Contoh Tugas Makalah Perekonomian di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Latar belakang pembuatan makalah ini adalah adanya tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Perekonomian Indonesia. Makalah ini di buat sebagai salah satu syarat untuk kelulusan mata kuliah tersebut.
Tema Pembangunan Ekonomi Indonesia di pilih karena menurut penulis masih banyak masalah yang perlu di soroti dalam hal ini. Masalah kemiskinan, dampaknya serta upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan yang dari tahun ke tahun tak kunjung memberikan hasil yang menggembirakan membuat semakin menariknya masalah ini untuk di bahas. selain itu mekalah ini di buat sebagai pembelajaran bagi para pembaca terutama bagi penulis. Maka dengan alasan-alasan tersebutlah makalah ini di buat.
1.2. Masalah
Makalah ini akan membahas tentang masalah-masalah :
1. Kemiskinan Di Indonesia
2. dampak dari kemiskinan
3. upaya pngentasan kemiskinan
Masalah-masalah ini diangkat dengan asumsi bahwa nyatanya di jaman globalisasi seperti sekarang ini, kemiskinan di Indonesia masih saja merajalela dan seperti tak kunjung usai. masalah ini menimbulkan masalah-masalah baru seperti pengangguran, dan kekerasan yang belakangan ini sering terjadi di Indonesia dan akhirnya pembangunan ekonomi Indonesia tidak berjalan lancar.
1.3. Landasan Teori
1. Lingkaran Kemiskinan
Konsep lingkaran kemiskinan (vicious circle of proverty) ini pertama kali dikenalkan oleh Ragnar Nurkse dalam bukunya yang berjudul Problems Of Capital Formation In Underdeveloped Countries (1953).
Lingkaran kemiskinan didefinisikan sebagai suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga menimbulkan suatu kondisi di mana sebuah Negara akan tetap miskin dan akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi. Menurut Nurkse, kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh tidak adanya pembangunan masa lalu, tetapi kemiskinan juga dapat menjadi faktor penghamabat dalam pembangunan di masa mendatang. Sehubungan dengan hal itu, lahirlah suatu ungkapan nurkse yang sangat terkenal yaitu “a country is poor because it is poor”.
Pada hakikatnya konsep lingkaran kemiskinan menganggap bahwa : 1) ketidakmampuan untuk mengerahkan tabungan yang cukup, 2) kurangnya faktor pendorong untuk kegiatan penanaman modal, dan 3) tingkat pendidikan dan keahlian masyarakat yang relatif masih rendah , merupakan tiga faktor utama yang menghambat proses pembentukan modal dan pembangunan ekonomi di berbagai Negara yanga sedang berkembang. Lingkaran kemiskinan (terlampir) akan memperjelas bagaimana konsep ini mampu menjelaskan dengan baik tentang penyebab kemiskinan yang tidak berkesudahan dan faktor-faktor yang dinilai menjadi penghambat pembangunan di Negara sedang berkembang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kemiskinan Di Indonesia
Kemiskinan menurut Wikipedia bahasa Indonesia adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Masalah kemiskinan adalah masalah yang kompleks dan global. di Indonesia masalah kemiskinan seperti tak kunjung usai. masih banyak kita dapati para pengemis dan gelandangan berkeliaran tidak hanya di pedesaan bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta pun pemandangan seperti ini menjadi tontonan setiap hari.
Kini di Indonesia jerat kemiskinan semakin parah. Jumlah kemiskinan di Indonesia pada Maret 2009 saja mencapai 32,53 juta atau 14,15 persen (www.bps.go.id). Kemiskinan bukan semata-mata persoalan ekonomi melainkan kemiskinan kultural dan struktural.
Hari Susanto (2006) mengatakan umumnya instrumen yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat tersebut miskin atau tidak bisa dipantau dengan memakai ukuran peningkatan pendapatan atau tingkat konsumsi seseorang atau sekelompok orang. Padahal hakikat kemiskinan dapat dilihat dari berbagai faktor. Apakah itu sosial-budaya, ekonomi, politik, maupun hukum.
Menurut Koerniatmanto Soetoprawiryo menyebut dalam Bahasa Latin ada istilah esse (to be) atau (martabat manusia) dan habere (to have) atau (harta atau kepemilikan). Oleh sebagian besar orang persoalan kemiskinan lebih dipahami dalam konteks habere. Orang miskin adalah orang yang tidak menguasai dan memiliki sesuatu. Urusan kemiskinan urusan bersifat ekonomis semata.
Bila kita cermati kondisi masyarakat dewasa ini. Banyak dari mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Bahkan, hanya untuk mempertahankan hak-hak dasarnya serta bertahan hidup saja tidak mampu. Apalagi mengembangkan hidup yang terhormat dan bermartabat.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan menambah panjang deret persoalan yang membuat negeri ini semakin sulit keluar dari jeratan kemiskinan. Hal ini dapat kita buktikan dari tingginya tingkat putus sekolah dan buta huruf. Belum lagi tingkat pengangguran yang meningkat “signifikan.” Jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 di Indonesia sebanyak 12,7 juta orang. Ditambah lagi kasus gizi buruk yang tinggi, kelaparan/busung lapar, dan terakhir, masyarakat yang makan “Nasi Aking.”
2.2. Dampak Kemiskinan
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks, diantaranya :
1. Pengangguran.
Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.
2. Kekerasan.
Kekerasan-kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu. belakangan banyak oknum-oknum yang menggunakan modus penipuan melalui sms.
3. Pendidikan
Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Karena untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.
Kondisi seperti ini membuat masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekola berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
4. Kesehatan
Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
2.3. Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia
Seperti telah disinggung di atas bahwa kemiskinan merupakan suatu masalah yang kompleks dan multidimensional yang tak terpisahkan dari pembangunan mekanisme ekonomi, sosial dan politik yang berlaku. Oleh karena itu setiap upaya pengentasan kemiskinan secara tuntas menuntut peninjauan sampai keakar masalah. Jadi, memang tak ada jalan pintas untuk mengentaskan masalah kemiskinan ini. Penanggulanganya tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa.
Komitmen pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 yang disusun berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Disamping turut menandatangani Tujuan Pembangunan Milenium (atau Millennium Development Goals) untuk tahun 2015, dalam RPJM-nya pemerintah telah menyusun tujuan-tujuan pokok dalam pengentasan kemiskinan untuk tahun 2009, termasuk target ambisius untuk mengurangi angka kemiskinan dari 18,2 persen pada tahun 2002 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009.
Dalam pelaksanaan program pengentasan nasib orang miskin, keberhasilannya bergantung pada langkah awal dari formulasi kebijakan, yaitu mengidentifikasikan siapa sebenarnya “si miskin” tersebut dan dimana ia berada. Kedua pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan melihat profil dari si miskin.
Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia. Pertama, banyak rumah tangga yang berada disekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan PPP AS$1,55-per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.
Tiga cara untuk membantu mengangkat diri dari kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi, layanan masyarakat dan pengeluaran pemerintah. Masing-masing cara tersebut menangani minimal satu dari tiga ciri utama kemiskinan di Indonesia, yaitu: kerentanan, sifat multi-dimensi dan keragaman antar daerah (lihat Tabel 1). Dengan kata lain, strategi pengentasan kemiskinan yang efektif bagi Indonesia terdiri dari tiga komponen:
Membuat Pertumbuhan Ekonomi Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
Pertumbuhan ekonomi telah dan akan tetap menjadi landasan bagi pengentasan kemiskinan. Pertama, langkah membuat pertumbuhan bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci bagi upaya untuk mengkaitkan masyarakat miskin dengan proses pertumbuhan baik dalam konteks pedesaan-perkotaan ataupun dalam berbagai pengelompokan berdasarkan daerah dan pulau. Hal ini sangat mendasar dalam menangani aspek perbedaan antar daerah. Kedua, dalam menangani ciri kerentanan kemiskinan yang berkaitan dengan padatnya konsentrasi distribusi pendapatan di Indonesia, apapun yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat akan dapat dengan cepat mengurangi angka kemiskinan serta kerentanan kemiskinan.
Membuat pertumbuhan bermanfaat bagi masyarakat miskin memerlukan langkah untuk membawa mereka pada jalan yang efektif untuk keluar dari kemiskinan. Hal ini berarti memanfaatkan transformasi struktural yang sedang berlangsung di Indonesia yang ditandai oleh dua fenomena. Pertama, sedang terjadi pergeseran dari kegiatan yang berbasis pedesaan ke kegiatan yang berbasis perkotaan. Kedua, telah terjadi pergeseran yang menonjol dari kegiatan bertani (farm) ke kegiatan non-tani (non-farm). Transformasi ini menunjukan adanya dua jalan penting yang telah diambil oleh rumah tangga untuk keluar dari kemiskinan di Indonesia.
1. Peningkatan produktivitas pertanian.
2. Peningkatan produktivitas non-pertanian, baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan yang “dikotakan” dengan cepat.
Membuat Layanan Sosial Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
Penyediaan layanan sosial bagi rakyat miskin baik oleh sektor pemerintah ataupun sektor swasta-adalah mutlak dalam penanganan kemiskinan di Indonesia. Pertama, hal itu merupakan kunci dalam menyikapi dimensi non-pendapatan kemiskinan di Indonesia. Indikator pembangunan manusia yang kurang baik, misalnya Angka Kematian Ibu yang tinggi, harus diatasi dengan memperbaiki kualitas layanan yang tersedia untuk masyarakat miskin. Hal ini lebih dari sekedar persoalan yang bekaitan dengan pengeluaran pemerintah, karena berkaitan dengan perbaikan sistem pertanggungjawaban, mekanisme penyediaan layanan, dan bahkan proses kepemerintahan. Kedua, ciri keragaman antar daerah kebanyakan dicerminkan oleh perbedaan dalam akses terhadap layanan, yang pada akhirnya mengakibatkan adanya perbedaan dalam pencapaian indikator pembangunan manusia di berbagai daerah. Dengan demikian, membuat layanan masyarakat bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci dalam menangani masalah kemiskinan dalam konteks keragaman antar daerah.
Membuat layanan bermanfaat bagi masyarakat miskin memerlukan perbaikan sistem pertanggungjawaban kelembagaan dan memberikan insentif bagi perbaikan indikator pembangunan manusia. Saat ini, penyediaan layanan yang kurang baik merupakan inti persoalan rendahnya indikator pembangunan manusia, atau kemiskinan dalam dimensi non-pendapatan, seperti buruknya pelayanan kesehatan dan pendidikan. Bidang lain yang memerlukan perhatian adalah perbaikan akses bagi masyarakat miskin terhadap pelayanan untuk menekan kesenjangan antar daerah dalam hal indikator pembangunan manusia. Di bidang pendidikan, salah satu masalah kunci adalah tingginya angka putus sekolah di masyarakat miskin pada saat mereka melanjutkan pendidikan dari SD ke SMP. Dalam menyikapi aspek multidimensional kemiskinan, upaya-upaya hendaknya diarahkan pada perbaikan penyediaan layanan, khususnya perbaikan kualitas layanan itu sendiri. Upaya-upaya tersebut dapat di wujudkan dalam bentuk :
1. Meningkatkan tingkat partisipasi sekolah menengah pertama
2. Layanan kesehatan dasar yang lebih baik untuk masyarakat miskin maupun untuk penyedia layanan.
3. Memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat miskin dalam mengakses air bersih dan sanitasi.
4. Perjelas tanggungjawab fungsional dalam penyediaan layanan.
5. Perbaiki penempatan dan manajemen PNS.
6. Berikan insentif lebih besar untuk para penyedia layanan.
Membuat Pengeluaran Pemerintah Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
Di samping pertumbuhan ekonomi dan layanan sosial, dengan menentukan sasaran pengeluaran untuk rakyat miskin, pemerintah dapat membantu mereka dalam menghadapi kemiskinan (baik dari segi pendapatan maupun non-pendapatan). Pertama, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. Kedua, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek non-pendapatan. Membuat pengeluaran bermanfaat bagi masyarakat miskin sangat menentukan saat ini, terutama mengingat adanya peluang dari sisi fiscal yang ada di Indonesia saat kini.
Pengurangan subsidi BBM merupakan langkah besar ke arah pengeluaran publik pemerintah yang lebih berpihak pada masyarakat miskin. Sampai saat ini, pengeluaran pemerintah tidak selalu bisa secara efektif mengatasi kendala yang dihadapi masyarakat miskin untuk keluar dari kemiskinan. Ketika pemerintah memperoleh kelonggaran fiskal menyusul realokasi subsidi BBM yang regresif, penting untuk memastikan bahwa pengeluaran tersebut benar-benar berdampak positif bagi masyarakat miskin. Sekarang pemerintah mempunyai kesempatan untuk menangani masalah kerentanan tinggi masyarakat miskin di Indonesia dengan cara mengarahkan belanja pemerintah ke dalam sistem jaminan sosial yang mampu mengurangi kerentanan tersebut. Salah satu komponen penting dari realokasi pengeluaran pemerintah adalah memusatkan perhatian pada upaya peningkatan penghasilan masyarakat miskin. Pengeluaran pemerintah yang bisa berdampak langsung pada peningkatan penghasilan juga akan berdampak positif pada penanganan kemiskinan. Salah satu prioritas yang bisa dikedepankan-dan telah dimulai oleh pemerintah-ialah memperluas cakupan pembangunan berbasis masyarakat (community driven development atau CDD).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kemiskinan menurut Wikipedia bahasa Indonesia adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks, diantaranya : pengangguran, kekerasan, masalah pendidikan dan masalah kesehatan.
Komitmen pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 yang disusun berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK).
Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia. Pertama, banyak rumah tangga yang berada disekitar garis kemiskinan nasional. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.
Tiga cara untuk membantu mengangkat diri dari kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi, layanan masyarakat dan pengeluaran pemerintah.
3.2. Saran
Masalah kemiskinan hendaknya menjadi prioritas agar tidak menimbulkan masalah-maslah lain.
Dalam hal pengentasan kemiskinan perlu diperhitungkan kebijakan-kebijakan apa yang cocok dengan profil kemiskinan yang sedang dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Faisal. 1995. Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI. Erlangga : Jakarta.
http://www.bps.go.id
http://www.wikipedia.com
http://www.ekonomirakyat.org/index4.php
http://els.bappenas.go.id/upload/other/MDGs%20dan%20Masalah%20Kemiskinan%20di%20Indonesia.htm
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Latar belakang pembuatan makalah ini adalah adanya tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Perekonomian Indonesia. Makalah ini di buat sebagai salah satu syarat untuk kelulusan mata kuliah tersebut.
Tema Pembangunan Ekonomi Indonesia di pilih karena menurut penulis masih banyak masalah yang perlu di soroti dalam hal ini. Masalah kemiskinan, dampaknya serta upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan yang dari tahun ke tahun tak kunjung memberikan hasil yang menggembirakan membuat semakin menariknya masalah ini untuk di bahas. selain itu mekalah ini di buat sebagai pembelajaran bagi para pembaca terutama bagi penulis. Maka dengan alasan-alasan tersebutlah makalah ini di buat.
1.2. Masalah
Makalah ini akan membahas tentang masalah-masalah :
1. Kemiskinan Di Indonesia
2. dampak dari kemiskinan
3. upaya pngentasan kemiskinan
Masalah-masalah ini diangkat dengan asumsi bahwa nyatanya di jaman globalisasi seperti sekarang ini, kemiskinan di Indonesia masih saja merajalela dan seperti tak kunjung usai. masalah ini menimbulkan masalah-masalah baru seperti pengangguran, dan kekerasan yang belakangan ini sering terjadi di Indonesia dan akhirnya pembangunan ekonomi Indonesia tidak berjalan lancar.
1.3. Landasan Teori
1. Lingkaran Kemiskinan
Konsep lingkaran kemiskinan (vicious circle of proverty) ini pertama kali dikenalkan oleh Ragnar Nurkse dalam bukunya yang berjudul Problems Of Capital Formation In Underdeveloped Countries (1953).
Lingkaran kemiskinan didefinisikan sebagai suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga menimbulkan suatu kondisi di mana sebuah Negara akan tetap miskin dan akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi. Menurut Nurkse, kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh tidak adanya pembangunan masa lalu, tetapi kemiskinan juga dapat menjadi faktor penghamabat dalam pembangunan di masa mendatang. Sehubungan dengan hal itu, lahirlah suatu ungkapan nurkse yang sangat terkenal yaitu “a country is poor because it is poor”.
Pada hakikatnya konsep lingkaran kemiskinan menganggap bahwa : 1) ketidakmampuan untuk mengerahkan tabungan yang cukup, 2) kurangnya faktor pendorong untuk kegiatan penanaman modal, dan 3) tingkat pendidikan dan keahlian masyarakat yang relatif masih rendah , merupakan tiga faktor utama yang menghambat proses pembentukan modal dan pembangunan ekonomi di berbagai Negara yanga sedang berkembang. Lingkaran kemiskinan (terlampir) akan memperjelas bagaimana konsep ini mampu menjelaskan dengan baik tentang penyebab kemiskinan yang tidak berkesudahan dan faktor-faktor yang dinilai menjadi penghambat pembangunan di Negara sedang berkembang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kemiskinan Di Indonesia
Kemiskinan menurut Wikipedia bahasa Indonesia adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Masalah kemiskinan adalah masalah yang kompleks dan global. di Indonesia masalah kemiskinan seperti tak kunjung usai. masih banyak kita dapati para pengemis dan gelandangan berkeliaran tidak hanya di pedesaan bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta pun pemandangan seperti ini menjadi tontonan setiap hari.
Kini di Indonesia jerat kemiskinan semakin parah. Jumlah kemiskinan di Indonesia pada Maret 2009 saja mencapai 32,53 juta atau 14,15 persen (www.bps.go.id). Kemiskinan bukan semata-mata persoalan ekonomi melainkan kemiskinan kultural dan struktural.
Hari Susanto (2006) mengatakan umumnya instrumen yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat tersebut miskin atau tidak bisa dipantau dengan memakai ukuran peningkatan pendapatan atau tingkat konsumsi seseorang atau sekelompok orang. Padahal hakikat kemiskinan dapat dilihat dari berbagai faktor. Apakah itu sosial-budaya, ekonomi, politik, maupun hukum.
Menurut Koerniatmanto Soetoprawiryo menyebut dalam Bahasa Latin ada istilah esse (to be) atau (martabat manusia) dan habere (to have) atau (harta atau kepemilikan). Oleh sebagian besar orang persoalan kemiskinan lebih dipahami dalam konteks habere. Orang miskin adalah orang yang tidak menguasai dan memiliki sesuatu. Urusan kemiskinan urusan bersifat ekonomis semata.
Bila kita cermati kondisi masyarakat dewasa ini. Banyak dari mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Bahkan, hanya untuk mempertahankan hak-hak dasarnya serta bertahan hidup saja tidak mampu. Apalagi mengembangkan hidup yang terhormat dan bermartabat.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan menambah panjang deret persoalan yang membuat negeri ini semakin sulit keluar dari jeratan kemiskinan. Hal ini dapat kita buktikan dari tingginya tingkat putus sekolah dan buta huruf. Belum lagi tingkat pengangguran yang meningkat “signifikan.” Jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 di Indonesia sebanyak 12,7 juta orang. Ditambah lagi kasus gizi buruk yang tinggi, kelaparan/busung lapar, dan terakhir, masyarakat yang makan “Nasi Aking.”
2.2. Dampak Kemiskinan
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks, diantaranya :
1. Pengangguran.
Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.
2. Kekerasan.
Kekerasan-kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu. belakangan banyak oknum-oknum yang menggunakan modus penipuan melalui sms.
3. Pendidikan
Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Karena untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.
Kondisi seperti ini membuat masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekola berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
4. Kesehatan
Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
2.3. Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia
Seperti telah disinggung di atas bahwa kemiskinan merupakan suatu masalah yang kompleks dan multidimensional yang tak terpisahkan dari pembangunan mekanisme ekonomi, sosial dan politik yang berlaku. Oleh karena itu setiap upaya pengentasan kemiskinan secara tuntas menuntut peninjauan sampai keakar masalah. Jadi, memang tak ada jalan pintas untuk mengentaskan masalah kemiskinan ini. Penanggulanganya tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa.
Komitmen pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 yang disusun berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Disamping turut menandatangani Tujuan Pembangunan Milenium (atau Millennium Development Goals) untuk tahun 2015, dalam RPJM-nya pemerintah telah menyusun tujuan-tujuan pokok dalam pengentasan kemiskinan untuk tahun 2009, termasuk target ambisius untuk mengurangi angka kemiskinan dari 18,2 persen pada tahun 2002 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009.
Dalam pelaksanaan program pengentasan nasib orang miskin, keberhasilannya bergantung pada langkah awal dari formulasi kebijakan, yaitu mengidentifikasikan siapa sebenarnya “si miskin” tersebut dan dimana ia berada. Kedua pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan melihat profil dari si miskin.
Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia. Pertama, banyak rumah tangga yang berada disekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan PPP AS$1,55-per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.
Tiga cara untuk membantu mengangkat diri dari kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi, layanan masyarakat dan pengeluaran pemerintah. Masing-masing cara tersebut menangani minimal satu dari tiga ciri utama kemiskinan di Indonesia, yaitu: kerentanan, sifat multi-dimensi dan keragaman antar daerah (lihat Tabel 1). Dengan kata lain, strategi pengentasan kemiskinan yang efektif bagi Indonesia terdiri dari tiga komponen:
Membuat Pertumbuhan Ekonomi Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
Pertumbuhan ekonomi telah dan akan tetap menjadi landasan bagi pengentasan kemiskinan. Pertama, langkah membuat pertumbuhan bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci bagi upaya untuk mengkaitkan masyarakat miskin dengan proses pertumbuhan baik dalam konteks pedesaan-perkotaan ataupun dalam berbagai pengelompokan berdasarkan daerah dan pulau. Hal ini sangat mendasar dalam menangani aspek perbedaan antar daerah. Kedua, dalam menangani ciri kerentanan kemiskinan yang berkaitan dengan padatnya konsentrasi distribusi pendapatan di Indonesia, apapun yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat akan dapat dengan cepat mengurangi angka kemiskinan serta kerentanan kemiskinan.
Membuat pertumbuhan bermanfaat bagi masyarakat miskin memerlukan langkah untuk membawa mereka pada jalan yang efektif untuk keluar dari kemiskinan. Hal ini berarti memanfaatkan transformasi struktural yang sedang berlangsung di Indonesia yang ditandai oleh dua fenomena. Pertama, sedang terjadi pergeseran dari kegiatan yang berbasis pedesaan ke kegiatan yang berbasis perkotaan. Kedua, telah terjadi pergeseran yang menonjol dari kegiatan bertani (farm) ke kegiatan non-tani (non-farm). Transformasi ini menunjukan adanya dua jalan penting yang telah diambil oleh rumah tangga untuk keluar dari kemiskinan di Indonesia.
1. Peningkatan produktivitas pertanian.
2. Peningkatan produktivitas non-pertanian, baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan yang “dikotakan” dengan cepat.
Membuat Layanan Sosial Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
Penyediaan layanan sosial bagi rakyat miskin baik oleh sektor pemerintah ataupun sektor swasta-adalah mutlak dalam penanganan kemiskinan di Indonesia. Pertama, hal itu merupakan kunci dalam menyikapi dimensi non-pendapatan kemiskinan di Indonesia. Indikator pembangunan manusia yang kurang baik, misalnya Angka Kematian Ibu yang tinggi, harus diatasi dengan memperbaiki kualitas layanan yang tersedia untuk masyarakat miskin. Hal ini lebih dari sekedar persoalan yang bekaitan dengan pengeluaran pemerintah, karena berkaitan dengan perbaikan sistem pertanggungjawaban, mekanisme penyediaan layanan, dan bahkan proses kepemerintahan. Kedua, ciri keragaman antar daerah kebanyakan dicerminkan oleh perbedaan dalam akses terhadap layanan, yang pada akhirnya mengakibatkan adanya perbedaan dalam pencapaian indikator pembangunan manusia di berbagai daerah. Dengan demikian, membuat layanan masyarakat bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci dalam menangani masalah kemiskinan dalam konteks keragaman antar daerah.
Membuat layanan bermanfaat bagi masyarakat miskin memerlukan perbaikan sistem pertanggungjawaban kelembagaan dan memberikan insentif bagi perbaikan indikator pembangunan manusia. Saat ini, penyediaan layanan yang kurang baik merupakan inti persoalan rendahnya indikator pembangunan manusia, atau kemiskinan dalam dimensi non-pendapatan, seperti buruknya pelayanan kesehatan dan pendidikan. Bidang lain yang memerlukan perhatian adalah perbaikan akses bagi masyarakat miskin terhadap pelayanan untuk menekan kesenjangan antar daerah dalam hal indikator pembangunan manusia. Di bidang pendidikan, salah satu masalah kunci adalah tingginya angka putus sekolah di masyarakat miskin pada saat mereka melanjutkan pendidikan dari SD ke SMP. Dalam menyikapi aspek multidimensional kemiskinan, upaya-upaya hendaknya diarahkan pada perbaikan penyediaan layanan, khususnya perbaikan kualitas layanan itu sendiri. Upaya-upaya tersebut dapat di wujudkan dalam bentuk :
1. Meningkatkan tingkat partisipasi sekolah menengah pertama
2. Layanan kesehatan dasar yang lebih baik untuk masyarakat miskin maupun untuk penyedia layanan.
3. Memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat miskin dalam mengakses air bersih dan sanitasi.
4. Perjelas tanggungjawab fungsional dalam penyediaan layanan.
5. Perbaiki penempatan dan manajemen PNS.
6. Berikan insentif lebih besar untuk para penyedia layanan.
Membuat Pengeluaran Pemerintah Bermanfaat bagi Rakyat Miskin.
Di samping pertumbuhan ekonomi dan layanan sosial, dengan menentukan sasaran pengeluaran untuk rakyat miskin, pemerintah dapat membantu mereka dalam menghadapi kemiskinan (baik dari segi pendapatan maupun non-pendapatan). Pertama, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. Kedua, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek non-pendapatan. Membuat pengeluaran bermanfaat bagi masyarakat miskin sangat menentukan saat ini, terutama mengingat adanya peluang dari sisi fiscal yang ada di Indonesia saat kini.
Pengurangan subsidi BBM merupakan langkah besar ke arah pengeluaran publik pemerintah yang lebih berpihak pada masyarakat miskin. Sampai saat ini, pengeluaran pemerintah tidak selalu bisa secara efektif mengatasi kendala yang dihadapi masyarakat miskin untuk keluar dari kemiskinan. Ketika pemerintah memperoleh kelonggaran fiskal menyusul realokasi subsidi BBM yang regresif, penting untuk memastikan bahwa pengeluaran tersebut benar-benar berdampak positif bagi masyarakat miskin. Sekarang pemerintah mempunyai kesempatan untuk menangani masalah kerentanan tinggi masyarakat miskin di Indonesia dengan cara mengarahkan belanja pemerintah ke dalam sistem jaminan sosial yang mampu mengurangi kerentanan tersebut. Salah satu komponen penting dari realokasi pengeluaran pemerintah adalah memusatkan perhatian pada upaya peningkatan penghasilan masyarakat miskin. Pengeluaran pemerintah yang bisa berdampak langsung pada peningkatan penghasilan juga akan berdampak positif pada penanganan kemiskinan. Salah satu prioritas yang bisa dikedepankan-dan telah dimulai oleh pemerintah-ialah memperluas cakupan pembangunan berbasis masyarakat (community driven development atau CDD).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kemiskinan menurut Wikipedia bahasa Indonesia adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks, diantaranya : pengangguran, kekerasan, masalah pendidikan dan masalah kesehatan.
Komitmen pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 yang disusun berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK).
Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia. Pertama, banyak rumah tangga yang berada disekitar garis kemiskinan nasional. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.
Tiga cara untuk membantu mengangkat diri dari kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi, layanan masyarakat dan pengeluaran pemerintah.
3.2. Saran
Masalah kemiskinan hendaknya menjadi prioritas agar tidak menimbulkan masalah-maslah lain.
Dalam hal pengentasan kemiskinan perlu diperhitungkan kebijakan-kebijakan apa yang cocok dengan profil kemiskinan yang sedang dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Faisal. 1995. Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI. Erlangga : Jakarta.
http://www.bps.go.id
http://www.wikipedia.com
http://www.ekonomirakyat.org/index4.php
http://els.bappenas.go.id/upload/other/MDGs%20dan%20Masalah%20Kemiskinan%20di%20Indonesia.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar