Puasa nya Orang Yang Sakit Keras |
Grupsyariah (GS)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam adalah agama keselamatan bagi setiap mahluk di alam, baik ketika masih hidup didunia maupun diakhirat. Namun tidak semua orang islam mampu melaksanakan islam dengan sebenarnya . masih banyak orang muslim yang beragama islam namun prilaku tidak
mencerminkan keislamannya.Islam memiliki rukun islam barang siapa yang meninggalkannya maka hakikatnya ia terlerpas dari agama.puasa adalah salah satu rukun islam. Muslim yang telah memenuhi syarat maka ia wajib melaksanakan puasa tersebut.puasa wajib harus jadi amalan yang tak boleh tertinggalkan meski ia mengalami gangguan – gangguan . islam memberikan keringanan (ruksyah) bagi setiap hamba yang tidak mampu melksanakannya, seperti contoh ketika sakit.B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas ,maka penulis menjadikan rumusan masalah dalam proposal; ini adalah
1. Bagaimana sikap seorang muslim ketika berpuasa sedang ia sedang sakit
2. Sakit yang bagaimana yang diperbolehkan mengqodho puasa
BAB II
DEFINISI PUASA (SHAUM)
Secara bahasa bermakna Imsak (menahan)
Secara Syari bermakna menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan mulai terbitnya fajar shubuh hingga terbenamnya matahari yang disertai dengan niat.
A. Hukum Puasa
Fardhu (wajib), dasarnya adalah firman Allah SWT dalam Al-qur’an : Q.S. Al-Baqarah ayat 183 :
“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa ”
B. Macam – macam puasa :
1. Puasa Fardhu
a. Puasa Ramadhan, firman Allah SWT dalam Al-qur’an : Q.S. Al-Baqarah ayat 185 :
••
“ (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur ”.
b. Puasa Qadla, mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan, Firman Alllah SWT dalam Al-Qur’an : Q.S. Al- Baqarah ayat 184 :
•
“ (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui ”.
[114] Maksudnya memberi Makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.
c. Puasa nadzar, yaitu puasa yang dikerjakan karena nadzar untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, apabila puasa itu dinadzarkan maka wajiblah hukumnya.
d. Puasa kifarat, yaitu sebagai akibat pelanggaran - pelanggaran tertentu :
- Sumpah palsu 3 hari. Firman Allah dalam Al-Qur’an Q.S. Al-Maidah ayat 89 :
“ Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya) ”.
- Membunuh orang tidak sengaja. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Q.S. An-nisaa’ ayat 92 :
• •
“ Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)[1], dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat[2] yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah[3]. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya[4], Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana ”.
[1] Seperti: menembak burung terkena seorang mukmin.
[2] Diat ialah pembayaran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan.
[3] Bersedekah di sini Maksudnya: membebaskan si pembunuh dari pembayaran diat.
[4] Maksudnya: tidak mempunyai hamba; tidak memperoleh hamba sahaya yang beriman atau tidak mampu membelinya untuk dimerdekakan. menurut sebagian ahli tafsir, puasa dua bulan berturut-turut itu adalah sebagai ganti dari pembayaran diat dan memerdekakan hamba sahaya.
- Melakukan hubungan seks (besetubuh, jima’) siang hari di bulan Ramadhan.
- Melaksanakan dhihar (mengharamkan isteri dan mempersamakan isteri dengan isteri sendiri) masing – masing 60 hari puasa terus - menerus.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Q.S. Al- Mujaadilah ayat 3 dan 4 :
“ Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (ayat 3)
“ Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi Makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih”. (ayat 4)
e. Puasa fidyah, yaitu pengganti dari kewajiban melaksanakan qurban karena pelanggaran tentang peraturan dalam ibadah haji, yaitu puasa 3 hari di kota suci, dan 7 hari (lagi) di negeri sendiri. Firman Allah dalam Q.S. Al-qur’an Al-Baqarah ayat 196 :
• •
“ Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) korban[5] yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu[6], sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya ”.
[5] Yang dimaksud dengan korban di sini ialah menyembelih binatang korban sebagai pengganti pekerjaan wajib haji yang ditinggalkan; atau sebagai denda karena melanggar hal-hal yang terlarang mengerjakannya di dalam ibadah haji.
[6] Mencukur kepala adalah salah satu pekerjaan wajib dalam haji, sebagai tanda selesai ihram.
2. Puasa sunnat / tathawwu, antara lain :
a. Senin kamis
b. 6 hari bulan syawal
c. Tanggal 9 hajji
d. Hari Asyura (10 Muharram)
e. Tiap tanggal 13, 14, dan 15 Qamariah, dan lain-lain.
3. Puasa Haram
a. Puasa terus – menerus.
b. Puasa pada hari yang diharamkan yaitu tasyrik. (11, 12, dan 13 hajji) , 2 hari raya, dan hari siqah ( 30 Sya’ban).
c. Puasa wanita yang sedang haids atau nifas.
d. Puasa sunnat seorang istri yang tanpa izin suaminya ketika suami ada bersama isterinya.
4. Puasa makruh
a. Puasa sunnat dengan susah payah (sakit, perjalanan, dan lain-lain)
b. Puasa sunnat pada hari jum’at saja atau sabtu itu bertepatan dengan hari yang disunnatkan puasa).
C. KESEMPURNAAN PUASA
Kesempurnaan puasa bukan hanya menahan diri dari makan, minum, dan bersetubuh pada siang hari saja, akan tetapi mengandung arti menahan diri dari segala perbuatan yang tidak sesuai dengan hikmah dan tujuan puasa. Puasa itu bukan hanya berhenti dari makan dan minum saja akan tetapi juga berhenti dari pada ucapan dan perbuatan jelek. Disamping itu kesempurnaan ibadah puasa dengan memperhatikan syarat dan rukun puasa :
1. Syarat- syarat wajib puasa :
a. Berakal
b. Baligh
c. Kuat menegerjakan puasa
2. Syarat syahnya puasa :
a. Islam
b. Mampu membedakan yang baik dengan yang tidak baik (mumaiyiz)
c. Suci dari haidh dan nifas bagi wanita
3. Rukun puasa
a. Niat yang dilakukan sebelum melaksanakan puasa.
b. Menahan diri dari makan, minum, dan bersetubuh dan hal-hal lain yang biasa puasa.
Firman Allah dalam Al-Qur’an Q.S. Al-Baqarah ayat 187 :
• • • • ••
“ Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.
Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf[7] dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa”.
[7] I'tikaf ialah berada dalam mesjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.
Sunnah – sunnah puasa :
a. Segera berbuka apabila telah nyata benar waktu terbenam - benamnya matahari dan mengakhirkan bersahur sebelum terbitnya fajar sidiq.
b. Mempercepat berbuka apabila tiba waktunya.
c. Membaca do’a pada waktu berbuka.
d. Berhati – hati dalam berkata (menjaga lisan) dan berbuat, supaya tidak terperosokkepada kemaksiatan.
e. Menambah kegiatan beribadah dan memperbanyak membaca, menghayati dan mengamalkan ajaran Al-qur’an.
f. Pada malam hari melaksanakan atauy mendirikan sholat tarawih.
g. I’tikaf dimasjid untuk mengharapkan Lailatul Qadar.
Hal – Hal yang membolehkan berbuka puaa :
a. Orang yang sedang bepergian didalam ukuran yang boleh mengerjakan sholat Qoshor da tujuan bepergian bukan untuk kemaksiatan, dengan kewajiban mengqodlhonya.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an : Q.S. Al- Baqarah ayat 184 :
•
“ (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[7], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
[7] Maksudnya memberi makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.
b. Orang yang sudah tidak kuat berpuasa karena sudah tua dan tidak memungkinkan untuk kuat berpuasa, baginya tidak wajib puasa dan qadhla, tetapi wajib mengeluarkan fidyah kalau mampu untuk mengeluarkannya.
(Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an : Q.S. Al- Baqarah ayat 184)
c. Orang yang sakit dan bisa sembuh lagi, baginya wajib qadla akan tetapi apabila tidak bisa diharap lagi, maka tidak wajib mengeluarkan fidyah.
(Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an : Q.S. Al- Baqarah ayat 184)
d. Orang yang sedang hamil (mengandung) dan murdli’ (menyusui anaknya), dengan kewajiban qadla atau fidyah.
D. puasa bagi orang yang sakit :
Boleh berbuka puasa, dasarnya Firman Allah SWT yang artinya : “ Dan barang siapa sakit atau sedang didalam perjalanan (lalu berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya. “ (Q.S. Al-Baqarah 185)
- Adapun sakit ringan, seperti batuk, pusing dan yang serupa tidak boleh berbuka karenanya.
- Kalau menurut kedokteran, menurut kebiasaan dan pengalamannya atau menurut perkiraan kuatnya bahwa puasa akan membuatnya sakit, menambah parah penyakitnya, atau dapat menunda masa kesembuhannya maka boleh bagi si sakit berbuka, bahkan makruh hukumnya ia berpuasa.
- Apabila penyakit yang dideritanya sudah kronis, maka si penderita tidak wajib berniat dimalam hari untuk berpuasa sekalipun ada kemungkinan besok harinya ia akan sembuh, karena yang menjadi pegangan adalah kondisi sekarang.
- Orang sakit yang masih diharapkan bisa sembuh, maka hendaknya ia menunggu kesembuhannya lalu mengganti puasanya, ia tidak boleh membayar fidyah.
- Orang yang menunggu kesembuhan dari penyakit yang masih bisa diharap sembuh lalu meninggal dunia, maka ia tidak mempunyai kewajiban apa - apa dan begitu terhadap wali atau ahli warisnya.
- Orang yang menderita sakit menahun yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya dan begitu pula seorang lansia yang sudah sangat lemah, cukup memberikan makanan setiap hari kepada seorang fakir miskin (selama bulan puasa) berupa makanan pokok sebanyak ½ sha’ (lebih kurang 1,25 kg beras).
- Orang sakit yang berbuka dan menunggu kesembuhannya supaya dapat mengganti puasanya, lalu ternyata penyakitnya menahun, maka ia wajib memberi makan seorang fakir miskin sejumlah hari yang ia tinggalkan.
- Orang yang penyakitnya menahun sehingga tidak berpuasa dan telah membayar fidyah, kemudian dengan kemajuan ilmu kedokteran ia berobat dan berhasil sembuh, maka ia tidak wajib apa – apa, karena ia telah melakukan kewajibannya pada waktunya.
- Orang yang sakit lalu sembuh dan mampu mengganti puasanya, namun ia belum menggantinya hingga meninggal dunia, maka diambil dari hartanyauntuk diberikan kepada orang fakir miskin sebanyak hari – hari puasa yang tidak ia kerjakan. Jika ada salah seorang dari kerabat dekatnya (keluarganya) menggantikan puasanya, maka yang demikian itu sah.
- “ Barang siapa meninggal dunia dan ia mempunyai tanggungan puasa, maka dipuasakan oleh walinya” (shahih AL-Bukhari dan Muslim)
BAB III KESIMPULAN
Hukum puasa bagi orang sakit keras, boleh meninggalkan puasa dengan ketentuan membayar fidyah yaitu dengan memberikan makanan setiap hari kepada seorang fakir miskin (selama bulan puasa) berupa makanan pokok sebanyak ½ sha’ (lebih kurang 1,25 kg beras)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar