Makalah Kebijakan Publik berjudul “Pengaruh Reformasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan melalui SOP terhadap Tingkat Kesehatan di Indonesia” semoga Makalah Kebijakan Publik berikut ini dapat bermanfaat untuk anda semua.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia adalah tercapainya bangsa yang maju dan mandiri ,sejahtera lahir dan bathin. Salah satu ciri bangsa yang maju adalah mempunyai derajat kesehatan yang tinggi ,karena derajat kesehatan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Hanya dengan sumber daya yang sehat akan lebih produktif dan meningkatkan daya saing bangsa. Menyadari hal tersebut, pemerintah Republik Indonesia telah mencanangkan kebijaksanaan dan strategi baru dalam suatu “Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan sebagai Strategi Nasional menuju Indonesia Sehat 2010” pada tangga l1 Maret 1999.
Dengan kebijaksanaan dan strategi ini, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di semua sektor harus mampu mempertimbangkan dampak negative dan positif terhadap sektor kesehatan, baik bagi individu, keluarga maupun masyarakat. Disektor kesehatan sendiri upaya kesehatan akan lebih mengutamakan upaya-upaya preventif dan promotif yang proaktif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Dasar pandangan baru dalam pembangunan kesehatan ini disebut “Paradigma Sehat”. Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Derajat kesehatan merupakan salah satu factor yang sangat berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang sehat akan lebih produktif dan meningkatkan daya saing manusia.
Kesehatan merupakan sebagian dari iman, sesuai dengan pepatah kuno yang sering kita dengar dari orang tua kita.Bangsa Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang yang mempunyai tingkat populasi yang tinggi harus mulai memperhatikan dan memperbaiki mutu kesehatan yang berguna bagi kualitas sumber daya manusia bangsa kita.Kualitas hidup bangsa dapat meningkat jika ditunjang dengan sistem kesehatan yang baik. Dengan sistem kesehatan yang baik, memungkinkan kita akan hidup sehat, berpikir kritis, dan produktif bagi bangsa dan Negara.
Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa negara kita ingin mewujudkan masyarakat yang sehat.Untuk mencapai bangsa yang sehat, harus terbentuk masyarakat peduli kesehatan.Masyarakat peduli kesehatan dapat terbentuk jika memiliki kemampuan dan keterampilan mendengar dan minat yang besar terhadap dunia kesehatan serta peran yang lebih besar dari pemerintah untuk menggalangkan SOP atau Standard Operating Proceduredi dalam pelayanan kesehatan.Apabila kepedulian sudah merupakan kebiasaan dan membudaya dalam masyarakat serta pelayanan yang memadai, maka jelas kesehatan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi.
Dalam dunia kesehatan, SOP atau Standard Operating Procedure terbukti berdaya guna dan bertepat guna sebagai salah satu sarana pelayanan. Dalam kaitan inilah kesehatan dan pelayanan kesehatan melalui SOP atau Standard Operating Procedure harus dikembangkan sebagai salah satu instalasi untuk mewujudkan tujuan menyehatkan kehidupan bangsa.Kesehatan merupakan bagian yang vital dan besar pengaruhnya terhadap mutu kehidupan masyarakat dan negara.
Judul makalah ini sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap usaha peningkatan kesehatan di Indonesia.
1.2 Identifikasi Masalah
Sesuai dengan judul makalah ini “Pengaruh Reformasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan melalui SOP terhadap Tingkat Kesehatan di Indonesia”, terkait dengan pelaksanaan program peningkatan mutu kesehatan di Indonesia dan fungsi serta sumbangan kebijakan publik terhadap pelaksanaan program tersebut.
Berkaitan dengan judul tersebut, maka masalahnya dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Bagaimana peran pemerintah terhadap pelaksanaan program kesehatan di Indonesia
2. Bagaimana cara agar reformasi kebijakan pelayanan kesehatan melalui SOP benar-benar dapat meningkatkan mutu kesehatan di Indonesia ?
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas dibatasi pada masalah :
a. Peran pemerintah terhadap pelaksanaan program kesehatan di Indonesia;
b. Cara-cara agar reformasi kebijakan pelayanan kesehatan melalui SOP benar-benar dapat meningkatkan mutu kesehatan di Indonesia.
1.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana deskripsi peran pemerintah terhadap pelaksanaan program kesehatan di Indonesia ?
b. Bagaimana deskripsi cara agar reformasi kebijakan pelayanan kesehatan melalui SOP benar-benar dapat meningkatkan mutu kesehatan di Indonesia ?
1.5 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan bagaimana pengaruh adanya reformasi kebijakan pelayanan kesehatan melalui SOP yang dapat meningkatkan mutu kesehatan di Indonesia.
1.6 Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang merupakan pendekatan yang didasarkan pada teori yang telah ada, sehingga tepat digunakan dalam penulisan ini mengingat teori tentang reformasi kebijakan pelayanan kesehatan bukan merupakan teori baru atau sudah ada sejak dulu.
Teknik pengumpulan data ditujukan untuk mendapatkan dan mengumpulkan data yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan penelitian yang bersangkutan secara objekti.Penulisan ini memakai teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan.Karena penulis dapat mendapat informasi-informasi tambahan yang dapat membantu kelancaran dalam menyelesaikan makalah ini.
BAB II
TEORI
2.1 Pengaruh
Pengaruh adalah yang menyebabkan sesuatu terjadi, baik secara langsung maupun tidak.Pengaruh bisa dirunut langkah mundur dari suatu dampak pada sesuatu yang terjadi tersebut.Jadi, pengaruh adalah logika terbalik dari suatu kejadian.
Di dalam kamus besar Indonesia, pengaruh dapat diartikan sebagai tanggapan atau reaksi indovisdu yang terwujud di gerakan atau sikap dengan cara tidak hanya gerakan badan atau ucapan saja.
Pengaruh merupakan daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yg ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.
2.2 Reformasi
Reformasi adalah suatu perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau Negara, ekonomi perubahan secara drastis untuk perbaikan ekonomi dl suatu masyarakat atau Negara, perdana menteri yg baru telah menyapu kalangan oposisi dan memberikan serangan telak dengan ekonomi, hukum perubahan secara drastis untuk perbaikan dl bidang hukum dl suatu masyarakat atau negara, politik perubahan secara drastis untuk perbaikan dl bidang politik dl suatu masyarakat atau Negara.
Reformasi administrasi menurut Lee dan Samonte (Nasucha, 2004) merupakan perubahan atau inovasi secara sengaja dibuat dan diterapkan untuk menjadikan sistem administrasi tersebut sebagai suatu agen perubahan sosial yang lebih efektif dan sebagai suatu instrumen yang dapat lebih menjamin adanya persamaan politik, keadaan sosial dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut Khan (Guzman et.al., 1992), reformasi administrasi adalah usaha-usaha yang memacu atau membawa perubahan besar dalam sistem birokrasi negara yang dimaksudkan untuk mentransformasikan praktik, perilaku, dan struktur yang telah ada sebelumnya.
Caiden (1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai the artificial inducement of administrative transformation against resistance, dimana dapat diartikan bahwa reformasi administrasi merupakan keinginan atau dorongan yang dibuat agar terjadi perubahan atau transformasi di bidang administrasi. Sedangkan Quah (Nasucha, 2004) menyatakan bahwa reformasi administrasi publik merupakan suatu proses untuk mengubah struktur ataupun prosedur birokrasi publik yang terlibat dengan maksud untuk meningkatkan efektivitas organisasi dan mencapai tujuan pembangunan nasional.
Reformasi administrasi harus bertujuan untuk membawa administrasi dalam suatu negara selain memberikan jaminan hukum bagi para pegawai dalam pelaksanaan tugasnya, juga memberikan tingkat kepastian hukum dan kecepatan pelayanan yang maksimal, menimbulkan biaya yang minimal kepada para wajib pajak, dan pada saat yang bersamaan meminimalkan ketidaknyamanan dan formalitas terhadap publik. Plowden (Guzman, 1992) menyatakan bahwa reformasi administrasi adalah meningkatkan dan membuat administrasi menjadi lebih profesional. Sedangkan UN DTCD (Guzman, 1992) menyatakan reformasi administrasi merupakan penggunaan kekuasaan dan pengaruh dalam menetapkan ukuran yang baru bagi sistem administrasi sehingga mereka akan merubah tujuan, struktur dan prosedur sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembangunan. Finan (Caiden, 1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai segala macam bentuk pengembangan administrasi (all improvements in administrations).Sedangkan Siegel (Caiden, 1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai perubahan atau perombakan secara besar-besaran terhadap administrasi dalam kondisi yang sulit.
Caiden (Zauhar, 2002) dengan jelas membedakan antara reformasi administrasi (administrative reform) dan perubahan administasi (administrative change).Perubahan administrasi diberi makna sebagai respon keorganisasian yang sifatnya otomatis terhadap fluktuasi atau perubahan kondisi. Lebih lanjut dikatakan bahwa munculnya kebutuhan akan reformasi administrasi sebagai akibat adanya perubahan administrasi. Tidak berfungsinya perubahan administrasi yang alamiah ini menyebabkan diperlukannya reformasi administrasi.Caiden (1991) juga menyatakan bahwa reformasi administrasi sebagai upaya yang terus menerus untuk meningkatkan kinerja (performance) dan kegiatan untuk melakukan perbaikan atas kesalahan yang dilakukan (correction of wrongdoing).
Sebuah seminar tentang administrative reform dan innovations yang diselenggarakan oleh pemerintah Malaysia bekerja sama dengan Eastern Regional Organizational for Public Administration (EROPA) telah menyepakati bahwa reformasi administrasi tidak hanya diartikan sebagai perbaikan struktur organisasi, akan tetapi meliputi pula perbaikan perilaku orang yang terlibat di dalamnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa reformasi administrasi adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mengubah struktur dan prosedur birokrasi, serta sikap dan perilaku birokrat, guna meningkatkan efektivitas organisasi atau terciptanya administrasi yang sehat dan menjamin tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Dari berbagai definisi reformasi administasi tersebut, dapat ditarik beberapa poin penting antara lain, reformasi administrasi disinonimkan dengan perubahan (change), memiliki hubungan yang sangat erat dengan inovasi (innovation), agar reformasi administrasi ini dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan perubahan secara sistemik dan bersifat luas, faktor utama dilakukannya reformasi administrasi adalah cepatnya perubahan lingkungan sistem administrasi, dan tujuan dari reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Berdasarkan beberapa pengertian reformasi administrasi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa reformasi administrasi merupakan suatu upaya perbaikan yang dilakukan secara terencana dan terus-menerus di segala aspek administrasi yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja administrasi.
Mosher (Leemans) berpendapat bahwa tujuan dari reformasi administrasi adalah merubah kebijakan dan program, meningkatkan efektivitas administrasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan melakukan antisipasi terhadap kritikan dan ancaman dari luar. Menurut Caiden (1969), tugas dari para pelaku reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan kinerja administrasi bagi individual, kelompok, dan institusi dan memberikan masukan tentang cara-cara yang dapat ditempuh untuk dapat mencapai tujuan dengan lebih efektif, ekonomis dan lebih cepat. Dror (Zauhar, 2002) berpendapat bahwa reformasi pada hakekatnya merupakan usaha yang berorientasi pada tujuan yang bersifat multidimensional.
Terdapat 6 (enam) tujuan reformasi yang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, tiga tujuan reformasi bersifat intra-administrasi yang ditujukan untuk menyempurnakan administrasi internal dan tiga tujuan reformasi lainnya berkenaan dengan peran masyarakat di dalam sistem administrasi.
2.3 Kebijakan
Thomas R. Dye mendefinisikan bahwa "Public policy is whatever government chose to do or not. to do" (apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan)[1]. Dari definisi ini, maka kebijakan publik meliputi segala sesuatu yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.Di samping itu, kebijakan publik adalah juga kebijakan-kebijakan yang dikembangkan/dibuat oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah[2].
Pandangan lain dari kebijakan publik yaitu melihat kebijakan publik sebagai keputusan yang mempunyai tujuan dan maksud tertentu, berupa serangkaian instruksi dan pembuatan keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan dan cara mencapai tujuan. Dengan mengikuti paham bahwa kebijakan negara itu adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh rakyat, maka M. Irfan Islami menguraikan beberapa elemen penting dalam kebijakan publik, yaitu[3]:
Bahwa kebijakan publik itu dalam bentuk Perdanya berupa penetapan tindakan-tindakan pemerintah;
1.) Bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuk yang nyata;
2.) Bahwa kebijakan publik, baik untuk melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu itu, mempunyai dan dilandasi maksud dan tujuan tertentu; dan
3.) Bahwa kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh anggota masyarakat.
Dalam hal ini teori kebijkan publik yang penulis gunakan adalah teori kebijkan publik menurut Thomas R. Dye yang menyatakan bahwa kebijkan publik adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah dan apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah.
Salah satu hal penting yang berkaitan dengan kebijakan publik adalah proses pembuatan kebijakan publik. Menurut Thomas R. Dye Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses politik yang melibatkan berbagai kepentingan dan sumber daya sehingga akhir dari proses politik tersebut adalah produk subyektif yang diciptakan oleh pilihan-pilihan sadar dari pelaku kebijakan[4].
Terdapat banyak proses atau tahap-tahap yang perlu dilalui untuk membuat suatu kebijakan[5]. Tahap pertama, Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah public dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.
Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Isu kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Isu kebijakan biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn, isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.
Hanya ada beberapa kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik, di antaranya:
1. Telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius;
2. Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis;
3. Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa;
4. Menjangkau dampak yang amat luas; dan
5. Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat. Salah satu isu yang paling mendesaklah yang akan terpilih dalam agenda kebijakan publik.
Tahap kedua ialah tahap formulasi kebijakan.Masalah yang masuk ke dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan.Masalah-masalah tersebut didefinisikan untuk kemudian dicari alternatif pemecahan masalah yang terbaik.Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Dalam tahap perumusan kebijakan ini, masing-masing alternatif akan bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.
Tahap ketiga merupakan tahap adopsi kebijakan.Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari tahap formulasi kebijakan, yakni memilih kebijakan.Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
Tahap selanjutnya ialah implementasi kebijakan. Suatu program hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika tidak diimplementasikan. Pada tahap ini, berbagai kepentingan akan saling bersaing, beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan dari para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.
Tahap yang terakhir ialah tahap penilaian kebijakan, kebijakan yang telah dijalankan dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diiinginkan.Oleh karena itu, maka ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.
Selain itu untuk mencapai implementasi kebijakan yang ditetapkan, maka diperlukan adanya tahap-tahap implementasi kebijakan. Menurut Van Meter dan Van Horn[6], implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan publik. Variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi, karakteristik agen pelaksana atau implementor, kondisi ekonomi, sosial, politik, kecenderungan pelaksana atau implementor.
Berikut ini merupakan tahapan-tahapan operasional implementasi sebuah kebijakan:
a. Tahapan intepretasi.
Tahapan ini merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang bersifat abstrak dan sangat umum ke dalam kebijakan atau tindakan yang lebih bersifat manajerial dan operasional.Kebijakan abstrak biasanya tertuang dalam bentuk peraturan perundangan yang dibuat oleh lembaga eksekutif dan legislatif, bisa berbentuk Undang-Undang ataupun Perda.Kebijakan manajerial biasanya tertuang dalam bentuk keputusan eksekutif yang bisa berupa peraturan presiden maupun keputusan kepala daerah, sedangkan kebijakan operasional berupa keputusan pejabat pemerintahan bisa berupa keputusan/peraturan menteri ataupun keputusan kepala dinas terkait. Kegiatan dalam tahap ini tidak hanya berupa proses penjabaran dari kebijakan abstrak ke petunjuk pelaksanaan/teknis namun juga berupa proses komunikasi dan sosialisasi kebijakan tersebut – baik yang berbentuk abstrak maupun operasional – kepada para pemangku kepentingan.
b. Tahapan pengorganisasian.
Kegiatan pertama tahap ini adalah penentuan pelaksana kebijakan (policy implementor) yang setidaknya dapat diidentifikasikan sebagai berikut: instansi pemerintah (baik pusat maupun daerah); sektor swasta; LSM maupun komponen masyarakat. Setelah pelaksana kebijakan ditetapkan maka dilakukan penentuan prosedur tetap kebijakan yang berfungsi sebagai pedoman, petunjuk dan referensi bagi pelaksana dan sebagai pencegah terjadinya kesalahpahaman saat para pelaksana tersebut menghadapi masalah.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn.Hal ini didasarkan pada konsep implementasi kebijakan publik menurut Van Meter dan Van Horn memiliki definisi konseptual yang terbagi dalam beberapa dimensi.Dimensi tersebut meliputi tindakan individu atau kelompok dan tujuan atau sasaran. Peneliti tidak mencantumkan dimensi ke dalam operasionalisasi konsep karena salah satu dimensi, yaitu tujuan atau sasaran masih belum bisa diukur.
2.4 Pelayanan
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Menurut Kep. MenPan No 81/93 menyatakan bahwa pelayanan umum adalah segala bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah, BUMN/BUMD, dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat, dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Servis berasal dari orang-orang bukan dari suatu perusahaan. Tanpa memberi nilai pada diri sendiri , tidak akan mempunyai arti apapun. Demikian halnya pada organisasi atau perusahaan yang essensial merupakan kumpulan orang-orang.Oleh karena itu, harga diri yang tinggi adalah unsure yang paling mendasar dari keberhasilan organisasi yang menyediakan jasa pelayanan yang berkualitas.
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.) Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutanmilik swasta.
2.) Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik. Yang dapat dibedakan menjadi:
- Bersifat primer yang merupakan semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan,
- Bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
Ada lima karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis penyelenggaraan pelayanan publik tersebut, yaitu:
1.) Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna.
2.) Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien, maka akan semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
3.) Tipe pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada, dan hubungannya dengan pengguna/klien.
4.) Locus kontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas transaksi, apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan.
5.) Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara pelayanan yang lebih dominan.
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat.Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara.
Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara)dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturanperundang-undangan.
Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha dalam Widodo, 2001). Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin beraniuntuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya. Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi dalam Widodo, 2001).
Arah pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan krativitasnya untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri.Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut :
1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran;
2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belitmudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan;
3. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai : a.Prosedur/tata cara pelayanan; b.Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif; c.Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan;d.Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; e.Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.
4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
2.5 Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.[7] Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangsa, yang berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, sandang, pangan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman hidup[8]. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk, jadi tanggung jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan yang optimal berada di tangan seluruh masyarakat Indonesia, pemerintah dan swasta serta bersama-sama[9].Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi dua, secara umum dan secara khusus[10]. Adapun cara yang dilakukan adalah melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia, melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia, melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular.
Adapun tujuan dan ruang lingkup secara khusus meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang di antaranya berupa[11] menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan, makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat, pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya perubahan ekosistem, limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industri, rumah sakit, dan lain-lain.
Kontrol terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vektor penyakit dan cara memutuskan rantai penularan penyakitnya, perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan, kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja, serta survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan lingkungan.
Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.[12] Untuk jangka panjang pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk tercapainya tujuan utama sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan.
2. Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan.
3. Peningkatan status gizi masyarakat.
4. Pengurangan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
5. Pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan makin diterimanya norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.
Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan.[13] Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaandi bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek.[14] Golongan masyarakat yang dianggap tidak diperhatikan dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang.[15] Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.[16]
Dasar-dasar pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah sebagai berikut:
1.) Semua warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai dengan martabat manusia.
2.) Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat.
3.) Penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh pemerintah dan masyarakat.
2.6 Pelayanan Kesehatan
Mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dari pemasaran, engineering, manufaktur, dan pemeliharaan di mana produk atau jasa pelayanan dalam penggunaannya akan bertemu dengan harapan pelanggan[17]. Mutu merupakan kesesuaian terhadap permintaan persyaratan[18].
Kontrol mutu adalah proses deteksi dan koreksi adanya penyimpangan atau perubahan segera setelah terjadi, sehingga mutu dapat dipertahankan.Langkah Kegiatan yang dikerjakan, antara lain :
1.) Evaluasi kinerja dan kontrol produk
2.) Membandingkan kinerja aktual terhadap tujuan produk.
3.) Bertindak terhadap perbedaan atau penyimpangan mutu yang ada
Peningkatan mutu mencakup dua hal yaitu Fitness for use dan mengurangi tingkat kecacatan dan kesalahan. Kegiatan-kegiatan Peningkatan Mutu yaitu dengan m,engadakan infrastruktur yang diperlukan bagi upaya peningkatan mutu, identifikasi apa yang perlu ditingkatkan dan proyek peningkatan mutu, menetapkan tim proyek, menyediakan tim dengan sumber daya, pelatihan, motivasi untuk mendiagnose penyebab, merangsang perbaikan, mengadakan pengendalian agar tetap tercapai perolehan.
Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingka penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang[19].Kepuasan pelanggan rumah sakit atau organiasipelayanan kesehatan lain atau kepuasan pasien dipengaruhi banyak faktor, antara lain yang bersangkutan dengan pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama kali dating, mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang dapat diharap, prosedur perjanjian, waktu tunggu, fasilitas umum yang tersedia, fasilitas perhotelan, dan outcome terapi dan perawatan yang diterima.
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampua untuk menghasilkan dampat pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Milton I Roemer dan C Montoya Aguilar, WHO, 1988).
Mutu adalah suatu sifat yang dimiliki dan merupakan suatu keputusan terhadap unit pelayanan tertentu dan bahwa pelayanan dibagi ke dalam paling sedikit dua bagian : teknik dan interpersonal (Avedis Donabedian, 1980).
Arti Mutu Pelayanan Kesehatan dari beberapa sudut pandang dapat dilihat dari Pasien, Petugas Kesehatan (Paramedik), dan Manajer Rumah Sakit yang merupakan fokus sentral dari tiap uapaya untuk memberikan pelayanan kesehatan, dari Pasien dan Masyarakat adalah mutu pelayanan berarti suatu empathi, respek dan tanggap akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka diberikan dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung, dari Petugas Kesehatan adalah mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu peralatan yang baik dan memenuhi standar yang baik, dari Kepuasan Praktisioner adalah Suatu ketetapan “kebagusan” terhadap penyediaan dan keadaan dari pekerja praktisioner, untuk pelayanan oleh kolega-kolega atau dirinya sendiri, dari Manajer ,dan bagi yayasan atau pemilik rumah sakit.
Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan yang terdiri dari Kompetensi Teknis (Technical competence), Akses terhadap pelayanan (Access to service), Efektivitas (Effectiveness),Efisiensi (Efficiency), Kontinuitas (Continuity), Keamanan (Safety),Hubungan antar manusia (Interpersonal relations), dan Kenyamanan (Amenities).
Penilaian terhadap mutu pelayanan kesehatan yang pada umumnya untuk meningkatkan mutu pelayanan ada dua cara, yaitu dengan meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya, tenaga,biaya,peralatan,perlengkapan dan material dan memperbaiki metode atau penerapan teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan pelayanan. Ada tiga Pendekatan evaluasi (penilaian) mutu, yaitu dengan struktur yangmeliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia lainnya di fasilitas kesehatan
Pendekatan evaluasi dengan prosesmerupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan pasien., dan pendekatan evaluasi dengan outcomes merupakan hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional terhadap pasien.Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif.Outcome jangka pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan tertentu atau prosedur tertentu.Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan fungsional pasien.
Pendekatan mutu pelanggan pelayanan kesehatan yang pada umumnya pendekatan terhadap mutu pelayanan kesehatan ada dua cara, yaitu dengan pendekatan kesehatan masyarakat yang menyangkut seluruh sistem pelayanan kesehatan dari tingkat dasar (grass root) sampai yang tertinggi, dan pendekatan institusional atau individual yang berkaitan dengan mutu pelayanan kesehatan terhadap perorangan oleh suatu institusi atau fasilitas kesehatan.
2.7 SOP (Standard Operating Procedure)
Standard Operating Procedure yang selanjutnya dikenal dengan istilah SOP adalah penetapan tertulis mengenai apa yang harus dilakukan, kapan, dimana, dan oleh siapa. SOP dimaksudkan untuk menghindari terjadinya bias/variasi yang ekstrim dalam proses pelaksanaan kegiatan yang apabila terjadi akan dapat mengganggu kinerja organisasi secara keseluruhan. Jadi bisa dikatakan bahwa SOP adalah perangkat atau instrument sebagai penggerak organisasi / lembaga agar dapat berjalan / berfungsi secara efektif dan efisien.
Dalam Organisasi Pemerintah, SOP biasanya diperlukan untuk pedoman penyelenggaraan kinerja pelayanan kepada publik/masyarakat. Pelayanan publik dapat dilaksanakan secara optimal, apabila lembaga tersebut dapat menarik simpati masyarakat sekaligus mendapat kepercayaan masyarakat tidak lain karena adanya motivasi dan partisipasi sukarela dari masyarakat pada program tersebut.
Saat ini Dinas Kesehatan memandang bahwa SOP dapat memberikan kepastian gerak langkah/tindakan dan transparansi bagi stakeholder, disamping itu (internal organisasi) SOP akan lebih memperjelas persyaratan dan target pekerjaan dalam format yang siap diamplikasikan pada pekerjaan, serta memberikan informasi dengan detail apa yang diharapkan oleh organisasi dalam upaya mewujudkan visi dan misi yang harus dilakukan oleh anggota/pegawai dalam menghadapi situasi kondisi yang dihadapi.
Manfaat SOP bagi Dinas Kesehatan, antara lain :
1.) SOP dapat menyediakan informasi bagi perumusan strategi;
2.) Menyediakan informasi implementasi peraturan perundang-undangan. Sejalan dengan pengembangan organisasi;
3.) SOP bermanfaat sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan khusus;
4.) Mengurangi kesalahan dan kelalaian petugas;
5.) Serta meningkatkan akuntabilitas.
Jenis SOP Dinas Kesehatan pada saat ini adalah :
1.) 6 (enam) buku Standard Operating Procedur (SOP) untuk 6 Penyakit dari 10 Penyakit terbanyak pada pelayanan kesehatan dasar;
2.) 1 (satu) buku Standard Pelayanan Public ( SPP ) untuk Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas;
3.) 1 (satu) buku Standard Pelayanan Public (SPP) Penanganan bencana;
4.) 1 (satu) buku Standard Pelayanan Public (SPP) Perijinan bidang kesehatan;
5.) 1 (satu) buku Formularium di bidang penyediaan obat.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perkembangan Kesehatan
Pemerintah memberikan prioritas yang tinggi dalam peningkatan kesehatan masyarakat, termasuk pelayanan kesehatan untuk rakyat kita, sekali lagi di seluruh Indonesia.Oleh karena itu, kita lakukan berbagai peningkatan dan perbaikan atas system, kebijakan, program sampai dengan pelayanan yang kita laksanakan pada tingkat masyarakat.Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan telah menetapkan prioritas untuk tahun 2007 ini sebagai kelanjutan atau sebagai bagian dari pembangunan sektor kesehatan 2005-2009.
Pertama adalah kita ingin benar-benar meningkatkan pelayanan kesehatan untuk ibu dan anak.Ini penting sekali untuk kita terus tingkatkan. Kemudian juga yang kedua, pelayanan kesehatan untuk saudara-saudara kita, masyarakat miskin, revitalisasi Puskesman, Posyandu, kegiatan seperti Pekan Imunisasi dan lain-lain kita teruskan, kia hidupkan kembali di perdesaan yang ternyata hasilnya positif, termasuk pemberian asuransi kesehatan, agar mereka punya akses di dalam upaya pelayanan kesehatan bagi mereka.Kita juga melakukan penurunan harga obat-obat generik yang telah dilakukan sejak tahun 2006 yang lalu dan ternyata disambut baik oleh masyarakat luas dan ini sangat membantu keterjangkauan, pembelian obat-obat tersebut. Saya punya contoh di sini dan ini prakarsa dari Departemen Kesehatan untuk juga memproduksi obat-obat generik yang harganya itu rata-rata Rp. 1.000.Saya tunjukkan di sini, ada contoh ini.Ini misalnya obat penurun panas anak, parasetamol. Harganya Rp. 1.000, berapa tablet ini semuanya? 6. Kemudian obat batuk cair, lantas disini ada obat sakit kepala, lantas disini ada obat flu yang rata-rata harganya Rp. 1.000. Harapan saya, karena saya mendapatkan ketegasan kualitas atau mutu obat ini baik, betul-betul bisa membantu saudara-saudara kita untuk mengaksesnya.
Disamping itu, kita membahas dan telah menetapkan sejumlah langkah ke depan ini untuk terus meningkatkan mutu dan jumlah tenaga kesehatan, baik paramedis, dokter, maupun dokter-dokter spesialis, baik melalui pendidikan, pembinaan, pembinaan karier dan lain-lain. Kita telah menetapkan untuk melakukan program khusus atau crash programme menambah jumlah dokter-dokter spesialis yang sangat diperlukan oleh masyarakat luas kita. Dengan demikian, harapan kita tiga, lima tahun mendatang jumlah dokter spesialis kita menjadi makin cukup rasionya dibandingkan dengan jumlah masyarakat yang harus dilayani. Demikian juga pembinaan yang lain, pembinaan karier mereka, insentif mereka, status mereka dan lain-lain.Dengan demikian, menjadi lebih termotivasi tenaga kesehatan kita untuk menjalankan tugasnya, pengabdiannya, utamanya di daerah-daerah terpencil, daerah-daerah tertinggal maupun daerah-daerah perbatasan.
Kemudian salah satu prioritas juga yang diangkat oleh Pemerintah melalui Departemen Kesehatan adalah penanggulangan penyakir menular yang ini juga sangat penting untuk kita lakukan. Kita memberikan atensi sebagai contoh untuk terus-menerus melakukan langkah-langkah efektif untuk menanggulangi flu burung, kemudian malaria, DB dan bahkan HIV/AIDS kita memberikan atensi untuk menanggulangi masalah ini, misalnya di Papua dan di Irian Jaya Barat.
Beberapa saat yang lalu, saya mengundang kedua Gubernur, Gubernur Papua dan Gubernur Irian Jaya Barat dan kita telah menetapkan untuk melakukan akselerasi peningkatkan kesejahteraan rakyat Papua dan Irian Jaya Barat, termasuk bidang kesehatan, termasuk penanggulangan penyakit-penyakit menular. Dan kita sepakat, bahwa pemberantasan HIV/AIDS jadi agenda utama untuk kita jalankan di Papua dan di Irian Jaya Barat.Kita juga memberikan atensi untuk terus-menerus mengatasi kasus gizi buruk.Statistiknya bagus, Menteri Kesehatan bisa menjelaskan nanti kepada Saudara angka-angka yang merupakan progres dari upaya kita untuk mengatasi gizi buruk ini dan kita memberikan atensi daerah-daerah yang rawan gizi buruk. Karena kita tahu ternyata akarnya bukannya hanya masalah ekonomi, bukan hanya masalah sosial, tapi juga kadang-kadang gaya hidup, kebiasaan, kultur yang harus kita ubah secara sistematis. Dengan demikian, Insya Allah ke depan ini, kasus-kasus gizi buruk makin berkurang dan tidak terjadi lagi di negeri kita.
Bencana juga demikian menjadi atensi kita, tentu kita berharap tidak lagi sering terjadi bencana alam, seperti gempa dan lain-lain.Tetapi secara geografis, secara geologis, negara kita rawan gempa.Oleh karena itu, kesiagaan prasarana kita, ketrampilan kita, early warning kita di dalam bidang kesehatan untuk menanggulangi bencana-bencana juga terus-menerus kita tingkatkan.
3.1.1 Perkembangan Kesehatan di Indonesia
Kesehatan masyarakat di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu.Saat itu masih dilakukan oleh pemerintah penjajahan Belanda pada abad ke 16 peristiwa upaya pemberantasan dianggap sebagai sejarah mula perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia.
Kejadian lain selanjutnya tentang wabah kolera pada awal abad ke-20 masuk di Indonesia tepatnya tahun 1927 dan tahun 1937 yaitu wabah kolera eltor di Indonesia kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia. Sejak dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
Selanjutnya bidang kesehatan masyarakat yang lain pada tahun 1807 pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi pada waktu itu.Akan tetapi upaya ini tidak berlangsung lama karena langkanya tenaga pelatih kebidanan kemudian pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan.Selanjutnya baru pada tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan secara cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi.
Dokter Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia, pada tahun 1851 mendirikan sekolah dokter Jawa. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi. Setelah itu pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School).
Pada tahun 1927, STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947 berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Kedua sekolah tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga medis yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.
Pada sisi lain pengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah berdirinya Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian pada tahun 1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya disusul didirikan laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta. Laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar dan sebagainya bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi.
Tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun 1933, 1934 dan 1935 terjadi epidemi di beberapa tempat, terutama di pulau Jawa. Kemudian mulai tahun 1935 dilakukan program pemberantasan pes ini dengan melakukan penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan juga vaksinasi massal.Tercatat pada tahun 1941, 15.000.000 orang telah memperoleh suntikan vaksinasi.
Hydrich seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda pada tahun 1925, melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas-Purwokerto pada waktu itu.Dari hasil pengamatan dan analisisnya tersebut ini menyimpulkan bahwa penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan ini adalah karena jeleknya kondisi sanitasi lingkungan.Masyarakat pada waktu itu membuang kotorannya di sembarang tempat, di kebun, selokan, kali bahkan di pinggir jalan padahal mereka mengambil air minum juga dari kali. Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa kondisi sanitasi lingkungan ini disebabkan karena perilaku penduduk.
Untuk memulai upaya kesehatan masyarakat, saat itu Hydrich mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan.Sampai sekarang usaha Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.
Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah diperkenalkannya Konsep Bandung (Bandung Plan) pada tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya dikenal dengan Patah-Leimena.
Dalam konsep ini mulai diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan.Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik di rumah sakit maupun di puskesmas.
Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan sebagai bagian dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat. Pada tahun 1956 ini oleh dr. Y. Sulianti didirikan Proyek Bekasi (tepatnya Lemah Abang) sebagai proyek percontohan atau model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan.
Proyek ini disamping sebagai model atau konsep keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis, juga menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan.Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini terpilih 8 desa wilayah pengembangan masyarakat yaitu Inderapura (Sumatera Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa Barat), Sleman (Jawa Tengah), Godean (Yogyakarta), Mojosari (Jawa Timur), Kesiman (Bali) dan Barabai (Kalimantan Selatan). Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas sekarang ini.
Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. Pada waktu itu dibahas konsep puskesmas yang dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang mengacu kepada konsep Bandung dan Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C.Dengan menggunakan hasil-hasil seminar tersebut, Departemen Kesehatan menyiapkan rencana induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia. Akhirnya pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan, di kotamadya atau kabupaten.Kegiatan pokok puskesmas mencakup :
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Gizi
4. Kesehatan lingkungan
5. Pencegahan penyakit menular
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Perawatan kesehatan masyarakat
9. Usaha kesehatan gizi
10. Usaha kesehatan sekolah
11. Usaha kesehatan jiwa
12. Laboratorium
13. Pencatatan dan pelaporan[20]
3.2 Program Pemerintah di Bidang Kesehatan
Dalam mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2010, telah ditetapkan misi pembangunan kesehatan (DepKes RI, 1999).
1.) Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Untuk dapat terwujudnya Indonesia Sehat 2010, para penanggung jawab program pembangunan harus memasukkan pertimbangan-pertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya. Oleh karena itu seluruh elemen dari Sistem Kesehatan Nasional harus berperan sebagai penggerak utama pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
2.) Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Perilaku sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan.
3.) Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau. Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat.Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak hanya berada ditangan pemerintah, melainkan mengikutsertakan masyarakat dan potensi swasta.
4.) Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya. Untuk terselenggaranya tugas penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus diutamakan adalah bersifat promotif dan preventif yang didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif.
3.2.1 Indonesia Sehat 2010
Kebijakan Indonesia Sehat 2010 menetapkan tiga pilar utama yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan bermutu adil dan merata. Untuk mendukung pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan SistemKesehatan Nasional (SKN) dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 131/Menkes/SK/II/2004 dan salah satu Subsistem dari SKN adalah Subsistem PemberdayaanMasyarakat. Kebijakan Nasional Promosi kesehatan untuk mendukung upayapeningkatan perilaku sehat ditetapkan Visi Nasional Promosi Kesehatan sesuaiKeputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1193/MENKES /SK/X/2004 yaitu“Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010” (PHBS 2010).Untuk melaksanakan program Promosi Kesehatan di Daerah telah ditetapkan Pedoman PelaksanaanPromosi Kesehatan di Daerah dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.1114/Menkes/SK/VIII/2005.
Dalam tatanan otonomi daerah, Visi Indonesia Sehat 2010 akan dapat dicapai apabila telah tercapai secara keseluruhan Kabupaten/Kota Sehat.Oleh karena itu, selain harus dikembangkan sistem kesehatan Kabupaten/Kota yangmerupakan subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional, harus ditetapkan pulakegiatan minimal yang harus dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota sesuai yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1457/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota.Standar Pelayanan Minimal Promosi Kesehatan yang merupakan acuanKabupaten/Kota adalah Rumah Tangga Sehat (65 %), ASI Ekslusif (80 %), Desa dengan garam beryodium (90 %) dan Posyandu Purnama (40 %).
Upaya pengembangan program promosi kesehatan dan PHBS yang lebihterarah, terencana, terpadu dan berkesinambungan, dikembangkan melalui Kabupaten/Kota percontohan integrasi promosi kesehatan dengan sasaran utamaadalah PHBS Tatanan Rumah Tangga (individu, keluarga, masyarakat) dan diharapkan akan berkembang kearah Desa/Kelurahan, Kecamatan/Puskesmas dan Kabupaten/Kota sehat.
3.2.2 Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan adalah inisiatif semua komponen bangsa dalam menetapkan perencanaan pembangunan selalu berorientasi untuk mengedepankan upaya promotif dan preventif pada masalah kesehatan, walaupun bukan berarti mengesampingkan kegiatan kuratif.
Gerakan tersebut berlaku untuk semua komponen bangsa yang harus berpartisipasi secara aktif baik yang berupa kegiatan individu, keluarga, kelompok masyarakat, instansi pemerintah ataupun swasta.Promotif yang dimaksud adalah suatu upaya untuk meningkatkan status kesehatan dan menjaganya dari semua kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan timbulnya penyakit dan masalah kesehatan.Kegiatan tersebut bisa berupa meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan, menjaga kebugaran tubuh, mengatur menu seimbang termasuk didalamnya kegiatan rekreasi dan pembinaan mental spiritual.
Kegiatan preventif dapat dilaksanakan dengan cara mencegah dan menghindari timbulnya penyakit dan masalah kesehatan lain. Kegiatan ini berupa pemberian imunisasi, perbaikan lingkungan (hygiene dan sanitasi) baik perorangan, perumahan, industri rumah tangga maupun industri perusahaan. Kegiatan preventif yang dilakukan untuk ,menghindari terjadinya kecelakaan lalu lintas, juga kereta api, dan keselamatan kerja terhadap seluruh pekerja termasuk pekerja perusahaan. Pada tingkat perusahaan dan departemen dampak lingkungan dengan kegiatan analisa dampak lingkungan (AMDAL).
3.2.3 MDGs pada tahun 2015
Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia seperti termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut diselenggarakan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah dan berkesinambungan. Untuk tercapainya tujuan pembangunan nasional tersebut dibutuhkan antara lain tersedianya sumber daya manusia yang tangguh, madiri serta berkualitas. Data UNDP tahun 1997 mencatat bahwa Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia masih menempati urutan ke 106 dari 176 negara (Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010).
Tingkat pendidikan, pendapatan serta kesehatan penduduk Indonesia memang belum memuaskan. Menyadari bahwa tercapainya tujuan pembangunan nasional merupakan kehandak dari seluruh rakyat Indoneisa, dan dalam rangka menghadapi makin ketatnya persaingan bebas pada era globalisasi, upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan. Dalam hal ini peranan keberhasilan pembangunan kesehatan sangat menentukan. Penduduk yang sehat bukan saja akan menunjang keberhasilan program pendidikan, tetapi juga mendorong peningkatan produktivitas dan pendapatan penduduk. Dari kesemuanya itu, menunjukkan bahwa pembangunan nasional yang optimal dapat tercapai apabila pembangunan kesehatan masyarakat dapat terwujud.Keterkaitan keduanya sangat jelas dalam implementasi pelaksnaan pembangunan nasional.
Pembangunan tidak mungkin terselenggara dengan baik tanpa tersedianya salah satu modal dasar, yaitu kesehatan masyarakatnya.Kesehatan masyarakat harus menjadi acuan dalam pembangunan baik sebelum berjalan maupun sedang berjalan.Derajat kesehatan berhubungan erat dengan pembangunan ekonomi sosial dan lingkungannya. Pada kondisi krisis moneter pada saat ini, akan berpengaruh terhadap status kesehatan masyarakat, hal ini dapat menghambat pembangunan. Dari uraian di atas, salah satu permasalahan yang dapat menghambat pembangunan nasional adalah masalah kesehatan yang bertalian dengan kondisi masyarakat pada saat ini (kondisi krisis ekonomi).
Rencana Strategik Instansi Dinas Kesehatan yang mendukung MDGS yang bertujuan untuk mencapai program dengan pelaksanaan visi dan misi kesehatan. Tujuan umum adalah terselenggaranya Pembangunan Kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat minimal sesuai standar pencapaian MDGs. Dan tujuan khususnya adalah tersedianya SDM yang berkualitas dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, terlaksananya pelayanan kesehatan UKM dan UKP yang berkualitas, terwujudnya net-working dan kolaborasi antara elemen pelaku kesehatan dan sektor kesehatan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, terselenggaranya fungsi perijinan sarana dan tenaga kesehatan, terselenggaranya pengawasan terhadap institusi pelayanan kesehatan, dan terselenggaranya jaminan kesehatan daerah.
Program dan Kegiatan yang dilakukan guna mencapai standar MDGs adalah dengan Program pelayanan administrasi perkantoran yang terdiri dari pelayanan administrasi perkantoran, Program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan yang terdiri dari pengendalian penyakit menular dan tidak menular dan pengawasan dan pembinaan kesehatan lingkungan, Program pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang terdiri dari pengelolaan pengembangan promosi dan pemberdayaan masyarakat bidang Kesehatan, Program upaya pelayanan Kesehatan yang terdiri dari peningkatan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, pelayanan kesehatan keluarga dan reproduksi, serta penyelenggaraan perbaikan gizi masyarakat dan PMT-AS.
Program pengembangan Puskesmas dan Rumah Sakit yang terdiri dari pengelolaan obat dan reagent, pengelolaan perbekalan kesehatan, pengelolaan managemen sistem informasi, penelitian dan pengembangan kesehatan, pengelolaan operasional Puskesmas. Program regulasi dan pengembangan sumber daya kesehatan yang terdiri dari bimbingan dan pelaksanaan regulasi bidang kesehatan dan pengelolaan Sumber daya manusia dan institusi pelayanan kesehatan, program pengembangan Jaminan kesehatan, peningkatan Jaminan Kesehatan masyarakat, perorangan dan kelompok.
3.2.4 Mendayagunakan Lembaga Sosial Masyarakat di Bidang Kesehatan
Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) merupakan kunci kesehatan bagi semua. Sebelum adanya deklarasi Alma Ata di cetuskan di Rusia tahun 1978, Indonesia sebenarnya sudah melaksanakan upaya PKD yaitu melalui Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Hal tersebut disampaikan oleh Mantan Menkes RI Dr.dr. Siti Fadilah Sp.JP(K) dalam sambutanya pada acara pembukaan konferensi regional tentang Revitalisasi PKD tingkat Asia Tenggara di Jakarta, Rabu(6/8). Program PKMD sendiri, kata Menkes, merupakan kerjasama lintas sektor yang melibatkan Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan, Pemerintah Daerah, dll. Menurut Menkes, berkaitan dengan Deklarasi Alma Ata Indonesia telah membuat Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang telah dikenal baik di dunia Internasional. Posyandu memberdayakan 4 prinsip PKD yaitu partisipasi masyarakat, kaloborasi multisektor, penggunaan teknologi yang tepat serta cakupan yang luas.Rata-rata tiap desa di Indonesia memiliki 5 Posyandu termasuk dipelosok daerah.Menkes menambahkan, sampai tahun 1998 Posyandu telah berkontribusi secara siknifikan dalam peningkatan akses dan cakupan pelayanan kesehatan. Proses desentralisasi pada tahun 2000 telah menempatkan suatu tantangan tersendiri dalam PKD di Indonesia dan revalitasi Posyandu dilakukan tahun 2001.
Disamping Posyandu, Departemen Kesehatan RI, pada tahun 2005 juga telah meluncurkan program pemberdayaan masyarakat yang terkenal dengan Desa Siaga. Desa Siaga adalah desa yang siaga atas berbagai masalah kesehatan termasuk wabah penyakit di suatu desa dan wilayah terpencil lainya. Selain pemberdayaan Posyandu dan Desa Siaga, untuk meningkatkan pemerataan dalam pelayanan kesehatan, pemerintah Indonesia juga telah mengimplementasikan Sistem Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), yang memungkinkan masyarakat miskin mendapatkan akses gratis ke pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan swasta tertentu.
3.3 Peran Tenaga Kesehatan atau Medis
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia tahun 1948 disepakati antara lain bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya.
Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masayarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai masalah san hambatan yang akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan hasil pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan, derajat kesehatan yang masih tertinggal dibandingkan dengan engara-negara tetangga dan kurangnya kemandirian dalam pembangunan kesehatan.
Reformasi dibidang kesehatan perlu dilakukan mengingat lima fenomena yang berpengauh terhadapa pembangunan kesehatan. Pertama, perubahan pada dinamika kependudukan.Kedua, Temuan-temuan ilmu dan teknologi kedokteran.Ketiga, Tantangan global sebagai akibatdari kebijakan perdagangan bebas, revolusi informasi, telekomunikasi dan transportasi. Keempat, Perubahan lingkungan.Kelima, Demokratisasi.
Perubahan pemahaman konsep akan sehat dan sakit serta semakin maju IPTEK dengan informasi tentang determinan penyebab penyakit telah menggugurkan paradigma pembangunan kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Paradigma pembangunan kesehatan yang baru yaitu Paradigma Sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif.Paradigma sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif.
Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong. Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memlihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.
Dasar-Dasar Pembangunan Kesehatan. Untuk mencapai taraf kesehatan bagi semua, maka paling sedikit yang harus tercakup dalam pelayanan kesehatan dasar adalah :
1. Pendidikan tentang masalah kesehatan umum, cara pencegahan dan pemberantasannya
2. Peningkatan persediaan pangan dan kecukupan gizi
3. Penyediaan air minum dan sanitasi dasar
4. Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
5. Imunisasi
6. Pengobatan dan pengadaan obat
Oleh karena pelayanan kesehatan dasar merupakan kunci untuk mencapai derajat kesehtaan yang layak bagi semua, maka perencanaan, pengorganisasian dan penyelenggaraan yang efisien mutlak diperukan disamping harus berdasarkan perikemanusiaan, kesehatan sebagai hak asasi, pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, pengutamaan upaya kesehatan promotif dan upaya kesehatan preventif, pelayanan kesehatan perorangan yang sesuai kebutuhan, dan dukungan sumber daya kesehatan.
Peran tenaga kesehatan masyarakat dalam pembangunan kesehatan.Tenaga kesehatan masyarakat (Kesmas) merupakan bagian dari sumber daya manusia yang sangat penting perannya dalam pembangunan kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN).Pembangunan kesehatan dengan paradigma sehat merupakan upaya meningkatkan kemandirian masyarakat dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif.
Pelayanan promotif, untuk meningkatkan kemandirian dan peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan diperlukan program penyuluhan dan pendidikan masyarakat yang berjenjang dan berkesinambungan sehingga dicapai tingkatan kemandirian masyarkat dalam pembangunan kesehatan. Dalam program promotif membutuhkan tenaga-tenaga kesmas yang handal terutama yang mempunyai spesialisasi dalam penyuluhan dan pendidikan.
Pelayanan preventif, untuk menjamin terselenggaranya pelayanan ini diperlukan parar tenaga kesmas yang memahami epidemiologi penyakit, cara-cara dan metode pencegahan serta pengendalian penyakit.Program preventif ini merupakan salah satu lahan bagi tenaga kesmas dalam pembangunan kesehatan.Keterlibatan kesmas dibidang preventif di bidang pengendalian memerlukan penguasaan teknik-teknik lingkungan dan pemberantasan penyakit.Tenaga kesmas juga dapat berperan dibidang kuratif dan rehabilitatif kalau yang bersangkutan mau dan mampu belajar dan meningkatkan kemampuannya dibidang tersebut.
Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat Dalam Merubah Perilaku Masyarakat Menuju Hidup Bersih Dan Sehat. Program promosi perilaku hidup bersih dan sehat yang biasa dikenal PHBS/Promosi Higiene merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penyakit menular yang lain melaui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat luas. Program ini dimulai dengan apa yang diketahui, diinginkan dan dilakukan masyarakat setempat dan mengembangkan program berdasarkan informasi tersebut (Curtis V dkk, 1997; UNICEF, WHO. Bersih, Sehat dan Sejahtera).
Program promosi PHBS harus dilakukan secara profesional oleh individu dan kelompok yang mempunyai kemampuan dan komitmen terhadap kesehatan masyarakat serta memahami tentang lingkungan dan mampu melaksanakan komunikasi, edukasi dan menyampaikan informasi secara tepat dan benar yang sekarang disebut dengan promosi kesehatan.Tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu mengambil bagian dalam promosi PHBS sehingga dapat melakukan perubahan perilaku masyarakat untuk hidup berdasarkan PHBS.Tenaga kesehatan masyarakat telah mempunyai bekal yang cukup untuk dikembangkan dan pada waktunya disumbangkan kepada masyarakat dimana mereka bekerja.
Dalam mewujudkan PHBS secara terencana, tepat berdasarkan situasi daerah maka diperlukan pemahaman dan tahapan sebagai berikut :
1.) Memperkenalkan kepada masyarakat gagasan dan teknik perilaku Program promosi Hygiene Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), yang merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penyakit diare melalui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat secara meluas. Program ini dimulai dari apa yang diketahui, diinginkan, dan dilakukan masyarakat. Perencanaan suatu program promosi hygiene untuk masyarakat dilakukan berdasarkan jawaban atau pertanyaan diatas atau bekerjasama dengan pihak yang terlibat, untuk itu diperlukan pesan-pesan sederhana, positif, menarik yang dirancang untuk dikomunikasikan lewat sarana lokal seperti poster, leaflet.
2.) Mengidentifikasikan perubahan perilaku masyarakat, dalam tahap ini akan dilakukan identifikasi perilaku beresiko melalui pengamatan terstruktur. Sehingga dapat ditentukan cara pendekatan baru terhadap perbaikan hygiene sehingga diharapkan anak-anak terhindar dari lingkungan yang terkontaminasi.
3.) Memotivasi perubahan perilaku masyarakat, langkah-langkah untuk memotivikasi orang untuk mengadopsi perilaku hygiene termasuk memilih beberapa perubaha perilaku yang diharapkan dapat diterapkan, mencari tahu apa yang dirasakan oleh kelompok sasaran mengenai perilaku tersebut melalui diskusi terfokus, wawancara dan melalui uji coba perilaku, membuat pesan yang tepat sehingga sasaran mau melakukan perubahan perilaku, menciptakan sebuah pesan sederhana, positif, menarik berdasarkan apa yang disukai kelompok sasaran, dan merancang paket komunikasi.
Sasaran PHBS tidak hanya terbatas tentang hygiene, namun harus lebih komprehensif dan luas, mencakup perubahan lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosial-budaya masyarakat sehingga tercipta lingkungan yang berwawasan kesehatan dan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan fisik seperti sanitasi dan hygiene perorangan, keluarga dan masyarakat, tersedianya air bersih, lingkungan perumahan, fasilitas mandi, cuci dan kakus (MCK) dan pembuangan sampah serta limbah.Lingkungan biologi adalah flora dan fauna.Lingkungan sosial-budaya seperti pengetahuan, sikap perilaku dan budaya setempat yang berhubungan dengan PHBS.
Perubahan terhadap lingkungan memerlukan intervensi dari tenaga kesehatan terutama Tenaga Kesehatan Masyarakat yang mempunyai kompetensi sehingga terciptanya lingkungan yang kondusif dalam Program Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan menuju masyarakat sejahtera
3.3.1 Penyuluhan Kesehatan
Kesadaran masyarakat akan masalah kesehatan masih sangat rendah. Baik kesehatan diri sendiri, keluarga, maupun kesehatan lingkungan.Untuk itu, perlu dilakukan penyuluhan kesehatan yang bisa memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai pentingnya kesehatan.
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar penyuluhan kesehatan dapat mencapai sasaran yaitu Tingkat Pendidikan, Tingkat Sosial Ekonomi, Adat Istiadat, Kepercayaan Masyarakat, Ketersediaan Waktu di Masyarakat. Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan antara lain Metode Ceramah, Metode Diskusi Kelompok, Metode Curah Pendapat, Metode Panel, Metode Bermain peran, Metode Demonstrasi, Metode Simposium, Metode Seminar.
Penyuluhan kesehatan yang bertujuan mengubah perilaku hidup sehat masyarakat tidak mudah dilakukan. Mengubah perilaku memerlukan kesadaran, dan memerlukan proses panjang. Oleh karena itu, tenaga kesehatan di lapangan tidak boleh bosan apalagi putus asa melakukan penyuluhan kesehatan. Dampaknya akan menyadarkan masyarakat tentang hidup sehat, sehingga mereka akan berperan-serta dalam proses pembangunan kesehatan.
3.3.2 Pencegahan terhadap Penyakit
Di Indonesia terdapat banyak variasi jenis penyakit yang tentunya mempunyai cara-cara pencegahan yang berbeda-beda.Sebagai Negara yang berada di daerah tropis membuat masyarakat Indonesia kemungkinan besar mempunyai penyakit.Pemerintah telah berupaya dalam setiap program kerjanya di bidang kesehatan untuk selalu melangkah lebih dahulu untuk melakukan pencegahan wabah penyakit.
Kondisi negara yang mengalami keterpurukan ekonomi memberi dampak bagi kalngsungan kesehatan masyarakat yang menurunkan produktivitas kerja sehingga pada akhirnya menyebabkan terhambatnya pembangunan nasional. Hal ini jugaditambah lagi dengan rendahnya anggaran yang diterima pada bidang kesehatan sebesar 2,6% dari APBN yang seharusnya minimal 6 %, membuat tingkatkesehatan semakin terpuruk. Ini ditandai dengan meningkatnya penderita gizi buruk dikalangan golongan rentan.
Keterbatasan anggaran tersebut menyebabkan keterbatasan pelaksanaan rogram kesehatan bagi seluruh masyarakat.Program yang paling mendesak dan dianggap tepat sasaran adalah pelaksanaan program JPSBK.Program ini bertujuan mengatasidampak krisis ekonomi terhadap kesehatan dan gizi.Sasarannya keluarga miskin yaitu keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I, dengan alasan ekonomi serta keluarga miskin yang ditetapkan Tim desa.
Kegiatan JPSBK dibagi menjadi dua kelompok. Pelayanan kesehatan langsung berupa pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan jaringannya, perbaikan gizi, pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (P2M) dan kesehatan lingkungan, pelayanan kebidanan oleh bidan di desa serta pelayanan kesehatan rujukan di rumahsakit kabupaten/kodya. Selain itu ada kegiatan penunjang yang antara lain Pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi(SKPG), revitalisasi posyandu, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyrakat (JPKM), pelatihan tenaga kesehatan dan pemantauan program.
Tahun anggaran 1999/2000, seluruh kegiatan program JPSBK dibiayai dari pinjaman Bank Pembangunan Asia (ADB) melalui Project Loan Health Nutrition Sector Development Program sebesar 819,5 Milyard. Pelayanan bagi masyarakatmiskinterus dilanjutkan, karenanya perlu disediakan dana APBN, walau program JPSBK telah berakhir. Sejauh ini keluarga miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan puskesmas sebanyak 6,4 juta, sedangkan ibu hamil yang mendapat pelayanan kebidanan 296.979 orang, ibu nifas yang mendapatkan pelayanan kesehatan371.407 orang, ibu hamil/nifas kekurangan energi kronis yang mendapatkan pemberian makanan tambahan berjumlah 382.632 orang, bayi usia 6-11 bulan yang mendapat PMT 400.044 anak serta anak usia 12-23 bulan yang mendapat PMT1.008.812 anak (Kompas).
Program JPSBK sangat berguna bagi kelanjutan pembangunan nasional, karena program ini memiliki sasaran untuk semua rakyat agar dapat hidup lebih sehata. Berdasarkan penelitian lima perguruan tinggi, program JPSBK telah mencapai hasilsebagaiman diharapkan, meski masih perlu perbaikan. Ketepatan sasaran JPSBKcukup tinggi yaitu 91-97% (Medika).
Masalah gizi merupakan masalah yang kompleks yang juga berdampak terhadap pelaksanaan pembangunan nasional. Secara mikro, kekurangan gizi dapat disebabkan oleh tidak tersedianya atau berkurangnya persediaan pangan di tingkat rumah tangga, kurangnya pengetahuan dan perilaku masyarakat dalam pemeliharaan gizi, keadaan kesehatan terutama penyakit infeksi yang mempengaruhi penggunaan zat gizi oleh tubuh. Secara makro masalah gizi dipengaruhi factor penurunan daya beli, kegagalan panen, kesulitan distribusi, akses pelayanan kesehatan dan faktor sosial budaya.
3.3.3 Pengobatan
Pengobatan merupakan tahapan lanjutan dari program pencegahan yang dilakukan di bidang kesehatan. Penanganan kekurangan gizi memerlukan pendekatan secara menyeluruh dalam bentuk program yang melibatkan berbagai sektor terkait. Perhatian perlu dititikberatkan pada setiap jalur pangan, mulai dari produksi, distribusi, konsumsi sampai masalah pelayanan gizi dan kesehatan. Depkes telah melakukan revitalisasi SKPG dan mencanangkan Gerakan Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi, untuk memobilisasi seluruh potensi yang ada di masyarakat dan sektor terkait, untuk memenuhi kecukupan pangan di tingkat keluarga, melacak setiap kasus gizi buruk serta mencegah dan menanggulangi masalah gizi kurang.
Penanggulangan masalah gizi kurang juga dilakukan di tempat pengungsian akibat bencana dan kerusuhan massa terutama pada kelompok rentan, dalam bentuBlendeed food, susu, beras serta lauk pauk. Kesemuanya itu dalam rangka pemulihan dan pemeliharaan kesehatan agar dapat kembali hidup normal dan dapat melaksanakan aktivitasnya untuk membangun bangsa.
Salah satu yang juga termasuk bagian program JPSBK yaitu pemberian kartu sehat kepada kelompok masyarakat miskin yang pada kenyataannya tidak semua mendapatkannya yang diakibatkan keterbatasan dana maupun kesalahan pemilihan keluarga miskin. Tetapi program ini sangat berguna bagi masyarakat yang membutuhkan dan tidak mampu dalam membayar pelayanan kesehatan yang diterimanya.
Kartu sehat yang diberikan kepada keluarga miskin dipergunakan sesuai dengan keadaan/kondisi mereka, sehingga kesehatan masyarakat golongan tersebut dapat dipertahankan dan dipelihara.Pemakaian kartu sehat dapat terus dilanjutkan, tetapi pemakiannya diharapkan tidak menimbulkan ketergantungan. Program yangtidak kalah pentingnya dalam mengatasi masalah kesehatan yaituyang berkaitan dengan lingkungan. Kesehatan lingkungan sangat penting, karena lingkungan yang sehat maka keadaan masyarakatnya pun akan sehat. Karena lingkungan merupakan akar dari masalah kesehatan, maka pelayanan kesehatan primer harus menyangkut kesehatan lingkungan, seperti kualitas makanan, kualitas air dan udara serta bebas dari ancaman penyakit menular. Posyandu sangat tepat untuk memberikan pelayanan kesehatan di desa maupun di kota. Mengingat dimensi variabilitas antar wilayah sangat tinggi, maka muatan kesehatan lingkungan melalui posyandu dalam rangka pemenuhan kesehatan dasar perlu dilakukan pembedaan substansi muatan kesehatan lingkungan yang berbasis pada problematika local (spesial). Ini dilakukan khususnya bagi kelompok rentan (bayi, anak, remaja, ibu hamil) sehingga tepat sasaran.
Dasar pendekatan spesial dengan cara membangun informasi kesehatan lingkungan.Selain itu regionalisasi sumber informasi kesehatan masyarakat yang berbasis kewilayahan dengan acuan ekosistem dan topografi serta tata ruang.Sistem informasi sebagai basis pembangunan kesehatan masyarakat harus diintegrasikan dengan sistem kesehatan lingkungan berbasil spasial.Oleh sebab itu dalam penyelesaian masalah perlu adanya usaha-usaha yang terintegrasi dengan perekonomian.
Masyarakat agar mampu memberikan sumbangau bagi peningkatan perekonomian nasional, maka diperlukan program pelayanan kesehatan primer khususnya bagi kelompok yang rentan seperti balita, remaja ataupun perempuan produktif, terutama pada lingkungan kumuh dan lingkungan kerja informal.
Hal lain yang perlu dilakukan program pengendalian pencemaran berbasis kesehatan untuk menurunkan pencemaran lingkungan hingga mencapai baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan, serta pengembangan metode analisis damapak kesehatanlingkungan yang merupakan bagian integral dari kegiatan Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Demikian pula sistem pemantauanatau sistem informasi kesehatan lingkungan akibat kegiatan proyek yang memiliki dampak penting khususnya terhadap masyarakat.
3.3.4 Rehabilitasi
Rehabilitasi atau pemulihan di dalam bidang perubatan merujuk kepada satu proses berterusan untuk mengembalikan keupayaan seseorang pesakit dengan mengurangkan ketidakupayaan fizikal (dan mental) akibat dari sesuatu penyakit, kecederaan ataupun peristiwa yang berlaku.Perubatan rehabilitasi merupakan antara pengkhususan yang baru di dalam dunia perubatan yang mana di negara membangun seperti United Kingdom sekalipun, ia wujud hanya sekitar 30 tahun yang lepas. Antara pakar perubatan awal yang mengkhususkan diri di dalam bidang ini adalah pakar runding reumatologi yang berhadapan dengan penyakit-penyakit yang menyerang sendi-sendi secara kronik dan periodik.
Kini, rehabilitasi telah berkembang luas.Terdapat pelbagai jenis pengkhususan dalaman termasuklah pemulihan saraf dan saraf tunjang, pemulihan jantung, pemulihan paru-paru dan pemulihan selepas amputasi (kehilangan anggota badan).Rehabilitasi juga dikaitkan dengan pemulihan dari ketagihan termasuk dadah, arak dan pelbagai ubat-ubatan.Ini memerlukan kemahiran khusus terutamanya dari sudut psikologi.
Proses rehabilitasi bermula apabila doktor dapat menentukan bahawa pesakit adalah stabil dari segi perubatan dan akan menerima manfaat dari rehabilitasi.Kebanyakan perkhidmatan rehabilitasi memerlukan arahan dari doktor untuk dimulakan.Perkhidmatan rehabilitasi boleh disediakan di pelbagai tempat seperti hospital yang memberikan rawatan penyakit akut, kemudahan pesakit luar dan di rumah, melalui bantuan agensi kesihatan
Keberkesanan proses rehabilitasi, Rehabilitasi memerlukan penyertaan yang aktif dari penerimanya dengan bantuan jurupulih terlatih untuk memastikan keberkesanannya. Ini termasuklah jurupulih fizikal (fisioterapi), jurupulih cara kerja, jurupulih percakapan dan jurupulih mental (psikologi).Doktor berfungsi untuk memastikan input dan penyelerasan proses pemulihan serta jangka masa yang dikira optimum untuk kesinambungan dan rawatan susulan. Ini termasuk melibatkan pakar-pakar yang diperlukan seperti memeriksa penglihatan, pendengaran dan rawatan susulan dari kecederaan dan masalah lain yang timbul.
Penggunaan ubat seperti Botulinum Toxin A untuk spastisiti, ubat-ubatan penahan sakit saraf dan pelbagai lagi kaedah perawatan seperti pam intratekal baclofen memerlukan kemahiran spesifik dan melibatkan kos yang agak tinggi. Adalah menjadi tanggungjawab pakar runding rehabilitiasi untuk memastikan pesakit yang sesuai dan layak sahaja mendapat rawatan tersebut.Di samping itu, jururawat dan pegawai kebajikan terlatih merupakan dua lagi individu penting di dalam kejayaan proses rehabilitasi. Di peringkat hospital, tanggungjawab dan peranan yang dimainkan oleh jururawat memastikan kesihatan pesakit terjaga di samping membantu aktiviti seharian mereka.Tugas menjaga pesakit boleh dikongsi bersama penjaga untuk memastikan mereka dapat menjaga pesakit dengan baik apabila keluar dari hospital kelak.Penjagaan yang baik dapat menghindari pelbagai komplikasi yang boleh membahayakan pesakit, contohnya ulser dekubitus.
Pesakit yang lumpuh bahagian bawah badan akibat kecederaan saraf tunjang mempunyai risiko yang besar untuk menghadapinya jika proses menghindarinya tidak berlaku. Antaranya, membalikkan pesakit setiap dua jam sekali. Manakala di peringkat komuniti, jururawat juga diperlukan dan berperanan membantu penjagaan pesakit dari semasa ke semasa.Tugas pegawai kebajikan terlatih pula adalah memastikan pesakit yang dikira sebagai golongan orang kurang upaya (OKU) ini mendapat sokongan, maklumat dan bantuan yang mencukupi dalam konteks kebajikan.
Proses penyesuaian di dalam dan luar rumah, bahu jalan yang mudah dilalui dengan kerusi roda, sistem dan kemudahan pengangkutan yang disesuaikan untuk OKU merupakan sebahagian tanda keprihatinan kita untuk membantu golongan berkenaan.
Sokongan keluarga dan masyarakat, pemulihan juga memerlukan sokongan dari pihak keluarga dan anggota masyarakat untuk memastikan pencapaian yang maksimum. Sokongan moral dari ahli keluarga dan masyarakat, khususnya mereka yang mempunyai pengalaman hidup dan masalah yang sama memberi dorongan kepada individu yang kurang upaya untuk berfungsi dengan lebih baik sebagai ahli masyarakat.Sasaran utama proses rehabilitasi adalah untuk menghasilkan individu yang paling minimum tahap kebergantungannya terhadap individu lain dengan penggunaan alat-alat bantuan pemulihan (ortosis) dan pelbagai kaedah serta peralatan yang disesuaikan mengikut ketidakmampuan seseorang itu.
Di dalam proses rehabilitasi akut dan pertengahan, biasanya pasukan rehabilitasi akan berbincang dan meletakkan sasaran yang dirasakan boleh dicapai oleh pesakit selepas memeriksa mereka dan berusaha untuk mencapai sasaran tersebut. Proses pemulihan, contohnya yang melibatkan kecederaan otak mengambil masa untuk pulih ke fungsi maksimum yang boleh dicapai oleh seseorang pesakit. Ini dapat dilihat dalam dua tahun pertama dari masa kecederaan.Maka, amatlah wajar memberi peluang kepada setiap pesakit untuk terus berusaha mencapai yang terbaik.
Rehabilitasi dengan kata lain dibentuk untuk membantu mereka kembali hidup berdikari dan berfungsi sebaik mungkin sebagai ahli masyarakat tanpa prejudis.Rehabilitasi dalam kebanyakan kes tidak akan menghapuskan seratus peratus kesan dari serangan ke atas otak itu. Matlamatnya adalah untuk membina kekuatan, kebolehan dan keyakinan diri pesakit agar mereka mampu meneruskan aktiviti harian dengan suasana yang paling selesa walaupun pada hakikatnya mereka bukan lagi sama dari segi fizikal dan mentalnya berbanding dengan sebelumnya. Di sinilah pentingnya peranan jurupulih psikologi dalam mengenalpasti sebarang masalah termasuk kemurungan yang dihadapi oleh pesakit dalam menerima hakikat kecacatan seumur hidup yang telah mereka alami.Penerapan unsur-unsur kerohanian diharapkan juga dapat memberi semangat kepada mereka dalam menghadapi ketentuan itu.Rehabilitasi bersumber daya masyarakat adalah bertujuan melatih ahli keluarga dan mereka yang akan terlibat di dalam proses menjaga pesakit agar mampu menghadapi sebarang perubahan dan cabaran, setidak tidaknya bersikap adil kepada pesakit.
Antara kemudahan yang patut disediakan adalah pusat-pusat sumber dan rekreasi untuk mereka beraktiviti dan mengenali OKU yang lain, melibatkan mereka dengan persatuan persatuan yang ditubuhkan untuk mengumpulkan pesakit pesakit tertentu seperti Cerebral Palsy, Multiple Sclerosis dan pelbagai lagi penyakit saraf. Hal ini akan meningkatkan peluang dan proses pemulihan serta integrasi dengan masyarakat di samping memberi peluang kepada penjaga untuk bertukar tukar pandangan.
3.4 Penilaian Pencapaian Program
3.4.1 Terhadap Masyarakat
Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan Nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia,baik masyarakat, swasta maupun pemerintah, yang diorganisir oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Program-program kerja pemerintah di bidang kesehatan dapat dikatakan berhasil jika banyak masyarakat yang merasakan dan mengalami proses dan hasil dari program kerja tersebut. Bermanfaat bagi masyarakat yang berguna untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia.
Bagi masyarakat, standar operasional pelayanan kesehatan yang paling dasar atau yang paling dekat merupakan hal utama dalam program kerja di bidang kesehatan. Di daerah pedesaan terutama dengan masyarakat berpenghasilan rendah, penyakit yang penularannya berkaitan dengan air dan lingkungan terutama penyakit diare masih endemis dan masih merupakan masalah kesehatan. Di daerah tersebut sebagian besar rumah tangga belum mempunyai akses penggunaan air bersih dan sanitasi, karena belum semua rumah dilengkapi sarana.Perilaku hidup bersih dan sehat belum membudaya pada masyarakat pedesaan karena kurang pengertian dan kesadaran pentingnya terhadap perilaku hidup bersih dan sehat (healthy life style).
Masyarakat masih menempatkan prioritas pada pembangunan sarana air bersih daripada pembangunan sarana sanitasi dan program kesehatan, padahal pembangunan sarana air bersih tanpa disertai pembangunan sarana sanitasi dan kesehatan, kurang memberikan dampak terhadap peningkatan derajad kesehatan. Masyarakat kurang memperhatikan pentingnya kegiatan untuk operasional dan pemeliharaan sarana, serta usaha peningkatan kualitas air dan lingkungan, kurangnya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat terhadap penggunaan sarana air bersih dan sanitasi menyebabkan kurangnya kesinambungan / keberlanjutan program air bersih, sanitasi dan kesehatan.
Salah satu strategi untuk mencapai peningkatan derajad kesehatan, produktivitas dan taraf hidup masyarakat, ialah melalui Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS).Dan salah satu komponen kegiatan penting yang harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan dengan pembangunan sarana air bersih dan sanitasi ialah komponen promosi kesehatan dan sanitasi.Promosi kesehatan atau sering disebut perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ialah merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penularan penyakit dalam rangka peningkatan derajad kesehatan, melalui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat secara meluas.
3.4.2 Terhadap Tenaga Kesehatan atau Medis
Masyarakat yang bergerak dalam manajemen kesehatan umumnya paham konsep H.L Blum. Konsep yang sudah berumur puluhan tahun itu menjelaskan bahwa status kesehatan itu dipengaruhi oleh genetik penduduk, efektivitas pelayanan kesehatan, perubahan perilaku masyarakat, dan perubahan lingkungan sekitarnya. Blum bahkan jelas mengatakan kalau faktor perilaku dan lingkungan lebih berperan dibanding pelayanan kesehatan.
Perilaku kita yang belum menjaga kesehatan, menghamburkankan sumber daya alam seperti penggunaan gas fosil dan air bersih, kebiasaan membuang sampah sembarangan, termasuk sampah plastik dan bahan tidak biodegradable lainnya, menyebabkan pelayanan kesehatan kita sia-sia. Perubahan lingkungan, seperti pemanasan global, polusi udara, air dan tanah, sebagai dampak perilaku masyarakat umum, maupun segelintir orang yang mempunyai kekuasaan, menyebabkan kita terpapar pada penyakit baru, disamping penyakit menular yang masih setia menemani kita.
Kalau kita memahami konsep diatas, maka pemahaman itu mestinya dicerminkan dalam tataran praktis. Cerminan pertama adalah mengkonkritkan konsep itu dalam program kesehatan. Memang sekilas dilihat pada tingkat ini, maka konsep itu sudah menjelma dalam program-program yang relevan. Misalnya kalau kita menggunakan alokasi anggaran Departemen Kesehatan sebagai patokan, maka ada alokasi untuk promosi dan pemberdayaan masyarakat, lingkungan sehat, upaya kesehatan dan penyediaan obat (pelayanan kesehatan) disamping yang lainnya.
Tetapi, kalau dilihat dari besarnya alokasi, maka fokusnya masih pada pelayanan kesehatan. Lebih dari separuh anggaran digunakan untuk pelayanan kesehatan. Artinya pemerintah menghabiskan uang banyak dan waktu berpikir tentang bagaimana mengobati penyakit dan menanggulangi wabah epidemik yang terjadi di masyarakat. Sudah pasti pengobatan penyakit akan terus meningkat dengan semakin meningkatnya angka kematian akibat penyakit bersangkutan. Padahal mestinya fokus upaya penanggulangan penyakit perlu melalui strategi promosi dan prevensi kesehatan di semua lini, sehingga insiden dan prevalen penyakit makin lama makin berkurang, dan sambil menunggu itu, pelayanan kesehatan memang harus dilakukan untuk mengobati mereka yang terlanjur sakit.
Cerminan kedua adalah kedalam penyediaan tenaga. Kalau kita menggunakan konsep Blum, maka logikanya kita harus berfokus tentang penyediaan berbagai jenis tenaga yang diperlukan agar perilaku orang perorang maupun masyarakat kearah perilaku sehat, maupun tenaga yang relevan agar lingkungan kita bisa lebih sehat.
Sebuah kajian tentang tenaga kesehatan di Indonesia menyatakan bahwa ketenagaan kesehatan nasional saat ini menghadapi berbagai masalah kecukupan, distibusi, mutu dan pengembangan profesi. Jumlah tenaga kesehatan belum mencapai jumlah yang diinginkan, distribusinya kurang merata, kompetensi tenaga yang kurang memadai dan pengembangan profesi yang masih belum sesuai harapan. Kajian itu juga menyimpulkan bahwa kekurangan tenaga terjadi pada semua jenis tenaga kesehatan, dengan persentase tertinggi pada epidemiolog, teknis medis, rontgen, penyuluh kesehatan masyarakat dan dokter spesialis. Masalah utama ketenagaan adalah terbatasnya formasi dan kemampuan pendanaan, serta proses pengadaan dan penempatan yang kurang memuaskan.
Kalau kita perhatikan, memang fokus pemerintah selama ini masih pada tenaga pelayanan kesehatan dalam artian kuratif. Pertama, dilihat dari jenis ketenagaan yang diakui, (perhatikan : Dokter Spesialis, Dokter Umum, Dokter Gigi, Perawat , Bidan, Apoteker, Asisten Apoteker, SKM, Sanitarian dan Ahli Gizi) jenis-jenis tenaga pelayanan medis sudah jauh lebih berkembang dibandingkan dengan tenaga lainnya. Hal ini juga tercermin dari pengelompokkan pendidikan tenaga kesehatan berdasarkan PP No.32 Tahun 1996 dan Kepmenkes No.1192 Tahun 2004 (Depkes, 2004) : Keperawatan, Kefarmasiaan, Kesehatan Masyarakat, Gizi, Keterapian Fisik dan Keteknisan Medis.
Apalagi kalau kita lihat fokus dalam pembicaraan, diskusi, maupun dalam laporan- laporan. Pada umumnya tekanannya hanyalah pada jumlah dan distribusi tenaga medis. Sering kali pembicaraan hanya pada distribusi dokter atau bahkan dokter spesialis. Padahal agar pelayanan bisa berjalan baik, dokter saja tidak cukup, apalagi untuk pelayanan preventif. Misalnya pelayanan imunisasi, dengan persentase imunisasi lengkap hanya 46,2 % (Riskesdas 2007), jelaslah bahwa kita perlu memprioritaskan tenaga imunisasi.
Selain itu, agar sehat, kita memerlukan tenaga penyuluh kesehatan: berapa yang dibutuhkan di Indonesia? Berapa yang ada sekarang? Kalau kita benar-benar serius menyehatkan masyarakat Indonesia, kita memerlukan berbagai “sub” jenis tenaga promotif dan preventif. Kita perlu berjuang untuk tidak saja mengakui “tenaga penyuluh kesehatan’’, tetapi tenaga ahli komunikasi kesehatan, ahli broadcasting kesehatan, ahli yang kompeten membuat berbagai brosur, iklan ataupun yang ahli membuat film tentang kesehatan, sampai ke tenaga lapangan yang bisa membimbing kader, dan tenaga posyandu yang mampu menyuluh keluarga dengan baik.
Kalau kita serius, kita juga memerlukan berbagai jenis tenaga yang membina maupun memantau lingkungan kesehatan. Misalnya kita tidak harus berhenti di “sanitarian” saja, tetapi, yang ahli tentang air bersih, ahli limbah, ahli pemantau polusi udara dstnya. Semua ini mesti tercermin dalam perencanaan, pengadaan /pendidikannya, pendistribusian dan pendaya gunaannya.
Dalam banyak hal, kita memang memerlukan berbagai tenaga ahli yang bekerja sama secara lintas disiplin. Misalnya untuk “mengendalikan’’ masalah rokok di Indonesia yang fenomenal itu, kita perlu kerja sama antara ahli ekonomi kesehatan yang bisa berdebatpraktis tentang biaya manfaat merokok, ahli promosi kesehatan yang bisa mencegah anak2 baru menjadi perokok, ahli hukum kesehatan yang bisa membuat perda anti rokok, dokter yang menangani penyakit akibat merokok, ahli negosiasi dan lobby dengan DPR/ DPRD sehingga perda anti rokok itu bisa disetujui, dan ahli yang relevan lainnya.
Artinya meningkatkan status kesehatan memerlukan kerja sama lintas disiplin dari berbagai tenaga kesehatan, bahkan dengan tenaga non kesehatan juga. Hanya dengan begitu departemen/dinas kesehatan pantas menjadi departemen/dinas kesehatan, bukan departemen/dinas pelayanan kesehatan.
3.4.3 Terhadap Bangsa dan Negara
Pembangunan tidak mungkin terselenggara dengan baik tanpa tersedianya salahsatu modal dasar, yaitu kesehatan masyarakatnya. Kesehatan masyarakat harusmenjadi acuan dalam pembangunan baik sebelum berjalan maupun sedang berjalan. Derajat kesehatan berhubungan erat dengan pembangunan ekonomi sosial danlingkungannya. Pada kondisi krisis moneter pada saat ini, akan berpengaruhterhadap status kesehatan masyarakat, hal ini dapat menghambat pembangunan.
Salah satu modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan nasional adalah kondisi kesehatan masyarakat yang baik. Di dalam pembangunan nasional juga harus diperhatikan pelaksanaan pembangunan kesehatan. Keduanya ini harus berjalan seimbang agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan bagi semua yaitu kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan Kesehatan dimaksud merupakan proses perubahan tingkat kesehatan masyarakat dari tingkat yang kurang baik menjadi lebih baik sesuai dengan standar kesehatan.
Pencapaian yang baik dari seluruh program-program kerja di bidang kesehatan dapat memberikan dampak yang positif pula terhadap kelangsungan hidup Bangsa Indonesia.Dengan meningkatnya kesehatan masyarakat, membuat generasi penerus bangsa dapat melanjutkan perjuangan dari Negara ini.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesehatan masyarakat harus menjadi acuan dalam pembangunan baik sebelum berjalan maupun sedang berjalan. Derajat kesehatan berhubungan erat dengan pembangunan ekonomi sosial dan lingkungannya. Pada kondisi krisis moneter pada saat ini, akan berpengaruh terhadap status kesehatan masyarakat, hal ini dapat menghambat pembangunan.
Berdasarkan uraian bahasan “Pengaruh Reformasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan melalui SOP terhadap Tingkat Kesehatan di Indonesia” dapat disimpulkan bahwa :
1. Peranan pemerintah terhadap pelaksanaan program kesehatan untuk menaikkan tingkat kesehatan di Indonesia sudah baik dan sebagian program kerja yang masih berlangsung mempunyai perkembangan yang cukup baik.
2. Pemerintah bertindak agresif untuk selalu memperbaiki sistem pelayanan kesehatan di Indonesia melalui pengesahan SOP berkala sesuai dengan fungsinya.
4.2 Saran
Bertolak dari peranan pemerintah yang begitu banyak memberikan perhatiaan dalam pelaksanaan program kesehatan untuk peningkatan kesehatan di Indonesia, penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Sebaiknya program-program kerja di bidang kesehatan dikelola, diimplementasi, dan dievaluasi sesuai dengan tujuan dan fungsinya.
2. Peran tenaga medis yang professional hendaknya mendapatkan bekal yang cukup sehingga dapat menjadi tenaga media yang handal dan professional dalam mengemban tugasnya.
[1]Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, Englewood Cliffs, Prentice Hall, Inc., 1978, hal.3.
[2]James E. Anderson, Public Policy Making, New York: Holt, Rinehart and Winston, 1979, hal.3
[3]lrfan Islamy, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Jakarta, Bumi Aksara, 1997
[4]Redaksi, ”Proses Politik dalam Kebijakan Publik”,www.simpuldemokrasi.com, diunduh pada tanggal 29 November 2010 pukul 15.45
[5]William N Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1999, hal. 44
[6]Budi Winarno, Kebijakan publik: teori dan proses, Yogyakarta, Media Pressindo, 2008, hal. 155
[7]"Undang-undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan & Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran", VisiMedia
[8] Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan", EGC
[9]Suprihatin Guhardja, BPK Gunung Mulia, PT., Institut Pertanian Bogor. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, "Pengembangan sumber daya keluarga: bahan pengajaran", BPK Gunung Mulia, 1993
[10] Pengantar Kesehatan Lingkunagan", EGC
[11] “Pengantar Kesehatan”, EGC
[12]Siti Nafsiah, "Prof. Hembing pemenang the Star of Asia Award: pertama di Asia ketiga di dunia", Gema Insani, 2000
[13]Siti Nafsiah, "Prof. Hembing pemenang the Star of Asia Award: pertama di Asia ketiga di dunia", Gema Insani, 2000
[14]George Pickett & John J. Hanlon, "Kesehatan Masyararat Administrasi dan praktik", EGC
[15]Sulastomo, "Manajemen kesehatan", Gramedia Pustaka Utama, 2000
[16]"Undang-undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan & Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran", VisiMedia
[17]Dr. Armand V. Feigenbaum
[18]The conformance of requirements-Philip B. Crosby, 1979
[19]Philip Kotler
[20]Soekidjo Notoatmojo, Prof, Dr. (2007), Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar