Prinsip Kerja Helikopter



Helikopter bisa terbang karena gaya angkat yang dihasilkan oleh aliran udara yang dihasilkan dari bilah-bilah baling-baling rotornya. Baling-baling itu yang mengalirkan aliran udara dari atas ke bawah. Aliran udara tersebut sedemikian deras sehingga mampu mengangkat benda seberat belasan ton. Teorinya sebenarnya cukup sederhana namun prakteknya rumit.

Airfoil

Pada dasarnya, prinsip dasar terbang dari pesawat bersayap tetap (fixed wing) dengan helikopter yang dikenal juga pesawat bersayap putar adalah sama. Kunci pembedanya ada pada dua kekuatan besar yang bekerja terpadu secara vertikal untuk menghasilkan gaya angkat dan daya dorong yang besar.

Pada pesawat bersayap tetap Kekuatan pertama dihasilkan oleh aliran udara di permukaan sayapnya yang membentuk sudut datang tertentu dengan flap yakni sayap kecil di belakang sayap yang posisinya ditegakkan. Sehingga aliran udara mengalir deras ke belakang bisa diarahkan balik ke atas. Udara yang mengalir di permukaan sayap bagian bawah menekan permukaan sayap yang relatif datar itu ikut menekan ke atas menimbulkan gaya angkat dan menyebabkan pesawat terangkat ke atas. Paling kurang 15 persen dari seluruh gaya yang dihasilkan, dipergunakan untuk mengangkat badan pesawat ke atas.

Kekuatan besar lainnya adalah gaya dorong yang dihasilkan aliran udara yang ada di permukaan sayap bagian atas yang bentuknya relatif lengkung. Ketika aliran udara yang dihasilkan oleh mesin mengalir ke belakang dan melalui sayap utama maka aliran udara itu terpecah. Aliran udara yang mengalir di atas permukaan sayap bagian atas lebih deras dari aliran udara yang menerpa di permukaan sayap bagian bawah. Tetapi tekanan udara yang mengalir deras di atas permukaan sayap atas, relatif lebih kecil dibanding dengan tekanan udara di permukaan sayap bagian bawah yang justru alirannya kurang deras. Perbedaan tekanan udara ini yang menyebabkan sayap pesawat terangkat ke atas. Untuk membayangkan seberapa besar gaya angkat itu, secara teori menyebutkan bahwa perbedaan tekanan udara sebesar 2.5 ounce per inci persegi dapat menghasilkan gaya angkat 20 pound per kaki persegi ( 1 kaki = 20 cm). Bisa dihitung, kalau luas sayap pesawat 1000 kaki persegi maka gaya angkat yang dihasilkan akan mencapai 10 ton.

Pada helikopter, fungsi sayap digantikan oleh baling-baling yang setiap baling-balingnya meski berukuran lebih kecil dari sayap pesawat biasa, namun ketika diputar, curvanya relatif sama dengan sayap pesawat. Untuk mendapatkan gaya angkat, baling-baling rotor harus diarahkan pada posisi tertentu sehingga dapat membentuk sudut datang yang besar. Prinsipnya sama dengan pesawat bersayap tetap, pada helikopter ada dua gaya besar yang saling memberi pengaruh. Aliran udara yang bergerak ke depan baling-baling menekan baling-baling sehingga bilah baling-baling terdorong balik ke belakang menghasilkan suatu gaya angkat kecil. Tetapi ketika ketika aliran udara bergerak cepat melewati bagian atas dan bawah bilah-bilah baling-baling, tekanan udara yang besar di antara baling-baling otomatis akan mengembang ke seluruh permukaan yang bertekanan lebih rendah, menyebabkan baling-baling terdorong ke atas dan helikopter pun terangkat. Yang perlu diingat, meski bilah-bilah baling-baling itu hanya beberapa lembar, namun dalam keadaan berputar cepat, ia akan membentuk suatu permukaan yang rata dan udara yang menekannya ke atas menimbukan tekanan besar yang akhirnya menghasilkan gaya angkat yang besar pula. Prinsip ini sama dengan fungsi propeler pada pesawat bermesin turboprop dan sama pula dengan “kitiran” mainan anak-anak itu.

Beberapa helikopter yang digunakan dalam perang, seperti Mi-26 Hind misalnya dilengkapi dengan sayap kecil yang disebut canard, fungsi pertamanya untuk meringankan beban rotor utama dan yang kedua untuk meningkatkan laju kecepatan dan memperpanjang jangkauan jelajah. Fungsi lain adalah sebagai gantungan senjata, rudal dan lain-lainnya. Dengan menambahkan sayap pendek ini, maka perbedaan fungsional antara pesawat tetap dengan helikopter menjadi samar. Pesawat bersayap tetap juga ada yang mampu terbang-mendarat secara vertikal (Vertical Take-off Landing/VTOL). Contonya, Harrier dari jenis Sea Harrier atau AV-8 Harrier.

Kelebihan pesawat bersayap tetap, terutama soal terbangnya karena pesawat berjenis ini memiliki platform yang lebar sehingga relatif lebih stabil saat melakukan penerbangan. Soal menerbangkannya, itu persoalan mengatur kemudi guling pada sayap dan stabilizer tegak dan datar yang ada pada ekornya. Tetapi pada Helikopter tidaklah demikian. Ketika bilah-bilah baling-baling rotornya menghasilkan gaya angkat rotornya sendiri sendiri bekerja memindahkan udara di atasnya ke bawah sebanyak banyaknya. Disaat itu berat udara yang dipindahkan mengurangi berat helikopter sehingga helikopter itu terangkat. Dan bila helikopter itu terangkat, berarti terjadi keseimbangan berat antara udara yang dipindahkan dari atas ke bawah dengan bobot helikopternya. Untuk mengoperasikan helikopter itu ada alat kemudi yang biasa disebutcollective pitch dan cyclic pitch masing-masing berfungsi sebagai pengatur gaya angkat dan pendorong helikopter untuk melaju ke depan. Begitu sederhana cara kerjanya, tetapi mentransformasikannya dalam sebuah teknologi sungguh pekerjaan yang sangat rumit.

Tail rotor

Begitu pula halnya dengan konfigurasi rotor, bukan hanya sekedar bisa berputar lalu terbang dan mengambang. Sebab setap baling-baling diputar akan selalu menimbulkan tenaga putaran yang disebut dengan istilah umum torque. Untuk menghilangkan atau menangkal tenaga putar yang bisa menyebabkan badan helikopter itu berputar, maka perlu dipasang antitorque.
Antitorque ini dapat berupa tail rotor atau rotor ekor yang dipasang pada ekor pesawat yang juga berfungsi sebagai rudder. Konfigurasi ini dapat dilihat pada helikopter umumnya seperti Bell-412, Bell-205 atau UH-1 Huey, atau NBO-105, dan AS-330 Puma atau AS-335 Super Puma, AH-64 APACHE atau Mi-24 HIND. Selin menggunakan tail rotor, masih ada beberapa desai yang lain. Misalnya yang menggunakan sistem tandem seperti yang digunakan pada helikopter Boeing CH-47 Chinook atau CH-46 Sea Knight. Kedua rotor tersebut yang bersama-sama berukuran besar masing-masing ditempatkan di depan dan di belakang badan helikopter. Keduanya simetris namun memiliki putaran yang berlawanan arah . Maksudnya untuk saling meniadakan efek putaran yang ditimbulkan satu sama lain, intermesh dalam bahasa populernya. Cara lain adalah dengan konfigurasi egg-beater. Konfigurasi rancang bangun seperti ini digunakan pada helikopter Ka-25 Kamov buatan Rusia atau Kaman HH-43 Husky. Kedua baling-baling yang sama besarnya itu diletakkan dalam satu poros, terpisah satu sama lain dimana yang satu diletakkan di atas rotor lainnya. Keduanya berputar berlawanan arah. Maksudnya untuk menghilangkan efek putaran atau torque.
Selain ketiga cara di atas, dibuat juga konfigurasi tanpa rotor ekor. Helikopter ini desebut NOTAR (No Tail Rotor) ini memiliki sistem yang sedikit berbeda dengan sistem yang ada dimana memanfaatkan semburan gas panas dari mesin utama yang disalurkan melalui tabung ekor. Contohnya adalah helikopter MD-902 Explorer.

Rotor Aktif atau Tilt Rotor dan Sayap Aktif atau Tilt Wing

Tinggal landas dan mendarat ala helikopter tetapi berkarakter terbang macam pesawat bersayap tetap merupakan konsep yang dianut oleh helikopter jenis ini. Cara paling mudah adalah menggabungkan konsep kerja pesawat helikopter dengan pesawat bersayap tetap dalam satu wujud.
Prinsip kerjanya secara teknis bila rotor utama diarahkan ke atas maka gerakan vertikal yang dilakukan helikoter dapat dilakukan sedangkan saat rotor diarahkan ke depan atau ke belakang (sebagai pursher atau pendorong) maka karakter terbang seperti pesawat tetap dapat diperoleh. Gerakan rotor seperti ini tidak perlu melibatkan sayap.

Sebenarnya pengembangan rotor aktif ini masih diliputi kegamangan, masalahnya adalah sistem tadi bisa saja disebut pesawat bersayap tetap karena memiliki sayap yang berlumayan besar, sekaligus memiliki ekor pesawat yang berkonfigurasi dengan pesawat bersayap tetap biasa. Akhirnya konsep ini disebut dengan konsep hybrid. Contoh helikopter ini adalah V-22 Osprey. Selain konsep rotor aktif, ada pula konsep sayap aktif, dimana yang digerakkan bukanlah rotor seperti pada rotor aktif melainkan sayap pesawatnya. Sementara mesin tetap pada kedudukannya. Contoh helikopter ini adalah TW-68 yang dirancang oleh Ishida Corporation, Jepang, Rancangan ini disebut-sebut sebut sebagai memiliki rancangan yang lebih ringkas dibandingkan dengan rotor aktif hanya sayangnya keberlanjutannya tidak begitu terdengar.

Kursi Lontar pada Helikopter

Dibandingkan pada pesawat biasa khususnya pesawat tempur, pesawat helikopter umumnya tidak dilengkapi dengan kursi lontar. Hal ini disebabkan karena masalah menghadapi rotor helikopter saat meluncurkan kursi lontar sekaligus umumnya helikopter terbang lebih rendah sehingga lebih rentan. Namun demikian pada helikopter Rusia, Kamov Ka-50 Hokum yang menggunakan kursi lontar yang dirancang khusus seperti Zvesda K-37-800. Langkah kerjanya adalah ketika kursi lontar diaktifkan, maka rotor diledakkan dan lepas dari kedudukannya, kemudian kedua sisi atas kaca kokpit membuka dan roket penarik aktif yang menarik pilot dan kirsinya keluar dari badan heli. Meski dirasa rumit, Helikopter masa depan akan dilengkapi dengan kursi lontar.

sumber : khairil.blogdetik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar