Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan




Ternyata tidak saja penebangan hutan secara liar yang mendatang kan bencana banjir dan menelan korban jiwa, harta. Akan tetapi pengelolaan sampah yang bencana banjir dan menelan korban jiwa, harta. Akan tetapi pengelolaan sampah yang tidak ramah lingkungan juga bisa bendatangkan bencan dan menelan korban jiwa. Kasus yang terjadi di Zona III A yang masih aktif di TPA Bantar Gebang-Bekasi dapat dijadikan pelajaran. Dalam kasus itu sebanyak 3 orang pemulung menjadi korban akibat ditimbun oleh tumpukan sampah setinggi gunung di lokasi TPA itu. Mereka sedang mengais-ngais sampah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Kasus yang terjadi di Zona III A Bantar Gebang semakin menambah daftar panjang jumlah korban akibat ditimmbun sampah ini dan sebelumnya pernah terjadi kasus serupa di TPA Leuwigajah-Bandung yang menewaskan sebanyak 10 orang.

Selama ini pembicaraan yang terkait dengan sampah ketinggalan dan luput dari perhatian. Penyebab ketertinggalannya dari pergulatan wacana adalah karena pemerintah terlalu memforkuska penanganan tentang korupsi, kemiskinan, politik, otonomi daerah sehingga sampah menjadi terlupakan. Artinya, pengelolaannya sampah menjadi barang yang benilai guna dan ekonomis tidak lagi menjadi konsentrasi perhartian akan sampah akan bangkit ketika jika terjadi bencana dan mendatangkan korban dan itu pun waktunya sebentar kemudian hilang ditelan oleh wacana-wacana lain yang lebih aktual.
Peduli Lingkungan

Terjadinya berbagai bencana lingkungan akhir-akhir ini merupakan akumulasi dan dampak dari sikap dan karakter buruk kita terhadap lingkungan. Kondisi lingkungan hidup yang sehat tidak lagi menjadi cita-cita dan tujuan bersama. Kita yang menyebabkan lingkungan itu tercemar. Beberapa sikap dibawah ini bisa menguatkan kan ketidak pedulian kita terhadap lingkungan. Misalnya, membuang plastik sembarangan, membuang puntung rokok tidak beraturan, membuang sampah keluarga ke sungai. Pada hal, sampah-sampah yang dibuang yang dibuang akan berdampak negatif terhadap lingkungan dan akibatnya akan dirasakan oleh generasi-generasi mendatang.

Dari sisi landasan Yuridis kita sudah mempunyai instrumen hukum yaitu pasal 9UU No. 39/1999 tentang HAM menyebutkan bahwa lingkungan hidup yang bersih dan sehat merupakan bagian dari hak hidup di samping hak-hak lain yang harus dipenuhi pemenuhannya. Akan tetapi harapan untuk mendapatkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat itu belum kita wujudkan dalam tindakan konkrit dalam kehidupan baru hanya sebatas yang tertulis di UU dan dalam wilayah permainan kata-kata (retorika).

Pemerintah selalu pengambil keputusan (decision maker) belum lagi mempunyai konsentrasi perhatian yang serius dalam mengelola lingkungan khususnya dalam hal pengelolaan sampah. Buktinya, setiap tahun bangsa ini tertimpa bencana. Bukti ketidakseriusan pemerintah itu dapat terlihat dari kecilnya anggaran yang dialokasikan untuk pemerintah itu dapat telihat dari kecilnya anggaran yang dialokasikan untuk penangganan sampah ini. Menurut data dari bank dunia selama dekade 1990-an, pemerintah hanya mengalokasikan 0,4 % Produk Domestik Bruto (PDB) untuk insfrastruktur umum perkotaan. Dari jumlah itu hanya 8 persen atu sekitar 0,03 % dari PDB yang dianggarkan untuk penanganan sampah (Kompas, 16/16/9).

Dari data itu menggambarkan bahwa betapa rendahnya tingkat perhatian pemerintah dalam hal penanganan sampah ini. Semestinya, sebagai birokrat pemerintahan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dan sesitif terhadap kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan dihadapi oleh masyarakt. Perlukah reformasi berokrasi? Menurut penulis perlu sehingga birokrat-biroktar yang ada menjadi pelayan abagi masyarakt dan sensitif terdahap persoalan masyarakat. Memang mewujudkannya tidak mudah butuh waktu dan proses yang panjang.

Desain Baru

Kita seharusnya memiliki teknologi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Kalau tidak persoalan sampah akan tetap menjadi bumerang bagi masyarakat yang hidup di wilayah perkotaan. Dapat kita bayangkan setiap keluarga memeliki sampah dan berapa ton sampah yang dihasilkan dari samph keluarga setiap tahunnya. Apabila tidak diikuti denan niat baik dan serius dari pihak yang relevan dengan persoalan sampah, dan lingkungan maka rentetan jumlah korban berikutnya akan menyusul.

Menurut penulis untuk mengatasi persoalan ini paling tidak ada 3 (tiga) usul yang penulis tawarkan. pertama, mesti ada perangkat UU yang khusus mengatur persoalan sampah, selama ini hanya diatur lewat peraturan daerah sehingga tidak efektif karena tidak dipayungi oleh instrumen hukum yang lebih tinggi. Kedua, mesti ada pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan memberikan pendidikan bagi masyarakat tentang pengelolaan sampah yang baik dan ramah lingkungan, Ketiga, mesti ada tanggung jawab perusahaan yang memakai kemasan dari bungkus palstik dalam bentuk materil dan moril dalam memakai kemasan dari bungkus plastik dalam bentuk materil dan moril dalam memperbaiki keadaan ligkungan yang tidak sehat ini.

Dan akhirnya setiap kita mestinya peduli terhdap lingkungan dengan merubah sikap dan etika dan harapan akan kondisi lingkungan yang sehat dan bersih khususnya dalam penanganan masalah sampah mestinya menjadi cita-cita, tujuan dan harapan berasama tapi kalu tidak bersiaplah kita untuk menerima korban berkutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar