Pembelajaran Matematika Dalam Peningkatan Keimanan Dan Ketaqwaan

 Hubungan Pembelajaran Matematika  Dalam Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan


Gerak langkah pendidikan tidaklah dapat dilepaskan dari arus perkembangan yang ada dalam masyarakat yang sedang membangun, yaitu perkembangan sains dan teknologi beserta produknya, tuntutan kuantitas dan kualitas produk pendidikan, teori pendidikan dan kenyataan di lapangan. Nilai-nilai moral apakah yang ada dalam pembelajaran matematika. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mencari nilai-nilai moral yang terkandung dalam pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.

Matematika sebagai salah satu ilmu dasar baik aspek terapan maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan yang penting dalam upaya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini berarti bahwa sampai pada batas tertentu matematika perlu dikuasai oleh segenap warga negara Indonesia, baik penerapannya maupun pola pikirnya. Matematika sekolah yang merupakan bagian dari matematika yang dipilih atas dasar kepentingan pengembangan kemampuan dan kepribadian siswa serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu selalu dapat sejalan dengan tuntutan kepentingan siswa menghadapi tantangan kehidupan masa depan.

Pendidikan matematika tidak dapat terlepas dari matematika itu sendiri. Oleh karena itu, untuk dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan dengan pembelajaran matematika akan lebih mudah terwujid jika terlebih dahulu mengungkap karakteristik dari matematika yaitu obyeknya yang abstrak, simbol yang kosong dari arti, kesepakatan dan pemikiran deduktif aksiomatik, dan anti kontradiksi. Tujuan pendidikan matematika harus memperhatikan (1) tujuan yang bersifat formal, yaitu penataan nalar dan pembentukan kepribadian anak, dan (2) tujuan yang bersifat material yaitu penerapan matematika serta ketrampilan matematika. Ada beberapa nilai didik dalam pembelajaran matematika yang berkaitan dengan karakteristik dari matematika yang dapat menigkatkan keimanan dan ketaqwaan yang diharapkan dapat mendukung tujuan pendidikan nasional, di antaranya: kesepakatan, ketaatasasan/konsistensi, deduksi, semesta



A. Latar Belakang

Dalam setiap pembahasan tentang pendidikan matematika, tidak akan terlepas dari pendidikan dalam arti luas. Pada kenyataannya, masalah pendidikan adalah salah satu bagian dari masalah-masalah pembangunan. Oleh karena itu, gerak langkah pendidikan tidaklah dapat dilepaskan dari arus perkembangan yang ada dalam masyarakat yang sedang membangun.

Pertama, perkembangan sains dan teknologi beserta produknya. Perkembangan sains dan teknologi dewasa ini sudah jelas menimbulkan tuntutan-tuntutan tertentu terhadap pendidikan kita. Berbagai usaha sudah dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengadakan penyesuaian diri dengan perkembangan tersebut. Penyesuaian yang tidak selektif tentu akan menimbulkan ketidakseimbangan. Kita tidak mungkin membendung arus kemajuan teknologi dewasa ini, tetapi kita harus menanggapi secara bertanggungjawab untuk kepentingan pendidikan dewasa ini dan di masa yang akan datang. Kita jangan hanya sekedar menjadi konsumen produk teknologi dari negara lain, tetapi kita harus mampu mengambil alih ilmu dan teknologi secara berencana dan mendasar. Artinya bahwa pengelolaan pendidikan kita perlu selalu tanggap akan kemajuan yang ada secara bertanggung jawab.

Kedua, tuntutan kuantitas dan kualitas produk pendidikan. Tuntutan kuantitas dari produk pendidikan dapat diamati pada beberapa jenjang pendidikan. Berbagai macam argumentasi/alasan agaknya mendukung keputusan mengapa harus memenuhi tuntutan tersebut. Banyaknya calon siswa baru yang akan memerlukan tempat, merupakan salah satu alasan untuk meluluskan sebanyak mungkin siswa pada kelas tertinggi. Adanya kekhawatiran akan kehilangan nama baik sekolah, tingkah laku siswa jika tidak diluluskan, juga merupakan alasan untuk meluluskan sebanyak mungkin siswa kelas tertinggi. Dengan membanjirnya produk pendidikan seperti ini, berakibat semakin meningkatmnya lulusan yang tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau bekerja. Kemerosotan mutu tersebut berakibat jauh pada ketidakmampuan menerapkan pengetahuan yang diperoleh, menciptakan lapangan kerja sendiri, dan lain-lain.

Ketiga, teori pendidikan dan kenyataan di lapangan. Berbagai teori didapatkan calon guru selama mengikuti pendidikan, terutama yang berkaitan langsung dengan proses belajar mengajar di kelas. Teori belajar yang berkaitan dengan berbagai metode mengajar, teori evaluasi dengan berbagai alat ukurnya, teori pengelolaan kelas, dan lain-lain adalah bekal yang diharapkan dapat meningkatkan mutu guru yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan mutu produk pendidikan.

Agar Indonesia memiliki cukup warga negara yang berkualitas tinggi diperlukan sumber daya manusia yang berkualiltas yang mampu menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dapat memanfaatkannya untuk kesejahteraan seluruh bangsa serta dapat menangkal pengaruh-pengaruh negatifnya.
Kenyataanya, banyak siswa yang unggul dalam prestasinya tetapi masih rendah dalam keimanan dan ketaqwaannya yang terwujud dalam moralnya. Banyak terjadi tawuran di antara pelajar yang hanya dipicu oleh masalah yang sebenarnya hanya sepele. Hal ini salah satunya disebabkan oleh pendidikan yang hanya menyampaikan materi pelajaran tanpa menanamkan nilai-nilai moral dan etika pada pembelajaran.


B. Rumusan masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut di atas , maka dalam makalah ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
Bagaimanakah meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dengan pembelajaran matematika?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka penulisan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dengan pembelajaran matematika?



D. Pembahasan

Dalam makalah ini akan disajikan beberapa contoh materi dalam pembelajaran matematika yang diharapkan dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan sehingga dapat semakin memperbaiki moral bangsa dan tercapai tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.”

Salah satu wadah kegiatan yang dapat dipandang dan seyogyanya berfungsi sebagai wadah untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermutu tinggi adalah pendidikan, baik pendidikan jalur sekolah maupun jalur luar sekolah. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar baik aspek terapan maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan yang penting dalam upaya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini berarti bahwa sampai pada batas tertentu matematika perlu dikuasai oleh segenap warga negara Indonesia, baik penerapannya maupun pola pikirnya. Matematika sekolah yang merupakan bagian dari matemaika yang dipilih atas dasar kepentingan pengembangan kemampuan dan kepribadian siswa serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu selalu dapat sejalan dengan tuntutan kepentingan siswa menghadapi tantangan kehidupan masa depan.

Pendidikan matematika tidak dapat terlepas dari matematika itu sendiri. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan akan lebih baik jika terlebih dahulu mengungkap karakteristik dari matematika yaitu obyeknya yang abstrak, simbol yang kosong dari arti, kesepakatan dan pemikiran deduktif aksiomatik, dan anti kontradiksi Obyek matematika adalah abstrak.

Obyek langsung dari matematika adalah “fakta”, “konsep”, “operasi”, dan “prinsip” yang kesemuanya adalah abstrak. Sedangkan obyek tidak langsung di antaranya berupa kemampuan membuktikan teorema, kemampuan pemecahan masalah, transfer belajar, balajar tentang belajar, kemampuan inkuiri, dan disiplin diri (Bell, 1981: 108). Objek matematika adalah abstrak dan hanya ada dalam pemikiran manusia, sehingga tidak dapat disentuh atau diraba, yang dapat kita amati hanyalah simbol dari objek matematika.

Fakta dalam matematika adalah suatu kesepakatan yang disajikan dalam bentuk kata-kata atau simbol. Kita sudah terbiasa dengan simbol “2” dan kata “dua”. Pada saat kita mengatakan “dua” dengan sendirinya tergambar symbol “2”, demikian sebaliknya, jika kita disodori simbol “2” dengan sendirinya kita memadankan dengan kata “dua”. Kaitan simbol “2” dengan kata “dua” ini merupakan fakta. Konsep dalam matematika adalah ide abstrak untuk membantu mengklasifikasikan objek-objek atau benda-benda dan untuk menentukan apakah objek-objek atau benda-benda adalah contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Pengertian “dua” itu sendiri adalah konsep yang secara matematika diabstraksikan dari adanya ekivalensi antar himpunan-himpunan. Skill matematika adalah himpunan aturan dan perintah atau prosedur tertentu yang dikenal dengan algoritma. Untuk menunjukkan konsep tertentu digunakan batasan atau definisi. Prinsip dalam matematika adalah objek matematika yang lebih kompleks yang menyatakan keterkaitan antara dua atau lebih objek matematika.


Simbol yang kosong dari arti

Obyek matematika yang abstrak dituangkan dalam simbol-simbol. Simbol-simbol inilah yang akhirnya membentuk bahasa matematika. Bahasa matematika secara sederhana dapat digunakan sebagai sarana berkomunikasi, sarana tempat berpikir, dan mengekspresikan ide-ide secara teratur dan sistematis.
Menurut Soedjadi (1985: 15) simbol-simbol dalam matematika pada umumnya masih ”kosong dari arti” sehingga dapat diberikan arti kepada simbol-simbol itu sendiri sesuai dengan lingkup dan semestanya. Keberadaan simbol ini memberi peluang yang besar kepada matematika untuk digunakan dalam berbagai ilmu dan kehidupan nyata.

Kesepakatan dan pemikiran deduktif aksiomatik

Dari kedua karakteristik yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam matematika terdapat banyak kesepakatan. Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari pun sering dijumpai banyak kesepakatan-kesepakatan yang tertulis maupun kesepakatan yang tidak tertulis.

Selanjutnya yang dimaksud dengan metode aksiomatik adalah pembenaran pernyataan P1 dengan menggunakan pernyataan P2 yang sebelumnya telah diterima benar. Sedangkan pembenaran pernyataan P2 dengan menggunakan pernyataan P3 yang sebelumnya telah diterima benar pula. Demikian seterusnya sehingga sampai pada suatu pernyataan P0 yang tidak lagi perlu pembuktian. Pernyataan P0 inilah yang disebut aksioma. Oleh karena aksioma digunakan selalu mempunyai sifat umum dan kemudian dapat diturunkan hingga memperoleh sifat-sifat khusus, maka struktur ini disebut pula berpola deduktif. Dan ini merupakan satu-satunya pola pikir yang diterima dalam matematika.

Konsisten

Setiap pernyataan atau definisi dalam matematika harus menggunakan istilah atau konsep terdahulu secara konsisten. Konsisten dalam arti maupun dalam nilai kebenarannya. Objek matematika yang abstrak tersebut disajikan di sekolah sesuai dengan kemampuan penalaran siswa. Hal inilah yang membuat objek matematika yang dipelajari diturunkan tingkat keabstrakannya agar mudah dipelajari dan dapat tertanam lama dalam pemikiran siswa.


Pendidikan Matematika

Tujuan pendidikan matematika dapat dilihat dalam tujuan kurikulum yang tertuang dalam setiap kurikulum masing-masing jenjang sekolah. Perumusan tujuan tersebut pastilah diusahakan untuk menopang tujuan institusional masing-masing jenis sekolah, dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam tap MPR. Selain itu tujuan kurikuler tersebut mengacu kepada teori Bloom tentang tujuan pendidikan yaitu meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Tujuan Pendidikan Nasional tertuang dalam UU no 20 tahun 2003 yaitu Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan Matematika mulai dari SD hingga sekolah menengah atas adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut;
  • Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
  • Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
  • Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah merancang model matematika, menyelesaikan modeldan menafsirkan solusi yang diperoleh.
  • mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
  • Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Untuk keperluan proses belajar mengajar di dalam kelas, tujuan kurikuler tersebut masih perlu dijabarkan ke dalam tujuan institusional (SK, dan KD) Pada tahap ini, kesulitan akan dialami terutama dalam usaha memadukan ranah afektif dan psikomotor sehingga dewasa ini lebih diperhatikan hanya pada ranah kognitif saja. Hal ini tentu akan mempengaruhi proses belajar mengajar di kelas yang tentunya juga akan mempengaruhi pendidikan matematika yang memuat nilai-nilai luhur.

Dengan menyelaraskan dan memadukan tujuan pembelajaran dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor, maka akan semakin meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa pada Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan salah satu aspek tujuan pendidikan yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut salah satunya adalah melalui pendidikan matematika, yaitu dengan mengintegrasikan beberapa nilai-nilai kepribadian dalam pembelajaran matematika.

Pendidikan akan melatih dan mengasah nalar manusia, sehingga dengan pendidikan maka kita akan semakin terbuka wawasan terhadap segala sesuatu yang ada di dunia ini. Nilai moral dari suatu materi pendidikan adalah keyakinan dari suatu individu atau budaya yang subjektif dan mungkin berbeda-beda bagi setiap orang dan budaya. Nilai moral seseorang dapat berkembang dan berubah-ubah setiap saat, sedangkan nilai moral dari suatu budaya yang terbagi atau diperlakukan sama bagi semua anggota atau kelompok berbeda dengan kelompok yang lainnya. Untuk menanamkan nilai-nilai dari moral pendidikan dapat diterapkan melalui pembelajaran matematika.

Pemilihan bagian-bagian dari matematika untuk matematika sekolah tersebut perlu selalu disesuaikan dengan perkembangan dan tantangan masa depan. Hal in berarti bahwa tujuan pendidikan matematika untuk masa depan harus memperhatikan (1) tujuan yang bersifat formal, yaitu penataan nalar dan pembentukan kepribadian anak, dan (2) tujuan yang bersifat material yaitu penerapan matematika serta ketrampilan matematika.

Matematika sekolah yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan tertentu harus dengan jelas dapat mendukung upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Hal ini berarti bahwa setiap materi yang akan diajarkan harus dapat ditunjukkan aspek-aspek tertentu yang mengandung nilai dalam mendidik siswa. Tujuan pendidikan matematika memiliki sifat formal dan material yang berarti bahwa pendidikan matematika harus memiliki nilai didik dan nilai praktis.

Ada beberapa nilai didik dalam pembelajaran matematika yang berkaitan dengan karakteristik dari matematika yang diharapkan dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, di antaranya:

1. Kesepakatan
Setiap orang yang mempelajari matematika secara sadar atau tidak sadar telah menggunakan kesepakatan-kesepakatan tertentu. Kesepakatan ini terdapat dalam matematika yang rendah maupun yang tinggi, dapat berupa simbol, istilah, definisi, ataupun aksioma.
Contoh.
a. Penggunaan simbol bilangan 1, 2, 3, 4, ... dan seterusnya.
b. Pengertian tentang persegi
c. Pengertian tentang titik, garis, lengkungan, dan lain-lain

Dalam kehidupan sehari-hari, kadang tanpa kita sadari ada banyak kesepakatan berupa norma-norma baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat dalam lingkungan tertentu. Jika seseorang berperilaku tidak sesuai dengan suatu kesepakatan dalam lingkungan tertentu, pastilah akan dianggap melanggar aturan yang tentu akan mendapatkan sangsi tertentu. Seseorang yang telah dibiasakan belajar matematika yang penuh dengan kesepakatan yang harus ditaati, pastinya akan mudah memahami perlunya kesepakatan dalam hubungan masyarakat dan mempunyai kesadaran yang lebih tinggi untuk mentaati kesepakatan tersebut. Nilai inilah yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran matematika.

2. Ketaatasasan/konsistensi

Dalam pembahasan ini yang dimaksud dengan ketaatasasan/konsistensi adalah tidak dibenarkannya adanya kontradiksi sesuai dengan karakteristik dari matematika sendiri. Contohnya, untuk setiap anggota himpunan bilangan bulat, berlaku bahwa jumlah dari 2 bilangan bulat adalah bilangan bulat. Maka hasil dari 3 + 7 haruslah bilangan bulat.

Dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan adanya sikap dan nilai konsistensi ini, sehingga tidak akan banyak terjadi benturan-benturan dalam berhubungan dengan anggota masyarakat. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah ada aturan atau undang-undang yang harus ditaati oleh segenap warga Indonesia. Jika setiap warga negara telah terbiasa dengan berpikir matematika maka tidak akan banyak orang-orang yang melanggar aturan, sehingga tercipta negara yang aman dan damai. Oleh karena itu, setiap materi dalam pembelajaran matematika harus dapat menanamkan nilai konsistensi ini untuk membentuk tata nalar dan kepribadian siswa.

3. Deduksi

Secara sederhana, sesuai dengan karakteristik dari matematika, makna deduksi adalah proses menurunkan atau menerapkan pengertian atau sifat umum ke dalam keadaan khusus. Dalam pembahasan matematika, pola pikir deduktif inilah yang dapat diterima. Pola pikir induktif, sebenarnya juga dapat diterima sepanjang diperlukan untuk menyesuaikan bahan ajar dengan perkembangan intelektual siswa.
Contoh.
a. Misalnya pengertian tentang segitiga sama sisi. Ada yang mengartikan adalah segitiga yang ketiga sisinya sama, ada juga yang mengartikan ketiga sudutnya sama. Dari kedua pengertian di atas maka tidak bisa keduanya digunakan secara bersama-sama sebagai definisi, salah satu harus diturunkan sebagai teorema.
b. Adanya pengertian pangkal dalam matematika akan dengan mudah kita pahami dalam membuat struktur deduksi matematika. Misalnya pengertian titik dan garis.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, segala peraturan perundang-undangan diatur secara hirarkhis mulai dari Pancasila, UUD 1945, UU, Perpu, PP, Keppres, Kepmen, dan seterusnya. Dalam hal ini, peraturan di bawahnya merupakan penjabaran dari peraturan di atasnya atau yang lebih tinggi. Kebenaran dari peraturan yang satu tentunya merujuk kepada kebenaran peraturan yang di atasnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga diperlukan pola pikir deduktif

4. Semesta

Salah satu karakteristik dari matematika yaitu simbol-simbol yang dikosongkan dari maknanya. Misalnya, apakah arti x, y, z, itu? Hal ini dapat diartikan bermacam-macam tergantung si pemakai, apakah bilangan, vektor, pernyataan, atau yang lainnya. Hal ini, menunjukkan adanya lingkup pembelajatan yang dapat juga disebut semesta pembicaraan. Dalam pembelajaran matematika disadari atau tidak terdapat contoh atau soal yang sangat memperhatikan semesta. Bila semesta yang ditetapkan tidak diperhatikan, maka akan sangat besar kemungkinan arti yang diberikan akan salah.
Contohnya pada jam empatan, berapakah 3 + 7 = ?, kita harus menyadari pada semesta berapakan kita bekerja

Di alam semesta ini, seluruh umat manusia diciptakan berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dengan segala perbedaannya. Setiap kelompok mempunyai aturan-aturan tertentu yang wajib ditaati oleh segenap anggota kelompok. Dalam bersikap dan bertutur kata kita harus memperhatikan di mana kita berada dan bagaimana aturan yang berlaku dalam kelompok tersebut. Secara umum, dimanapun kita berada harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat kita berada. Jadi dengan selalu menyadari semesta dalam matematika, dapat digunakan dengan selalu menyadari di mana kita berada dan apa yang berlaku dalam semesta tersebut.

Contoh pembelajaran untuk siswa Sekolah Dasar

Untuk siswa Sekolah Dasar, misalnya pada pokok bahasan bilangan, operasi bilangan (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan penjumlahan), statistik, pengukuran dan lain-lain dapat digunakan untuk mengajarkan anti korupsi pada siswa. Dengan mengambil tema ”Bahaya Korupsi” atau ”Awas Korupsi” beberapa pokok bahasan dapat dibahas dengan berdasarkan tema tersebut. Guru dapat memfasilitasi siswa mencapai kompetensi dasar yang sudah ditentukan. Sebelumnya guru harus memberi kesempatan pada siswa untruk mendiskusikan dan membuat suatu kesepakatan tentang definisi korupsi. Pada diskusi ini siswa berlatih mengkomunikasikan ide-idenya dan secara bersama-sama membuat kesepakatan tentang definisi tersebut. Dari kesepakatan tersebut, siswa akan dapat mengidentifikasi contoh dan bukan contoh dari suatu tindakan korupsi. Dengan berdiskusi sesama mereka. Misalnya ”Apakah teman yang tidak membayarkan uang sekolah ke guru adalah suatu tindak korupsi?”, ”Apakah jika kita jajan tidak membayar juga termasuk tindak korupsi?” dan contoh-contoh lain yang dekat dengan kehidupan mereka. 

Misalnya pokok bahasan bilangan, diharapkan anak dapat mengerti nilai dari suatu bilangan (bilangan yang dipilih disesuaikan dengan tingkat kelasnya). Pada pembahasan ini siswa diajak untuk memahami seberapa besar nilai dari suatu bilangan. Pada pembelajaran ini, guru tidak hanya menginformasikan bahwa satu juta mempunyai enam nol (1.000.000), satu milyar mempunyai sembilan nol (1.000.000.000), tetapi siswa juga dibantu memahami seberapa besar nilainya. Hal ini untuk melatih number sense siswa. Contoh yang dekat dengan kehidupan mereka akan mempermudah siswa memahami makna dan dampak tindak korupsi, untuk membuat mereka menjadi generasi anti korupsi.

Pada saat ada berita di koran maupun televisi bahwa bahwa ada dugaan penyalahgunaan dana di Bank Century sebesar 6,7 trilyun. Guru dapat merumuskan pertanyaan berapa besarkah nilai uang 6,7 trilyun tersebut? Anak dapat difasilitasi melakukan kegiatan investigasi sesuai dengan kehidupan mereka, misalnya dengan mengidentifikasi kebutuhan sekolah mereka (harga buku-buku pelajaran, alat olahraga, bangku sekolah, dan lain-lain) Dengan demikian, mereka diharapkan dapat memahami bahwa uang sebesar 6,7 trilyun tadi dapat digunakan untuk berapa besar kebutuhan sekolah mereka. Dengan memaknai secara mendalam tentang bilangan, siswa diharapkan dapat mengerti berapa nilai kerugian korupsi yang ditimbulkan bagi dirinya dan masyarakat lainnya. Pada akhirnya para siswa diharapkan dapat lebih cepat memahami permasalahan masyarakat dan mengkritisi kejadian yang ada di sekitar mereka. Dengan demikian, moral anak terhadap korupsi dapat dibangun sejak dini dan mereka akan bisa diharapkan sebagai generasi masa depan yang anti korupsi.


Contoh pembelajaran untuk siswa Sekolah Menengah

Dengan memahami logika matematika dan dasar keagamaan yang benar akan semakin meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita pada Alloh swt. Sebagai contoh misalnya bagi siswa Sekolah Menengah yang sedang mempelajari logika matematika pada pembahasan konjungsi dapat menggunakan hafalan surat-surat pendek misalnya Qur’an surat Al Ashr yang berbunyi:

Artinya;
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Jika kita telaah ayat tersebut dengan menggunakan hukum logika matematika bahwa konjungsi dari dua pernyataan akan bernilai logik benar jika nilai kebenaran dari kedua pernyataan tersebut benar. Perhatikan tabel berikut.

p q p → q
B B B
B S S
S B S
S S S

Jika dikaji secara lebih mendalam dari ayat di atas, sesuai dengan hukum konjungsi, maka kita tidak akan berada dalam kerugian jika kita beriman dan beramal sholeh. Jika hanya beriman saja tanpa beramal sholeh maka masih berada dalam kerugian, atau sebaliknya jika beramal sholeh saja tanpa beriman, kitapun tetap dalam kerugian, apalagi jika tidak melakukan kedua-duanya, maka jelaslah akan berada dalam kerugian yang besar.

Keimanan adalah keyakinan besar sedangkan beramal sholeh adalah tindakan nyata dalam keimanan itu. Iman berfungsi untuk memberikan pengaruh positif dalam menunaikan kewajiban yang berhubungan dengan harta benda, mengakui kesalahan dan bersedia menerima hukuman, menegakkan hukuman, dan memelihara amanah, perintah dan keadilan, perniagaan, dan hubungan sehari-hari serta dalam menolong dan mengutamakan kawan. Amal sholeh ditempatkan pada urutan kedua setelah kita beriman. Amal sholeh adalah perbuatan yang dianggap baik oleh manusia sesuai dengan fitrahnya untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Selain dengan menggunakan ayat di atas dapat juga ditelaah Al Qur’an surat Mujadillah ayat 11 yang berbunyi sebagai berikut:


11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu amalkan.

Berdasarkan ayat di atas maka dapat diketahui jaminan dari Alloh swt bahwa Alloh swt akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Jadi dengan beriman saja belumlah cukup untuk meninggikan derajat di mata Alloh swt. Demikian juga, dengan berilmu saja meskipun dengan sederetan gelar kesarjanaan jika tanpa iman maka tidak akan menambah derajatnya di sisi Alloh swt, namun justru kemungkinan akan memerosotkannya ke jurang kehinaan, sebab tanpa iman ilmu yang dimiliki kemungkinan akan disalahgunakan untuk tindakan yang bertentangan dengan aturan negara bahkan agama. Sehingga tindakannya hanya akan menimbulkan kerusakan di muka bumi.
Kata-kata kunci yang bisa ditarik dari ayat tersebut adalah iman, ilmu, dan amal. Ketiganya menjadi satu rangkaian sistemik dalam struktur kehidupan setiap muslim lebih mementingkan yang satu dari yang lain akan melahirkan kehidupan yang timpang.


Contoh pembelajaran untuk mahasiswa di Perguruan Tinggi

Bagi mahasiswa calon guru pada program studi pendidikan matematika, dapat di motivasi dengan menanyakan mengapa kita perlu belajar matematika. Dengan sederetan gelar kesarjanaan yang disandang para ahli maka tetap akan merasa kecil tak berdaya, jika kita belajar matematika untuk mengakui kebesaran Alloh swt. Dalam Al Qur’an surat Ibrahim (14) ayat 51 yang berbunyi:

51. Agar Allah memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah Maha cepat hisab-Nya.

Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa di dunia ini di antara para pakar matematika tidak ada yang akan dapat mengalahkan Alloh swt dalam hal kecepatan menghitung sesuatu. Bahkan pada tingkat kecermatan dan ketelitian Alloh swt adalah Maha Teliti termasuk ketelitian Alloh swt dalam menghitung dan membalas amal umat manusia sebagaimana firman Nya dalam Al Qur’an surat Al Zalzalah ayat 7-8 yang berbunyi sebagai berikut:


7. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.
8. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.

Walaupun dalam matematika ada istilah galat, limit, dan lain-lain, namun tetap saja tidak akan dapat menandingi Alloh swt dalam hal ketelitian dan kecermatan. Alloh Maha Besar, kita manusia adalah kecil, tidak boleh sombong, dan harus tunduk pada Alloh swt. Masih banyak manusia yang memiliki keinginan untuk melakukan rasionalisasi terhadap nilai-nilai Al qur’an. Jika tidak rasional maka mereka tidak siap dan sulit untuk menerimanya. Misalnya hukum hak waris yang memberikan hak laki-laki lebih banyak daripada perempuan, diharamkannya riba, diwajibkannya manusia mengeluarkan zakat, dan lain-lain. Semua hal menyangkut kehidupan manusia sudah diatur Alloh swt dalam Al Qur’an dan bersifat mutlak, tapi mengapa masih ada manusia yang menawar-nawar lagi? Dalam matematika ada pengertian pangkal yang disepakati kebenaran dan keberadaanya tanpa ditawar, diperdebatkan dan dibuktikan kebenarannya. Pola pikir inilah yang akan membantu mahasiswa dalam mengakui kebenaran Al Qur’an tanpa harus dibuktikan karena kebenaran Al Qur’an bersifat mutlak. Oleh karena itu, sekaranglah saatnya bagi kita para pendidik matematika untuk membangun konstruksi berpikir matematika menuju konstruksi berpikir yang Qur’ani.


Download Dalam Bentuk DOC

DAFTAR PUSTAKA
  • Bell, Frederick H. 1981. Teaching and Learning mathematics (in Secondary Schools). Wm. C. Brown Company. Dubuque. Iowa
  • Soedjadi, R. 1995. Matematika Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama sebagai wahana pendidikan dan pembudayaan penalaran. Surabaya
  • __________. 2009. Al Qur’an. Departemen Agama RI
  • __________. 2006. Kerangka Dasar Keilmuan dan Pengembangan Kerikulum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pokja Akademik.
  • __________. 2006. Kurikulum KTSP. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
  • __________. 2003. UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Deprtemen Pendidikan . Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar