Ada banyak dalil yang dipergunakan bagi kaum muslimin yang berpendapat penentuan awal 1 Ramadhan, dan 1 Syawal, semestinya berdasarkan ruyah. Referensi ini hanya sebagian saja. Yaitu:
QS. Al-Baqarah: 189
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang hilal-hilal, katakanlah hilal-hilal itu adalah merupakan patokan waktu bagi (ibadah-ibadah) manusia dan haji.”
Dalam ayat ini, hilal sebagai patokan waktu bagi manusia pada segala urusan dan ibadahnya (puasa, zakat, shalat, haji, dll). Adapun Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkhususkan penyebutan haji dalam ayat ini adalah untuk membedakannya dari ibadah lainnya karena ibadah haji disaksikan oleh para malaikat dan selainnya.
QS. Al-Baqarah: 185
Artinya: “Bulan Ramadhaan yang padanyalah diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas berupa petunjuk dan pembeda. Maka barangsiapa dari kalian yang menyaksikannya maka hendaknya dia berpuasa.”
Berkata Ibnu Katsir rahimahullaahu Ta’ala: “Ayat ini sebagai dalil wajibnya berpuasa ketika menyaksikan hilal Ramadhan.”
QS. At-Taubah: 36
Artinya: “Sesungguhnya jumlah bulan-bulan di sisi Allah adalah dua belas yang tertulis dalam kitabullah (Al-Lauh Al-Mahfudz) pada hari ketika Allah menciptakan langit dan bumi yang di antara bulan-bulan tersebut empat bulan haram.”
Berkata Ibnu Taimiyah rahimahullaahu Ta’ala: “Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan satu tahun terdiri dari dua belas bulan, dan bulan dimunculkan dengan hilal terlebih dahulu. Ini menunjukkan bahwa setiap bulan ditentukan oleh hilal.”
Dalil dari hadis
Hadis Abi Hurairah radhiyallaahu ‘anhu: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُوْمُوْا ثَلاَثِيْنَ يَوْمًا رواه الشيخان والنسائي
“Kalau kalian melihat hilaal (awal Ramadhan, -pent) maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal tanda masuk bulan Syawwal) maka berbukalah. Dan jika (pandangan) kalian terhalangi oleh awan, maka berpuasalah tiga puluh hari.” (Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Muslim dan An-Nasa’i)
Dan jalan yang lain, dari hadis Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأفْطِرُوْا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوْا لَهُ. رواه الشيخان وفي لفظ مسلم: فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوْا ثَلاَثِيْنَ
“Jika kalian melihatnya (hilal) maka berpuasalah dan jika kalian melihatnya (lagi) maka berbukalah. Dan jika (pandangan) kalian terhalangi oleh awan maka genapkanlah.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukagri dan Muslim. Dalam lafazh Imam Muslim: “Jika (pandangan) kalian terhalangi oleh awan maka genapkanlah (puasa kalian) tiga puluh (hari).”
Berkata Imam Nawawi: “Hadis ini menunjukkan tidak bolehnya berpuasa Ramadhan kecuali dengan melihat hilal.” Juga menunjukkan wajibnya berpuasa Ramadhan dan meninggalkannya dengan melihat hilal. Hal ini sebagaimana judul bab yang beliau sebutkan ketika menyebutkan hadis ini yakni bab tentang wajibnya berpuasa dan meninggalkan puasa dengan melihat hilal.
Hadis dari Ibnu ‘Abbas ra
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وعلى آله وسلم ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ: لاَ تَصُوْمُوا حَتَّى تَرَوْا الْهِلاَلَ وَلاَ تُفْطِرُوْا حَتَّى تَرَوْا الْهِلاَلَ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاكْمِلُوْا الْعِدَّة ثَلاَثِيْنَ. رواه أبو داود والترمذي والنسائي وأخرجه مسلم نحوه من حديث أبي هريرة
“Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebut Ramadhan beliau bersabda: ‘Janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal dan janganlah kalian berbuka sampai kalian melihat hilal, jika ditutupi atas kalian (pandangan terhalang awan dan semisalnya) maka sempurnakanlah jumlah (bulan Ramadhan) 30”
Imam Ibnu ‘Abdil Bar berkata: “Dari hadis Ibnu ‘Abbas dan dari hadis sebelumnya, dan yang juga merupakan pendapat jumhur ulama dinyatakan bahwa tidak boleh berpuasa Ramadhan kecuali yakin sudah keluar dari bulan Sya’ban dan yakinnya hal tersebut dengan cara melihat hilal atau menyempurnakan Sya’ban sebanyak 30 hari, demikian pula tidak dinyatakan keluar dari Ramadhan kecuali dengan keyakinan yang semisalnya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الْشَهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Artinya: “Maka barangsiapa dari kalian yang menyaksikan hilal maka hendaknya dia berpuasa.”
Hadis Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma:
عَنِ النَّبِيِّ الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم قَالَ: إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَةُ لاَنَكْتُبُ وَلاَ نَحْسُبُ، الشَّهْرُ هَكَذَا هَكَذَا رواه البجاري
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sesungguhnya kami adalah umat yang ummiyah, tidak (bisa) menulis dan tidak (bisa) menghitung, bulan adalah begini dan begini.’” (HR. Bukhari)
Hadis ini sangat jelas membantah orang-orang yang menggunakan hisab. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Karena makna لاَ نَحْسُبُ adalah kami tidak dapat menghitung bulan dan perjalanannya, dan hadis ini juga mengisyaratkan penentuan Ramadhan hanyalah dengan melihat hilal tanpa menggunakan hisab.
Hadis ‘Aisyah ra
كَانَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وعلى آله وسلم يَحْفَظُ مِنْ هِلاَلِ شَعْبَانٍ مَالاَ يَحْفَظُ مِنْ غَيْرِهِ ثُمَّ يَصُومُ لِرُأيَتِهِ
“Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berjaga-jaga dengan sangat dari hilal Sya’ban, apa-apa yang belum tidak terjaga-jaga dari selainnya kemudian berpuasa karena melihatnya.”
Referensi Makalah®
- Abdullah bin Abdurrahman al-Basaam, Taudhih al-Ahkam Min Bulughul Maram, cetakan kelima tahun 1423H, maktabah al-Asadi, Makkah, tt. Taqiyuddin Ibnu Daqiqil Ied. Ihkaam al-Ahkam Syarhu Umdat Al Ahkaam, Tahqiqi Ahmad Muhammad Syakir, cet. Ke-II, 1407 H, Dar aalam al-Kutub, Bairut.
- Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Syarhu al-Mumti’ ‘Ala Zaad Al Mustaqni’, Tahqiqi Sulaiman Aba Khail dan Khalid al-Musaiqih, cet. I tahun 1416, Muassasah Aasaam, KSA.
- Ibnu al-Mulaqqin al-Syafi’i, al-I’laam Bi Fawaa’id Umdat al-Ahkam, Tahqiq Abdulaziz Ahmad al-Musyaiqih, Cet. I, 1417 H, Dar Al ‘Ashimah, KSA.
- Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayaatul Muqtashid, cet. Ke-X, 1408, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Bairut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar