Metode Istinbath Hukum Imam Malik

A.    BIOGRAFI IMAM  MALIK
1.    Kelahiran Imam  Malik
Imam  Malik dilahirkan di kota madinah daerah hijaz pada tahun 93 H (712M). Nama beliau adalah malik bin abi amir. Salah seorang kakaeknya datang ke madinah lalu berdiam di sana. Kakaeknya abu amir seorang sahabat yang turut menyaksikan segala peperangan nabi selain perang badar.

Pada masa Imam  Malik dilahirkan, pemerintahan islam ada di tangan kekuasaan kepala Negara sulaiman bin abdul maliki ( dari bani umayah yang ke tujuh). Kemudian setelah beliau menjadi seorang alim besar dan dikenal di mana-mana, pada masa itu pula penyelidikan beliau tentang hukum-hukum keagamaan di akui dan diikuti oleh sebagian kaum muslimin. Buah hasil ijtihad beliau itu dikenal oleh orang banyak dengan madzhab Imam  Malik.
2.    Pendidikan Imam  Malik
Beliau mempelajari ilmu pada ulama-ulama madinah, diantara para tabiin, para cerdik pandai dan para ahli hukum agama.
Guru beliau yang pertama adalah abdur rahman ibnu hurmuz, beliau dididik di tengah-tengah mereka itu sebagai seorang anak yang cerdas pemikiran, cepat menerima pelajaran, kuat ingatan dan teliti. Dari kecil beliau membaca al-qur'an dengan lancer di luar kepala dan mempelajari pula tentang sunnah dan selanjutnya setelah dewasa eliau belajar kepada para ulama dan fuqaha. Beliau menghimpun pengetahuan yang di dengar dari mereka, menghafalkan pendapat-pendapat mereka, menaqal atsar-atsar mereka, mempelajari dengan seksama pendirian-pendirian atau aliran-aliran mereka, dan mengambil kaidah-kaidah mereka sehingga beliau pandai tentang semua itu.
3.    Kepandaian Imam  Malik Tentang Ilmu Hadits
kepandaian beliau tentang lmu hadits data kita ketahui melalui pengakuan para ahli ilmu hadits, antara lain:
a.    Imam  Muhammad bin Idris As-Syafi'i berkata: apabila dalam hadits kepadamu dari Imam  Malik, maka pegang teguhlah olehmu dengan kedua tanganmu, karena ia menjadi alasan bagimu.
b.    Juga pernah beliau berkata: apabila disebut-sebut ulama ahli hadits, maka Imam  Malik b intangnya, dan tidak ada seorang pun yang aku percayai tentang hadits selain daripada Imam  Malik.
c.    Imam  Abdur Rahman bin Mahdi berkata: saya belum pernah mendahulukan seorang pun tentang shahihnya hadits daripada Imam  Malik" beliau juga berkata " tidak ada di muka bumi ini seorang un pada masa itu yang lebih dipercayai tentang hadits selain Imam  Malik.
d.    Imam  Yahya bin Mu'in pernah berkata: Imam  Malik adalah seorang raja bagi orang-orang yang beriman tentang ilmu hadits, yakni seorang yang tertinggi tentang ilmu hadits.
Demikianlah pernyataan para ulama ahli hadits tetnang kepandaian Imam  Malik dalam ilmu hadits dan masih banyak lagi pernyataan-pernyataan yang mengungkakan tentang kepandaian Imam  Malik tentang hadits itu.


4.    Kepandaian Imam  Malik Tentang Agama
Kepandaian Imam  Malik tentang pengetahuan ilmu agama dapat kita ketahui melalui para ulama pada masanya, seperti pernyataan Imam  hanafi yang menyatakan bahwa " beliau tidak pernah mnjuampai seorang pun yang lebih alim daripada Imam  Malik. Bahkan Imam  Al-Laits Bin Saad pernah berkata, bahwa pengetahuan Imam  Malik adalah engetahuan orang yang taqwa kepada allah dan boleh dipercaya bagi orang-orang yang benar-benar hendak mengambil pengetahuan".
Imam  Yahya Bin Syu'bah berkata" pada masa itu tidak ada seorang pun yang dapat menduduki kursi mufti di masjid nabi selain Imam  Malik. Karena kepandaian Imam  Malik tentang ilmu agama atau seorang alim besar pada masanya, maka terkenal lah beliau sebagai seorang ahli kota madinah dan terkenal pula sebagai Imam  di negeri hejaz.
Demikianlah pernyataan-pernyataan yang dapat kita ketahui tentang kepandaian sehingga timbulah suatu pernyataan dari para ulama terkemuka, bahwa: tidak selayaknya seorang pun memberi fatwa tetang urusan agama selama Imam  Malik masih berada di kota madinah"
5.    Penghormatan Imam  Malik Tentang Hadits-Hadits Nabi
Dalam riwayat hidup Imam  Malik ada suatu hal yang tidak boleh dilupakan yaitu penghirmatan beliau terhadap hadits nabi, yaitu ketika beliau hendak menyampaikan hadits nabi atau mengajarkannya disertai dengan cara yang istimewa dengan tujuan untuk menghormati hadits nabi tersebut.
Dalam beberapa riwayat dikatakan bahwa: Imam  Malik apabila menyampaikan atau mengajarkan hadist nabi kepada orang lain, beliau segera masuk ke ketempat mandi lalu bersuci lau memakai wangi-wangian dan memakai pakaian yang bagus serta bersih dan duduk di tempat istimewa. Diriwayatkan pula bahwa beliau tidak duduk di tempat itu melainkan diwaktu  beliau akan membacakan atau menyampaikan hadits-hadits rasulallah dan sedapat munkin dalam keadaan suci, ketika hendak membacakannya.
Imam  qadhi abul fadh iyadh pernah berkata bahwa baginda abu ja'far al-mansur datang berkunjung ke madinah, lalu datang kepada Imam  Malik, kemudian beliau bertukar pikiran dengan Imam  Malik itu di dalam masjid nabi saw. Di kala itu baginda al-mansur berbicara agak keras suaranya, maka seketika itu pula ditegur oleh beliau dengan perkataan yang sangat tajam, beliau  berkata" wahai amirul mukminin janganlah engkau bersuara keras di dalam masjid ini karena allah telah memberi pimpinan dengan firmanya: jagnanlah kamu mengangkat suara kamu melebihi suara nabi, sesungguhnya orang yang merendahkan suara disisi rasul, mereka itu adalah orang-orang yang hati mereka itu di uji oleh allah untuk taqwa.

B.    METODE PENETAPAN HUKUM IMAM  MALIK
1.    Dasar-Dasar Madzhab Imam  Malik
Dasar-dasar hukum yang diambil dan dipergunakan oleh Imam  Malik dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.    Kitab allah (al-qur'an)
b.    Sunnah rasul yang telah beliau pandang sah
c.    Ijma' para ulama madinah, tetapi kadang-kadang beliau menolak hadits apabila ternyata berlawanan atau tidak diamalkan oleh para ulama madinah.
d.    Qiyas
e.    Istislah (mashalihul mursalah) istislah adalah mengekalkan apa yang telah ada karena suatu hal yang belum diyakini. Adapun mashalihul mursalah adalah memelihara tujuan-tujuan syara' dengan jalan menolak segala sesuatu yang merusak makhluk.
Demikianlah dasar-dasar yang diambil oleh Imam  Malik.
2.    Cara Imam  Malik Memberi Fatwa
Imam  Malik adalah seorang yang terkenal alim besar, tetapi amat berhati-hati dan amat teliti dalam urusan hukum-hukum keagamaan, terutama daam urusan riwayat yang dikatakan hadits dari nabi. Ringkasnya bahwa cara-cara beliau memberi fatwa bsa dilihat dari cara beliau memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan kepada beliau.
Imam  syafi'i berkata "sungguh aku telah meyaksikan Imam  Malik bahwa beliau ditanya masalah-masalah sebanyak empat puluh delapan masalah, beliau menjawab "saya belum tau", dari pernyataan ini jelaslah, bahwa beliau adalah seorang yang amat berhati-hati menjawab masalah yang bertalian dengan hukum-hukum keagamaan dan beliau tidak terburu-buru memberi jawaban terhadap masalah-masalah yang memang belum diketahui hukumnya oleh beliau.
Beberapa ulama meriwayatkan, Imam  Maliki berkata: " saya tidak memberi fatwa-fatwa dan meriwayatkan hadits, sehingga tujuh puluh ulama membenarkan dan mengakui". Artinya bahwa segala masalah yang difatwakan oleh beliau kepa prang lain setelah disaksikan oleh tujuh puluh orang ulama, dan mereka itu menetapkan dan sepakat bahwa beluai seorang yang ahli dalam masalah yang diriwayatkan itu.
C.    BEBERAPA PENDAPAT IMAM  MALIK
1.    Pendapat Imam  Malik Dan Pendiriannya Dalam Bidang Aqaid
dalam bidang ni beliau memegang prinsip
sebak-baiknya urusan agama adlah yang telah menjadi sunnah dan sejelek-jeleknya urusan adalah diada-adakan. oleh sebab itu beliau menolak segala macam akidah yang ditimbulkan oleh partai-partai islam dan mengenai akidah beliau berpegang kepada apa yang ditunjuki nash. beliau berpendapat bahwa iman adalah gabungan dari I'tikad hati, ucapan lidah dan amal anggota dan iman itu bisa berkurang dan bisa bertambah.
mengenai qadar, beliau berdiri seimbang, artinya bahwa segala macam perbuatan manusia terjadi dengan ciptaan allah tetapi manusia punya daya usaha untuk mengusahakannya, karenanya manusia dibalas kelak segala perbuatannya.
mengenai kemakhlukan al-qur'an yang dikembagkan oleh al-jaham dan dianut oleh qdariyah dan mu'tazilah yang sebenarnya tidak dianggap menyimpang dari agama, maliki tidak memperkatakannya, sebenarnya kita tidak perlu menyesatkan orang yang mengetakan kemahklukan al-qur'an, karena mereka percaya benar bahwa al-qur'an itu turun dari allah.
2.    Dalam Bidang Politik
Maliki tidak membenarkan masyarakat menuduh sahabat rasul (yang pada masa itu telah banyak berkembang dalam masyarkat), baik oleh golongan khawarij yang menuduh utsman, ali, amar ibn ash, muawiyah dan lain-lain telah menjadi kafir, maupun golongan sy'ah mencela abu bakar dan utsman beliau  berkata: " jika di madinah berkembang penistaan terhadap para sahabat, wajiblah kita keluar dari adinah itu, jika tidak dapat menolongnya".
Dalam bidang politik maliki tidak bayak b icara. Beliau tidak ingin mencampuri persengketaan dan perselisihan. Kita hanya menemukan pendirian-pendirian maliki secdara tidak terinci dalam sebagian ucapannya dan sikapnya. Dalam pada itu dapat kita lihat pendapat beliau, bahwa khalifah itu tidak harus dipegang oleh keluarga hasyimi (alawi), dan jalan memlih khalifah menurut maliki ialah dengan jalan istikhlaf, asal yang menunjuk itu tidak dipengaruhi oleh hawa hafsu, atau dengan dimusyawarahkan oleh panitian negara yang dibentuk untuk itu, dan pengangkatan itu dilakukan dengan bai'at kaum muslimin.
Menurut pendapat maliki apabila seseorang merebut kekuasaan, tetapi berlaku adil dan masyarkat senang menerimanya maka kita tidak boleh memberontak terhadapnya, kita harus mentaatinya. Tetapi jika tidak berlaku adil beliau tidak memperolehkannya. Beliau mengambil jalan maslahat dalam bidang politik dan menghindari bencana yang lebih besar.
3.    Pesan Imam  Malik Mengenai Bid'ah
Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa Imam  Malik adalah seorang alim besar yang amat cinta kepada sunnah nabi saw, dan sangat benci terhadap orang yang model baru tentang urusan agama dan perbuata yang dalam istilah agama disebut dengan bid'ah.
Beliau sangat keas terhadap bid'ah dan ahli bid'ah, antara lain: beliau bersyair yang artinya: " sebaik-baik urusan agama itu adalah yang mengikuti sunnah dan sejelek-jelek urusan agama tu adalah perbuatan yang baru". Artinya bahwa sebaik-baik urusan agama mengenai peribadatan adalah yang mengikuti pimpinan nabi atau sunnah nabi dan sejelek-jeleknya adalah yang diperbuat tanpa contoh dari nabi dan tidak pernah pula dikerjakan oleh nabi.
Pada kesempatan yang berbeda  beliau pernah berkata: barang siapa yang mengada-ada suatu perbuatan baru dalam urusan agama islam dan ia telah menganggap bahwa perbuatan itu baik. Maka sesungguhnya berarti ia telah menuduh bahwa nabi saw telah mnyembunyikan risalahnya, padahal allah telah berfirman: pada hari ini telah aku sempurnakan bagi engkau akan agamamu….
Oleh sebab itu apapun yang tidak menjadi agama ada masa itu, tidak akan menjadi agama pada masa lain, artinya berarti menganggap nabi tidak sempurna dalam menyampaikan risalahnya kepada umat manusia.
Dari riwayat di atas jelaslah, bahwa Imam  Malik sangat keras terhadap bid'ah dalam urusan agama. Demikian beberapa pesan beliau dan ungkapanya  mengenai bid'ah.
4.    Nasihat Imam  Malik Terhadap Sikap Taqlid
Sebagai mufti besar dan sebagai seorang alim, ahli hadits beliau tidak pernah mengajarkan atau memberikan pimpinan kepada muridnya supaya mengekor (bertaqlid) terhadap pendapat atau buah penyelidikan beliau bahkan amat berhati-hati dalam menjatuhkan hukum halal dan haram dan angat melarang orang bertaqlid b uta, dan sebagai bukti, di bawah ini ada beberapa pesan beliau.
Imam  Malik pernah berkata: " saya seorang manusia, dan saya terkadang salah terkadang benar. Oleh sebab itu lihatlah dan pikirkanlah baik-baik pendapat saya, jika sesuai dengan al-qur'an dan sunnah maka ambilah dia dan jika tidak sesuai maka tingglkanlah". Artinya bahwa jika beliau menjatuhkan hukumnan dalam masalah keagamaan, dan pada waktu menetapkan buah pikirannya itu bukan dari nash al-qur'an dan sunnah, maka masing-masing kita disuruh untuk melihat dan memperhatikannya kembali dengan baik tentang buah fikirannya, terlebih dahulu harus dicocokknya dengan nash yaitu al-qur'an dan sunnah.
Pada suatu waktu beliau juga pernah megatakan bahwa tidaklah semua perkataan itu lalu diturut sekalipun ia orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan. Kita tidak mesti mengikuti perkataan orang itu jelas berlawanan atau menyalahi hukum-hukum rasul, maka kita diperbolehkan untuk mengikutinya".
Dengan demikian jelaslah, bahwa kita dilarang bertaqlid kepada pendapat-pendapat dan perkataan yang memang nyata tidak sesuai dengan petunjuk yang ada dalam al-qur'an dan sunnah. Demikianlah nasihat Imam  Malik menganai taqlid.

Disusun oleh : Rusmini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar