Sistem Pendidikan Nasional Perspektif Islam

PENDAHULUAN

Undang-Undang pendidikan tersebut memberikan fungsi pendidikan untuk mendidik warga masyarakat memiliki ketangguhan iman sebagai bentang pertahanan negara yang paling kuat, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai pakaian kesalehan, berakhlak mulia sebagai tindakan yang harus selalu dijaga, sehat jasmani dan rohani, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggungjawab. Undang Undang Pendidikan ini memberi arah yang jelas bagi terselenggaranya Sistem Pendidikan Nasional yang mantap. Undang-undang pendidikan nasional memuat aturan dan patron agar dapat menghantarkan negara pada kemajuan, kesejahteraan, dan keadilan. Kader pemimpin negara masa depan adalah putra/putri bangsa yang merupakan hasil produksi dari pada pendidikan nasional kita. 

Kita tidak dapat membantah bahwa sistem pendidikan kita masih mengalami uji coba (trial and error) dan Undang Undang pendidikan baru dapat mencari bentuk dan format pendidikan. Namun untuk mengejar ketertinggalan pendidikan kita dari negara-negara lain perlu dibuat Undang Undang pendidikan yang mencakup isisnya sistem aturan sampai dengan siswa dan guru. Sistem pendidikan kitaa telah diuji dengan perkembangan zaman. Hari ini semua orang menyalahkan sistem pendidikan yang belum membawa hasil yang memuaskan, belum dapat meluluskan sarjana yang siap pakai. Teknologi informasi yang telah menjadi ikon baru dalam kehidupan selalu mendahului sistem pendidikan , ekonomi yang berkembang selalu dipengaruhi oleh dunia luar membuat pakar kita kalang kabut.

Kenyataan ini kita rasakan baik di Departemen Pendidikan Nasional yang sedikit lebih mapan. Konon lagi pendidikan yang berada di bawah bendera Departemen Agama, mulai dari Taman Kanak-Kanak Madrasah Ibtidaiyah sampai Perguruan Tinggi masih jauh tertinggal bila dibandingkan dengan pendidikan yang berada di bawah payung pendidikan nasional, apalagi kalau dibandingkan dengan pendidikan yang ada di luar negeri. Meskipun di dalam UU Pendidikan disebutkan tujuan pendidikan agar warga masyarakat beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia serta berilmu pengetahuan, namun dalam pelaksanaannya pendidikan yzng berada di bawah payung Depatemen Agama belum mendapat perhatian yang serius di dalam UU Sisdiknas maupun di dalam pelaksanaan dalam kbijakan sehingga Departemen Agama jangankan untuk sarana dan prasarana saja masih sangat kurang.. Seharusnya UU Pendidikan Nasional tidak hanya memuat bentuk dan format semata, akan tetapi memuat pula substansi masalah yang dihadapi sekarang ini.Substansi pokok adalah menyangkut dengan manusia secara utuh, tujuan dan target yang harus dicapai. Di dalam Bab UU Pendidikan Nasional ada hal yang terlupakan sebagai upaya untuk membangkitkan semangat pendidikan itu sendiri seperti menyangkut dengan nilai humanis. Karena itu merupakan prinsip utama yang harus ditegakkan yag nanti akan melahirkan keadilan dan demokrasi.

PEMBAHASAN

A. Sistem Pendidikan Dalam Sisdiknas 

Jika kita menilik pada UU RI No. Th. 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional trutama bab I pasal 1 ayat 2 dan 3, akar pendidikan adalah kebudayaan Indonesia dan dasar pendidikan adalag Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Sistem Pendidikan Nasional dikatakan sebagai satu kesatuan yang terpadu dengan semua satuan yang berkaitan dengan yang lainnya demi tercapainya pendidikan nasional (ayat 3) dengan bab II ayat 3 dan 4 yaitu: pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional (pasal 3).

Pada dasarnya pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu;

Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Manusia berbudi pekerti luhur
Manusia yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan.
Manusia yang memiliki kesehatan jasmani dan rohani
Manusia yang memiliki kepribadian mantap dan mandiri,
Manusia yang memiliki rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan[1]

Sementara pada bab IV, bagian kesatu pasal 6 ayat 1 disebutkan setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Dalam UU Sisdiknas yang baru ini nampak terlihat bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan nasional agar masyarakat Indonesia bermartabat maka diberi perhatian khusus denganmenekankan kepada kewajiban belajar 9 tahun, dimana usia 0 – 5 th. dibebankan kepada orang tua dan masyarakat untuk melaksanakan pendidikan. Sedangkan usia 6 – 15 th. Diambil alih oleh pemerintah untuk melakukan pendidikan, artinya usia sekolah dasar dan usia sekolah menengah pertama ata pemerintah berkewajiban melakukan sesuatu yang berkenaan dengan pendidikan. Pencanangan yang dilakukan oleh pemerintah di era reformasi ini telah terjadi perkembangan yang berarti untuk pemantapan pendidikan bagi rakyat Indonesia yang merdeka. Pada pasal 34 ayat 2 dikatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jengjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.


B. Sistem Pendidikan Dalam Islam

Dalam Islam, Pendidikan tidak dijelaskan secara rinci, hanya memuat prinsip-prinsip umum saja. Namun diberikan kebebasan untuk berijtihad dengan menggunakan daya kekuatan ilmu pengetahuan, daya nalar dengan melihat kondisi zaman sesuai dengan hadist Nabi “ajarilah anakmu karena mereka akan hidup dengan zaman yang berbeda denganmu”. Perintah untuk melaksanakan pendidikan di dalam al Qur’an secara tersurat adalah orang tua atau orang yang bertanggungjawab terhadap anak itu, namun secara tersirat adalah orang orang-orang yang dinisbahkan dengan kebapakan, yaitu fa-abaihi. Apakah pemerintah brkewajiban melaksanakan pendidikan? Pertanyaan tersebut dapat terjawab dengan tafsiran ayat dan hadist terlihat dalam nilai-nilai sejarah pelaksanaan pendidikan baik di masa Rasulullah maupun di masa pemerintahan khulafaurrasyidin.

Pada masa Rasulullah[3] dan Khulafaurrasyidin pendidikan sudah mulai dilaksanakan oleh pemerintah dengan sistem dan metode yang sesuai di saat itu. Meskipun pada waktu itu belum ada Undang-undang tentang sistem Pendidikan Nasional dan belum ada teknologi pendidikan seperti sekarang ini. Namun perhatian pemerintah terhadap pendidikan sangat tinggi. Malah di zaman Al Ghazali, beliau pernah menjadi rektor di perguruan tinggi Al Nizamiyah dan mendapat gaji yang cukup tinggi. Meskipun belum ada Undang-undang tentang pendidikan namun proses belajar mengajar berjalan dengan tertib.

Sistem Pendidikan yang dilakukan adalah sistem halaqah, dan dengan sistem ini telah banyak melahirkan ulama besar pada abad pertama hingga abad kedua. Sistem pendidikan saat itu sangat baik sehingga banyak melahirkan ulama di zaman tersebut seperti imam mazhab yang empat yang sampai saat ini belum ada yang menandinginya dalam pembentukan azas hukum.Islam.


C. Masalah Pokok Pendidikan Nasional

Masyarakat semakin menaruh harapan setelah terbitnya Undang Undang nonor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di antara harapan-harapan tersebut adalah adanya sistem pendidikan yang dapat memperbaiki kualitas pendidikan yang menurun drastic bila diukur dengan standar nasional, belum lagi jika disandingkan dengan pendidikan di luar negeri, seperti Malaysia yang pada tahun delapan puluhan mereka belajar ke Indonesia. Namun setelah dua puluh tahun kemudian pendidikan di negeri jiran tersebut lebih tangguh dibandingkan Indonesia.

Undang-undang pendidikan kita selalu ketinggalan dengan pesatnya perkembangan teknologi dan ekonomi dan Undang Undang pendidikan juga belum mampu memproduk hasil yang sesuai dengan tuntutan zaman apalagi untuk menciptakan SDM yang handal untuk menyelesaikan selaksa problematika hidup. Jika kita menelusuri undang-undang pendidikan setelah 60 tahun Indonesia merdeka ternyata pengelolaan pendidikan masih berada pada tataran bebas dari buta huruf, artinya perhatian pemerintah terhadap pendidikan baru pada tingkat dasar yang disebut dengan wajib belajar 9 tahun dan pada tinggat itu pulapemerintah mampu membebaskan biaya pendidikan. Untuk mencapai SDM yang berpendidikan minimal setingkat SLTP masih jauh dari harapan dan tuntutan zaman. Konon lagi pada tataran peningkatan kualitas pendidikan sulit dapat diwujudkan, karena di satu sisi guru diharapkan memiliki kemampuan yang lebih, namun di sisi lain kebutuhan dan kesejahteraan guru masih jauh dari standar minimal ditambah lagi dengan tidak memadai fasilitas belajar, seperti laboratorium dan alat-alat praktek lainnya. Malah di sekolah-sekolah yang berada di pedalaman Indonesia ada sekolah yang hanya memiliki seorang kepala sekolah tanpa seorangpun guru.

Bila dikaji lebih lanjut, di tingkat SLTA, di samping kurangnya guru juga banyak yang tidak memiliki laboratorium dan alat praktek lainnya. Apalagi pendidikan yang dikelola oleh masyarakat, jangankan guru yang cukup rumah sekolahpun banyak dalam kondisi yang memprihatinkan, dinding masih terbuat dari pelepah rumbia dan atapnya dari daun rumbia dengan dana yang sama sekali tidak ada. Kalaulah masyarakat dapat dapat membantunya, maka itupun secara gotong royong membangun gedung namun sangat terkedala dengan dana.


D. Ruh Pendidikan Dalam Undang-Undang Sisdiknas Dan Islam

Dalam UU sisdiknas termaktub semangat ketuhanan dengan fungsi mengembangkan kemampuan dasar yang dimiliki manusia. Kemudian memventuk watak dan peradaban bangsa berdasarka pada nilai-nilai universal. Atas dasar itulah sistem pendidikan nasional dikembangkan. Dengan tujuan untuk mengembangkan potensi peserta diik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggungjawab.

Jelas sekali pendidikan yang termaktub dalam UU Sisdiknas memiliki ruh yang kuat, yakni secara tersirat ada unsure pendidikan spiritual yang mendalam, intelektual tertinggi,dan akhlak mulia sebagai modal dasar pengembangan manusia. Hanya saja sistem pengembangan pendidikan nasional belum tersosialisasi dengan sempurna dan difahami secara merata.

Konsep pendidikan yang diajarkan dalam Islam melalui al Qur’an surat al Alaq ayat 1 – 5. Surat tersebut dimulai dengan membaca dan menggunakan aqal serta memberdayakanya. Sehingga manusia mengenal dirinya kemudian mengenal Tuhannya. Demikian pula dalam surat Luqman ayat 12 – 118 yang dimulai dengan pendidikan hati, perasaan, akhlaq dan kesehatan jasmani agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya untuk mencapai kemajuan di dunia dan akhirat. Secara sempurna.

Menurut pakar pendidikan Naguib al Attas ketika menafsirkan ayat 32 surat albaqarah kenapa Allah lebih memilih Adam sebagai khalifah? Karena pada dirinya diberikan Allah dua potensi dasar dan tiga potensi melekat padanya. Dua potensi dasar tersebut adalah potensi akal dan potensi hati. Potensi aqal dapat mejadikan diri manusia itu mengembangkan dirinya, mengelola alam di jagat raya ini dengan baik dan memimpinnya dengan sempurna.

Potensi hati dapat menjadikan dirinya sebagai hamba Allah yang berta’abbud kepada-Nya, memikirkan apa yang tak sanggup difikirkan akal sehingga memberi keyakinan yang mantap agar selalu tunduk dan patuh pada aturan yang dating dari Allah.

Sementara 3 potensi yang melekat pada dirinya adalah hilmun, hijrun dan nudyah. Potensi hilmun adalah memiliki perasaan kemanusiaan, menghargai,menghormati, memuliakan,dan menjunjung martabat kemanusiaan. Potensi Hijrun adalah memiliki kemampuan untuk menghidari hal-hal yang negatif, sehingga perbuatan yang negatif yang dapat menghancurkan dirinya dan orang lain dan membiarkan orang berhadapan tidak dilakukan. Potensi nudyah adalah kemampuan mencegah dari hal-hal negatif, mencegah pada diri, orang lain untuk melakukan perbuatan yang negatif.[4]

Jika melihat pada ruh pendidikan yang terdapat dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 perlu disinergikan dengan hokum agama Islam. Karena di Indonesia memiliki dan punya payung hokum yang jelas yaitu paying hokum Islam dan paying hokum Pancasila dan UUD 1945. Untuk lebih sejalan dalam upaya mengembangkan potensi dan kemampuan manusia, UU Sisdiknas menampung, mengakomodir, menafsir kemudian dianalisis apa yang termaktub dalam ajaran tentang pendidikan kemudian dimasukkan dalam UU Sisdiknas sehingga sejalan dan tidak akan terjadi perubahan di tengah jalan UU Sisdiknas kecuali penambahan demi adanya pembaruan untuk mencapai kemajuan. Di satu sisi telah perintah agama, namun di sisi lain telah dilakukan kemajuan yang didasari keinginan untuk berubah tanpa mengessampingkan nilai-nilai agama.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa di Indonesia ada dua pegangan hokum yaitu pegangan hukum Islam yang berdasarkan al Qur’an dan hadist dan pegangan hukum Pancasila dan UUD 1945. maka perlu disinergikan kedua pegangan tersebut. Ruh pendidikan di dalam UU Sisdiknas dengan pendidikan yang ada dalam Islam agar sejalan dalam membentuk dan membangun untuk manusia dan membangun peradaban umat. Karena di Indonesia yang masyarakatnya 85% lebih adalah muslim, maka pada dasarnya perhatian khusus tentang pendidikan untuk masyarakat muslim lebih banyak. Hal ini sejalan dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.


DAFTAR PUSTAKA
  • Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2003.
  • Mujiburrahman, Rekontruksi Pendidikan Islam (upaya reformasi Pendidikan Aceh) dalam Islam Future, vol. II, no. 2 , 2002.
  • Nasir Budiman, Ilmu Pendidikan Islam, Lhokseumawe: Nadya Foundation, 1981
  • Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989.
  • Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pelaksanaannya, Jakarta:Sinar Grafika
  • Yossi Suparyo, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Yogjakarta: Media Abadi, 2005
  • Yusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995
  • Zakiyuddin Baidhawi, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, dalam Jurnal Tashwirul Afkar, Edisi No. 16 , 2004.
_________________
[1]Yusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 34.
[2]Yossi Suparyo, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Yogjakarta: Media Abadi,2005), h. 11 – 12.
[3]Pada masa Rasulullah aktifitas belajar dilakukan di rumah Arqam bin Abi Arqam, yang menjadi guru adalah Rasul sendiri dengan menitik beratkan pada pembentukan karakter dan tauhid. Dan Pada masa khulafaurrasyidin yang menjadi guru saat itu adalah adalah Ali bin Abi Thalib, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud dan lain-lain.
[4]Nasir Budiman, Ilmu Pendidikan Islam (Lhokseumawe: Nadya Foundation, 1981), h. 19.
[5]Seperti lembaga pendidikan Islam yang berbentuk Pesantren.
[6]Faisal, Reorientasi Pendidikan. h. 96

Tidak ada komentar:

Posting Komentar