organisasi ini pun cukup giat dalam membantu mencerdaskan bangsa, sejak dahulu. Dapat kita lihat disetiap sudut kota maupun desa, lembaga Pendidikan Muhammadiyah -mulai dari TK, SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi Muhammadiyah- selalu dapat kita temui. Sungguh suatu karya besar sumbangsih dalam mencerdaskan bangsa yang tidak bisa dilupakan begitu saja.
Menilik kesejarahan berdirinya muhammadiyah, organisasi ini tidak dapat dilepaskan dari pemikiran islam Ahmad Dahlan, Realitas sosio-religius dan sosio-pendidikan di Indonesia kala itu. Aksi sosial Ahmad Dahlan bukan semata gerakan keagamaan dalam arti ritual, melainkan bisa disebut sebagai “revolusi kebudayaan”. Berbagai gagasan dan aksi sosial Ahmad Dahlan tidak hanya mencerminkan nalar kritisnya, melainkan juga menunjukkan kepedulian pada nasib rakyat kebanyakan yang menderita, tidak berpendidikan dan miskin. 
Ahmad Dahlan tidak menginginkan masyarakat Islam yang seperti dahulu, ataupun masyarakat baru yang membentuk budaya Islam baru. Jalan yang ditempuh Ahmad Dahlan adalah dengan menggembirakan umat Islam Indonesia untuk beramal dan berbakti sesuai dengan ajaran Islam. Bidang pendidikan misalnya, Ahmad dahlan mengadopsi sistem pendidikan Belanda karena diangap efektif . Bahkan membuka peluang bagi wanita Islam untuk sekolah, padahal di Arab, India dan Pakistan, hal ini menjadi masalah. Sedangkan dibidang sosial Ahmad Dahlan mendirikan panti asuhan untuk memelihara anak yatim dan anak-anak terlantar lainnya. Yang kemudian banyak berkembang Yayasan-yayasan Yatim Piatu Muhammadiyah, Rumahsakit PKU Muhammadiyah, dan terbesar adalah lembaga pendidikan Muhammadiyah baik TK, SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang jumlahnya cukup besar di Indonesia. 
Pada tahun 1911 Ahmad Dahlan mendirikan Sekolah rakyat yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Madrasah tersebut didirikan dengan biaya sendiri dan atas inisiatif sendiri. Lembaga pendidikan ini “mengawinkan” sistem pendidikan pesanten dengan sistem pendidikan Barat. Ahmad Dahlan mengadakan modernisasi dalam pendidikan Islam yaitu memakai sistem pondok yang hanya mengajarkan pelkajaran agama ditambah dengan ilmu-ilmu umum. Ia memiliki keyakinan bahwa untuk mencerahkan masyarakat indonesia, jalan yang ditempuh ialah mengambil pelajaran dan ilmu Barat. Awalnya Ahmad dahlan mendapatkan cercaan, cacian dan olokan dari masyarakat karena dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam dan masuk kristen. Kemudian lama kelamaan, masyarakat melihat sendiri hasilnya, murid-muridnya cerdas, kritis namun juga tekun beribadah. Akhirnya masyarakat sadar bahwa Ahmad Dahlan hanya meminjam jalan atau cara sistem belajar saja sedangkan kandungan dan ilmu yang diajarkan tetap Islami.
Sikap muhammadiyah yang bersifat tengahan ini menunjukkan bahwa sejak awal berdirinya, muhammadiyah memang sengaja tidak memperhatikan sistem pendidikan pesantren. Meski beberapa catatan historis membuktikan, bahwa muhammadiyah pernah merintis dan berhasil membangun sebuah pesantren. Harapan didirikannya pesantren muhammadiyah pada dasarnya adalah menjadi basis lahirnya ulama-ulama muhmammadiyah. Tetapi kenyataanya perkembangan pesantren muhammadiyah ini memmang tidak begitu pesat.

3. Persatuan Islam, 
Organisasi ini didirikan pada 12 September 1923 di Bandung, oleh H Zamzam dan H Muhammad Yunus. Keduanya merupakan ulama yang berasal dari Sumatra. Organisasi ini didirikan sebagai respons atas kondisi umat Islam yang terbelakang akibat penjajahan.
Aktivitas utama Persis adalah dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial kemasyarakatan. Melalui peran ini, Persis ingin berperan aktif dalam memberikan kontribusi untuk meluruskan pemahaman umat Islam yang keliru terhadap agamanya. Ada dua agenda besar yang ingin dicapai Persis, yakni memurnikan akidah umat ( Ishlah al-’Aqidah ), dan meluruskan ibadah umat ( Ishlah al-’Ibadah ).
Persatuan Islam sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan dan dakwah, saat ini telah memiliki sekitar 215 pondok pesantren, 400 masjid, serta sejumlah lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Itu semua tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam bidang pendidikan, pada 1924 diselenggarakan kelas pendidikan akidah dan ibadah bagi orang dewasa. Pada 1927, didirikan lembaga pendidikan kanak-kanak dan Holland Inlandesch School ( HIS ) yang merupakan proyek lembaga Pendidikan Islam (Pendis) di bawah pimpinan Mohammad Natsir. Kemudian, pada 4 Maret 1936, secara resmi didirikan Pesantren Persis yang pertama dan diberi nomor satu di Bandung.
Di pengujung abad ke-20, aktivitas Persis meluas ke aspek-aspek lain. Orientasi Persis dikembangkan dalam berbagai bidang yang menjadi kebutuhan umat. Mulai dari bidang pendidikan (tingkat dasar hingga pendidikan tinggi), dakwah, bimbingan haji, zakat, sosial, ekonomi, perwakafan, dan lainnya.
Dalam perkembangannya, sejak tahun 1963, Persis mengoordinasi pesantren-pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan yang tersebar di cabang-cabang Persis. Hingga Muktamar II di Jakarta tahun 1995, Persis tercatat telah memiliki 436 unit pesantren dari berbagai tingkatan.

4. Nahdatul Ulama, 
Organisasi ini didirikan pada tanggal 31Januari 1926 oleh kalangan ulama penganut madzhab yang seringkali menyebut dirinya sebagai golongan ahlussunnah wal jamaah yang dipelopori oleh  KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Abdul Wahab Hasbullah. Tujuan organisasi ini adalah membangkitkan semangat para ulama Indonesia dengan cara meningkatkan dakwah dan pendidikan karena saat itu Belanda melarang umat Islam mendirikan sekolah-sekolah yang bernafaskan Islam seperti Pesantren.
Sejak didirikan oleh Hadratussyeikh KH Hasyim Asy’ari dan beberapa kiai kharismatik di Surabaya pada tahun 1926, NU mendapat banyak simpati dari berbagai kalangan karena kemampuannya mempertahankan dan menyeimbangkan antara kekuatan tradisionalisme dan budaya modern (almukhafadhatu alal qadimis sholeh wal akhdu bil jadidil ashlah). Disisi lain, tradisionalisme NU mampu mengarahkan umatnya untuk bersikap toleran, menghormati agama lain, serta menghindar dari sikap fundamentalisme dan radikalisasi. 
NU menampilkan Islam yang akomodatif (moderat), berarti kesediaan menerima sikap dan pemikiran pihak lain dengan terbuka menciptakan jalan tengah. Tidak hanya dalam hal pemikiran keagamaan,  tapi kecenderungan akomodatif ini juga tercermin dalam sikap dan perilaku kebudayaan warga NU untuk menjadi penggerak kehidupan umat dalam sehari-hari sehinggga menjadi pelindung bagi kaum minoritas. 
Sehingga sejarah telah mencatat, bahwa NU merupakan warisan para pejuang kemerdekaan dan salah satu ‘pemegam saham’ bagi lahirnya Republik ini. Sebagai ormas Islam terbesar, NU sudah lahir jauh sebelum republik berdiri. NU tetap setia menjaga Pancasila dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadi kekuatan civil society (kekuatan sipil) yang menempatkan kemaslahatan dan kesejahteraan rekyat sebagai tujuannya. Di samping itu, NU dapat menjadi  lokomotif bagi arah kebangsaan di masa depan, sehingga mampu memberikan perlindungan kepada kelompok minoritas dan menjadi pelopor pembentukan identitas keindonesiaan (nation-character building).
NU mempunyai banyak sekali pondok pesantren dan madrasah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, terutama di daerah-daerah pedwaaan yang pada umumnya meremka mempunyai tradisi keagamaan yang sangat kuat. Disamping itu juga NU mempunyai sekolah-sekolah umum dari tingkat TK sampai perguruan tinggi.
Oleh karenanya, dalam hal pendidikan dan pengajaran formal ini, NU membentuk satu bagian khusus yang menganganinya yaitu Ma’arif, dimana tugasnya adalah untuk membuat perundangan dan program pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah yang berada di bawah naungan NU.
Berdasarkan data tahun 1981, jumlah lembaga pendidikan yang dikelola NU ini adalah sebagai berikut:
Pondok pesantren 3.745 buah
Madrasah 18.938 buah
Sekolah umum 3.102 buah
Akan tetapi, data tersebut belum termasuk jumlah perguruan tingginya. Sementara untuk pesantren, yang tercatat adalah pesantren yang berdiri di pulau jawa. Oleh karena informasi ini sudah ada sejak 1981, maka sudah barang tentu bahwa lembaga-lembaga pendidikan NU ini terus bertambah hingga sekarang.

5. LDII
Lembaga Dakwah Islam Indonesia, juga mengatakan bahwa ia turut berperan dalam bidang Pendidikan islam dan kemajuan bangsa indonesia. Dalam pengajarannya, LDII menggunakan metode pengajian tradisional. Organisasi ini mengklaim bahwa guru-guru pengajar dalam pengajiannya banyak berasal dari beberapa alumni pondok pesantren kenamaan, seperti: Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo, Tebu Ireng di Jombang, Kebarongan di Banyuwangi, Langitan di Tuban, dll. Mereka bersama-sama mempelajari ataupun bermusyawarah beberapa waktu terlebih dahulu sebelum menyampaikan pelajaran dari Alquran dan Hadis kepada para jama’ah pengajian rutin atau kepada para santriwan dan santriwati di pondok-pondok LDII, untuk menjaga supaya tidak terjadi kekeliruan dalam memberikan penjelasan tentang pemahaman Alquran dan Hadis. Kemudian guru mengajar murid secara langsung (manquul) baik bacaan, makna (diterjemahkan secara harfiyah), dan keterangan, dan untuk bacaan Alquran memakai ketentuan tajwid.
LDII menyelenggarakan pengajian Al Qur'an dan Al Hadits dengan rutinitas kegiatan yang cukup tinggi. LDII juga memiliki banyak pondok pesantren, di antaranya;
a. Pondok Pesantren Al Manshurin Metro Lampung,
b. Pondok Pesantren Mellenium Alfina,
c. Pondok Pesantren "Nurul Hakim", Kediri,
d. Pondok Pesantren Al Barokah Sidoarjo,
e. Pondok Pesantren Gading Mangu Perak Jombang,
f. Pondok Pesantren Budi Luhur Sragen,
g. Pondok Pesantren Nurul Azizah Balongjeruk Kediri,
h. Pondok Pesantren Mulya Abadi Mulungan Yogyakarta,
i. Pondok Pesantren LDII Blawe,
j. Pondok Pesantren An Nur Sragen Jawa Tengah,
k. Pondok Pesantren Budi Utomo Surakarta;
l. Pondok Pesantren Baitul Makmur Wonosalam; 
m. Pondok Pesantren Sabilurrosyidin Surabaya; 
n. Pondok Pesantren Sumber Barokah Karawang; 
o. Pondok Pesantren Bairuha Balikpapan Kalimantan Timur; 
p. Pondok pesantren "Aziziyah" Samarinda; 
q. Pondok Pesantren "Nurul Islam" Samarinda; 
r. Pondok Pesantren "Al Hidayah" Lok Tabat Selatan Banjarbaru; 
s. Yang paling besar adalah Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri berada di tengah Kota Kediri Jawa Timur, dan masih banyak lagi, katanya.
Di dalam membiayai segala macam aktivitasnya menurut ketentuan ART organisasi pasal 30, LDII mendapatkan dana dari sumbangan yang tidak mengikat. Sebagian besar dana sumbangan dikumpulkan dari warga LDII sendiri (swadana). Selain dari warganya, LDII juga menerima sumbangan dalam berbagai bentuk dari perorangan, pihak swasta maupun pemerintah Republik Indonesia.

6. MTA
Yayasan Majlis Tafsir Al Qur’an (MTA) adalah sebuah lembaga keagamaan Islam yang mempunyai tujuan mengajak umat Islam untuk mempelajari Al Qur’an dan Hadits serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sumber ajaran Islam dalam MTA adalah Al Qur’an dan Hadits, keduanya merupakan sumber hukum Islam yang utama.
Kegiatan dakwah yang dilakukan adalah dalam bidang keagamaan, sosial, pendidikan, kesehatan dan ekonomi. 
Dalam melakukan aktivitas dakwahnya, MTA juga menjalin kerjasama dengan pemerintah, MUI, dan ormas Islam lainnya. Bentuk kerjasama diwujudkan dengan mengundang dari tokoh-tokoh dari elemen tersebut dalam kegiatan sosial keagamaan yang diselenggarakan MTA, begitu pula MTA senantiasa diundang dalam acara keagamaan yang diselenggarakan oleh pihak-pihak tersebut.
Peranan-peranan tersebut digunakan sebagai strategi MTA untuk melancarkan kegiatan dakwahnya. Kesimpulannya adalah MTA merupakan ormas Islam yang mempunyai peranan besar di bidang dakwah, sosial, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Dakwah dilakukan dengan penyiaran agama Islam di masyarakat dalam bentuk kegiatan pengajian, berkerjasama dengan pemerintah, MUI, dan ormas Islam lain serta berperan di bidang sosial kemasyarakatan. Kegiatan tersebut dilakukan agar dakwah MTA dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat.  

D. Kesimpulan
1. Ormas-ormas islam yang ada di Indonesia, tidak terlepas dari usaha untuk pembelaan terhadap ajaran islam yang berlandaskan al-Qur’an dan al Hadits.
2. Ada beberapa penafsiran berbeda dari masing-masing kelompok ormas yang ada. Tentu hal ini mereka realisasikan dalam lembaga pendidikan yang didirikan olehnya.
3. Pendidikan adalah lahan paling subur untuk melanjutkan misi masing-masing kelompok ormas.
4. Pendidikan islam dari masing-masing ormas tidak terbatas dalam dunia pesantren atau madrasah, tetapi banyak juga yang ingin menjelaskan tentang pendidikan islam tetapi tanpa madrasah atau pesantren. Hanya sebuah majelis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar