Mandela dan Indonesia


Bagi masyarakat Indonesia, menyebut Nelson Mandela bukan hanya ia sebagai tokoh besar dunia, tetapi juga kedekatan hubungan dengan Indonesia. Keintimannya tergambar jelas dengan baju yang dipakainya, bahkan kini menjadi ikon dunia: Madiba Shirt, yang tak lain adalah Batik Indonesia.

Orang Afrika Selatan menyapa Nelson Mandela dengan "Madiba magic", merujuk nama marga sukunya, Madiba.  Karena itu, saat ia selalu memakai pakaian khas batik maka orang pun menyebutnya Madiba Shirt.
 
Mandela dan Indonesia
Mandela dan Whitney Houston / reuters - dailymaverick

Kecintaan Mandela pada batik boleh jadi lebih dahsyat dari orang Indonesia sendiri. Ada banyak peristiwa yang mengukuhkan hal tersebut. Jusuf Kala pernah berucap, saat ia malu mengenakan batik pada sidang PBB, justru Mandela dengan bangga memakainya.

Mantan Presiden Afrika Selatan ini di tahun 1997 sempat membuat mendiang Presiden RI Suharto terhenyak ketika menerima Mandela dalam kunjungan kenegaraan. Saat itu Mandela mengenakan kemeja batik, sementara tuan rumah Pak Harto berbalut setelan jas lengkap.

Kepopuleran batik, atau Madiba's Shirt, juga tampak saat Duta Besar frika Selatan untuk Timor Leste dan ASEAN, Noel Noa Lehoko berkunjung ke Solo - terkenal sebagai kotanya batik. Dikutip dari joglosemar, saat Lehoko bertemu dengan Wakil Walikota Solo, Ahmad Purnomo, perhatikan pernyataan sang Dubes ini:
“Saya terkesan para pegawai di sini memakai batik dua kali dalam sepekan, tetapi Nelson Mandela mengenakan pakaian batik setiap hari.”

Hubungan Indonesia dengan Nelson Mandela memang sudah terjalin lama. Dukungan Indonesia begitu kental pada perjuangannya meruntuhkan apartheid, bahkan sejak ia masih dipenjara. Itu sebabnya, Indonesia termasuk salah satu negara pertama yang dikunjungi Mandela sebagai presiden Kongres Nasional Afrika (ANC).

"Pada akhir Oktober 1990--lawatan pertama ke luar negeri, salah satunya adalah Indonesia. Saat itu pemerintah memberikan baju batik," kata Sugeng dan menambahkan sejak itu presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan ini sering memakai batik.

Sugeng Rahardjo mengatakan Mandela langsung jatuh cinta ketika menerima cenderamata batik. Sejak itu, setiap Mandela berkunjung ke Indonesia, ia selalu mengenakan batik.

 
Mandela dan Indonesia
Foto: thenewage.co.za

Sebagian besar kemeja batik yang dikenakan Mandela merupakan rancangan mendiang Iwan Tirta. Maestro batik Indonesia yang dikenal dengan rancangannya melalui motif parang besar.

"Mandela figur atau sosok yang ketokohanya sangat kuat dan pas dengan koleksi batik saya. Dia tak hanya terlihat menarik, tapi kharisma perjuangannya semakin terpancar dengan mengenakan batik," kata Iwan Tirta dalam satu kesempatan di akhir tahun 90an ketika memberikan batik untuk Nelson Mandela.

Ada sedikit yang patut diungkap. Mandela memang jatuh cinta dengan batik, tetapi ia punya perancang busana sendiri yang membuatkannya baju batik. Sonwabile Ndamase, desainer khusus Mandela, seorang warga Burkina Faso yang tinggal di Pantai Gading, dialah yang menciptakan pola batik bagi Mandela selama ini.  

Mandela dan Indonesia
Mandela dan Michele Obama / rnw.nl



Kita boleh bangga sampai ke ubun-ubun menyebut batik berasal dari Indonesia, namun kini batik milik dunia. Sejalan dengan pendapat budayawan Ridwan Saidi,  "Jangan salah paham batik itu bukan Indonesia, batik itu mendunia. Batik itu artinya kain kemasan, kain pembungkus. Itu bahasa Ibrani batik. Jangan salah paham. Bahwa di sini dibikin lebih baik itu cerita lain. Afrika ada batiknya. Jangan kegirangan lebih dulu. Afrika ada batiknya."



Afrika Selatan dan batik
Opini Ridwan Saidi mungkin terdengar kontroversial. Bagaimanapun, hal ini merupakan gambaran bahwa batik mulai mendunia. Rakyat Afrika Selatan sendiri punya kisah unik soal batik. Saat Mandela jadi presiden, tak ada orang yang mau memakai batik. Alasannya, karena pakaian itu ciri khas. Barulah batik mulai dipakai masyarakat setelah sang Madiba tidak lagi jadi presiden.

Menurut Kepala Indonesia Trade and Promotion Center (ITPC) yang berkantor di Johannesburg, Wawan Sudarmawan, Afrika Selatan sebenarnya adalah pasar batik yang potensial karena Mandela suka memakainya. Namun, penjualan masih terkendala.

 
Mandela dan Indonesia
Foto: dispatch.co.za

Menurutnya, sentimen kulit hitam dan putih masih terasa. Orang kulit putih jarang yang mau memakai batik karena sering dipakai Mandela. Mereka anggap batik identik dengan kulit hitam.

Masyarakat setempat pun juga punya tradisi membuat batik dalam beberapa tahun terakhir. Ini terinspirasi oleh pakaian Mandela, batik kiriman Indonesia. Namun, batik Afsel tak sebagus batik Indonesia. Mereka membuatnya dengan cara cap atau sablon dan coraknya disesuaikan dengan kultur setempat.

Penjualan batik Afsel juga belum terlalu banyak. Sepanjang pengamatan Kompas.com, sering kali batik Afsel justru ditemukan di tempat-tempat wisata dan cara memasarkannya dengan menggantung batik-batik itu di pagar atau di tempat-tempat pinggir jalan. Dengan demikian, kesannya batik Afsel adalah pakaian murahan.

Seperti yang terjadi di Museum Hector Pieterson, penjual batik menggantung dagangannya di pagar orang sehingga jarang yang mau datang untuk melihat, apalagi membelinya.

Sebenarnya ada warga Indonesia yang memiliki kios batik di Pretoria, yakni Michael Pasaribu. Menurutnya, minat masyarakat Afrika Selatan terhadap batik semakin meningkat terutama sejak Mandela tidak lagi menjabat sebagai presiden.

"Awalnya masyarakat tidak ingin menggunakan batik seperti beliau, karena beliau itu tokoh dan masyarakat segan untuk meniru beliau," kata Michael yang telah tinggal di Afrika Selatan selama 17 tahun.
 
Mandela dan Indonesia
Foto: bbc.co.uk


"Namun setelah beliau tidak aktif lagi di kantor presiden, banyak yang mulai tertarik dan menanyakan di mana bisa membeli batik," tambahnya.

Michael mengatakan untuk kedutaan besar Indonesia di Afrika Selatan sering mengadakan bazar untuk menampung minat masyarakat ini.

Kini Mandela telah pergi. Ada yang akan terus kekal dalam ingatan. Senyum dan gaya yang khas terbalut dalam pakaian kebanggaannya, batik. Sebuah perjuangan yang tak perlu gembar-gembor media, cukup ketulusannya selalu mengenakan batik setiap saat. Bagaimana dengan kita, negara asal batik, hanya cukup lantang berteriak bangga?
suumber: apakabardunia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar