Yang Perlu Diresensikan dalam Sebuah Buku di dalam Bahasa Indonesia/Before The reviews it in a Book in Indonesian Leangue for class XI IPS Semester 2 INDONESIAN

Yang Perlu Diresensikan dalam Sebuah Buku
(Sumber: Ms. Indri, Bahasa Indonesia Teach for class XI IPS  semester 2 dan sumber Kedua:Eti, Nunung Yuli. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas XI untuk SMA.2005. PT Intan Pariwara:Klaten.)
Yang diresensi

  • Judul Resensi
  • Data Buku, dibagi atas: Pertama, Fiksi; Kedua, Non fiksi (Judul, pengarang, penerbit, tahun terbit, tebal buku).
  • Memperkenalkan pengarang
  • Membandingkan dengan buku yang sejenis
  • Merumuskan tema
  • Mengungkapkan kesan
  • Sinopsis= ada/ tidak
  • Keunggulan dan kelemahan Buku

Contohnya:

PENETRASI YANG MENGANYAM KEHANCURAN
Judul                     : Menolak Panggilan Pulang
Penulis                 :Ngarto Februana
Jenis Buku          : Fiksi
Penerbit              :Media Pressindo, Yogyakarta
Cetakan I             : Juli 2000
Tebal                     : 207 halaman
                Tidak semua perubahan dan kemajuan memetik buah yang manis. Saat sebuah komunitas maupun individu diterjang datangnya perubahan baru yang tidak terantisipasi, maka yang terjadi justru kegamangan. Ternyata, tidak ada yang lebih dahsyat dari kehancuran yang disebabkan oleh meleburnya penetrasi sebuah kultur. Kehancuran ini dapat terjadi dalam sosok individu maupun komunitas.
Desa Malinau adalah bagian dari tiga belas desa di Kecamatan Loksado, Perbukitan Meratus, Kalimantan Selatan. Di dalamnya hidup sekelompok warga Dayak Meratus yang sangat patuh pada tradisi nenek moyang yang turun-temurun. Dengan tingkat pendidikan masyarakat  yang rendah, tidak heran jika kemajuan pembangunan desa itu pun berjalan sangat lamban. Ketidakmengertian pada teknologi dan kegigihan untuk mempertahankan adat, akhirnya, menggiring masyarakat Malianau pada sebuah pemikiran yang selalu skeptis dan penuh curiga pada setiap orang yang datang dari luar Meratus.
Ketika Rohaimin, salah satu staf Dinas Sosial di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, datang ke desa itu pada tahun 1981 untuk menawarkan cara bercocok tanam dengan system pemupukan dan menggunakan cangkul, justru ditanggapi curiga oleh masyarakat Dayak Meratus. Penghulu Dingit, tetua adat Malianau, menolak tawaran itu. Lima tahun kemudian, saat Rohaimi datang kembali ke Malinau, ia menawarkan diri menjadi orang tua asuh bagi Utay, anak tunggal penghulu Dingit, supaya bisa bersekolah di Kandang. Meski semula curiga, akhirnya Dingit memperbolehkan anaknya bersekolah di kota. Utay pun pergi meninggalkan teman-teman sepermainnya, termasuk Aruni, anak gadis penghulu Balai Jalay yang telah menjadi jodohnya secara adat.
Tujuh tahun kemudian, Utay menamatkan SMA dan juga kursus bahasa Inggris. Atmosfer kota yang serba kecukupan dan penuh kemudahan, rupanya, telah lekat dalam darah Utay. Mulailah banyak perdebatan dalam dirinya ketika kembali ke Desa Malianu, tanah kelahirannya. Sementara iut, Aruni pun sudah tumbuh menjadi gadis cantik yang cerdas. Ia memantu mengajarkan ketrampilan tangan di sebuah sekolah kecil di Malinau. Pemikiran Utay yang sudah lebih moderat bertemu dengan kekolotan adat di desanya. Utay pun gamang, apalagi ketika ayahnya menagih janjinya sebagai penerus tetua adat itu. Di satu sisi, ia pernah bersumpah untuk menjunjung tinggi adat leluhurnya. Namun, pendidikan yang telah dikenyamnya melahirkan satu cita-cita baru. Utay ingin bekerja sebagai tenaga administrasi di PT Rimba Nusantara, sebuah perusahaan hutan tanaman industir di Banjarmasin. Ia juga ingin masyarakat Malinay menerima tawaran perusahaan itu untuk bekerja sama mengelola lahan mereka. Rasa saying penghulu Dingit membuat mengabulkan keinginan anaknya untuk bekerja di kota.
Bayangan kemapanan, sedikit demi sedikit, memperbesar semangat pemberontakan di dalam diri Utay. Anak penghulu yang di segani di Desa Malinau itu pun telah berubah. Utay berubah dari anak kampong yang terbelakang, menjadi pemuda pelajar yang angkuh. Adat-istiadat tidak lagi dihiraukannya, iming-iming sepeda motor, kegemerlap kotam dan niatnya menikah Aruni, membuat Utay akhirnya nekat. Ia menipu perusahaannya dengan memberikan laporan palsu bahwa warga Desa Malinau setuju bekerja sama dengan PT Rimba Nusantara untuk menanam pohon industry. Malinau pun geger dan pertikaian tidak terhindarkan. Utau ditangkap dan dihukum secara adat. Penyesalan dan keterpurukan semakin menjadi, apalagi  setelah tahu Aruni hamil. Di tengah penyesalannya, gemerlap kota timbul lagi mendesak batinnya. Dendam pun berkobar, menyulut keinginan lari dari Malinau.
Bahasa yang digunakan pengarang dalam novel ini adalah bahasa yang lugas dan mudah dimengerti. Selain itu, dengan bahasanya yang lugas pengarang mampu menciptakan suasana mistis dan menampilkan banyak konflik.
Membaca novel ini seperti menjelajah ke suatu tempat asing yang tidak terpikirkan. Cekaman adat Dayak Meratus yang mistis dan kolot sangat terasa dari paparan sebagai bentuk ritual yang dilakukan warga Malinau. Jalinan cinta Utay dan Aruni dijadikan penulis sebagai jembatan untuk mengilustrasikan ruwetnya budaya yang saling berlawanan. Sederhana, tetapi mengena. Novel ini tampaknya lebih mengedepankan aspek ilmu melalui pendekatan budaya. Namun sayang sekali, banyak konflik menarik yang mestinya bisa diharap lebih detail dan menarik, justru hanya ditampilkan secara ilustratif. Padahal, pertemuan antara adat Malinau yang kolot dengan kehidupan kota yang begitu kompromistis dan bisa menjadi pemicu sebuah konflik tajam dan dramatis. Proses penetrasi budaya yang melebur dalam diri Utay itulah yang tidak digarap penulis dengan saksama. Meskipun demikian, dari sisi paparan data tentang sebuah komunitas, tampak jelas penguasaan penulis tentang “rimba” yang dimasukinya.
Novel ini tentu sangat berharga bagi peminat sastra. Anda dapat membaca novel ini jika ingin melihat nuansa mistis dan adat yang kolot. Novel ini teramat sayang jika kita lewatkan begitu saja. Oleh karena itu, Anda dapat membaca dan memiliki novel Menolak Panggilan Pulang.
Oleh: Lily Bertha Kartika
Disadur dari:Tabloid Mingguan Semanggi, Edisi 43, Th. I, 14-20 September 2000

YANG DIRESENSI
1.       Judul Resensi     :Penetrasi yang Mengayam Kehancuran

2.       Data buku           :Fiksi,
a)                  Judul                     : Menolak Panggilan Pulang
b)                  Penulis                 :Ngarto Februana
c)                   Jenis Buku           : Fiksi
d)                  Penerbit              :Media Pressindo, Yogyakarta
e)                  Cetakan I             : Juli 2000
f)                    Tebal                     : 207 halaman

3.       Memperkenalkan pengarang: Tidak semua perubahan dan kemajuan memetik buah yang manis. Saat sebuah komunitas maupun individu diterjang datangnya perubahan baru yang tidak terantisipasi, maka yang terjadi justru kegamangan. Ternyata, tidak ada yang lebih dahsyat dari kehancuran yang disebabkan oleh meleburnya penetrasi sebuah kultur. Kehancuran ini dapat terjadi dalam sosok individu maupun komunitas.Desa Malinau adalah bagian dari tiga belas desa di Kecamatan Loksado, Perbukitan Meratus, Kalimantan Selatan. Di dalamnya hidup sekelompok warga Dayak Meratus yang sangat patuh pada tradisi nenek moyang yang turun-temurun. Dengan tingkat pendidikan masyarakat  yang rendah, tidak heran jika kemajuan pembangunan desa itu pun berjalan sangat lamban. Ketidakmengertian pada teknologi dan kegigihan untuk mempertahankan adat, akhirnya, menggiring masyarakat Malianau pada sebuah pemikiran yang selalu skeptis dan penuh curiga pada setiap orang yang datang dari luar Meratus.

4.       Membandingkan dengan buku sejenis: Bahasa yang digunakan pengarang dalam novel ini adalah bahasa yang lugas dan mudah dimengerti. Selain itu, dengan bahasanya yang lugas pengarang mampu menciptakan suasana mistis dan menampilkan banyak konflik.

5.       Merumuskan tema: Tidak semua perubahan dan kemajuan memetik buah yang manis. Saat sebuah komunitas maupun individu diterjang datangnya perubahan baru yang tidak terantisipasi, maka yang terjadi justru kegamangan. Ternyata, tidak ada yang lebih dahsyat dari kehancuran yang disebabkan oleh meleburnya penetrasi sebuah kultur. Kehancuran ini dapat terjadi dalam sosok individu maupun komunitas.

6.       Mengungkapkan kesan: Bayangan kemapanan, sedikit demi sedikit, memperbesar semangat pemberontakan di dalam diri Utay. Anak penghulu yang di segani di Desa Malinau itu pun telah berubah. Utay berubah dari anak kampong yang terbelakang, menjadi pemuda pelajar yang angkuh. Adat-istiadat tidak lagi dihiraukannya, iming-iming sepeda motor, kegemerlap kotam dan niatnya menikah Aruni, membuat Utay akhirnya nekat. Ia menipu perusahaannya dengan memberikan laporan palsu bahwa warga Desa Malinau setuju bekerja sama dengan PT Rimba Nusantara untuk menanam pohon industri. Malinau pun geger dan pertikaian tidak terhindarkan. Utay ditangkap dan dihukum secara adat. Penyesalan dan keterpurukan semakin menjadi, apalagi  setelah tahu Aruni hamil. Di tengah penyesalannya, gemerlap kota timbul lagi mendesak batinnya. Dendam pun berkobar, menyulut keinginan lari dari Malinau

7.       Sinopsis: isi buku (ada)

8.        Keunggulan Buku : Bahasa yang digunakan pengarang dalam novel ini adalah bahasa yang lugas dan mudah dimengerti. Selain itu, dengan bahasanya yang lugas pengarang mampu menciptakan suasana mistis dan menampilkan banyak konflik. Kelemahan Buku: banyak konflik menarik yang mestinya bisa diharap lebih detail dan menarik, justru hanya ditampilkan secara ilustratif. Padahal, pertemuan antara adat Malinau yang kolot dengan kehidupan kota yang begitu kompromistis dan bisa menjadi pemicu sebuah konflik tajam dan dramatis. Proses penetrasi budaya yang melebur dalam diri Utay itulah yang tidak digarap penulis dengan saksama.

9.       Kesimpulan: Novel ini tentu sangat berharga bagi peminat sastra.

10.   Saran: Anda dapat membaca novel ini jika ingin melihat nuansa mistis dan adat yang kolot. Novel ini teramat sayang jika kita lewatkan begitu saja. Oleh karena itu, Anda dapat membaca dan memiliki novel Menolak Panggilan Pulang.


IN ENGLISH( with google translate Indonesian-English)
Before The reviews it in a Book
(Source: Ms. Indri, Indonesian Teach for class XI IPS Second semester 2 andsources: Eti, Nunung Yuli. Learning Indonesian Language and Literature Class XIto SMA.2005. PT Intan Pariwara: Klaten.)
the diresensi

  1. Review title
  2. Data Book, divided into: First, Fiction; Second, Non fiction (title, author, publisher, date of publication, a thick book).
  3. introducing the author
  4. Compare with similar books
  5. formulate a theme
  6. reveal the impression
  7. Synopsis = no / no
  8. Advantages and disadvantages Books

For example:





PENETRATION OF weave Destruction
Title:  Reject Call Return  Author: Ngarto FebruanaType of book: FictionPublisher: Media Pressindo, YogyakartaMatter I: July 2000Thickness: 207 pagesNot all the changes and advancements reap the sweet fruit. When a community and individuals hit by the coming of the new changes are not anticipated, then the case is just uncertainty. Apparently, nothing is more powerful than the devastation caused by the melting of the penetration of a culture. This destruction can occur in individual and community figures.Malinau village is part of the thirteen villages in the District Loksado, Meratus Hills, South Kalimantan. In it lives a group of Dayak Meratus very obedient to the traditions of the ancestors who passed down through generations. With low levels of public education, do not be surprised if the progress of rural development was also running very slow. Ignorance of the technology and the persistence to maintain customs, ultimately, lead to the Malianau on an idea that is always skeptical and suspicious at every person who comes from outside Meratus.When Rohaimin, one of the staff of District Social Services in the Upper South River, came to the village in 1981 to offer a system of farming with fertilizers and use a hoe, actually responded to suspected by the Dayak Meratus. Dingit prince, Malianau traditional elders, rejected the offer. Five years later, when it comes back to Malinau Rohaimi, he volunteered to be foster parents for Utay, the only child Dingit prince, so he could attend school in the Cage. Although originally suspected, finally allowed her son to school Dingit in the city. Utay was going to leave my friends sepermainnya, including Aruni, the son of the prince Hall Jalay girl who has become his soul mate is customary.Seven years later, Utay graduated high school and also an English course. Town atmosphere of the all sufficiency and full of ease, apparently, has latched onto the blood Utay. Begin a lot of debate within him when he returned to the village of Malianu, his homeland. While the IUT, Aruni had already grown into a pretty smart girl. He memantu teach skills in the hands of a small school in Malinau. Utay thinking that has met with more moderate conservatism of custom in the village.Utay was nervous, especially when his father collect his promise as a successor to the traditional elders. On the one hand, he had sworn to uphold the customs of their ancestors. However, education has dikenyamnya birth of new ideals. Utay want to work as administrative staff at the PT Rimba Nusantara, an industrial forest companies in Banjarmasin. He also wanted the community to accept the offer of the company's Malinay to work together to manage their land. Dingit prince saying makes sense to grant her desire to work in the city.Shadow establishment, bit by bit, enlarge the spirit of rebellion within Utay. The prince of the children who will respect him in the village of Malinau it has changed.Utay transformed from a backward village children, a haughty young learners.Customs are no longer disregard, the lure of the motorcycle, and his intention to marry kegemerlap kotam Aruni, making Utay finally determined. He deceived his company by giving false reports that villagers Malinau agreed to work with PT Rimba Nusantara industry to plant trees. Malinau was commotion and conflict inevitable. Utau was arrested and sentenced by custom. Regret and adversity increasingly become, especially after knowing Aruni pregnant. In the midst of regret, arising again urged the sparkling inner city. Vengeance was blazing, ignite the desire to run from Malinau.The language used in the author of this novel is the language straightforward and easy to understand. In addition, with straightforward language that the author is able to create a mystical atmosphere and featuring a lot of conflict.This novel reads like a venture into a strange place that is unthinkable. Stress the indigenous Dayak Meratus mystical and very old-fashioned feel of the exposure as a form of ritual performed Malinau citizens. Aruni Utay love relationship and the authors used as a bridge to illustrate the conflicting cultural intricacies. Simple, but effective. This seems to put forward a novel aspect of science through a cultural approach. Unfortunately, many conflicts that would otherwise be expected to draw more detailed and interesting, it was shown in an illustrative only. In fact, a meeting between the old-fashioned custom Malinau with city life so compromised and could trigger a sharp and dramatic conflict. The process of cultural penetration of the melt in Utay that is not the author worked closely. Nevertheless, in terms of exposure data on a community, it seems obvious mastery of the author of "jungle" is entered.The novel is certainly very valuable for literary enthusiasts. You can read this novel if you want to see the mystique of old-fashioned and traditional. The novel is very fond, if we pass away. Therefore, you can read and has a novel Reject Call Home.By: Lily Bertha KartikaAdapted from: Weekly Tabloid Clover, Issue 43, Th. I, 14-20 September 2000THE DIRESENSIA. Review Title:  PENETRATION OF weave Destruction2. Data book: Fiction,a) Title: Reject Call Return (MENOLAK PANGGILAN PULANG)b) Author: Ngarto Februanac) Type of book: Fictiond) Publisher: Media Pressindo, Yogyakartae) Matter I: July 2000f) Thickness: 207 pages3. Introducing the author: Not all the changes and advancements reap the sweet fruit. When a community and individuals hit by the coming of the new changes are not anticipated, then the case is just uncertainty. Apparently, nothing is more powerful than the devastation caused by the melting of the penetration of a culture.This destruction can occur in individuals and komunitas.Desa Malinau figure is part of the thirteen villages in the District Loksado, Meratus Hills, South Kalimantan. In it lives a group of Dayak Meratus very obedient to the traditions of the ancestors who passed down through generations. With low levels of public education, do not be surprised if the progress of rural development was also running very slow. Ignorance of the technology and the persistence to maintain customs, ultimately, lead to the Malianau on an idea that is always skeptical and suspicious at every person who comes from outside Meratus.4. Compare with similar books: The language of the author in this novel is a straightforward language and easy to understand. In addition, with straightforward language that the author is able to create a mystical atmosphere and featuring a lot of conflict.5. Formulate themes: Not all the changes and advancements reap the sweet fruit.When a community and individuals hit by the coming of the new changes are not anticipated, then the case is just uncertainty. Apparently, nothing is more powerful than the devastation caused by the melting of the penetration of a culture. This destruction can occur in individual and community figures.6. Reveals an impression: Shadow establishment, bit by bit, enlarge the spirit of rebellion within Utay. The prince of the children who will respect him in the village of Malinau it has changed. Utay transformed from a backward village children, a haughty young learners. Customs are no longer disregard, the lure of the motorcycle, sparkling city Aruni and his intention to marry, making Utay finally determined. He deceived his company by giving false reports that villagers Malinau agreed to work with PT Rimba Nusantara industry to plant trees. Malinau was commotion and conflict inevitable. Utay arrested and punished by custom.Regret and adversity increasingly become, especially after knowing Aruni pregnant. In the midst of regret, arising again urged the sparkling inner city.Vengeance was blazing, ignite the desire to run from Malinau7. Synopsis: The contents of the book (there are)8. Advantage Books: The language of the author in this novel is a straightforward language and easy to understand. In addition, with straightforward language that the author is able to create a mystical atmosphere and featuring a lot of conflict.Book weakness: many conflicts that would otherwise be expected to draw more detailed and interesting, it was shown in an illustrative only. In fact, a meeting between the old-fashioned custom Malinau with city life so compromised and could trigger a sharp and dramatic conflict. The process of cultural penetration of the melt in Utay that is not the author worked closely.9. Conclusion: This novel is certainly very valuable for literary enthusiasts. 10. Tip: You can read this novel if you want to see the mystique of old-fashioned and traditional. The novel is very fond, if we pass away. Therefore, you can read and has a novel Reject Call Home.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar