PANDANGAN AGAMA ISLAM TERHADAP INSEMINASI BUATAN (BAYI TABUNG)

BAB I
PENDAHULUAN
 
 
1.1. Latar Belakang
Ajaran syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia Allah SWT. Demikian halnya di ntara pancamaslahat yang diayomi oleh maqashid asy-syari’ah (tujuan filosofis syariah Islam) adalah hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan kesucian reproduksi) bagi kelangsungan dan kesinambungan generasi umat manusia. Allah telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusi (QS.Al-Insyirah:5-6) termasuk kesulitan reproduksi manusia dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu biologi modern yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka bersyukur dengan menggunakannya sesuai kaedah ajaran-Nya.
Teknologi bayi tabung dan inseminasi buatan merupakan hasil terapan sains modern yang pada prinsipnya bersifat netral sebagai bentuk kemajuan ilmu kedokteran dan biologi. Sehingga meskipun memiliki daya guna tinggi, namun juga sangat rentan terhadap penyalahgunaan dan kesalahan etika bila dilakukan oleh orang yang tidak beragama, beriman dan beretika sehingga sangat potensial berdampak negatif dan fatal. Oleh karena itu kaedah dan ketentuan syariah merupakan pemandu etika dalam penggunaan teknologi ini sebab penggunaan dan penerapan teknologi belum tentu sesuai menurut agama, etika dan hukum yang berlaku di masyarakat.
Seorang pakar kesehatan New Age dan pemimpin redaksi jurnal Integratif Medicine, DR. Andrew Weil sangat meresahkan dan mengkhawatirkan penggunaan inovasi teknologi kedokteran tidak pada tempatnya yang biasanya terlambat untuk memahami konsekuensi etis dan sosial yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, Dr. Arthur Leonard Caplan, Direktur Center for Bioethics dan Guru Besar Bioethics di University of Pennsylvania menganjurkan pentingnya komitmen etika biologi dalam praktek teknologi kedokteran apa yang disebut sebagai bioetika. Menurut John Naisbitt dalam High Tech - High Touch (1999) bioetika bermula sebagai bidang spesialisasi paada 1960 –an sebagai tanggapan atas tantangan yang belum pernah ada, yang diciptakan oleh kemajuan di bidang teknologi pendukung kehidupan dan teknologi reproduksi.
1.2.Pokok Permasalahan
Bagaimanakah pandangan agama islam terhadap inseminasi  buatan dan bayi tabung?
1.3.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan. 


BAB II
PEMBAHASAN
 
 
DEFINISI INSEMINASI (BAYI TABUNG)
Inseminasi buatan ialah pembuahan pada hewan atau manusia tanpa melalui senggama (sexual intercourse). Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan dalam dunia kedokteran, antara lain adalah: Pertama; Fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses di vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer di rahim istri. Kedua; Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur (tuba palupi) Teknik kedua ini terlihat lebih alamiah, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi ejakulasi melalui hubungan seksual.
Pandangan Agama Islam Terhadap Inseminasi Buatan dan Bayi Tabung
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
Masalah inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan di kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia. Mantan Ketua IDI, dr. Kartono Muhammad juga pernah melemparkan masalah inseminasi buatan dan bayi tabung. Ia menghimbau masyarakat Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovumnya berasal dari suami-isteri sendiri.
Dengan demikian, mengenai hukum inseminasi buatan dan bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma atau ovum suami isteri sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi atau uterus isteri, maupun dengan cara pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri; maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah ‘al hajatu tanzilu manzilah al dharurat’ (hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak diperlakukan seperti keadaan darurat).
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.  

LANDASAN MENETAPKAN HUKUM HARAM INSEMINASI DENGAN DONOR
Menurut hemat penulis, dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi buatan dengan donor ialah:
Pertama; firman Allah SWT dalam surat al-Isra:70 dan At-Tin:4. Kedua ayat tersebuti menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia. Dalam hal ini inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diinseminasi.
Kedua; hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup, masalah inseminasi buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa hukumnya dari mereka.
Hadits ini juga dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata maa’ dalam bahasa Arab bisa berarti air hujan atau air secara umum, seperti dalam Thaha:53. Juga bisa berarti benda cair atau sperma seperti dalam An-Nur:45 dan Al-Thariq:6.
Dalil lain untuk syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari ssperma dan ovum pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari mafsadah atau mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan mudharat daripada maslahah. Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal. Namun mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain berupa:
1. percampuran nasab, padahal Islam sangat menjada kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan.
2. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah.
4. Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tanggal.
5. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
6. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami. (QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka tampaknya memberi pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat dipandang sebagai anak yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f) tentang larangan perkawinan antara dua orang karena agama melarangnya, dll. lagi pula negara kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku. 

PROSES BAYI TABUNG YANG DIHARAMKAN OLEH AGAMA ISLAM
Pandangan Islam mengenai bayi tabung tergambar dalam beberapa cara, tetapi Islam juga menghalalkan dan mengharamkan hal tersebut dilihat dari bagaimana cara penyemaian benih itu dilakukan, adapun cara-cara penyemaian benih dalam tabung uji ada 7 tujuh cara diantaranya;
  1. Disesuaikan antara benih si suami dengan telur yang diambil dari seorang perempuan yang bukan istri kepada lelaki itu kemudian dimasukan semaian itu kedalam rahim si istri.
  2. Disemaikan antara benih seorang lelaki (bukan suami) dengan telur si istri kemudian dimasukan semaian itu kedalam rahim si istri.
  3. Disemaikan benih si suami dengan telur si istri kemudian dimasukan semaian itu kedalam rahim seorang perempuan lain yang bersetuju untuk mengandung (hamil) dengannya.
  4. Disemaikan antara benih seorang lelaki (asing) dengan telur perempuan asing juga kemudian dimasukan semaian itu kedalam rahim si istri.
  5. Disemaikan benih dengan telur dari sepasang suami istri kemudian dimasukan kedalam rahim istri.
  6. Diambil benih dari si suami dan telur si istri dan disemaikan di tabung uji kemudian di masukan ke dalam rahim istri.
  7. Diambil benih si suami kemudian di suntikan di tempat yang sesuai dalam rahim istrinya sebagai semaian dari dalam. (wiramandiri, wordpress.com.2007)
Dari cara-cara yang pertama sampai cara yang kelima hukumnya adalah haram, karena semua itu terlarang di sisi agama Islam karena dapat merusak perhubungan dan mencampuradukan keutuhan keturunan. Sedangkan cara yang keenam dan ketujuh diperbolehkan. Sehingga umat muslim yang ingin mendapatkan anak boleh berusaha untuk mendapatkannya dengan dua cara ke 6 dan 7 dan hendaklah dipastikan dan berjaga-jaga agar tidak melakukan sesuatu yang lain daripadanya.
Dengan demikian ada bayi tabung yang dihalalkan dan ada yang diharamkan. Adapun bayi tabung yang dihalalkan adalah proses pembuahan di luar rahim antara sperma suami dan ovum istri, setelah terjadi pembuahan dikembalikan ketempatnya yang alami di dalam rahim istri agar terjadi kehamilan alami. Proses semacam ini diperbolehkan oleh Islam, sebab berobat itu hukumnya sunnah (mandub).
Adapun bayi tabung dihukumi haram adalah apabila sebagai berikut: 
1. Sel telur istri yang telah dibuahi diletakan dalam rahim perempuan lain yang bukan istrinya, atau biasa kita sebut dengan ibu pengganti.
2. Proses dalam pembuahan buatan tersebut terjadi antara sel sperma suami dengan sel telur yang bukan istrinya, meskipun sel telur yang sudah dibuahi nantinya diletakan dalam rahim istrinya
3. Proses pembuahan tersebut terjadi antara sel sperma bukan suami dengan sel telur istri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim istri.
Dari ketiga proses tidak dibenarkan oleh Hukum Islam karena akan menimbulkan percampuradukan dan penghilangan nasab yang telah diharamkan oleh ajaran Islam. Tampaknya ketiga proses yang diharamkan ini sesuai dengan yang disabdakan oleh Rasulullah saw:
“siapa saja perempuan yang memasukan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapatkan apapun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasuknnya ke dalam surge. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat kemiripannya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian pada hari kiamat.” (HR.Ad-Darimi)
Dikuatkan dari riwayat Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw telah bersabda:
“siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau seorang budak bertuan (taat/loyal) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia. (HR. Ibnu Majah)
Keharaman bayi tabung dengan tiga proses diatas karena ada kemiripan dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinahan, hanya saja dalam prosesnya tidak terjadi penetrasi penis kedalam vagina. Oleh karena itu laki-laki dan perempuan yang menjalani proses bayi tabung dengan tiga proses diatas tidak dijatuhi sanksi seperti pezina, akan tetapi cukup dijatuhi sanksi berupa ta’zir, yang besarnya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim.
Sebagaimana dikuatkan oleh pendapat Yusuf Pardawi bahwa bayi tabung yang bukan dari air mani suami adalah suatu kejahatan yang sangat buruk sekali dan sutu perbuatan munkar yang lebih hebat. Bahkan Mahmud Syaltut juga berpendapat hal yang sama bahwa hal itu merupakan pelanggaran yang tercela dan dosa besar. Perbuatan setarap dengan zina, dan akibatnya pun sama.

FATWA MUI TENTANG BAYI TABUNG
Hukum Islam tentang bayi tabung ini telah difatwakan juga oleh MUI pada tanggal 13 juni 1979 sebagai berikut:
  1. Bayi tabung dengan sperma clean ovum dari pasangan suami istri yang sah hukumnya adalah mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
  2. Bayi tabung dari pasangan suami istri dengan titipan rahim istri yang lain (misalnya dari istri kedua dititipkan di istri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd Adz-Dzariyah sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkan dan sebaliknya).
  3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. Berdasarkan Sadd Adz-Dzariyah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dengan hal pewarisan.
  4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami istri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkn kaidah Sadd Adz-Dzariyah yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.
Fatwa MUI didasarkan pada firman Allah SWT: 
Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.
[862] Maksudnya: Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan.
Berdasarkan ayat diatas, manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk mulia. Allah SWT telah berkenan memuliakan manusia, maka udah seharusnya manusia menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia. Dalam hal ini, inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia. Disamping itu, ada hadits Nabi saw yang artinya:
“Dari Ruwaifi Ibnu Tsabit Al-Ansyari ra ia berkata: saya pernah bersama rasulllah saw telah perang Hunain, kemudian beliau bersabda: “tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhiruntuk menyirakan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain)”.
Proses pembuahan dengan metode bayi tabung antara sel sperma sel suami dengan sel telur isteri, sesungguhnya merupakan suatu upaya medis untuk memungkinkan sampainya sel sperma suami ke sel telur isteri. Sel sperma tersebut akn membuahi sel telur bukan pada tempatnya yang alami, sel telur yang telah dibuahi ini kemudian akan diletakkan pada rahim isteri dengan metode tertentu sehinnga kehamilan akan terjadi secara alamiah di dalamnya.
Pada dasarnya pembuahan yang alami terjadi dalam rahim melalui cara yang alami pula (hubungan seksual), sesuai dengan fitrah yang telah di tetapkan oleh Allah untuk manusia. Akan tetapi pembuahan yang alami ini terkadang sulit terwujud, misalnya karena rusaknya atau tertutupnya saluran indung telur (tuba fallopii) yang membawa sel telur ke rahim, serta tidak dapat diatasi dengan cara membuka atau mengobatinya. Atau karena sel sperma suami lemah atau tidak mampu menjangkau rahim isteri untuk bertemu dengan sel telur, serta tidak dapat diatasi dengan cara memperkuat sel sperma tersebut, aatu mengupayakan sampainya sel sperma ke rahim isteri agar bertemu dengan sel telur di sana. Semua ini akan meniadakan kelahiran  dan menghambat suami isteri memperbanyak anak. Padahal Islam telah menganjurkan dan mendorong hal tersebut dan kaum muslim pun telah disunnahkan melakukannya.Kesulitan tersebut dapat di atasi dengan suatu upaya medis agar pembuahan antara sel sperma dengan sel telur dapat terjadi di luar tempatnya yang alami. Setelah sel sperma suami dapat sampai dan membuahi sel telur isteri dalam suatu wadah yang mampunyai kondisi alami rahim, rahim isteri. Dengan demikian kehamilan alami diharapkan dapat terjadi dan selanjutnya akan dapat dilahirkan bayi secara normal. Proses seperti ini merupakan uapaya medis untuk mengatasi kesulitan yang ada, dan hukumnya boleh (ja’iz) menurut syara’, sebab upaya tersebut adalah upaya untuk mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu kelahiran dan berbanyak anak, yang merupakan salah satu tujuan dasar dari suatu pernikahan. Diriwayatkan  dari Anas RA bahwa Nabi SAW telah bersabda :
تـَزَوَّجُـوْا الْـــوَدُوْدَ الوَلُــوْدَ ، فـَـاِنــِّي مــُكَاثـرٌ بِكــُمُ الأنــبِـيـَـاءَ يــَومَ القِـــيـَـامَــةِ
“ Menikahlah kalian dengan perempuan yang penyayang dan subur, sebab sesunguhnya aku aku akan berbangga  dihadapan nabi dengan banyaknya jumlah kalian pada Hari Kiamat nanti.” (HR. Ahmad)
Pada dasarnya, upaya untuk mengusahakan terjadinya pembuahan yang tidak alami hendaknya tidak ditempuh, kecuali setelah tidak mungkin lagi mengusahakan terjadinya pembuahan alami dalam rahim isteri, antara sel sperma suami dengan sel telur isterinnya. Dalam proses pembuahan buatan dalam cawan untuk menghasilkan kelahiran tersebut, diisyaratkan sel sperma harus milik suami dan sel telur harus milik isteri. Dan sel telur isteri yang telah terbuahi oleh sel sperma suami dalam cawan, harus diletakkan pada rahim isteri. Hukumnya haram bila sel telur isteri yang telah terbuahi diletakkan dalam rahim perempuan yang bukan isteri atau apa yang biasa disebut sebagai ibu pengganti (surrogate mother). Begitu juga haram hukumnya  bila proses dalam pembuahan buatan tersebut terjadi antara sel sperma suami dengan sel telur bukan isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya akan diletakkan dalam rahim isteri, demikian juga haram hukumnya apabila pembuahan yang terjadi antara sel sperma bukan suami dengan sel telur isteri meskipun nantinya diletakkan dalam rahim isteri. Dari ketiga bentuk proses di atas tidak dibenarkan dalam hukum Islam, sebab akan menimbulkan pencampuradukan dan penghilangan nasab, yang telah diharamkan dalam ajaran Islam. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika turun ayat li’an :
أيـُّمـَاامْـرَأةٍ أَدْخَـلَتْ عَلىَ قَـوْمٍ نَسَــبًا لَيـْـسَ مِنـْهُمْ فـَلَيْـسَتْ مِنَ الله فِي شَـيْئٍ، وَلَنْ يَدْخُـلَهَـا الله الجـَـنَّةَ، وأيـُّمَـارَجُــلٍ حَجـَـدَ وَلـَـدَهُ وَهُـوَ يَـنْـظُــُر اِلَيْــهِ اِحْــتَجَبَ الله مِنْهُ وَفَضَـحَهُ عَلىَ رُؤُوْسِ الأوَّلـِـيْنَ وَالآخِــرِين.
“Siapa saja perempuan yang telah memasukkan kepada suatu kaum nasab yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apapun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di ahadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada Hari Kiamat nanti) (HR. Ibnu Majah) 


BAB III
KESIMPULAN 
 
 
Kesimpulan
Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari artificial insemination. Artificial artinya buatan ataua tiruan, sedangkan insemination berasal dari kata latin. Inseminatus artinya pemasukan atau penyampaian. artificial insemination adalah penghamilan atau pembuahan buatan. Dalam kamus تلقيح الصناعى, seperti dalam kitab al-fatawa karangan mahmud syaltut.
Jadi, insiminasi buatan adalah penghamilan buatan yang dilakukan terhadap wanita dengan cara memasukan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut dengan pertolongan dokter, istilah lain yang semakna adalah kawin suntik, penghamilan buatan dan permainan buatan (PB). Yang dimaksud dengan bati taqbung (Test tubebaby) adalah bayi yang di dapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embrio dengan bantuan ilmu kedokteran. Dikatakan sebagai kehamilan, bayi tabung karena benih laki-laki yang disedut dari zakar laki-laki disimpan dalam suatu tabung.
Untuk menjalani proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim, perlu disediakan ovom (sel telur dan sperma). Jika saat ovulasi (bebasnya sel telur dari kandung telur) terdapat sel-sel yang masak maka sel telur itu di hisab dengan sejenis jarum suntik melalui sayatan pada perut, kemudian di taruh dalam suatu taqbung kimia, lalu di simpan di laboratorium yang di beri suhu seperti panas badan seorang wanita. Kedua sel kelamin tersebut bercampur (zygote) dalam tabung sehingga terjadinya fertilasi. Zygote berkembang menjadi morulla lalu dinidasikan ke dalam rahim seorang wanita. Akhirnya wanita itu akan hamil. Inseminasi permainan (pembuahan) buatan telah dilakukan oleh para sahabat nabi terhadap pohon korma. Bank sperma atau di sebut juga bank ayah mulai tumbuh pada awal tahun 1970.
B. motivasi di lakukan inseminasi buatan
Inseminasi buatan yang dilakukan untuk menolong pasangan yang mandul, untuk mengembang biakan manusia secara cepat, untuk menciptakan manusia jenius, ideal sesuai dengan keinginan, sebagai alternative bagi manusia yang ingin punya anak tetapi tidak mau menikah dan untuk percobaan ilmiah
C. hukum inseminasi buatan
Inseminasi buatan dilihat dari asal sperma yang dipakai dapat dibagi dua:
inseminasi buatan dengan sperma sendiri atau AIH (artificial insemination husband)
inseminasi buatan yang bukan sperma suami atau di sebut donor atau AID (artificial insemination donor)
untuk inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri di bolehkan bila keadaannya benar-benar memaksa pasangan itu untuk melakukannya dan bila tidak akan mengancam keutuhan rumah tangganya (terjadinya perceraian) sesuai dengan kaidah usul fiqh…………..
الحاجة تنزل منزلة الضرورة
hajat itu keperluan yang sangat penting dilakukan seperti keadaan darurat”.
Adapun tentang inseminasi buatan dengan bukan sperma suami atau sperma donor para ulama mengharamkannya seperti pendapat Yusuf Al-Qardlawi yang menyatakan bahwa islam juga mengharamkan pencakukan sperma (bayi tabung). Apabila pencakukan itu bukan dari sperma suami.
Mahmud Syaltut mengatakan bahwa penghamilan buatan adalah pelanggaran yang tercela dan dosa besar, setara dengan zina, karena memasukan mani’ orang lain ke dalam rahim perempuan tanpa ada hubungan nikah secara syara’, yang dilindungi hukum syara’.
Pada inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri tidak menimbulkan masalah pada semua aspeknya, sedangkan inseminasi buatan dengan sperma donor banyak menimbulkan masalah di antaranya masalah nasab.
  1. Insemeinsi buatan dengan sel seperma dan ovum  dari suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain (ibu titipan) diperbolehkan Islam, jika keadan kondisai suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukannya, dan status anak hasil inseminasi macam ini sah menurut Islam.
  2. Insemiansi buatan dengan seperma dan atu ovum donor diharamkan Islam. Hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir dari hasil inseminasi butan statusnya sama dengan anak yang lair di luar perkawaianan suami istri.
  3. Pemerintah hendaknya melarang berdirinya Bank Nutfah atau Sperma dan Bank Ovum untuk pembuatan bayi tabung, karena selain bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, juga bertentangan dengan norma agama dan moral, serta merendahkan harkat dan martabat mansuia yang sejajar dengan hewan yang diinseminasi tanpa perlu adanya perkawinan.
  4. Pemerintah hendaknya hanya mengijinkan dan melayani permintaan bayi tabung dengan sel seperma dan ovum suami istri yang bersangkutan tanpa ditansfer ke dalam rahim wanita lain, dan pemrintah hendakya juga melarang keras dengan sangksi-sangksi hukumnya kepada dokter dan siapa saja yang melakukan inseminasi butan pada manusia dengan seperma dan atau ovum donor.
SARAN
Saran dari saya sebagai individu dan bagi individu adalah sebaiknya jangan melakukan inseminasi buatan jikalau memang hukum agama dan negara yang berlaku di masyarakat kita telah melanggar dan melaknat tindakan tersebut, ketimbang kita melakukan tindakan tersebut dan menanggung sanksi-sanksi yang berat, baik di mata Allah dan di mata hukum, kita juga yang kerepotan. Just Be yourself beauty and you will find the world full of beauty, jalankanlah inseminasi alamiah secara normal dalam ikatan pernikahan tentunya, bersabarlah, karena orang yang sabar di sayang Allah. Allah maha melihat dan meha pemberi, dengan kita terus bersabar, berdoa, berusaha dan tawakal kepada Allah, insya Allah kita akan diberikan keturunan yang terbaik di mata diri kita sendiri, keluarga, kerabat, dan masyarakat, serta di mata Allah azza wa jalla. Amin


Daftar Pustaka
http://kampusciamis.com/artikel-agama/bayi-tabung-atau-inseminasi-buatan.html
http://bayitabung.blogspot.com/
http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=8695:haramkan-hukum-bayi-tabung&catid=111:dr-zain-an-najah&Itemid=65
http://www.acehforum.or.id/apakah-pandangan-islam-t4614.html?s=e7f579d321e630450155f57591689530&
http://islamicnursing5fikunpad.blogspot.com/2008/12/bayi-tabung-dalam-pandangan-islam.html
http://www.eramuslim.com/konsultasi/fikih-kontemporer/hukum-bayi-tabung.htm
http://blog.re.or.id/hukum-bayi-tabung.htm
http://udhiexz.wordpress.com/2008/05/30/hasil-anak-inseminasi-dan-bayi-tabung/
http://islamicline.blogspot.com/2009/11/hukum-bayi-tabung.html
http://amaliyahamel.blogspot.com/2009/11/haramkah-hukum-bayi-tabung.html
http://dupahang.wordpress.com/2009/12/16/haramkah-hukum-bayi-tabung-uji/
http://rita.ngeblogs.com/2009/12/28/62/
Agil, Said, Husein Al- Munawwar, Hukum Islam Dan Pluralisme Islam , ( Jakarta :Penama)
Hasan. M. Ali, Masail Fiqhiyah Al- Haditsah, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000)
Shidik Safiudin , Hukum Islam Tentang Berbagai Persoalan Kontemporer, (Jakarta: Intimedia, 2004)
Qardawi ,Yusuf , Halal Dan Haram Dalam Islam, ( Jakarta : PT. Bina Aksara, 1993)
Masjfuk Zuhdi. 1989. Masail Fiqiyah. Malang.
Majelis Ulama Indonesia, Surat Keputusan MUI Nomor : Kep-952/MUI/XI/1990 Tentang Inseminasi dan Bayi Tabung
Fathurin Zen, “Suatu Tinjauan Dari Segi Hukum Mengenai Status Bayi Tabung”, Skripsi Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum – Universitas Islam Jakarta, 1990

Tidak ada komentar:

Posting Komentar