PEMBAHASAN
A. Pengertian Aktivitas Keagamaan
Aktivitas berasal dari kata dalam bahasa Inggris “activity” yang berarti “aktivitas, kegiatan atau kesibukan”.1 “aktivitas juga berarti pekerjaan atau kesibukan”. 2 Dalam Insyklopedi Administrasi dikatakan “aktivitas adalah suatu perbuatan yang mengandung maksud tertentu dan memang dikendalikan oleh yang melakukan”. 3
Menurut A. Murshal H.M.T, dkk, dalam kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan mendefinisikan aktivitas dengan “kecerdasan, kegiatan atau kerajinan bekerja”. 4 Wulyo dalam kamus Psikologi mengartikan aktivitas dengan “kegiatan yang dilakukan sebagai reaksi terhadap rangsangan sekitar”. 5 Kemudian Soejono Soekanto, menjelaskan pengertian aktivitas ini secara lebih luas dalam buku beliau Kamus Sosiologi yaitu : 1) Hal-hal yang dilakukan manusia, 2) Dorongan, perilaku dan tujuan yang terorganisasi, 3) Berfungsinya organisme, 4) Tanggapan yang terorganisasi”. 6
Jadi yang dikemukakan di sini adanya kekuatan dalam melakukan suatu kesibukan yang segala pekerjaan tersebut sudah terprogram dan terkendali guna mencapai tujuan yang digariskan.
____________________________
1 John M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia, Jakarta, hal. 10
2 John M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia, Jakarta, hal. 10
3 Pariatra Westra, et al. Ensiklopedi Administrasi, CV. Haji Masagung, Jakarta, t.t, cet. IV, hal.14
4 A. Mursal, H.M. Thoha, et al, Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan, Rajawali Press, Jakarta, 1985, hal. 15
5 Wulyo, Kamus Sosiologi, Rajawali Press, Jakarta, 1990, hal. 8
6 Soejono Soekanto, Kamus Sosiologi, Rajawali Press, Jakarta, 1989, Op. Cit.
B. Pengertian Agama dan Keagamaan
1. Agama
Menurut W.J.S Poerwadarminta : “Agama ialah segenap kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa dan sebagainya) serta dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu”.7
D. Hendropuspito, O.C, menjelaskan yang dimaksud dengan agama ialah :
Agama ialah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berporos kepada kekuatan non impiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat luas umumnya.8
Begitu pula halnya seperti yang diungkapkan oleh EK. Munawir bahwa:
Agama sebagai sumber inspirasi dan motivasi, sehingga mampu memberikan warna pada gerak dan tindakan manusia dalam segala lapangan kehidupan baik sebagai pemimpin maupun sebagai bawahan dalam melakukan supervisi maupun kegiatan lainnya.9
Jadi yang dimaksud dengan agama di sini adalah sikap seseorang mempercayai kepada non impiris yang biasa digunakan sebagai sumber inspirasi dan motivasi pada akhirnya akan mengarahkan mereka ke arah keselamatan.
2. Keagamaan
Menurut W.J.S Poerwadarminta pola pengertian bahwa : “Keagamaan adalah sifat yang terdapat dalam agama; segala sesuatu mengenai agama”.10 Untuk itu latihan keagamaan adalah merupakan sikap yang tumbuh atau dimiliki seseorang dan dengan sendirinya akan mewarnai sikap dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk sikap dan tindakan yang dimaksudkan yakni yang sesuai dengan ajaran agama, yang dalam hal ini ajaran agama Islam. dari pengertian-pengertian di atas nampaknya kegiatan (sifat) keagamaan adalah usaha yang dilakukan seseorang atau perkelompok yang dilaksanakan secara kontinu (terus-menerus) maupun yang ada hubungannya dengan nilai-nilai keagamaan. Dikarenakan dalam hal ini ialah yang berhubungan dengan agama Islam, maka kegiatan keagamaan di sini yang ada korelasinya dengan pelaksanaan nilai-nilai agama Islam itu sendiri, misalnya ceramah keagamaan, peringatan hari-hari besar Islam, shalat berjama’ah, shalat sunat rawatib, tadarus Al Qur’an dan lain-lain.
Dari beberapa pengertian yang disebut di atas, maka dalam hal ini perlu penulis tekankan, bahwa yang dimaksud dengan kegiatan keagamaan di sini ialah segala bentuk kegiatan yang terencana dan terkendali berhubungan dengan usaha untuk menanamkan bahkan menyebarluaskan nilai-nilai keagamaan dalam tahap pelaksanaannya dapat dilakukan oleh orang perorang atau kelompok. Dengan usaha yang terencana dan terkendali di dalam menanamkan dan menyebarluaskan nilai-nilai keagamaan tersebut diharapkan akan mencapai tujuan dari usaha itu sendiri, yang dalam hal ini penanaman nilai-nilai keagamaan.
__________________________
7. W.J.S. Poerwadarminta, Op. Cit., hal. 18
8. Hendro Puspito, OC, Sosiologi Agama, Kanisius, Jakarta, 1986, hal. 34
9. EK. Imam Munawir, Azas-azas Kepemimpinan dalam Islam, Usaha Nasional, t.t. hal. 50
10.W.J.S. Poerwadarminta, Op. Cit., hal. 19
C. Dasar dan Tujuan Aktivitas Keagamaan
1. Dasar Aktivitas Keagamaan
Sebagai seorang muslim tentu menyadari sepenuhnya bahwa setiap apa yang dikerjakan haruslah disesuaikan dengan Al Qur’an dan Al Hadits. Begitu pula dalam pelaksanaan aktivitas keagamaan, segala tindakan perlu kiranya didasari kedua pedoman pokok umat Islam tersebut. dengan kata lain segala tindakan, tingkah laku dan perbuatan hendaknya bersesuaian dengan pedoman umat Islam yakni Al Qur’an dan Al Hadits. Dengan bersandarnya kita kepada kedua pedoman pokok tersebut, maka akan membawa yang bersangkutan (yang dalam hal ini pelaku aktivitas keagamaan tersebut) ke arah keteguhan dan keyakinan serta kenikmatan hidup yang sesungguhnya ini karena kedua pedoman tersebut membimbing pelaku aktivitas ke jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Al Qur’an merupakan landasan yang utama dan terutama, ajaran yang terkandung dalam Al Qur’an mencakup segala demensi kehidupan masyarakat. Sedangkan Al Hadits merupakan sumber kedua. Hadits di sini sebagai pelaksana dari hubungan-hubungan yang terkandung dalam Al Qur’an yang berisikan petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup umat agar menjadi manusia seutuhnya.
2. Tujuan Aktivitas Keagamaan
Tujuan adalah pedoman atau arah yang hendak dicapai dalam pelaksanaan aktivitas keagamaan kegiatan tanpa tujuan diibaratkan membuat rumah tanpa pondasi, seperti bunga tanpa tangkainya. Dengan tujuan yang diolah dengan sadar dan terencana maka dalam pelaksanaannya hendaknya dilaksanakan melalui fase demi fase, tahap demi tahap agar aktivitas keagamaan dapat lebih terarah dalam mencapai tujuan yang dikehendaki.
Rumusan tentang tujuan aktivitas biasanya mencakup nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat yang merupakan cuta-cita bersama. Pada hakekatnya nilai tersebut merupakan suatu satu kesatuan yang bulat atau merupakan satu sistem nilai ke mana aktivitas itu akan diarahkan.
Jelasnya yang dikehendaki dari tujuan aktivitas keagamaan ini ialah adanya keselarasan hubungan antara manusia dengan penciptanya (Allah), sehingga akan menimbulkan rasa keimanan yang dihayati secara sungguh-sungguh yang pada akhirnya membawa dirinya sendiri hidup tenteram di bawah ridha-Nya, sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an surah Ar Ra’du ayat 28 yang berbunyi :
Kemudian setelah adanya hubungan dengan Allah SWT. manusia sebagai makhluk sosial membina hubungan sosialnya dengan alam (ciptaan Allah) yang lain, saling menjaga dan membina hubungan Islamiyah sehingga akan terhindar diri beserta keluarga dari siksa-Nya, hal ini sebagai mana difirmankan Allah dalam Al Qur’an pada surat At Tahrim ayat 6
Jadi tujuan akhir aktivitas keagamaan ialah membentuk aktivitas tersebut untuk selalu beriman dan mengamalkan segala perbuatan yang ma’ruf yakni dengan menjaga keselarasan hubungan antara dirinya dengan Allah dan berkeseimbangan hubungan dengan sesamanya serta alam sekitarnya. Tujuan ini bersesuaian dengan tujuan pendidikan agama di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Dusun Selatan (SMAN 2), yakni :
Pendidikan agama Islam bertujuan meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang ajaran Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.11
Dari kutipan di atas jelaslah bahwa tujuan pendidikan agama yang dilaksanakan Tingkat Sekolah Menengah Atas Negeri 2 (SMAN 2) adalah untuk meningkatkan kualitas keimanan dan pemahaman serta penghayatan para siswa terhadap ajaran Islam, dengan melalui berbagai pengamalan atau aktivitas-aktivitas keagamaan di sekolah maupun di luar sekolah. Sehingga para siswa dapat menampakkan akhlak yang mulia di dalam masyarakat.
______________________________
11 Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Proyek Penterjemah/Penafsiran Al Quran, Jakarta, 1990
D. Aktivitas Siswa dalam Keagamaan
Siswa merupakan suatu unsur yang berperan pondamental dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan, karena itu siswa hendaknya dapat melibatkan dirinya semaksimal mungkin secara aktif dalam berbagai kegiatan keagamaan seperti selalu aktif dalam kegiatan tadarus Al Qur’an, aktif dalam pelaksanaan shalat berjama’ah juga shalat sunat rawatib, aktif dalam mengikuti ceramah, aktif dalam pelaksanaan Peringatan Hari-hari Besar Islam (PHBI), dan tentunya keaktifan di dalam faktor-faktor sosial seperti menyantuni fakir miskin dan lain sebagainya.
Berbicara dengan topik aktivitas siswa yang berhubungan dengan keagamaan maka agak sulit bagi kita menyebutkan satu persatu, hal ini disebabkan aktivitas keagamaan tersebut cukup banyak dalam beragam coraknya, akan tetapi yang penting apa yang dikatakan kegiatan keagamaan tersebut adalah mnenyangkut ke segala kegiatan apapun yang terendap dalam kegiatan terutama nilai-nilai keagamaan (religiusnya) dan bertujuan dalam rangka untuk menyebarluaskan dan mengembangkan syiar-syiar agama, memupuk norma-norma persaudaraan (ukhuwah Islamiyah) sesama umat dan tentunya dapat mempertebal keyakinan, keimanan dan ketakwaan seseorang kepada Allah SWT.
Dari berbagai demensi kegiatan (aktivitas) keagamaan tersebut dapat diketengahkan beberapa aktivitas keagamaan menurut kelompoknya yang juga mempunyai misi untuk peninjauan kembali terhadap beragam kegiatan keagamaan agar yang sudah aktif diaktifkan terus atau lebih mengaktifkan kegiatan yang sudah ada.
Beberapa kegiatan atau aktivitas keagamaan tersebut antara lain :
1. Aktivitas siswa terhadap pengajian (ceramah) agama
Aktivitas pengajian (ceramah) agama ini sudah lama tumbuh, dan selalu berkembang sedemikian rupa sehingga setiap saat, waktu dan kesempatan ada saja yang menyelenggarakan aktivitas keagamaan ini, baik yang dilaksanakan oleh kelompok seperti majelis ta’lim atau perorangan seperti kaji duduk.
Kajian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan keagamaan bagi masyarakat (siswa), sehingga masyarakat/siswa tersebut memperoleh dan mempunyai pengetahuan keagamaan yang memadai dan sebagai penambah nilai-nilai kerohanian dalam jiwa mereka. Oleh karena itu pengajian agama ini dapat dilaksanakan dengan swadaya masyarakat pedesaan. Hal ini tepatlah apa yang dikemukakan oleh Zakiah Darajdat berikut ini :
Di daerah pedesaan, pengajian dan penerangan agama itu telah ada sejak zaman penjajahan yang diadakan oleh para alim ulama dengan tujuan memberikan pendidikan, bimbingan dan pembinaan bagi masyarakat, yang didasarkan atas ajaran Islam. sedangkan pengajian di kota-kota besar dan kota-kota kecil, ada yang merupakan lanjutan dari apa yang dilaksanakan di desa dulu, sebelum mereka pindah ke kota.12
Karena itulah kegiatan pengajian (ceramah) agama ini tidak asing lagi bagi kehidupan mereka, apalagi di daerah pedesaan. Dengan adanya kegiatan ini justru akan menambah pengetahuan bagi siswa sehingga akan sangat menunjang di dalam meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan mereka kepada Allah SWT.
Aktivitas siswa dalam kegiatan ini sangat besar artinya dalam perkembangan bathiniyah mereka sebab mereka berada pada usia remaja. Remaja dengan segala latar belakangnya justru akan memberikan warna tersendiri bagi penyelenggaraan ceramah agama ini, karena dari mereka ini akan bermunculan berbagai ide-ide yang praktis dan bersifat konstruktif dalam meningkatkan kegiatan keagamaan yang diselenggarakan. Di samping kegiatan-kegiatan tersebut di atas dapat mengisi waktu yang lowong bagi siswa, juga aktivitas ini dapat menambah pengetahuan dan meperdalam pengetahuan agama yang dimiliki oleh para siswa, dan yang terpenting ialah untuk membantu mereka dalam pembinaan moral agama siswa itu sendiri.
Dengan adanya kegiatan ini siswa diharapkan akan menjadikan dirinya sebagai harapan semua demensi dalam kehidupan, karena dalam kegiatan ceramah agama ini selalu ada wejangan-wejangan yang bersifat mengisi khazanah rohaniah mereka sejalan dengan ajaran moral, etika dan agama Allah, sehingga pada akhirnya akan memperkecil kemungkinan mereka terjatuh ke jurang kecelakaan dan kesesatan.
2. Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Peringatan Hari-hari Besar Islam (PHBI)
Peringatan Hari-hari Besar Islam (PHBI) mempunyai arti penting bagi perkembangan syiar ke-Islaman, karena dari sinilah umat Islam itu sendiri menampakkan jati dirinya sebagai seorang muslim yang menghargai nilai-nilai historis agamanya. Di samping itu pula peringatan hari-hari besar Islam ini adalah merupakan manifestasi dari nilai-nilai keimanan seseorang. Aktivitas ini mempunyai tujuan penting yaitu untuk mengenang kejadian maupun peristiwa yang terdahulu pernah terjadi di kalangan umat Islam, hal ini sangat berguna untuk mempertebal keimanan dan tentunya ketakwaan kepada Allah SWT.
Siswa dalam hal ini adalah bagian integral dari masyarakat pada umumnya, yang merupakan cikal bakal bagi generasi penerus, haruslah mempunyai rasa memiliki atas kegiatan ini. Oleh karena itulah kegiatan tersebut akan semakin nampak kemeriahannya, kesemarakannya dengan kehadiran para siswa ini. Dengan kata lain kehadiran siswa dalam penyelenggaraan PHBI ini mempunyai nilai tambah bagi kemajuan syiar-syiar agama Islam.
Siswa dalam hal ini adalah manusia yang dikategorikan masih hidup labil, motivasi dan suri tauladan agar mereka bisa bergerak sendiri sehingga mereka tidak pasif terhadap adanya kegiatan. Maka di sinilah letak dari pembimbing untuk meningkatkan rasa keagamaan mereka. Akan tetapi sebaliknya, kalau mereka diberi bimbingan dan tuntunan bagaimana sebaiknya apa yang mereka lakukan, maka akan timbul kesadaran yang mendalam dalam diri mereka untuk selalu aktif dalam kegiatan PHBI ini khususnya dan kegiatan keagamaan umumnya.
3. Aktivitas Siswa dalam Pengamalan Ajaran Agama
Tingkah laku, perbuatan serta sikap siswa, baik dalam kehidupan bermasyarakat di mana ia tinggal maupun di lingkungan di mana ia mengenyam ilmu pengetahuan, akan didapati banyak bahkan merupakan keharusan untuk melibatkan dirinya dalam berbagai kegiatan bernuansa keagamaan. Dari sinilah akan nampak pengamalan ajaran-ajaran agama, misalnya mereka bertadarus Al Qur’an, shalat berjama’ah, mengadakan Pesantren Ramadhan, turut aktif dalam penyelenggaraan peringatan hari-hari besar Islam, maupun shalat sunat rawatib yang dikerjakan sendiri.
Segala aktivitas siswa tersebut akan dapat berhasil apabila lingkungan keluarga (dalam hal ini) kedua orang tuanya tidak melepaskan tanggung jawabnya sebagai pendidik hakiki, yang dimaksud di sini ialah orang tuanya jangan bersifat apatis terhadap perkembangan anaknya dan hanya terpaku terhadap lembaga pendidikan anak tersebut. Di sini dikehendaki adanya saling kerjasama antara orang tua dan lembaga pendidikan tersebut. Dalam hal ini dapat dilakukan orang tua dengan menanyakan tentang perkembangan anaknya sendiri di mana akan menuntut ilmu, sebab bagaimanapun juga anak tersebut (siswa) lebih banyak tinggal di lingkungan rumah tangganya dibandingkan kehidupan di luar (sekolah).
Hal ini dapat dilakukan dengan shalat berjama’ah, pengajian Al Qur’an, akhlak, ucapan-ucapan serta do’a-do’a tertentu, misalnya mengucapkan salam, membaca bismilah dan sebagainya. Hal ini dapat berhasil jika orang tua memberikan pimpinan dan tauladan dan setiap hari dan tingkah laku orang tua hendaklah merupakan manifestasi dari pada didikan agama dilakukan maka anak-anak pun akan bertingkah laku seperti apa yang dilakukan orang tua mereka.13
Keaktifan siswa dalam pengamalan ajaran-ajaran agama (Islam) dapat lebih bernilai positif bagi dirinya dan orang lain, sebab di samping dapat menumbuhkan iman dan ketakwaan kepada Allah SWT. sikap dan tingkah laku mereka dalam pergaulan di masyarakat.
Akan tetapi, tidaklah jarang akan dijumpai siswa yang masih kurang dalam pengamalan nilai-nilai ajaran agama. Fenomena ini disebabkan lemahnya iman dan merusutnya nilai-nilai keagamaan yang terpatri dalam jiwanya, yang biasanya akan diikuti oleh merusutnya moral dan etika siswa dalam pergaulan sehari-hari, sehingga akan membawa pengaruh negatif, seperti kenakalan remaja yang kemungkinan besar akan muncul. Biasanya kemerosotan moral disertai oleh sikap menjauh dari agama. Nilai-nilai moral yang tidak didasarkan kepada keadaan waktu dan tempat. Keadaan nilai yang berubah-ubah itu menimbulkan kegoncangan pula, karena menyebabkan orang bidup tanpa pegangan yang pasti.14
Dari uraian di atas jelaslah bahwa salah satu penyebab kemerosotan moral adalah berkurangnya kadar dan kesadaran dalam mengamalkan ajaran-ajaran agama. Moral agama itu sendiri tidak akan berubah, karena moral agama ini selalu terkait dengan syariat agama, oleh karena itu moral yang tanpa didasari oleh konsep nilai agama akan selalu berubah.
_____________________________
12 Ibid
13 Dirjend. Bimbaga Islam, Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum Sekolah Menengah Umum/GBPP Mata Pelajaran Agama Islam,Departemen Agama RI, Jakarta, 1997, hal. 2
14 Zakiyah Daradjat, Pendidikan Orang Dewasa, Bulan Bintang, Jakarta, 1980, hal. 26-27
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Keagamaan
Setiap siswa belum tentu dapat beraktivitas dengan baik terhadap berbagai kegiatan keagamaan. Di satu sisi akan dijumpai ada siswa yang mempunyai kadar aktivitasnya dalam bidang keagamaan tinggi, di sisi lain juga biasa-biasa saja, bahka ada yang kurang mempunyai aktivitas keagamaan ini. Keaktifan siswa ini tidak dapat terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas keagamaan tersebut, sehingga besar kecil, tinggi rendahnya frekuensi siswa dalam aktivitas keagamaan ini tergantung kepada baik tidaknya, atau berjalan tidaknya aktivitas keagamaan tersebut selaras dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Apabila faktor-faktor tersebut tidak diperhatikan maka akan muncul di kalangan siswa kurangnya aktivitas siswa tersebut terhadap bidang keagamaan. Begitu pula sebalinya, apabila aktivitas tersebut dapat dilaksanakan pelajar/siswa tersebut dengan baik, maka sudah barang tentu aktivitas keagamaan tersebut akan baik pula.
Adapun faktor-faktor yang besar kemungkinan mempengaruhi aktivitas keagamaan siswa sebagai berikut :
1. Minat Siswa
Menurut W.S Winkel, “Minat adalah kecenderungan yang agak menetap dalam subjek merasa tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu.” Itulah minat suatu dorongan yang demikian kuat di dalam diri seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Dengan kata lain minat adalah kegemaran atau perhatian seseorang kepada sesuatu, yang pada akhirnya menuntut seseorang tersebut untuk dapat melaksanakan apa yang sudah menjadi daya tarik bagi dirinya.
Karena itu, titik sentral dari seseorang untuk melakukan suatu perbuatan terletak pada minat seseorang tersebut pada objeknya, sekalipun dalam hal ini masih tergantung pada faktor-faktor yang lain yang juga mempengaruhi perbuatan yang akan diperbuat. Dan minat itu sendiri ialah seperti adanya kesempatan, lingkungan yang mendukung dan yang tidak kalah pentingnya yakni tingkat pendidikan. Namun tanpa adanya minat dalam melakukan suatu perbuatan, maka akan melahirkan suatu perbuatan yang bermakna semu/keterpaksaan.
Oleh karena itu, hendaknya agar siswa dapat benar-benar ikut larut dalam kegiatan-kegiatan keagamaan seyogyanya rasa itu timbul dari dalam dirinya secara sadar. Untuk dapat menentukan apakah siswa tersebut berminat atau tidak terhadap aktivitas keagamaan tersebut, secara konkritnya dapat dilihat terhadap keikutsertaannnya dalam kegiatan tersebut.
2. Bimbingan Guru Agama
Dalam melaksanakan aktivitas keagamanaan ini tentunya mereka tidak pernah lepas dari bimbingan guru agama mereka di sekolah, salah satunya dengan cara memberikan motivasi, arah maupun keteladanan kepada para siswa untuk dapat dan terus aktif dalam bidang keagamaan.
Di sini peranan guru agama menjadi sangat konsen, karena guru agama tersebut menjadi koordinator dalam bidang keagamaan, guru agama tersebut harus bisa memberikan dorongan, ajakan, motivasi dan keteladanan yang bijaksana, sehingga mereka tidak merasa dipaksa dan dengan tulus ikhlas selalu aktif dalam berbagai kegiatan keagamaan yang diselenggarakan. Oleh sebab itu, semakin sering guru agama tersebut memberikan arahan, maka kemungkinan besar siswa tersebut akan merasa terpanggil untuk harus berkecimpung dalam kegiatan keagamaan tersebut.
3. Motivasi Orang Tua
Sudah sering kita ketahui bahwa orang tua adalah pendidik utama dan terutama serta hakiki bagi anak, dan anak biasanya banyak tergantung dengan orang tuanya untuk turut dan ikhlas aktif dalam kegiatan keagamaan sangat diperlukan oleh anak tersebut. Contoh konkret dari motivasi orang tua ini misalnya dengan memberikan dorongan-dorongan keagamaan, sikap dan tingkah laku yang bermotif/berdaraskan keagamaan, sehingga dorongan dan sikap tersebut (anak/remaja) akan merasa tertarik dan mempunyai minat yang baik untuk terjun dalam kegiatan keagamaan.
4. Pengaruh Lingkungan
Manusia diciptakan Allah selain diperuntukkan mengabdi kepada Allah SWT. juga sebagai khalifah di muka bumi ini. Sebagai khalifah inilah manusia dituntut untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Karena manusia mempunyai perenan ganda yakni untuk selalu mengabdi kepada Allah (Hablumminallah), memperbaiki hubungan dengan sesamanya (Hablumminan-nas) dan memelihara lingkungan sekitar hidupnya.
Di sinilah letak bagaimana keharusan siswa tersebut baik di lingkungan di mana ia tinggal maupun di mana ia mengenyam pendidikannya dapat dengan baik melaksanakan aktivitas keagamaan. Oleh karena itu siswa (sebagai manusia remaja) dapat memelihara, memfilter dan memilih serta memilah waktu yang tepat mana untuk berteman, mengerjakan pekerjaan rumah, dan meluangkan waktunya untuk kegiatan keagamaan.
Kelompok remaja itu bisa menjadi kelompok yang negatif atau positif. Kelompok negatif berbentuk geng-geng, perkumpulan muda yang biasa disebut pemuda berandalan yang sering mengganggu ketenteraman masyarakat dan lain-lain, sedangkan kelompok positif bisa terwujud sebagai organisasi pemuda dalam bidang-bidang seperti olah raga, kesenian dan lain-lain.15
Jadi dalam hal ini faktor lingkungan sangat pula mempengaruhi terhadap pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh siswa (remaja) tersebut dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan di mana ia bertempat tinggal maupun di mana ia menuntut ilmu pengetahuan.
5. Sarana dan Prasarana Keagamaan
Yang dimaksud dengan sarana dan prasarana di sini ialah segala fasilitas yang tersedia untuk penyelenggaraan dan kelancaran kegiatan/ aktivitas keagamaan.
Dengan adanya sarana dan prasarana yang menunjang maka pelaksanaan tersebut akan berjalan dengan baik dan lancar, yang pada akhirnya aktivitas keagamaan tersebut akan cepat terealisasi dengan berhasil baik. Jadi jelaslah bahwa sarana dan prasarana merupakan salah satu komponen penting dalam aktivitas keagamaan, dalam rangka untuk mencapai tujuan yang seharusnya dari adanya aktivitas kegamaman tersebut diselenggarakan.
_____________________________
15 Sofyan S. Wilis, Problem Remaja dan Pemecahannya, Angkasa, Bandung, 1986, hal. 74
DAFTAR PUSTAKA
- John M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia, Jakarta,
- W. J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1984
- Pariatra Westra, et al. Ensiklopedi Administrasi, CV. Haji Masagung, Jakarta, t.t, cet. IV
- A. Mursal, H.M. Thoha, et al, Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan, Rajawali Press, Jakarta, 1985
- Wulyo, Kamus Sosiologi, Rajawali Press, Jakarta, 1990
- Soejono Soekanto, Kamus Sosiologi, Rajawali Press, Jakarta, 1989
- Hendro Puspito, OC, Sosiologi Agama, Kanisius, Jakarta, 1986
- Imam Munawir, Azas-azas Kepemimpinan dalam Islam, Usaha Nasional, t.t.
- Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Proyek Penterjemah/Penafsiran Al Quran, Jakarta, 1990
- Dirjend. Bimbaga Islam, Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum Sekolah Menengah Umum/GBPP Mata Pelajaran Agama Islam, Departemen Agama RI, Jakarta, 1997
- Zakiyah Daradjat, Pendidikan Orang Dewasa, Bulan Bintang, Jakarta, 1980
- Sofyan S. Wilis, Problem Remaja dan Pemecahannya, Angkasa, Bandung, 1986
Tidak ada komentar:
Posting Komentar