Makalah Kesehatan Dan Rahasia Bank

Makalah Kesehatan Dan Rahasia Bank


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara. Bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari system keuangan dan sistem pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi "milik" masyarakat. Oleh karena itu eksistensinya bukan saja hanya harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri dan pengurusnya, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global.

Kepentingan masyarakat untuk menjaga eksistensi suatu bank menjadi sangat penting, lebih-lebih bila diingat bahwa ambruknya suatu bank akan mempunyai akibat rantai atau domino effect, yaitu menular kepada bank-bank yang lain, yang pada gilirannya tidak mustahil dapat sangat mengganggu fungsi sistem keuangan dan system pembayaran dari negara yang bersangkutan.

Untuk menjaga agar bank tetap eksis dalam dunia perekonomian global maka bank perlu dinilai secara rutin yang disebut dengan penilaian kesehatan bank untuk mengetahui kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Kesehatan bank mencakup kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usah perbankan, baik dari kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri, mengelola dana, menyalurkan dana ke masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain, pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.

Bank juga merupakan suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan mereka pada bank. Oleh karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalam tingkat yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan system pembayaran, yang masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistem tersebut, sedangkan kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, maka terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar kepercayaan masyarakat kepada bank adalah terjamin atau tidaknya rahasia nasabah yang ada di bank. Data nasabah yang berada di bank, baik data keuangan maupun non keuangan, seringkali merupakan suatu data yang ingin diketahui oleh pihak lain. Jumlah kekayaan yang tersimpan di bank bagi nasabah tertentu merupakan sesuatu yang perlu dirahasiakan dari orang lain.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Kesehatan Bank

1. Pengertian

Kesehatanan bank diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Pengertian tentang kesehatan bank tersebut merupakan suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usah perbankannya. Kegiatan tersebut mencakup :

a. Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendir
b. Kemampuan mengelola dana
c. Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain
d. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku 


2. Aturan Kesehatan Bank

Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Undang-undang tersebut lebih lanjut menetapkan bahwa :
  • Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuditas, rentabilitas, dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
  • Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
  • Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia segala keterangan, dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Bank atas permintaan Bank Indonesia wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan.
  • Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhaap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.
  • Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Bank wajib mengumumkan neraca perhitungan neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 
Sesuai Lampiran dari Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP Tanggal 31 Mei 2004 kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional perihal setiap penilaian tingkat kesehatan bank umum. Penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS, yang terdiri dari :

a. Faktor Permodalan (Capital), terdiri dari :
  1. Kecukupan pemenuhan KPMM terhadap ketentuan yang berlaku, dengan membagi modal dan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).
  2. Komposisi permodalan. 
  3. Tren ke depan/proyeksi KPMM. Tren rasio KPMM dan atau persentase pertumbuhan modal dibandingkan dengan persentase pertumbuhan ATMR.
  4. Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan (APYD) dibandingan dengan modal bank. Ditentukan dengan membagi APYD dengan Modal Bank. 
  5. Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan).
  6. Rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha. 
  7. Akses kepada sumber permodalan. Indikator pendukung seperti Laba per saham atau rasio harga terhadap saham dan tingkat pemesanan saham. 
  8. Kinerja keuangan pemegang saham (PS) untuk meningkatkan permodalan bank. Indikator pendukung seperti kondisi keuangan PS, usaha utama PS dan catatan reputasi PS. 

b. Faktor Kualitas Aset (Asset Quality), terdiri dari :
  1. Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan dibanding dengan total aktiva produktif. 
  2. Debitor inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit.
  3. Perkembangan Aktiva Produktif bermasalah dibanding dengan aktiva produktif.
  4. Tingkat kecukupan pembentukan PPAP. Membandingkan PPAP yang telah dibentuk dengan PPAP yang wajib dibentuk.
  5. Kecukupan kebijakan dan prosedur Aktiva Produktif. Indikator pendukung seperti keterlibatan pengurus bank dalam menyusun dan menetapkan kebijakan Aktiva Produktif serta memonitor pelaksanaan; konsistensi kebijakan dengan pelaksanaan, tujuan, dan strategi usaha bank. 
  6. Sistem kaji ulang internal terhadap Aktiva Produktif. Indikator seperti kaji ulang independen, ketaatan terhadap peraturan internal dan eksternal, dan proses keputusan manajemen.
  7. Dokumentasi Aktiva Produktif. Indikator pendukung seperti kelengkapan dokumen dan kemudahan penelusuran jejak audit, sistem penatausahaan dokumen, serta back up dan penyimpanan dokumen. 
  8. Kinerja penanganan Aktiva Produktif bermasalah. Indikator seperti kualitas penanganan Aktiva Produktif bermasalah. 

c. Faktor Manajemen (Management), terdiri dari :

1) Manajemen Umum. Indikator pendukung seperti praktik tata kelola perusahaan yang baik (good coporate governance/GCG), struktur dan komposisi pengurus bank, penanganan pertentangan kepentingan, independensi pengurus bank, kemampuan untuk membatasi/mencegah penurunan kualitas GCG, transparansi informasi dan edukasi nasabah, serta efektivitas kinerja fungsi komite.

2) Penerapan sistem manajemen risiko. Indikator pendukung seperti penerapan sistem manajemen risiko nilai berdasarkan empat cakupan, yaitu :
  • pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi,
  • kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit,
  • kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko,
  • sistem pengendalian internal menyeluruh.
3) Kepatuhan Bank. Indikator pendukung seperti Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan kepatuhan terhadap komitmen dan ketentuan lainnya.


d. Faktor Rentabilitas (Earning), terdiri dari :

1) Pengembalian atas Aset (Return on Asset-ROA)
2) Pengembalian atas Ekuitas (Return on Equity-ROE)
3) Margin bunga bersih
4) Biaya Operasional dibanding dengan Pendapatan Operasional.
5) Perkembangan laba operasional
6) Komposisi portofolio Aktiva Produktif dan diversifikasi pendapatan
7) Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya
8) Prospek laba operasional

e. Faktor Likuiditas (Liquidity), terdiri dari :
  • Aktiva likuid yang kurang dari 1 bulan dibanding dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan
  • 1-Month Maturity Mismatch Ratio. Dengan formula Selisih Aktiva dan Pasiva yang akan jatuh tempo 1 bulan terhadap Pasiva yang akan jatuh tempo 1 bulan.
  • Kredit terhadap Dana Pihak Ketiga (Loan to Deposits Ratio-LDR)
  • Proyeksi arus kas 3 bulan mendatang. Dengan formula membandingkan Arus Kas Bersih dengan Dana Pihak Ketiga.
  • Ketergantungan pada dana antarbank dan deposan inti.
  • Kebijakan dan penelolaan likuiditas.
  • Kemampuan bank memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya. 
  • Stabilitas Dana Pihak Ketiga (DPK). Indikator pendukung seperti pertumbuhan DPK dan Pertumbuhan deposan inti.

f. Faktor Sensitivitas terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to Market Risk), terdiri dari :

1) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengatasi fluktuasi suku bunga dibanding dengan potensi kerugian suku bunga.
2) Modal/cadangan untuk fluktuasi nilai tukar debandingkan dengan potensi kerugian nilai tukar.
3) Kecukupan penerapan Sistem Manajemen Risiko Pasar (Market Risk).


3. Pelanggaran Aturan Kesehatan Bank

Apabila terdapat penyimpangan terhadap aturan tentang kesehatan bank, Bank Indonesia dapat mengambil tindakan-tindakan tertentu dengan tujuan agar bank yang bersangkutan menjadi sehat dan tidak membahayakan kinerja perbankan secara umum. Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar :

a. Pemegang saham menambah modal.
b. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank.
c. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain.
d. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alis seluruh kewajiban.
e. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain.
f. Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.


B. Rahasia Bank
• Pasal 1 angka 16 UU No. 7 thn 1992 ttg Perbankan:

” Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan”.

• Pasal 1 angka 28 UU No. 10 thn 1998
” Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dangan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.”

Ketentuan Rahasia Bank

• Ketentuan Rahasia Bank dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan diatur dlm Pasal 40 s.d Pasal 45.

• Menurut UU No. 10 tahun 1998, ketentuan rahasia bank mengalami perubahan dan penambahan. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya kecuali dlm hal sebagaimana dimaksud dlm Pasal 41, 41A,42, 43, 44 dan 44A.


1. Tujuan Penerapan

Dasar dari kegiatan perbankan adalah kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap perbankan dan juga sebaliknya maka kegiatan perbankan tidak akan dapat berjalan dengan baik. Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank. Faktor-faktor tersebut adalah:
  • Integritas pengurus
  • Pengetahuan dan Kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan manajerial maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan
  • Kesehatan bank yang bersangkutan
  • Kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.
Sebagaimana dikemukakan di atas, salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Maksudnya adalah menyangkut "dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan simpanan nasabah identitas nasabah tersebut kepada pihak lain". Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan bank itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh "rahasia bank". Data nasabah yang berada di bank, baik data keuangan maupun non keuangan, seringkali merupakan suatu data yang ingin diketahui oleh pihak lain. Jumlah kekayaan yang tersimpan di bank bagi nasabah tertentu merupakan sesuatu yang perlu dirahasiakan dari orang lain. Biodata bagi nasabah tertentu merupakan data yang harus dirahasiakan. Sebagian nasabah juga menginginkan agar pinjamannnya dari bank dirahasiakan kepada orang lain. Bila kerahasiaan data nasabah tidak dapat dijamin oleh bank, maka nasabah akan merasa enggan untuk berhubungan dengan bank. Dalam usaha mewujudkan terjaminnya rahasia tertentu dari nasabah yang berada di bank, maka ketentuan tentang rahasia bank dicantumkan dalam undang-undang perbankan.


2. Dasar Hukum

a. Undang-undang no 7 tahun 1992 tentang perbankan telah mencantumkan aturan tentang rahasia bank dalam bab 1 pasal 1 butir 16 dan bab VII pasal 40, 41, 42,43,44,45 dan bab VII pasal 47. Definisi rahasia bank adalah “ segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan”.

Definisi tersebut merupakan suatu batasan yang sangat luas dan cenderung kurang jelas mengenai rahasai bank. Pembatasan didasarkan pada istilah “menurut kelaziman dunia perbankan” sehingga batasannya sangat tergantunga pada interpretasi dari istilah “kelaziman”. Interpretasi satu orang dengan orang lain mungkin berbeda. Secara umum batasan tersebut juga dapat diartikan bahwa rahasia bank mencakup data milik nasabah deposan maupun nasabah debitor.

Perkembangan dunia perbankan sejak ditetapkannnya undang-undang no7 tahun 1992 sampai dengan tahun 1998 menunjukkan bahwa bank sering kali mengalami kesulitan untuk menyelesaikan kredit bermasalah karena terbentur aturan tentang rahasia bank. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan untuk memberikan batasan yang lebih jelas terhadap rahasia bank, maka undang-undang diperbaharui dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998.

b. Aturan mengenai rahasia bank ini kemudian di ubah seperti tercantum dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang no 7 tahun 1992. Mengubah pengertian rahasia bank dalam pasal 1 butir 1 menjadi: “segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”.

Undang-undang ini membatasi rahasia bank hanya pada nasabah deposan atau penyimpan dana. Perubahan ini membawa 2 (dua) macam konsekuensi. Pertama, perubahan tersebut menyebabkan peningkatan posisi bank dalam berhubungan dengan debitornya, karena data nasabah peminjam dana tidak termasuk dalam pengertian rahasia bank. Manfaat ini akan dirasakan oleh bank terutama untuk menyelesaikan kredit-kredit bermasalah. Kedua, perubahan ini sedikit banyak akan menurunkan motivasi calon debitor untuk memperoleh bantuan dana pinjaman dari bank, karena kerahasiaan datanya tidak termasuk dalam pengertian rahasia bank. Di samping dua konsekuensi tersebut, masih terdapat satu permasalahan yang akan muncul pada saat penentuan suatu data termasuk rahasia bank atau bukan. Nasabah debitor biasanya juga sekaligus sebagai nasabah penyimpan dana, sehingga penentuan suatu data nasabah tergolong data nasabah penyimpan atau nasabah peminjam merupakan sesuatu yang tidak mudah. Masalah tersbut sebenarnya ssudah berusaha diantisipasi melalui penjelasan pasal 40 undang-undang Nomor 10 tahun 1998.

c. Penjelasan pasal 40 undang-undang Nomor 10 tahun 1998. Penjelasan pasal 40 adalah “ apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitor, bank wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank.

Secara lebih rinci Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 dan undang-undang Nomor 10 tahun 1998 mengatur rahasia bank sebagai berikut:

a. Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
b. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpananannya.
c. Ketentuan tresebut berlaku pula bagi pihak terafiliasi
d. Pihak terafiliasi adalah:

1) Anggota dewan komisaris, pengawas, direksi, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank.
2) Anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain, akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya.
4) Pihak yang menurut penilaian BI turut mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain, pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.


3. Pengecualian Terhadap Rahasia Bank

Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan unang-unang, data nasabah di bank dapat saja tidak harus dirahasiakan lagi. Pengecualian terhadap rahasia bank tersebut meliputi:

1) Kepentingan perpajakan

Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Perintah tertulis tersebut harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya, dan pihak wajib memberikan keterangan yang diminta.

2) Penyelesaian piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau PUPN

Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitor, dan pihak bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. Permintaan tertulis tersebut di atas harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan piutang dan Lelang negara/ Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitor yang bersangkutan, dan alasan diperlukanya keterangan.


3) Kepentingan peradilan dalam perkara pidana

Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simoanan tersangka atau terdakwa pada bank, dan pihak bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari kepala kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Pemberian izin oleh Bank Indonesia harus dilakukan selambat-lambatnya 14 hari setelah dokumen permintaan diterima secara lengkap. Permintaan tertulis tersebut harus menyebut nama dan jabatan polis, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, serta alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.


4) Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya

Direksi bank bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Dalam situassi ini bank dapat menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang dalam perkara serta keterangan yang berkaitan dengan perkara tersebut, tanpa izin dari pimpina Bank Indonesia.


5) Tukar-menukar informasi antar bank

Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Tukar-menukar informasi antarbank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi, sebelum melakukan transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Dalam ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur mengenai tata cara penyimpanan dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuknya debitor yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. Ketentuan mengenai tukar menukar informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.


6) Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis

Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpaan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut atas dasar permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis.


7) Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia

Apabila nasabah penyimpan telah meninggal dunia, maka ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan barhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
  • Budisantoso, Totok dan Sigit Triandaru. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat.
  • http://kuliahade.wordpress.com/2010/06/27/hukum-perbankan-rahasia-bank/
  • http://edratna.wordpress.com/2008/01/09/apa-yang-perlu-diketahui-dari-rahasia-bank/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar