Makalah Agama Islam | Dinul Islam
A. PENGERTIAN DINUL ISLAM
Kata “Islam” berasal dari kata ‘aslama-yuslimu-islaman’ yang berarti menciptakan kedamaian, keselamatan, kesejahteraan hidup dan kepasrahan kepada Allah. Senada dengan pendapat diatas, sumber lain mengatakan bahwa Islam berasal dari bahasa arab, terambil dari kata ‘salima’ yang berarti selamat sentausa. Dari asal kata itu dibentuk kata ‘aslama’ yang artinya memelihara dalam keadaan selamat sentausa, dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat. Kata ‘aslama’ itulah yang menjadi kata ‘Islam’ karena di dalamnya memiliki kandungan segala arti yang pokok yang seakar dari kata Islam. Oleh karena itu orang yang berserah diri, patuh dan taat disebut sebagai orang muslim. Orang yang demikian berarti telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri dan patuh kepada Allah SWT. Orang tersebut selanjutnya akan dijamin keselamatannya didunia dan akhirat.2
Islam merupakan ajaran Allah yang diturunkan untuk mengatur tata kehidupan manusia melalui para rasul, dari nabi Adam AS. hingga nabi Muhammad SAW. Adapun “Islam” yang dimaksudkan dalam pembahasan ini ialah ‘Din’ yang diturunkan kepada nabi terakhir, Muhammad SAW dengan melalui risalah Al-Qur’an sebagai penyempurna millah-millah (Din) sebelumnya.
Penamaan Islam mempunyai perbedaan yang mendasar dengan agama-agama lainnya, yang menempatkan Islam pada tempat istimewa yaitu penamaannya tidak dihubungkan dengan pembawanya dan tempat agama itu lahir. Jadi Islam bukanlah “pikiran” Nabi Muhammad SAW, sekalipun Islam dengan nabi Muhammad SAW tidak bisa dipisahkan. Islam adalah nama yang diberikan oleh Allah melalui FirmanNya dalam Al-Qur an, diantaranya:
Q.S. Ali-Imran (3): 85
Artinya: “Barang siapa yang memeluk agama selain Islam, maka mereka sekali-kali tidak akan diterima dari padanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang merugi”. 3
Q.S. Al- Maidah (5): 3
Artinya: “Dan Aku rela Islam sebagai agamamu”.4
Ditinjau dari ajarannya, Islam mengatur berbagai aspek kehidupan pada manusia yang meliputi:
1. Hubungan manusia dengan Allah (Hablum Minallah)
Hubungan manusia dengan Allah. Pengabdian manusia bukanlah untuk kepentingan Allah, karena Allah tidak berhajat (butuh) kepada siapa pun, pengabdian itu bertujuan untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an :
Q.S. Ar-Ruum (30): 30 yang artinya:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.5
Q.S. Adz-Dzariat (51): 56 yang artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”.6
Q.S. Al-Bayyinah (98): 5 yang artinya :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali agar menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan mereka menjalankan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah orang-orang yang lurus”.7
a. Hubungan Manusia dengan Manusia (Hablum minan-Naas)
Agama Islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan, kemasyarakatan, kenegaraan, perekonomian dan lain-lain. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang berkenaan dengan hubungan manusia dengan sesama dalam berbagai aspek kehidupannya. Seluruh konsep yang ada bertumpu pada satu nilai, yaitu saling menolong antara sesama manusia. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:
Q.S. Al-Maidah (5): 2 yang artinya:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. 8
Manusia diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mereka hidup berkelompok, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Mereka saling membutuhkan dan saling mengisi sehingga manusia juga disebut makhluk sosial, manusia selalu berhubungan satu sama lain, firman Allah dalam Al-Qur’an :
Q.S. Al-Hujurat (49): 13 yang artinya:
“Hai manusia sesungguhnya kami telah menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah diantara kamu adalah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”. 9
b. Hubungan Manusia dengan Makhluk lainnya / Lingkungannnya
Seluruh benda-benda yang diciptakan oleh Allah yang ada dialam ini mengandung manfaat bagi manusia. Alam raya ini wujudnya tidak terjadi begitu saja, akan tetapi diciptakan oleh Allah dengan sengaja dan dengan hak. Allah berfirman dalam Al-Qur’an :
Q.S. Ibrahim (14): 19 yang artinya :
“Tidakkah kamu perhatikan bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak (tidak percuma / penuh hikmah) ?”.10
Q.S. Ali-Imran (3): 191 yang artinya:
“…Wahai Tuhan kami, tidaklah engkau menciptakan ini dengan sia-sia….”.11
Q.S. Luqman (31): 20 yang artinya:
“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang dilangit dan yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmatNya lahir dan batin”.12
Q.S. Hud (11): 61 yang artinya :
“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmuran”.13
Firman Allah di atas menjelaskan bahwa alam ini untuk manusia dan manusia diperintahkan untuk memakmurkan dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Hanya saja dalam memanfaatkan alam ini manusia harus mengerti batas-batasnya, tunduk dan patuh pada aturan-aturan yang telah digariskan oleh Sang Pencipta alam ini.
B. KERANGKA DASAR DINUL ISLAM
Islam bukan hanya suatu sistem kepercayaan dan ritual, tapi merupakan suatu system kehidupan yang lengkap, integral dan universal. Tanpa diawali dari visi yang tepat dan benar maka sebuah system tidak akan bisa diwujudkan dengan sempurna atau bahkan salah sama sekali. Demikian pula untuk menjadikan Islam sebagai sistem hidup harus berangkat dari visi yang tepat dan benar.
Salah satu yang menyebabkan orang salah memahami ajaran Islam, karena mereka berawal dari visi yang salah dalam memandang ruang lingkup ajaran Islam serta menggambarkan bagian-bagian dalam kerangka keseluruhan ajaran agama Islam tersebut.
“Vera Micheles Dean dalam bukunya “ The Nature of The Non Western World”, sebagaimana dikutip Humaidi Tata Pangarsa; bahwa Islam meliputi empat unsur:
1. Islam is religion
2. Islam is political system
3. Islam is way of live
4. Islam is interpretation of history” 14
Dengan mengikuti tanya jawab antara Malaikat Jibril dengan Nabi Muhammad SAW tentang “Iman, Islam dan Ihsan” serta memperhatikan isi Al-Qur’an secara keseluruhan maka dapat dikembangkan bahwa pada dasarnya sistematika dan pengelompokkan ajaran Islam secara garis besar adalah akidah syariah dan akhlak.
1. Aqidah
Dalam ajaran Islam aqidah merupakan landasan yang mendasari seluruh aktivitas kehidupan Islami, sedangkan pelakunya disebut mukmin. Suatu perilaku yang tidak berangkat dari landasan itu, maka perilaku itu diluar system Islam atau kufur dan pelakunya disebut kafir. Sistem keyakinan dalam ajaran Islam dibangun dalam enam landasan atau asas yang lazim disebut rukun iman.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:
Q.S. An-Nisa (4): 136 yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepadaAllah dan rasulNya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasulNya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”.15
2. Syariah
Syariah adalah peraturan dan perundang-undangan yang diberikan oleh Allah SWT untuk mengatur berbagai aspek kehidupan manusia. Syariah atau sistem nilai Islam ini ditetapkan oleh Allah dan rasulNya sebagaimana yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam literature Islam, pembahasan syariah dikelompokkan kepada bidang ibadah dan muamalah.
3. Akhlak
Akhlak merupakan komponen dasar Islam yang ketiga, berisi ajaran tentang tata perilaku dan sopan santun. Akhlak dalam Islam merupakan manivestasi dari akidah dan syariah. Karena keimanan harus ditampilkan dalam perilaku sehari-hari. Inilah yang menjadi misi utama diutusnya Rasulullah SAW, sebagaimana beliau bersabda dalam Hadist riwayat Ahmad:
“Sesungguhnya Aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak terpuji”.
Akhlak Islam bersifat sacral, absolut, imperatif, akurat, universal dan memiliki makna ukhrawi.
Dikatakan sacral, karena norma-normanya berhubungan dan terkait dengan Allah serta merupakan ibadah kepadaNya. Dikatakan absolut, dalam pengertian memiliki kemutlakan sebagai standar baik dan buruk, benar atau salah secara baku dan tidak berubah-ubah baik karena perbedaan budaya masyarakat maupun perkembangan waktu. Dikatakan imperatif, karena norma-normanya mengikat dan memaksa. Dikatakan akurat, karena norma-normanya itu sangat tepat sebagai alat untuk mengendalikan manusia dan selaras dengan kepentingan penataan kehidupan yang damai dan harmonis. Dikatakan universal, karena berlaku dimanapun dan kapanpun. Dan bersifat ukhrawi, dalam pengertian bahwa keuntungan dari pelaksanaannya tidak hanya dirasakan sekarang di dunian ini saja tetapi nanti juga di akhirat.
C. HUBUNGAN AQIDAH, SYARIAH DAN AKHLAK
Syariah dan akhlak adalah komponen Dinul Islam yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya hubungan ketiga komponen itu merupakan kausalitas. Aqidah harus mampu menggerakkan seseorang untuk melakukan dan mematuhi dinul Islam. Ajaran yang dilakukan itu diharapkan dapat mendidik seseorang untuk berkepribadian sehari-hari. Bila kita perhatikan ayat-ayat dalam Al-Qur’an pada umumnya selalu mencerminkan adanya hubungan antara ketiga aspek tersebut. Sebagai contoh diantaranya :
Q.S. Al-Baqarah (2): 183 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.16
Q.S. Al-Maidah (5): 8 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman hendaknya kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kanu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada Taqwa sesungguhnya Allah maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan …”. 17
Q.A. Al-Ankabut (29): 45 yang artinya :
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu yaitu al Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.18
Seseorang yang melakukan perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi dengan akidah dan syariah, perbuatannya hanya dikatakan sebagai perbuatan baik yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, tetapi belum tentu dipandang baik oleh Allah.
Kerangka dasar ajaran Islam seperti dijelaskan diatas mengantarkan kita pada pemahaman bahwa Islam adalah agama yang mengatur kehidupan manusia baik secara pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, bernegara dan hubungan antar bangsa tanpa membedakan satu sama lain.
Setiap aktifitas muslim dalam segala lapangan kehidupan adalah merupakan ibadah atau pengabdian kepada Allah dan tidak ada satu segi kehidupanpun yang lepas dari kerangka ibadah kepada Allah, firman Allah dalam Al-Qur’an :
Q.S. Adz-Dzariat (51): 56 yang artinya:
“Dan tidaklah Aku (Allah) menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembahKu (beribadah/mengabdi kepadaKu)”. 19
Oleh sebab itu Dinul Islam tidak mengenal pemisahan antara satu segi kehidupan dengan kehidupan yang lain, dalam arti lain Islam menolak sekulerisme, karena sekulerisme memusatkan perhatiannya kepada masalah dunia semata, secara sadar atau tidak ia telah mengenyampingkan agama dan wahyu dalam peri kehidupan sehari-hari. Hal ini mengantarkan manusia kepada kehidupan yang bebas tanpa ikatan agama.
D. ESENSI DAN KEUNIVERSALAN ISLAM
1. Esensi Ajaran Islam
Al-Qur’an telah memberikan pesan yang jelas kepada kita, bahwa Islam merupakan “Ad-Din” bagi seluruh Nabi/Rasul sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW. Salah satu ayat menunjukkan bahwa Islam dianut oleh nabi-nabi terdahulu sebelum rasul akhir zaman’Nabi Muhammad SAW’, sebagaimana pesan Nabi Ya’kub AS kepada anak cucunya, yang Allah ceritakan melalui “wahyu” (Al-Qur’an) kepada rasul akhir zaman ‘Nabi Muhammad SAW’, sebagai berikut:
Q.S. Al-Baqarah (2): 132 yang artinya :
“… Nabi Ya’kub berpesan kepada anak-anaknya: ‘Hai anak-anakku sesungguhnya Allah telah memilih agama (Islam) untuk kamu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”.20
Q.S. Asy-Syura (42): 13 yang artinya :
“Dia telah mewasiatkan Agama kepadamu, sebagaimana yang diwasiatkan kepada Nuh, dan telah diwahyukan kepadamu, dan Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: “Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya … “.21
Dalam Sabda Rasulullah SAW riwayat Bukhari dan Muslim, menjelaskan sebagai berikut:
Antara satu rasul dengan rasul lainnya sebelum Nabi Muhammad SAW. Merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Sehingga bila diumpamakan suatu bangunan bagaikan gedung yang megah dan mewah, tapi ada kekurangan sedikit dari bagian gedung tersebut, maka Rasulullah SAW. Sebagai penutup dan penyempurna bangunan tersebut.
Islam pada hakikatnya mempunyai arti “berserah diri kepada hukum Allah dengan tanpa kritik” atau “Sami’naa wa Atha’naa” (kami dengar dan kami taat). Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :
Q.S. Al-An’am (6): 162-163 yang artinya :
“Katakanlah, Sesumgguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Rabb alam semesta, tidak ada sekutu bagiNya, dan dengan itu aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama berserah diri. (Islam)”.22
2. Keuniversalan Dinul Islam
Keuniversalan Dinul Islam adalah menunjuk kepada pengertian bahwa Islam dilihat dari sudut pandang yang utuh, maka dapat berlaku untuk semua orang diseluruh dunia sepanjang zaman. Hal ini sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Anbiya (21): 107 yang artinya :
“Tidak Kami utus Engkau melainkan agar menjadi rahmat bagi seluruh alam.” 23
Agama Islam yang dibawa oleh Muhammad Rasulullah SAW, lahir pada tingkat terakhir dari perkembangan sejarah manusia. Oleh karena itu ia bercorak modern dan up to date disamping wataknya yang universal. Dilihat secara parsial maka Dinul Islam dapat dibedakan kepada:
1. Iqlimiyah Al-Islam, dalam arti adanya ajaran-ajaran Islam yang berbeda dalam satu iklim (wilayah) dengan wilayah lainnya sebagai akibat perbedaan situasi dan kondisi.
2. Alqawa’id Al-Hakimah, maksudnya ajaran Islam yang memiliki kontek keberlakuan akidah secara mendunia sepanjang masa. Prinsip ini dapat didasarkan kepada firman Allah dalam Al-Qur’an :
1. Q.S. Al-Baqarah (2): 185 yang artinya :
“Allah menghendaki untuk kamu kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran …”. 24
Pada hakikatnya, dalam hidup bermasyarakat dimana perbedaan sangat dimungkinkan, Islam lebih mementingkan isi dan makna dibandingkan dengan bentuk-bentuk lahiriahnya, walaupun hal tersebut bersumber dari petunjuk nabi, tetapi hal itu harus dipahami dalam konteks kemasyarakatan yang beliau alami dan tentunya berbeda dengan masyarakat yang lain akibat perbedaan waktu atau tempat.
Disinilah, keuniversalan Islam yang tergambar pada prinsip dan nilai yang dapat diterapkan dalam kehidupan modern. Seperti contoh, bentuk-bentuk pemerintah dapat berubah-ubah tetapi prinsip-prinsip atau nilai-nilainya bersifat tetap dan universal. Contoh lain, nabi memerintahkan untuk berlatih naik kuda dan main panah dalam rangka mempertahankan diri dari musuh. Prinsip mempertahankan dirinya bersifat universal, tetapi bentuk-bentuk pertahanan dirinya dapat berbeda atau particular sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman. Dalam prinsip-prinsip Islam mengantar kita untuk berkesimpulan bahwa perbedaan merupakan sesuatu yang dibenarkan selama perbedaan tersebut masih dalam kerangka ijtihadi.
Footnote Sekaligus Daftar Pustaka
1Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia, Al-Qur’an wa Tarjamatu ma’aniyatu ila Lughati al-Indunisiya, ( Medinah Munawwarah: khadim al-Haramain asy-Syarifain, Tahun 1411 H ), h. 415.
2 Abuddin Nata, Metodologi Study Islam, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1999), cet. Ke-3, h. 62.
3 Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia, op.cit, h. 90
4 Ibid., h. 157.
5 Ibid., h. 645.
6 Ibid., h. 862
7 Ibid., h. 1084.
8 Ibid, h. 156-157.
9 Ibid., h. 847.
10 Ibid., h. 382
11 Ibid., h. 110.
12 Ibid, h. 655.
13 Ibid, h. 336.
14 Humaedi Tata Pangarsa, Kuliah Akidah Lengkap, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1981), cet. ke-5, h. 36.Ibid., h. 44
15 Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia, op.cit, .., h. 145
16 Ibid. h. 44
17 Ibid. h.159.
18 bid., h. 635..
19 Ibid., h. 862
20 Ibid., h. 34
21 Ibid., h. 785
22 Ibid., h. 216
23 Ibid., h. 508
24 Ibid., h. 45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar