Klonning Manusia


Majma` Buhus Islamiyah Al-Azhar di Cairo Mesir telah mengeluarkan fatwa yang berisi bahwa "kloning manusia itu haram dan harus diperangi serta dihalangi dengan berbagai cara".
Naskah fatwa yang dikeluarkan lembaga itu juga menguatkan bahwa kloning manusia itu telah menjadikan manusia yang telah dimuliakan Allah menjadi objek penelitian dan percobaan serta melahirkan beragam masalah pelik lainnya.

Fatwa itu menegaskan bahwa Islam tidak menentang ilmu pengetahuan yang bermanfaat, bahkan sebaliknya, Islam justru mensupport bahkan memuliakan para ilmuwan. Namun bila ilmu pengetahuan itu membahayakan serta tidak mengandung manfaat atau lebih besar mudharatnya ketimbang manfaat, maka Islam mengharamkannya demi melindungi manusia dari bahaya itu. Karena dalam qaidah fiqhiyah dalam Islam dijelaskan bahwa menolak mafsadah (kerusakan) lebih didahulukan daripada mengambil mashlahat.
Namun fatwa ini mengharuskan untuk membedakan antara kloning dengan teknologi rekayasa genetika pada wanita dan hewan untuk menghasilkan keturunan yang baik dan bermanfaat atau untuk pengobatan medis. Seperti kloning organ tubuh yang rusak dan harus didapat gantinya yang sesuai. Ini mungkin didapat dengan cara kloning organ itu. Bila motivasinya demikian, memang dibolehkan karena asas manfaat yang lebih besar daripada mudharatnya.
Fatwa ini telah dikeluarkan sebelum adanya pengumuman dari ilmuwan Perancis dan para teamnya tentang telah lahirnya bayi kloning pertama dan diberi nama Eve atau Hawa.
Sesungguhnya yang monlak dibolehkannya kloning manusia ini bukan hanya kalangan ulama Islam, Vatican pun menentang lahirnya bayi hasil kolning ini. Bahkan PBB pun menentangnya.
Bagaimana sesungguhnya proses kloning itu ? Kloning adalah upaya untuk menduplikasi genetik yang sama dari suatu organisme dengan menggantikan inti sel dari sel telur dengan inti sel organisme lain. Kloning pada manusia dilakukan dengan mempersiapkan sel telur yang sudah diambil intinya lalu disatukan dengan sel dewasa dari suatu organ tubuh. Hasilnya ditanam ke rahim seperti halnya embrio bayi tabung.
Praktik dan prosedur pelaksanaan kloning dapat diidentifikasi beberapa macam. Pertama kloning dimaksudkan untuk "memproduksi" seorang anak dan yang lainnya mengkloning organ-organ tertentu dari anggota badan untuk keperluan tertentu. Yang pertama mempunyai dua tujuan. Untuk mengupayakan keturunan bagi pasangan yang mandul dengan cara mengkloning DNA dari suaminya yang sah. Serta untuk kepentingan sains dan teknologi semata. Sedang kloning terhadap anggota badan untuk mengganti jaringan sel yang rusak di dalam tubuh. Adapun mafsadat dan bahaya yang akan timbul dari proses kloning ini terdiri dari beberapa sisi, antara lain :

1. Masalah Hukum Syariah
Dalam hal ini terutama masalah nasab dan hubungan famili Islam sangat memperhatikan hubungan nasab dan famili, karena berkait dengan urusan yang lebih jauh.
Seperti masalah hukum mahram tidaknya seseorang dengan lawan jenisnya. Masalah apakah seseorang mewarisi harta dari seseorang?. Siapa yang harus menjadi wali nikah bagi seorang wanita dari hasil koloning ?. Bagaimana konsep saudara sepersusuan terhadap dirinya?. Lalu siapa yang bertanggung jawab terhadap nafkah dan kehidupannya? Berikutnya siapa pan dan laqab anak itu?
Hukum-hukum yang hidup di dalam masyarakat juga akan menimbulkan masalah. Latar belakang keluarga dari garis keturunan ibu dan bapak masih tetap menjadi unsur penting di dalam berbagai pertimbangan hukum. Jika seseorang tidak mempunyai ayah atau ibu konvensional belum ada contoh pemecahannya dalam hukum atau fikih Islam. Berbeda kalau seseorang kehilangan ayah atau ibu karena meninggal dunia atau hilang, dapat segera diselesaikan oleh pengadilan.
Dengan proses kelahiran yang tidak wajar ini maka akan timbul kekacauan hukum yang serius. Misalnya, seseorang bisa memesan sel telur pada sebuah bank sel telur yang mungkin sudah dilengkapi dengan penyedia jasa rahim sewaan. Atau seseorang bisa saja punya anak tanpa istri atau suami.

2. Masalah hubungan psikologis
Islam juga sangat memperhatikan hubungan psikologis yang terjalin antara anak dan orangtua. Bila seorang anak lahir dari hasil kloning, maka akan timbul kesulitan untuk memastikan siapakah sosok ayah atau sosok ibu yang akan dijadikan tempat perlidungan psikologisnya ? Karena tidak jelas lagi hubungan apa yang dihasilkan dari proses yang tidak wajar itu.

3. Masalah Pretimbangan moral
Kloning terhadap manusia tidak pernah ditemukan ayat dan hadisnya secara khusus, baik yang melarang maupun yang membolehkannya.
Namun, semangat umum ayat-ayat Al Quran dan hadis berorientasi kepada peningkatan kualitas hidup dan martabat kemanusiaan. Jika kloning manusia terbukti akan melahirkan manusia yang tidak produktif, terutama dalam mengemban amanah beratnya sebagai khalifah di Bumi, apalagi jika terbukti menurunkan martabat kemanusiaan, maka kloning dapat ditolak dengan pertimbangan moral.

4. Masalah Keamanan dan Keselamatan
Mengkloning manusia bukan tanoa resiko, bahkan sangat tinggi sresikonya. Dengan tingginya frekuensi mutasi pada gen produk kloning, efeknya nanti akan terlihat pada beberapa waktu kemudian. Resiko cacat dan tidak normal pasti selalu menghantui bayi-bayi hasil kloning ini. Bila nanti bayi itu mati, maka siapakah yang bertanggung-jawab secara moral atas ‘program pembunuhan massal’ bayi-bayi tak berdosa ? Dan bila bayi itu tetap hidup dengan memiliki cacat fatal, kepada siapakah insan-insan itu harus mengadukan halnya ? Apa dosa mereka sehingga harus lahir dengan kondisi cacat ? Dimanakah moral dan nurani para ilmuwan saat itu ? Apakah lalu manusia kloning itu harus ‘dimusnahkan’ ?

5 .Masalah niat dan motivasi
Sementara kalangan yag mendukung kloning manusia mengatakan bahwa teknologi ini demi kepantingan umat manusia. Tapi kenyataannya, dari segi pembiayaan saja sudah pasti kloning manusia memerlukan biaya teramat besar.
Sebagai perbandingan, Dolly konon memerlukan 272 kali eksperimen dengan biaya yang luar biasa. Konon seorang kaya Amerika harus menghabiskan 2,3 juta dollar AS untuk mengklon anjing kesayangannya yang telah mati.
Bayangkan, sementara kita harus kehilangan biaya yang begitu besar untuk memperjuangkan satu kandidat "manusia", sementara ribuan "manusia-manusia formal" meninggal setiap hari karena kekurangan gizi. Jadi, jika maksud dan tujuan (maqashid) kloning manusia untuk kemanusiaan, maka akan kontraproduktif. Lebih baik dana sebesar itu diberikan kepada fakir miskin!
Lain halnya kloning sel organ tubuh tertentu untuk keperluan pengobatan. Hal ini memerlukan pembahasan lebih mikro. Mungkin hal ini bisa dihubungkan dengan pencangkokan organ tubuh yang sudah ada hukumnya di dalam masyarakat.

Penulis: Ust. Ahmad Sarwat, Lc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar