Bangsa (nation) atau nasional, nasionalitas atau kebangsaan, nasionalisme atau paham kebangsaan, semua istilah tersebut dalam kajian sejarah terbukti mengandung konsep-konsep yang sulit dirumuskan, sehingga para pakar di bidang Politik, Sosiologi, dan Antropologi pun sering tidak sependapat mengenai makna istilah-istilah tersebut. Selain istilah bangsa, dalam bahasa Indonesia, kita juga menggunakan istilah nasional, nasionalisme yang diturunkan dari kata asing “nation” yang bersinonim dengan kata bangsa. Tidak ada rumusan ilmiah yang bisa dirancang untuk mendefinisikan istilah bangsa secara objektif, tetapi fenomena kebangsaan tetap aktual hingga saat ini.
Dalam kamus ilmu Politik dijumpai istilah bangsa, yaitu “natie” dan “nation”, artinya masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah yang memiliki unsur sebagai berikut :
1. Satu kesatuan bahasa ;
2. Satu kesatuan daerah ;
3. Satu kesatuan ekonomi ;
4. Satu Kesatuan hubungan ekonomi ;
5. Satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.
Istilah natie (nation) mulai populer sekitar tahun 1835 dan sering diperdebatkan, dipertanyakan apakah yang dimaksud dengan bangsa?, sehingga melahirkan berbagai teori tentang bangsa sebagai berikut :
1. Teori Ernest Renan
Pembahasan mengenai pengertian bangsa dikemukakan pertama kali oleh Ernest Renan tanggal 11 Maret 1882, yang dimaksud dengan bangsa adalah jiwa, suatu asas kerohanian yang timbul dari :
(1). Kemuliaan bersama di waktu lampau, yang merupakan aspek historis.
(2). Keinginan untuk hidup bersama (le desir de vivre ensemble) diwaktu sekarang yang merupakan aspek solidaritas, dalam bentuk dan besarnya tetap mempergunakan warisan masa lampau, baik untuk kini dan yang akan datang.
Dasar dari suatu paham kebangsaan, yang menjadi bekal bagi berdirinya suatu bangsa, ialah suatu kejayaan bersama di zaman yang lampau dimilikinya orang-orang besar dan diperolehnya kemenangan-kemenangan, sebab penderitaan itu menimbulkan kewajiban-kewajiban, yang selanjutnya mendorong kearah adanya usaha bersama. Lebih lanjut Ernest Renan mengatakan bahwa hal penting merupakan syarat mutlak adanya bangsa adalah plebisit, yaitu suatu hal yang memerlukan persetujuan bersama pada waktu sekarang, yang mengandung hasrat untuk mau hidup bersama dengan kesediaan memberikan pengorbanan-pengorbanan. Bila warga bangsa bersedia memberikan pengorbanan bagi eksistensi bangsanya, maka bangsa tersebut tetap bersatu dalam kelangsungan hidupnya (Rustam E. Tamburaka, 1999 : 82).
Titik pangkal dari teori Ernest Renan adalah pada kesadaran moral (conscience morale), teori ini dapat digolongkan pada Teori Kehendak, berbeda dengan teori kebudayaan (cultuurnatie theorie) yang menyatakan bahwa bangsa merupakan perwujudan persamaan kebudayaan: persamaan bahasa, agama, dan keturunan. Berbeda juga dengan teori kenegaraan (staatsnatie theorie) yang menyatakan bahwa bangsa dan ras kebangsaan timbul karena persamaan negara. Menurut teori Ernest Renan, jiwa, rasa, dan kehendak merupakan suatu faktor subjektif, tidak dapat diukur dengan faktor-faktor objektif. Faktor agama, bahasa, dan sejenisnya hanya dapat dianggap sebagai faktor pendorong dan bukan merupakan faktor pembentuk (consttuief element) dari bangsa. Karena merupakan plebisit yang diulangi terus-menerus, maka bangsa dan rasa kebangsaan tidak dapat dibatasi secara teritorial, sebab daerah suatu bangsa bukan merupakan sesuatu yang statis, tapi dapat berubah-ubah secara dinamis, sesuai dengan jalannya sejarah bangsa itu sendiri.
Teori Renan tentang nation (waktu itu masih digunakan kata bangsa) dianut dan secara langsung sebagai tokoh teori nasionalisme menegaskan suatu negara hanya ada karena adanya kemauan bersama. Kemauan bersama diperlukan supaya semua daerah dari satu negara akan mempunyai pengaruh dalam komunitas dunia. Dari konsep nasionalisme Ernest Renan pada masa itu telah membangkitkan rasa nasionalisme kelompok mahasiswa dan cendekiawan-cendekiawan Indonesia pada tahun 1920-an seperti Perhimpunan Indonesia, Indonesische Studieclub, dan Algemeene Studieclub yang merupakan pembentuk dan penyebar nasionalisme Indonesia serta memberi orientasi bagi perjuangan bangsa terjajah di wilayah Hindia Belanda dalam rangka membebaskan diri dari cengkeraman penjajahan Belanda, yang kemudian lazim disebut awal gerakan kebangkitan nasional.
Teori Renan mengatakan bahwa etniksitis tidak diperlukan untuk kebangkitan nasionalisme, jadi nasionalisme bisa jadi dalam suatu komunitas yang multi etnis, persatuan agama juga tidak diperlukan untuk kebangkitan nasionalisme. Persatuan bahasa mempermudah perkembangan nasionalisme tetapi tidak mutlak diperlukan untuk kebangkitan nasionalisme. Dalam hal nasionalisme, syarat yang mutlak dan utama adalah adanya kemauan dan tekad bersama. (Frank Dhont, 2005 : 8)
2. Teori Otto Bauer
Persoalan : was ist eine nation, dijawab oleh Otto Bauer adalah eine nation ist aus schicksalameinschaft erwachsene charaktergemeinschaft (suatu bangsa ialah suatu masyarakat ketertiban yang muncul dari masyarakat yang senasib) atau bangsa adalah suatu kesamaan perangai yang timbul karena senasib (Rustam E. Tamburaka, 1999 : 83).
3. Teori Rudolf Kjellen
Rudolf Kjellen membuat suatu analogi/membandingkan bangsa dengan suatu organisme biotis dan menyamakan jiwa bangsa dengan nafsu hidup dari organisme termaksud. Suatu bangsa mempunyai dorongan kehendak untuk hidup, mempertahankan dirinya dan kehendak untuk berkuasa (Rustam E. Tamburaka, 1999 : 84-85).
Suatu bangsa dianggap ada, apabila mulai sadar sebagai suatu bangsa jika para warganya bersumpah pada dirinya, seperti yang telah dilakukan oleh bangsa Swiss waktu mendirikan persekutuannya: wir wollen sein ein einzig volk von brudern (kita ingin menjadi satu rakyat yang bersaudara satu sama lainnya), seperti juga yang dilakukan oleh pemuda Indonesia dalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 untuk pertama kalinya pemuda Indonesia memproklamasikan kesatuan Indonesia secara kultural dan politik dalam 3 (tiga) konsep : satu tanah air, Indonesia ; satu bangsa, Indonesia ; dan satu bahasa, Indonesia, hal ini merupakan modal sosial (social capital) penting bagi perjalanan sejarah masyarakat Indonesia karena pada peristiwa itu untuk pertama kalinya konsep jati diri (identity) sebagai “bangsa” (nation) dengan konsep Indonesia sebagai simbol pemersatu keragaman masyarakat Indonesia dinyatakan secara tegas, jelas, dan berani. Sumpah Pemuda merupakan tekad generasi muda tersebut pada dasarnya menempatkan kepentingan bersama diatas kepentingan suku, bangsa, ras, agama, dan kebudayaan yang berasal dari berbagai penjuru. Melalui ikrarnya itu, mereka menyatukan derap langkah dan gerak maju menuju kepada kehidupan kebangsaan Indonesia yang berlandaskan pada asas kesatuan dan persatuan.
Suatu bangsa yang menjelma membentuk suatu negara, maka ia dapat memperoleh isi rohani yang lebih tinggi yang semula tidak dipunyainya. Hal ini merupakan isi dari asas kebangsaan dan sekaligus cita-citanya yang terakhir, yang pernah menggemparkan setiap zaman. Suatu bangsa baru akan dianggap sempurna, apabila batas-batasnya sudah sama dengan batas-batas negaranya. Dengan demikian kesadaran berkebangsaan dan sekaligus memiliki kebudayaan yang sama yang merupakan identitasnya. Kesatuan yang utuh dalam segala aspek kehidupan, selalu diusahakan secara terus-menerus. Menurut Rudolf Kjellen dibalik suatu bahasa terdapat suatu kebangsaan. Dengan demikian, bahasa bukan merupakan sebab, tetapi akibat dari kebangsaan, teori ini disebut dengan teori Lebenssehnsucht (nafsu hidup bangsa).
4. Teori Geopolitik
Teori ini bersangkutan dengan Blood and Boden Theorie (Teori Darah dan Tanah) oleh Karl Haushofer yang dianggap sebagai sendi bagi politik imperialisme Jerman, tetapi digunakan pula oleh kaum nasionalis di Asia, khususnya untuk membela cita-cita kemerdekaan, persatuan bangsa, dan tanah air. Geopolitik mendasarkan diri pada faktor-faktor geografis sebagai suatu faktor yang konstan (Rustam E. Tamburaka, 1999 : 86).
5. F. Ratzel (Jerman)
Bangsa terbentuk karena adanya hasrat bersatu. Hasrat itu timbul karena adanya rasa kesatuan antara manusia dan tempat tinggalnya (paham geopolitik).
6. Hans Kohn (Jerman)
Bangsa adalah buah hasil tenaga hidup manusia dalam sejarah. Suatu bangsa merupakan golongan yang beraneka ragam dan tidak bias dirumuskan secara pasti. Kebanyakan bangsa memiliki faktor-faktor obyektif tertentu yang membedakannya dengan bangsa lain.
7. Jalobsen dan Lipman
Bangsa adalah kesatuan budaya (cultural unity) dan suatu kesatuanpolitik
(political unity).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar