Sejak Kapankah Orang menemukan Minyak di Indonesia?
(Sumber: Ihsan, Zainoel. Minyak Bumi. Jakarta: Penerbit Prasasti Nusantara.)
Dalam kisah-kisah lama, telah banyak kita mendengar, bahwa sejak abad keVIII, orang-orang yang tinggal di sekitar selat Sumatera telah mempergunakan sejenis minyak tanah dalam persenjataan mereka. Dan, dalam abad keXVIII, dalam pertempuran laut di selat Sumatera, armada Aceh berhasil memukul mundur armada Portugis (Alfonso D’Albuquerque( dengan mempergunakan “bola-bola api” yang terlebih dahulu dicelupkan dalam minyak. Persenjataan itu cukup lama ditakuti oleh armada-armada musuh, sampai setelah ditemukannya meriam-merian yang dapat ditembakkan dari jarak jauh.
Dalam tahun 1880, seorang Belanda, pemilik perkebunan tembakau yang bernama A. J. Zijker, pada waktu berteduh di suatu pondok dalam perkebunannya, melihat orang membawa obor bambu yang menyala dengan api yang terang sekali. Pada waktu ditanyakan, orang itu menjawab, bahwa sebeum di bakar obor bambu itu dicelupkan dalam cairan yang keluar dari dalam tanah, tidak jauh dari pondok itu. Pada tahun 1883 (yaitu tiga tahun kemudian), pengusaha tembakau itu mendapatkan konsesi (izin untuk membuka pertambangan) untuk daerah perkebunan Telaga Said dari Sultan Langkat di Aceh. Daerah konsesi itu, merupakan tempat pengeboran minyak pertama di Indonesia, kemudian disebut Telaga Tunggal no. 1. Minyak yang pertama berhasil dibor pada tanggal 15 Juni 1885. Telaga Tunggal no. 1 kemudian menjadi sangat terkenal di seluruh dunia, karena merupakan sumur minyak yang mampu menghasilkan minyak terus menerus. Pada tanggal 16 Juni 1890. Zijker dan rekan-rekannya mendirikan Koninklijke Nedelandsche Petroleum Maatschappij di Den Haag, untuk meningkatkan usaha konsesi Telaga Said dalam bidang produksi, penyulingan dan pemasaran. Pada waktu itu, minyak bumi hanya diambil minyak tanahnya (kerosin) saja, karena yang lain-lainnya belum dikenal. Dalam perkembangannya, perusahaan itu berganti nama menjadi Standard Vacum Petroleum Indonesia yang dikenal dengan singakatannya :Stanvac.
Kemudian, berdatanglah perusahaan asing lainnya baik dari Amerika Serikat dan Inggris, yang juga minta konsesi. Banyak dari mereka bergabung dalam satu perusahaan, karena biaya pencarian minyak memerlukan penanaman modal yang sangat besar. Pada tanggal 24 Februari 1907, Koninkelijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij bergabung dengan Shell Transport menjadi Koninklijke Shell Group atau dkenal sebutan :Shell. Pada tahun 1930, Standard of California, membuka cabangnya di Indonesia dengan nama Nederlandsche Pacific Petroleum Maatschappij (NPPM), kemudian bergabung dengan Texas Company (Texaco) dan dikenal dengan sebutan: Caltex. Perusahan-perusahaan Minyak Gabungan itu yaitu: Stanvac, Shell dan Caltex kemudian menjadi kelompok Tiga Besar.
Demikian, sebelum kemerdekaan, perminyakan dikuasai oleh perusahaan asing dan keseluruhannya tidak kurang dari 18 perusahaan beroperasi di Negara kita, sehingga dalam masalah perminyakan kita selalu tergantung kepada mereka, walaupun minyak dihasilkan bumi kita sendiri. Mereka mencari sumber-sumber minyak di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur.
Masa Setelah Kemerdekaan Sampai Berdirinya Perusahaan Minyak Nasional (PERTAMINA)
Kaum penjajah sama sekali tidak memberikan kesempatan kepada putra-putri Indonesia untuk mempelajari masalah perminyakan karena bahan yang sangat penting itu dikuasai oleh mereka.
Maka dari itu, pada jaman perjuangan kemerdekaan, banyak pejuang-pejuang kita merebut lapangan-lapangan minyak, pabrik penyulingan dan persediaan minyak yang dikuasai oleh tentara penduduk Jepang. Akhirnya lapangan minyak yang terdapat di Pangkalan Brandan diserah terimakan oleh tentara penduduk Jepang kepada Perwakilan Pemerintah Republik Indonesia di Sumatera Utara daengan disaksikan oleh Komisi Jasa-Jasa Baik Perserikatan Bangsa-bangsa. Segeralah setelah itu, Pemerintah Republik Indonesia membentuk Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia (PTMN).
Sementara itu, sebelum penarikan mundur tentara pendudukan Jepang. Di Sumatera Selatan, para pejuang kemerdekaan membentuk Perusahaan Minyak Negara Republik Indonesia (Permiri). Di pulau Jawa, Pemerintah Republik Indonesia membentuk perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia (PTMN), yang diberi kuasa mengolah semua kegiatan perminyakan di Jawa Tengah yang pada waktu itu hanya terbatas di lapangan milik Shell di Kwangan, Nglobo Ledok, Semanggi dan Woncolo termasuk penyulingan minyak di Cepu dan Bongas, Jawa Barat.
Pada bulan Oktober 1956, Pemerintah resmi mengumumkan bahwa lapangan minyak di Sumatera Utara tidak akan dikembalikan kepada Shell, tetapi akan berada di bawah pengawasan Pemerintah Pusat.
Pada tanggal 22 Juli 1957, dengan keputusan Pemrintah, lapangan minyak tersebut dipercayakan kepada Kepala Staf Angkatan Darat dengan ketentuan semua saham Tambang Minyak Sumatera Utara (TMSU) berada di tangan Pemerintah, sedangkan manajemennya dipercayakan kepada Kepala Staf Angkatan Darat. Tambang Minyak Sumatera Utara (TMSU) diganti namanya menjadi PT Exploitasi Tambang Minyak Sumatera (PT ETMSU).
Jenderal A,H, Nasution selaku Kepala Staf Angkatan Darat pada waktu itu menunjuk Kolonel dr. Ibnu Sutowo sebagai Presiden Direktur PT Exploitasi Tambang Minyak Sumatera (PT ETMSU). Pada tanggal 10 Desember 1957, Jenderal A. H. Nasution mengganti nama PT Exploitasi Tambang Minyak Sumatera (PT ETMSU) menjadi PT Perusahaan Minyak Nasional (PT Pertamina).
Pangkalan Brandan yang diambil alih oleh PT Perusahaan Minyak Nasional (PT Pertamina), terletak kira-kira 83 km di sebelah barat daya Medan, merupakan tempat penyulingan minyak yang pertama didirikan di Indonesia, yaitu pada tahun 1892 oleh Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatchappij, mengalami dua kali penghancuran; Pertama, dibumi hanguskan oleh tentara Belanda dalam Perang Dunia Kedua dan kedua kalinya, dihancurkan oleh pejuang kemerdekaan Indonesia. Di atas puing-puing itula pada tanggal 10 Desember 1957, kita mencatat mulainya sejarah perjuangan perminyakan Nasional dengan berdirinya PT Perusahaan Minyak Nasional (PT Pertamina).
Para perintis perminyakan memeras otak dan tenaga untuk mengadakan perbaikan-perbaikan atau rehabilitasi lapangan minyaak dan sekaligus mencari Negara yang hendak membeli hasil produksinya. Pada tanggal 24 Mei 1958, kita mencatat suatu peristiwa penting, karena pada waktu itu kita berhasil mengekspor minyak kita yang pertama sebanyak 1.700 ton dengan nilai US $ 30,000, hasil lapangan minyak yang hancur berantakan itu.
Di samping PT Perusahaan Minyak Nasional (PT Pertamina), terdapat pula PN Perusahaan Minyak Nasional (PN Pertamina) yang dibentuk oleh pemerintah pada bulan Februari 1961, yang dulunya disebut NIAM atau Nederlandsche Indische Aardolie Maatschappij (didirkan 1921), dan bertugas dalam bdang penyaluran, PT Perusahaan Minyak Nasional (PT Pertamina) kemudian dijadikan Perusahaan Negara menjadi PN Permina pada bulan juli 1961.
Untuk meningkatkan perkembangan perminyakan di Indonesia yang semakin pesat, maka tanggal 20 Agustus 1968, PN Permina dan PN Pertamin dilebur menjadi satu dengan nama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina).
Kalau jaman dahulu, perusahaan asing diberi izin konsensi yaitu ijin untuk membuka pertambangan atau mencari minyak di daerah tertentu dan sebebas-bebasnya, sekarang ijin itu diganti dengan kontrak bagi hasil, artinya adalah: perusahaan atau kontraktor bertugas mencari minyak dengan peralatan dan biaya mereka. Kalau minyaak ditemukan, maka biaya yang diperhitungkan dengan minyak mentah yang dihasilkan disamping mendapat sebagian dari hasil produksi yang telah ditentukan. Kalau tidak diketemukan minyak maka kita tidak ikut menanggung kerugian kontraktor. Peralatan yang masuk ke Indonesia menjadi mili PT Perusahaan Minyak Nasional (PT Pertamina).
IN ENGLISH (with google translate Indonesian-english):
(Source: Ihsan, Zainoel. Crude Oil. Jakarta: Publisher inscription archipelago.)
In the old stories, had many of us heard that keVIII century, people living near the straits of Sumatra, has used a type of kerosene in their arsenal. And, in keXVIII century, in a sea battle in the straits of Sumatra, Aceh fleet managed to beat back the Portuguese (Alfonso D'Albuquerque (by using "balls of fire" is first dipped in oil. Weapons were long feared by the fleet enemy, until after the discovery of cannon-Merian which can be fired from a distance.
In 1880, a Dutch tobacco planter named A. J. Zijker, when sheltering in a hut in the plantation, see people carrying bamboo torches are lit with bright fire once. At the time asked, the man replied, that sebeum burned bamboo torch was dipped in the liquid that comes out of the ground, not far from the cottage. In the year 1883 (ie three years later), businessman tobacco concessions (licenses for open mining) for the plantation of Telaga Said Sultan Langkat in Aceh. Concession area, where oil drilling is the first in Indonesia, then called Telaga Single no. 1.Successfully drilled the first oil on June 15, 1885. Single Telaga no. 1 later became very famous all over the world, as it is the oil wells capable of producing oil continuously. On June 16, 1890. Zijker and his colleagues established the Koninklijke Nedelandsche Petroleum Maatschappij in The Hague, to step up efforts Telaga Said concessions in the production, refining and marketing. At that time, petroleum oil just taken the land (kerosene), because the others have not been known. In its development, the company was renamed Standard Vacuum Petroleum Indonesia, known as singakatannya: Stanvac.
Then, berdatanglah other foreign companies from both the United States and Britain, which also called for concessions. Many of them joined in one company, because the cost of oil search requires a huge capital investment. On February 24, 1907, Koninkelijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij Shell Transport to join the Koninklijke Shell Group or dkenal title: Shell. In 1930, Standard of California, opening branches in Indonesia under the name Pacific Nederlandsche Petroleum Maatschappij (NPPM), then joined the Texas Company (Texaco) and known as: Caltex. Combined oil companies that are: Stanvac, Shell and Caltex later became the Big Three.
Similarly, prior to independence, the oil is controlled by foreign companies and the whole no less than 18 companies operating in our country, so that the oil problem we are always dependent on them, although oil produced our own earth.They are looking for oil sources in North Sumatra, South Sumatra, West Java, East Java and East Kalimantan.
Until the establishment of the Post-Independence National Oil Company (Pertamina)
The colonists did not give an opportunity to the children of Indonesia to study the problem of petroleum because of the critical materials is controlled by them.
Therefore, at the time of the independence struggle, a lot of our fighters seize oil fields, refineries and oil inventories held by the Japanese army. Finally the oil fields located in the Base Brandan handed over by the Japanese army to Representative Government of the Republic of Indonesia in North Sumatra daengan witnessed by the Committee of Good Offices of the United Nations.Immediately after that, the Government of the Republic of Indonesia established the State Oil Company of the Republic of Indonesia Mining (PTMN).
In the meantime, before the withdrawal of the occupation troops. In South Sumatra, the freedom fighters formed the State Oil Company of the Republic of Indonesia (Permiri). On the island of Java, the Government of the Republic of Indonesia established Mining company Oil of the Republic of Indonesia (PTMN), which is authorized to process all petroleum activities in Central Java at the time was limited in the field belonging to Shell in Kwangan, Nglobo Ledok, clover and Woncolo including oil refining Cepu and Bongas, West Java.
In October 1956, the government officially announced that the oil field in North Sumatra will not be returned to Shell, but will be under the supervision of the Central Government.
On July 22, 1957, with the decision Pemrintah, oil field was entrusted to the Chief of Staff of the Army with the provisions of all the shares of North Sumatra Oil Mine (TMSU) is in the hands of the Government, while the management is entrusted to the Chief of Staff of the Army. Mining Oil North Sumatra (TMSU) was renamed PT Sumatera Oil Exploitation Mining (PT ETMSU).
General A, H, Nasution as army chief of staff at the time appointed Colonel dr.Ibnu Sutowo as the President Director of PT Sumatera Oil Exploitation Mining (PT ETMSU). On December 10, 1957, General A. H. Nasution renamed PT Sumatera Oil Exploitation Mining (PT ETMSU) into PT National Oil Company (Pertamina).
Brandan base taken over by the National Oil Company PT (PT Pertamina), located approximately 83 km to the southwest of Medan, is the first oil refinery was established in Indonesia, namely in 1892 by Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatchappij, suffered two destruction; First, scorch the earth by the Dutch army in the Second World War and the second time, was destroyed by Indonesian freedom fighters. In the ruins itula on December 10, 1957, we recorded history beginning with the founding of the National Petroleum struggle PT National Oil Company (Pertamina).
The pioneering petroleum racked his brains and energy to conduct repairs or rehabilitation field and simultaneously seeking minyaak State who want to buy their products. On May 24, 1958, we recorded a milestone, because at that time we made our first oil exporting 1,700 tons with a value of U.S. $ 30,000, the oil field is falling apart.
In addition to PT's National Oil Company (Pertamina), there is also the National Oil Company PN (PN Pertamina) set up by the government in February 1961, which was formerly called NIAM or Nederlandsche Indische Aardolie Maatschappij (Founded in 1921), and served in bdang distribution, PT National Oil Company (Pertamina) is then used as a PN Permina State Company in July 1961.
To enhance the development of Indonesia's oil is rapidly increasing, then the date of August 20, 1968, PN and PN Pertamina Permina merged into one company under the name of Oil and Gas Negara (Pertamina).
If antiquity, foreign companies concessions are granted permission to open a mining permit or look for oil in certain areas and freely, now permit was replaced by production sharing contract, which was: looking for a company or contractor in charge of the oil with the equipment and the cost of them. If minyaak found, the cost calculated crude produced in addition to getting some of the products that have been determined. If the oil is not found then we will not bear losses contractor. Equipment into a military PT Indonesia's National Oil Company (Pertamina).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar