WAHDATUL WUJUD DAN INSAN KAMIL


 Disusun Oleh :
YUDI FERIZA

1. Pengertian Wahdatul Wujud

Wahdatul Wujud terdiri dari dua kata yaitu wahdat dan wujud, wahdah mempunyai  mempunyai arti tunggal dan wujud ada, dengan demikian wahdatul-wujud berarti kesatuan wujud. Pada kelanjutannya kata wahdah oleh ulama’ klasik dita’rifkan sebagai satu kesatuan yang Zatnya tak dapat dibagi oleh sesuatu yang sekecil apapun. Selain dari dua pengertian diatas kata wahdah oleh para ahli filsafat dan para sufistik diartikan bahwa kata wahdah sebagai kesatuan antara materi dan roh, hakekat dan bentuk, lahir dan batin, Allah dan alam. Pengertian yang ketiga inilah yang digunakan oleh  para sufi yang mempunyai paham bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan wujud.


Sebenarnya wahdatul wujud mempunyai pemahaman yang sangat kompleks dan sangat sulit untuk ditangkap., untunglah Syekh Akbar Ibnu Arabi selaku pencetus paham  ini mengilustrasikan wahdatul wujud ( kesatuan jiwa ) dengan sangat jelas tentang hubungan tuhan dan  alam dalam konsep kesatuan wujud.  .
وما الوجه إلا واحد غير أنه انت أعددت المرابا تعددا
“wajah itu   satu tapi jika engkau memperbanyak cermin maka ia pun akan menjadi banyak, akan tetapi wajahnya tetap satu”.
Tasawwuf ibnu arabi bukan hanya manusia saja yang menyatu dengan tuhan akan tetapi seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Maka dari itu Filsafat ibnu arabi oleh para ilmuwan disebut Panteisme.
Para pendukung wahdatul wujud  menyebutkan segala macam-macam benda dan makhluk yang ada di alam ini merupakan manifestasi dari pada Tuhan. Tuhan di sini bukan dalam arti esensi ( dzat) akan tetapi sifat-sifat-Nya yang indah.
Secara detailnya dalam hayal ibnu arabi tuhan dan alam seperti halnya hubungan wajah dan cermin. Wajah ditujukan kepada tuhan dan cermin dimaksudkan kepada seluruh alam, dimana benda-benda ( bayangan seluruh alam termasuk manusia) yang ada dalam cermin tersebut merupakan perwujutan dari pada Dzat tuhan  yag disebut sifat tuhan.
Karena tuhanlah yang mempunyai wujud yang hakiki atau wajibul wujud hanyalah tuhan  dan selain tuhan yang ada dialam alam ini tidak mempunyai wujud, dengan kata lain  yang mempuyai wujud hanyalah tuhan, dan wujud yang dijadikannya( isi seluruh alam) sebenarnya tidak mempunyai wujud.
Menurut Prof.Dr. Abudin Nata, bahwa filosofis Wahdatul wujud ialah pada setiap sesuatu memiiki aspek lahir dan batin termsuk pada tuhan, aspek lahir pada manusia ialah fisiknya yang tampak, dan batinnya yang berupa roh yang ada pada jiwa manusia, selnjutnya unsur lahir yang ada pada tuhan ialah sifat-sifat-Nya yang indah dan unsur batin pada diri tuhan ialah Dzat yang kekal, dengan demikian wahdatul wujud tidak dikatakan keluar dari islam karena tidak mengganggu pada Dzat tuhan.

2. Perbandingan kesatuan wujud

Telah banyak dijumpai para kalangan sufi yang fana’ atau karam di dalam kema’rifatannya  sehingga keluar dengan sendirinya ucapan-ucapan yang aneh yang dianggap menyimpang dari ajaran syari’at. Seperti :

1.     Ma fill Jubbatti  illallah (Tiada dalam jubahku melainkan ALlah).
2.     Anal Haq (Akulah Tuhan yang Benar)
3.     Ana Man Ahwa, Waman Ahwa Ana (Akulah Tuhan yang kucinta, dan Tuhan yang kucinta ialah aku)
Perkataan tersebut datang dari lotahan mulut sang sufi dalam keadaan yang tidak sadarkan diri, bukankah perkataan orang yang tidak sadarkan diri lepas dari hukum taklifi?. Diwaktu itu pulalah terajadi perkataan al-ittihad (pengucapan-pengucapan yang menimbulkan segera faham orang ramai bahawa Tuhan dan manusia/makhluk adalah satu jiwa). Sehingga tak sedikit dari kalangan para sufi yang tidak selamat dari fitnah sebagai mana yang terjadi pada Al-Hallaj yang difonis mati     oleh penguasa islam.
Secara filosofis dapat kita pahami, bahwa perkataan tersebut memang sering terjadi terhadap kalangan para sufi, tapi bukan berarti kita mengklaim bahwa orang itu  keluar dari ajaran islam karena wahdatul wujud merupakan ilmu batin yang sangat sulit dipahami oleh orang yang belum mencapai tingkatannya.  Maka dari itu marilah analisa secara mendetail.
Perkataan yang terlotah dari mulut sang sufi tersebut dikarenakan kelazatan jizbah(pandangan hati yang disentak oleh Allah dengan Musyahadah kepadaNya dengan zauq dan wujdan) yang kuat terdapat dalam masa fana’ itu. Seperti dengan sendirinya ia mengucapkan ” Akulah Tuhan yang kucinta, dan Tuhan yang kucinta ialah aku”  sebenarnya pengucapan-pengucapan yang seperti itu bukanlah pada hakekatnya ia mengakui sebagai tuhan akan tetapi menceritakan apa terjadi terhadap diri tuhan. Seperti ada seseorang membaca al-qur’an yang artinya  “Sayalah Tuhan, tiada Tuhan melainkan saya”  apakah seseorang tersebut mengakui esensinya sebagai tuhan?
Contoh diatas tadi terjadi pada sang sufi ketika ia  dalam keadaan karam dan fana’ dalam kelezatan kepada tuhan, sebagaimana Syekh siti jenar ketika bersemedi di dalam gua, ia  dipanggil oleh dua orang murid utusan sunan giri tuan syekh menjawab ” tidak ada siti jenar yang ada hanya allah” dan ketika dua orang utusan itu kembali lagi untuk menghadap Siti Jenar ia pun menjawab “ jenar tidak ada yang ada cuman tuhan”. Hal ini menunjukkan Orang yang karam dalam Wahdatul Wujud atau fana’ maka alam sekelilingnya laksana cermin yang mereka nampak Tuhan di dalamnya, oleh itu maka alam sekeliling ini laksana Tuhan dalam pandangan (zauq dan kelazatan) syuhud mereka ,maka terluncurlah  dari mulut mereka pengucapan-pengucapan umpama “alam ini adalah Tuhan” atau “alam ini Tuhan dan Tuhan itu alam” . maka dari itu bila menjumpai orang-orang yang demikian pahamilah wahdatul wujud secara filosofis ( radikal, sistematis dan universal ) jangan cuman menghukumi secara lahiriahnya saja.
Dari keterangan di atas sangatlah jelas bahwa Wahdatul wujud meskipun nampaknya bertentangan dengan syari’at, tapi itu adalah sebuah ilmu yg batin yang kebenarannya bersifat sangat filosofis , yang tidak patut disebar luaskan dan dipelajari secara ilmiah karena wahdatul wujud hanya dimilki oleh orang-orang yang sudah diridhoi oleh tuhan sebagai orang-orang pilihan. Karena jika wahdatul wujud ini disebar luaskan akan mengalami fitnah yang akan menimbulkan pecekcokan dan pembunuhan seperti apa yang terjadi pada Syekh Siti jennar dan Al-Hallaj. Jika Wahdatul Wujud memang harus dipelajari paling tidak harus menempuh tingkatan-tingkatannya yakni syari’at, tarekat, hakikat dan ma’rifat. Yang pada tingkatan selanjutnya akan terbentuk insan kamil

3. Insan kamil.

Insan Kamil berasal dari kata al-insan yang berarti manusia dan al-kamil yang berarti sempurna. Konsepsi filosofis ini pertama kali muncul dari gagasan tokoh sufi Ibnu Arabi. Oleh Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428) sebagai  pengikutnya, gagasan ini dikembangkan menjadi bagian dari renungan mistis yang bercorak tasawuf filosofis.
Tuhan adalah maha suci, yang suci tidak bisa didekati kecuali oleh yang suci, dan pensucian roh ini dapat dilakukan dengan meninggalkan  hidup materi dan dengan mendekatkan diri kepada tuhan sedekat mungkin, dan kalau bisa hendaknya bersatu dengan tuhan  semasih ia masih  hidup.  Dengan meditasilah sifat ketuhanan dan kehambaan akan bertemu, Pada Insan Kamil berkumpul pengetahuan tentang Tuhan dan pengetahuan tentang makhluk Tuhan. Insan Kamil mengenal Tuhan dalam aspek tanzih dan tasybih,
Insan kamil juga  berarti manusia yang sehat dan terbina potensi rohaniahnya sehingga dapat dapat berfungsi secara optimal dan dapat berhubungan dengan allah SWT dan makhluk lainnya menurut akhlak islam.
Al-Jili merumuskan insan kamil ini dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah contoh manusia ideal. Jati diri Muhammad (al-haqiqah al-Muhammad) yang demikian tidak semata-mata dipahami dalam pengertian Muhammad SAW asebagai utusan Tuhan, tetapi juga sebagai nur (cahaya/roh) Ilahi yang menjadi pangkal dan poros kehidupan di jagad raya ini.
Nur Ilahi kemudian dikenal sebagai Nur Muhammad oleh kalangan sufi, disamping terdapat dalam diri Muhammad juga dipancarkan Allah SWT ke dalam diri Nabi Adam AS. Al-Jili dengan karya monumentalnya yang berjudul al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Konsep Pengetahuan tentang Misteri yang Pertama dan yang Terakhir) Sifat sempurna inilah yang patut ditiru oleh manusia.
Insan kamil versi Iqbal tidak lain adalah sang mukmin, yang dalam dirinya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur ini dalam wujudnya yang tertinggi tergambar dalam akhlak Nabi SAW. Insan kamil bagi Iqbal adalah sang mukmin yang merupakan makhluk moralis, yang dianugerahi kemampuan rohani dan agamawi. Untuk menumbuhkan kekuatan dalam dirinya, sang mukmin senantiasa meresapi dan menghayati akhlak Ilahi. Sang mukmin menjadi tuan terhadap nasibnya sendiri dan secara tahap demi tahap mencapai kesempurnaan. Iqbal melihat, insan kamil dicapai melalui beberapa proses. Pertama, ketaatan pada hukum; kedua penguasaan diri sebagai bentuk tertinggi kesadaran diri tentang pribadi; dan ketiga kekhalifahan Ilahi.

4. Ciri-Ciri Insan Kamil

1.     Berfungsi Akalnya Secara Optimal fungsi akal yang optimal dapat dijumpai pendapat muktazilah, yang mempunyai pemahaman akal yang optimal ialah akal pikiran yang dapat mengetahui baik, buruk  adil dan jujur, yang harus dilakukan walaupun tidak dperintahkn oleh wahyu, dan manusia yang memapunyai akal demikianlah yang dapat mendekati insan kamil.
2.     Berfungsi intuisinya menurut Ibnu Sina intuisi ini adalah jiwa manusia ( rasional soul) menurutnya jika yang mempengaruhi pada tingkah laku manusia adalah jiwanya maka ia hampir menyerupai malaikat yang mendekati kesempurnaan.
3.     Mampu menciptakan budaya menurut ibnu Khaldun manusia adalah makhluk berfikir. Sifat ini adalah tidak dimiliki oleh makhluk yang lain, lewat kesempurnaan berfikirnyalah mansia tidak hanya mebuat kehidupan bagi dirinya sendiri akan tetapi menaruh pada berbagai cara guna memperoleh makna kehidupan sehingga dapat menciptakan peradaban.
4.     Menghiasi diri dengan sifat-sifat ketuhanan manusia mempunyai sifat-sifat ketuhanan yang berupa fitrah, dengan fitrah inilah manusia dituntut untuk menjadi khalifah dimuka bumi, dan manusia diberi kebebesan untuk menentukan kehendaknya. Sifat ketuhanan yang ada pada diri manusia diharapkan dapat mengendalikan sifat-sifat rendah diri.
5.     Berakhlak mulia didalam islam pendidikan tidak ditekankan pada otak saja  melainkan hati juga menjadi perhatian yng khusus, dengan dididiknya hati manusia diharapkan mempunyai akhlak yang mulia,. Manusia yang ideal bukan hanya mempunyai kemampuan otak yang cerdas saja, akan tetapi harus disertai dengan perasaan yang mendalam dan peka terhadap kondisi

5. Tokoh Wahdatul Wujud Dan Insan Kamil

Faham wahdatul wujud diajarkan oleh ibnu arabi ia lahir dikota murci spanyol pada tahun 1165M. tentang latar pendidikannya ialah ia belajar di seville, kemudian ia pergi ke rusis, disana ia memperdalam ilmu tasawwuf. Tentang pemikirannya seperti apa yang sudah disebut diatas.
Ibnu al-Farid dari cairo ( 1181-1235M)  yang menimbulkan paham al-haqiqahal-muhammadiyah ( konsep Muhammad)  menurut pahamnya al-haqiqah al-muhammadiyah diciptakan tuhan semenjak azal sesuai dengan bentuk-Nya sendiri.  oleh karena itu seseorang dapat mengetahui tuhan apabila berusaha mencapai abdul karim al-jilli ( wafat 1428 M) yang telah membawa filsafat insan kamill. Manusia sempurna ialah sama dengan nur Muhammad, yang merupakan cerminan bagi tuhan.



Penutup

A. Kesimpulan
1.     Wahdaul wujud dalam pandangan ulama’ sufi menyatu materi dengan roh, lahir dan batin, makhluk dan tuhan. Didalam tiatp-tiap sesuatu ada unsur lahir dan batin, unsur lahir pada manusia terletak pada fisiknya dan batin terletak pada rohnya, unsur lahir pada tuhan terletak pada sifat-sifat-Nya yang indah dan batin terletak pada Dzatnya, jadi wahdatul wujud tidak keluar dari islam karena tidak mengganggu  Dzat-Nya tuhan dan juga tidak menyekutukan tuhan.
2.     Sering keluar dari mulut para sang sufi yang diantaranya penganut paham wahdatul wujud Perkataan tersebut datang dari lotahan mulut sang sufi dalam keadaan yang tidak sadarkan diri, bukankah perkataan orang yang tidak sadarkan diri lepas dari hukum taklifi? Karena alam sekitar ini bagi mereka yang karam dalam wahdatul wujud didalam hatinya yang ada cuman tuhan yang lain tidak ada.
3.     Insan kamil  berarti manusia yang sehat dan terbina potensi rohaniahnya sehingga dapat dapat berfungsi secara optimal dan dapat berhubungan dengan allah SWT dan makhluk lainnya menurut akhlak islam. Al-Jilli tentang insane kamil merujuk pada Nur yang ada pada diri Nabi Muhammad SAW
4.     Ciri –Ciri insan kamil ialah Berfungsi Akalnya Secara Optimal, berfungsi intuisinya, mampu menciptakan budaya ,menghiasi diri dengan sifat-sifat ketuhanan, berakhlak mulia
5.     Tokoh wahdatul wujud ialah Ibnu Arabi pemikirannya disebut phanteisme dan insane kamil tokohnya Ibnu al-Farid
6.     wahdatul wujud ialah sesuatu pemahaman kebatinan yang sangat sulit dipelajari dipamahami oleh kalangan awam sehingga tidak sedikit dari kalangan sufi yang tidak selamat dari fitnah, maka dari wahdataul wujud tidak pantas disebar luaskan karena ilmu tersebut merupakan pemikiran yang dimliki oleh orang tertentu yang sudah diridhoi oleh allah. Didalam islam sudah diatur bagaimana seorang muslim beridah baik mahdhoh maupun qhoiru mahdoh yakni dengan “ihsan” dan tingakat kemuliaan seorang muslim diukur dengan ketakwaannya.

  
DAFTAR PUSTAKA
·         Abudin Nata, Akhlak Tasawwuf, Jakarta, Raja Grafindo Persada,  2009
·         Mulyadhi karta Negara, Menyelami Lubuk Tasawwuf, Jakarta, Erlangga, 2006
·         Mustofa, akhlak tasawwuf, Bandung, Pustaka Setia, 1997
·         Rosihan Anwar, akhlak tasawwuf, Bandung, Pustaka Setia, 2009
·         http://rokimgd.wordpress.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar