Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama'ah


Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama'ah | Grupsyariah (GS) BAB I
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
          Aswaja itu sebenarnya adalah singkatan dari Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Dalam istilah Ahlussunnah Wal-Jama’ah itu, ada tiga kata yang membentuknya. Ketiga kata itu adalah:1. Ahl, yang berarti keluarga, golongan atau pengikut
.2. Al-Sunnah, yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah Maksudnya, semua yang datang dari Nabi, baik itu berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi 3. Al-Jama’ah, yang dimaksud dengan jama’ah disini adalah apa yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi pada masa Khulafaur Rasyidin (yaitu Khalifah Abu Bakr, Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib). Kata al-Jama’ah ini diambil dari sabda Rasulullah
,مَنْ أَرَادَ بُحْبُوْحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ.
“Barang siapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai di surga, maka hendaklah ia mengikuti al-jama’ah (kelompok mayoritas)”.
Coba Nanti kamu lihat dalam kitab al-Mustadrak Juz I hal. 77 atau dalam Sunan Tirmiszi hadits no 2091. Hadits itu oleh Imam Hakim dianggap shohih dan disetujui oleh al-Hafizh al-Dzahabi.Ditempat yang lain Syaikh Abdul Qadir al-Jilani (471-561 H/1077-1166 M) juga menjelaskan menjelaskan:
 فَالسُّنَّةُ مَا سَنَّهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْجَمَاعَةُ مَا اتَّفَقَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي خِلاَفَةِ الأَئِمَّةِ الأَرْبَعَةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ (الغنية لطالبي طريق الحق، ج 1 ص 80)
Artinya: “Al-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah (meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan beliau). Sedangkan al-Jama‘ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi pada masa Khulafaur Rasyidin yang empat, yang telah diberi hidayah (mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepada mereka semua” (Lihat dalam kitab Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq, juz I, hal. 80).Lebih jelas lagi, Hadalahratusysyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari (1287-1336 H/1871-1947) menyebut-kan dalam kitabnya Ziyadat Ta’liqat (hal. 23-24) sebagai berikut:
أَمَّا أَهْلُ السُّنَةِ فَهُمْ أَهْلُ التَّفْسِيرِ وَالْحَدِيْثِ وَالْفِقْهِ فَإِنَّهُمْ الْمُهْتَدُوْنَ الْمُتَمَسِّكُوْنَ بِسُنَّةِ النَّبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ والْخُلَفَاءِ بَعْدَهُ الرَّاشِدِيْنَ وَهُمْ الطَّائِفَةُ النَّاجِيَةُ قَالُوْا وَقَدْ اجْتَمَعَتْ الْيَوْمَ فِي مَذَاهِبَ أَرْبَعَةٍ الحَنَفِيُّوْنَ وَالشَّافِعِيُّوْنَ وَالْمَالِكِيُّوْنَ وَالْحَنْبَلِيُّوْنَ وَمَنْ كَانَ خَارِجًا عَنْ هَذِهِ الأَرْبَعَةِ فِي هَذَا الزَْمَانِ فَهُوَ مِنَ الْمُبْتَدِعَةِ
“Adapun Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi B dan sunnah Khulafaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (al-firqah al-najiyah). Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang empat, yaitu pengikut Madzhab al-Hanafi, al-Syafi’i, al-Maliki dan al-Hanbali.
Sedangkan orang-orang yang keluar dari madzhab empat tersebut pada masa sekarang adalah termasuk ahli bid’ah.”Dari definisi ini, dapat dipahami bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah bukanlah aliran baru yang muncul sebagai reaksi dari beberapa aliran yang menyimpang dari ajaran Islam yang hakiki. Tetapi Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah Islam yang murni sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi B dan sesuai dengan apa yang telah digariskan serta diamalkan oleh para sahabatnya. Kaitannya dengan pengamalan tiga sendi utama ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah mengikuti rumusan yang telah digariskan oleh ulama salaf. 1. Dalam bidang aqidah atau tauhid tercerminkan dalam rumusan yang digagas oleh Imam al-Asy’ari dan Imam al-Maturidi. 2. Dalam masalah amaliyah badaniyah terwujudkan dengan mengikuti madzhab empat, yakni Madzhab al-Hanafi, Madzhab al-Maliki, Madzhab al-Syafi`i, dan Madzhab al-Hanbali.3. Bidang tashawwuf mengikuti Imam al-Junaid al-Baghdadi (w. 297 H/910 M) dan Imam al-Ghazali Jika sekarang banyak kelompok yang mengaku sebagai penganut Ahlussunnah Wal-Jama’ah maka mereka harus membuktikannya dalam praktik keseharian bahwa ia bnar-benar telah mengamalkan Sunnah rasul dan Sahabatnya.Sumber "fiqh Tradisionalis" (KH. Muhyiddin Abdusshomad).
B. Islam Nahdlatul Ulama
Islam Nahdlatul Ulama adalah organisasi sosial keagamaan {jam’iyah diniyah islamiah} yang berhaluan Ahli Sunnah wal-Jamaah . Organisasi ini didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 oleh K.H. Hasyim Asy’ari beserta para tokoh ulama tradisional dan usahawan di Jawa Timur. Sejak awal K.H. Hasyim Asy’ari duduk sebagai pimpinan dan tokoh agama terkemuka di dalam NU.
Tetapi tidak diragukan bahwa penggerak di balik berdirinya organisasi NU adalah Kiai Wahab Chasbullah putra Kiai Chasbullah dari Tambakberas Jombang. Pada tahun 1924 Kiai Wahab Chasbullah mendesak gurunya K.H. Hasyim Asy’ari agar mendirikan sebuah organisasi yang mewakili kepentingan-kepentingan dunia pesantren. Namun ketika itu pendiri pondok pesantren Tebu Ireng ini K.H. Hasyim Asy’ari tidak menyetujuinya. Beliau menilai bahwa utk mendirikan organisasi semacam itu belum diperlukan. Baru setelah adanya peristiwa penyerbuan Ibn Sa’ud atas Mekah beliau berubah pikiran dan menyetujui perlunya dibentuk sebuah organisasi baru. Semangat utk merdeka dari penjajahan Belanda pada waktu itu dan sebagai reaksi defensif maraknya gerakan kaum modernis {Muhammadiyah dan kelompok modernis moderat yang aktif dalam kegiatan politik Sarekat Islam} di kalangan umat Islam yang mengancam kelangsungan tradisi ritual keagamaan khas umat islam tradisional adalah yang melatarbelakangi berdirinya NU. Rapat pembentukan NU diadakan di kediaman Kiai Wahab dan dipimpin oleh Kiai Hasyim.
Berdirinya NU diawali dengan lahirnya Nahdlatul Tujjar yang muncul sebagai lambing gerakan ekonomi pedesaan disusul dengan munculnya Taswirul Afkar sebagai gerakan keilmuan dan kebudayaan dan Nahdlatul Wathon sebagai gerakan politik dalam bentuk pendidikan. Dengan demikian bangunan NU didukung oleh tiga pilar utama yang bertumpu pada kesadaran keagamaan. Tiga pilar pilar tersebut adalah wawasan ekonomi kerakyatan; wawasan keilmuan dan sosial budaya; dan wawasan kebangsaan. NU menarik massa dengan sangat cepat bertambah banyak. Kedekatan antara kiai panutan umat dengan masyarakatnya dan tetap memelihara tradisi di dalam masyarakat inilah yang membuat organisasi ini berkembang sangat cepat lebih cepat daripada organisasi-organisasi keagamaan yang ada di Indonesia. Setiap kiai membawa pengikutnya masing-masing yang terdiri dari keluarga-keluarga para santrinya dan penduduk desa yang biasa didatangi utk berbagai kegiatan keagamaan. Dan para santri yang telah kembali pulang ke desanya setelah belajar agama di pondok pesantren juga memiliki andil besar dalam perkembangan organisasi ini atau paling tidak memiliki andil di dalam penyebaran dakwah Islam dengan pemahaman khas NU.
Pada tahun 1938 organisasi ini sudah mencapai 99 cabang di berbagai daerah. Pada tahun 1930-an anggota Nu sudah mencapai ke wilayah Kalimantan Selatan Sulawesi Selatan dan Sumatra Selatan. Kini organisasi NU menjadi organisasi terbesar di Indonesia yang tersebar di seluruh Provinsi bahkan sekarang telah berdiri cabang-cabang NU di negara-negara lain. Hubungan dengan kaum pembaru yang sangat tegang pada tahun-tahun awal berdirinya NU secara bertahap diperbaiki. Sekitar tahun 1930-an berkali-kali terlihat tanda-tanda kemauan baik dari kedua belah pihak. Pada muktamar ke-11 di Banjarmasin Kiai Hasyim Asy’ari mengajak umat Islam Indonesia agar menahan diri dari saling melontarkan kritik sektarian dan mengingatkan bahwa satu-satunya perbedaan yang sebenarnya hanyalah antara mereka yang beriman dan yang kafir.
Ciri menonjol lainnya adalah bahwa komunikasi di dalam NU lebih bersifat personal dan tentu sangat informal. Implikasi yang sudah berjalan lama menunjukkan bahwa performance fisik terlihat santai dan komunikasi organisasional kurang efektif. Dengan demikian kebijakan-kebijakan organisasi seringkali sulit mengikat kepada jamaah. Jamaah seringkali lebih taat kepada kiai panutannya daripada taat kepada organisasi. Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama Untuk mengetahui lebih detail tentang organisasi keagamaan ini lebih baiknya dilihat dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU. {Anggaran Dasar yang tertulis berikut ini berdasarkan Surat Keputusan Muktamar XXX NU Nomor /MNU-1999} Mukadimah Bismillaahirrahmaanirrahiim Bahwa agama Islam adalah rahmat bagi seluruh alam di mana ajarannya mendorong kegiatan para pemeluknya untuk mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Bahwa para ulama Ahli Sunnah wal-Jamaah Indonesia terpanggil utk melanjutkan dakwah islamiah dan melaksanakan amar makruf nahi mungkar dengan mengorganisasikan kegiatan-kegiatannya dalam satu wadah yang bernama Nahdlatul Ulama yang bertujuan utk mengamalkan ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah. Bahwa kemaslahatan dan kesejahteraan warga Nahdlatul Ulama menuju khaira ummah adalah bagian mutlak dari kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Maka dengan rahmat Allah SWT. dalam perjuangan mencapai masyarakat adil dan makmur yang menjadi cita-cita seluruh masyarakat Indonesia jam’iyah Nahdlatul Ulama berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa .
C. Islam Ahlusunah Waljama’ah
Di bidang agama mengusahakan terlaksananya ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah dalam masyarakat adalah  dengan melaksanakan dakwah islamiah dan amar makruf nahi mungkar serta meningkatkan ukhuwah islamiah. Di bidang pendidikan pengajaran dan kebudayaan mengusahakan terwujudnya penyelengaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam utk membina manusia muslim yang takwa berbudi luhur berpengetahuan luas dan terampil serta berguna bagi agama bangsa dan negara.
Di bidang sosial mengusahakan terwujudnya kesejahteraan rakyat dan bantuan terhadap anak yatim fakir-miskin serta anggota masyarakat yang menderita lainnya.
Di bidang ekonomi mengusahakan terwujudnya pembangunan ekonomi dengan mengupayakan pemerataan kesempatan utk berusaha dan meni’mati hasil-hasil pembangunan dengan mengutamakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi kerakyatan.

D.      Perbedaan Pendapat Dalam Islam
Dalam tradisi ulama Islam, perbedaan pendapat bukanlah hal yang baru, apalagi dapat dianggap tabu. Tidak terhitung jumlahnya kitab-kitab yang ditulis ulama Islam yang disusun khusus untuk merangkum, mengkaji, membandingkan, kemudian mendiskusikan berbagai pandangan yang berbeda-beda dengan argumentasinya masing-masing. 
Untuk bidang hukum Islam, misalnya. Kita bisa melihat kitab Al Mughni karya Imam Ibnu Qudamah. Pada terbitannya yang terakhir, kitab ini dicetak 15 jilid. Kitab ini dapat dianggap sebagai ensiklopedi berbagai pandangan dalam bidang hukum Islam dalam berbagai mazhabnya. Karena Ibnu Qudamah tidak membatasi diri pada empat mazhab yang populer saja. Tapi ia juga merekam pendapat-pendapat ulama lain yang hidup sejak masa sahabat, tabi'in dan tabi' tabi'in.[1]  Contoh ini berlaku pada semua disiplin ilmu Islam yang ada. Tidak terbatas pada ilmu hukum saja, seperti yang umumnya kita kenal, tapi juga pada tafsir, ulumul qur'an, syarh hadits, ulumul hadits, tauhid, usul fiqh, qawa'id fiqhiyah, maqashidus syariah, dan lain-lain.
Penguasaan terhadap perbedaan pendapat ini bahkan menjadi syarat seseorang dapat disebut sebagai mujtahid atau ahli dalam ilmu agama.[2]Orang yang tidak memiliki wawasan tentang pandangan-pandangan ulama yang beragam beserta dalilnya masing-masing, dengan begitu, belum dapat disebut ulama yang mumpuni di bidangnya.
Sikap Toleran terhadap Perbedaan Pendapat
Yang menarik, dalam mengemukakan berbagai pendapatnya, ulama-ulama Islam, terutama yang diakui secara luas keilmuannya, mampu menunjukkan kedewasaan sikap, toleransi, dan objektivitas yang tinggi. Mereka tetap mendudukkan pendapat mereka di bawah Al Qur'an dan Hadits, tidak memaksakan pendapat, dan selalu siap menerima kebenaran dari siapa pun datangnya. Dapat dikatakan, mereka telah menganut prinsip relativitas pengetahuan manusia. Sebab, kebenaran mutlak hanya milik Allah subhanahu wata'ala. Mereka tidak pernah memposisikan pendapat mereka sebagai yang paling absah sehingga wajib untuk diikuti.
"Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk salah. Sedangkan pendapat orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan untuk benar." Demikian ungkapan yang sangat populer dari Imam Syafi'i.
Dalam kerangka yang sama, Imam Ahmad bin Hambal pernah berfatwa agar imam hendaknya membaca basmalah dengan suara dikeraskan bila memimpin shalat di Madinah. Fatwa ini bertentangan dengan mazhab Ahmad bin Hambal sendiri yang menyatakan bahwa yang dianjurkan bagi orang yang shalat adalah mengecilkan bacaan basmalahnya. Tapi fatwa tersebut dikeluarkan Ahmad demi menghormati paham ulama-ulama di Madinah, waktu itu, yang memandang sebaliknya. Sebab, menurut ulama-ulama Medinah itu,  orang yang shalat, lebih utama bila ia mengeraskan bacaan basmalahnya.[3]
E.       Firqoh
Kaum Firqoh  adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa Kaum Khawarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama  “ Kaum Rasionalis Islam “.
          Pendiri Kaum Firqoh  ini adalah Wasil Bin Ata’. Ia lahir pada tahun 81 H di Madinah, dan wafat pada  131 H di Basrah. Wasil Bin Ata’ belajar hukum fiqih pada seorang guru yang bernama Hassan Al Basrah. Walaupun demikian Wasil Bin Ata’ mempunyai pendapat yang berbeda dari gurunya tentang mukmin yang melakukan dosa besar. Wasil Bin Ata’ berpendapat mukmin yang melakukan dosa besar tetapi tidak bertaubat, maka orang itu sudah tidak lagi mukmin, tetapi juga tidak kafir.Sejak terjadi perbedaan paham dengan gurunya, yaitu Hassan Basri, maka Wasil Bin Ata’ memisahkan dirinya dengan mengadakan kelompok pendidikan sendiri di salah satu bagian di Masjid Basrah.
 Kelompok Wasil Bin Ata’ inilah yang dinamakan Firqoh  (orang-orang yang memisahkan diri). Paham  sangat menonjolkan pemikiran akal merdeka dari pada tuntunan agama. Menurut Al Baghdadi, Wasil dan temannya ‘Amr Ibn ‘Ubaid Ibn Bad menamakan kaum  karena mereka menjauhkan diri dari faham umat Islam tentang soal orang yang berdosa besr. Kata I’tazala yang terdapat dalam Al Qur’an mengandung arti menjauhi yang salah dan tidak benar dan dengan demikian kata  mengandung arti pujian. Selanjutnya Ia mengatakan adanya hadist Nabi yang mengatakan bahwa umat akan terpecah menjadi 73 golongan dan yang paling patuh dan terbaik dari seluruhnya adalah golongan . Sebenarnya nama  memang sulit, berbagai pendapat dimajukan ahli-ahli tetapi belum ada kata sepakat, yang jelas ialah nama  sebagai designatic bagi aliran teologi rasionil dan liberal dalam Islam.
Dokrin Ajaran Aliran Firqoh yaitu sebagai berikut:
-        Aliran pertama dibawah Wasil tentulah Faham Al-Manzilah bain almanzilatain posisi ini dalam arti posisi menengah. Menurut ajaran ini orang yang berdosa besar bukan kafir, sebagai kaum Khawarij dan bukan pula mukmin sebagai dikatakan Murji’ah, tetapi Fasiq yang menduduki posisi diantara posisi mukmin dan possisi kafir.
-        Ajaran yang kedua adalah Faham Qadariah yang dianjurkan oleh Ma’bad dan Ghailan. Tuhan, kata Wasil bersifat bijaksana dan adil. Ia tidak dapat berbuat jahat dan bersifat zhalim. Tidak mungkin Ia Tuhan menghendaki supaya manusia berbuat hal-hal yang bertentangan dengan perintah-Nya.
F.       Penyebab Terjadinya Perpecahan

َإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُوْنِ. فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُم بَيْنَهُمْ زُبُراً كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ

“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabbmu, maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah-belah menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).” (Al-Mukminun: 52-53)
Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat

وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu”
Yaitu agama kalian “wahai para Nabi” adalah agama yang satu, dan ajaran yang satu yaitu menyeru untuk beribadah hanya kepada Allah k, tidak ada sekutu bagi-Nya (Tafsir Ibnu Katsir, 3/248). Maka lafadz umat yang dimaksud dalam ayat ini adalah agama.

فَتَقَطَّعُوا

Maknanya adalah
افْتَرَقُوا
(berpecah belah).
Yaitu, para umat menjadikan agama mereka yang satu menjadi beberapa agama, setelah mereka diperintahkan untuk bersatu. (Tafsir Al-Qurthubi, 12/129)
زُبُراً
Makna zubur dalam ayat ini diperselisihkan.
Ada yang mengatakan bahwa zubur adalah jamak dari zabuur yang berarti kitab-kitab, yaitu mereka mengarang kitab-kitab dan kesesatan yang mereka susun. Ini adalah pendapat Ibnu Zaid.
Adapula yang mengatakan bahwa mereka memecah belah kitab-kitab, satu kelompok mengikuti shuhuf (lembaran-lembaran), satu kelompok lagi mengikuti Taurat, kelompok lainnya mengikuti Zabur, dan yang lain mengikuti Injil. Kemudian mereka mengubah semua (kitab) tersebut. Pendapat ini disebutkan oleh Qatadah.
Ada pula yang berkata bahwa maknanya adalah setiap kelompok beriman dengan satu kitab dan mengingkari kitab-kitab lainnya. Adapula yang membaca dengan mem-fathah-kan huruf zay (زَبُراً), yang maknanya adalah potongan-potongan seperti potongan besi. Dan ini termasuk qira’ah (bacaan) Al-A’masy dan Abu ‘Amr. (lihat Tafsir Al-Qurthubi, 12/130).

كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ
“Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).”
Yaitu setiap kelompok suka dengan kesesatan yang ada padanya karena mereka menyangka bahwa mereka adalah orang-orang yang diberi petunjuk. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/248)
BAB II KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah ini yaitu: Aswaja itu sebenarnya adalah singkatan dari Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Dalam istilah Ahlussunnah Wal-Jama’ah itu, ada tiga kata yang membentuknya. Ketiga kata itu adalah:1. Ahl, yang berarti keluarga, golongan atau pengikut.2. Al-Sunnah, yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah Maksudnya, semua yang datang dari Nabi, baik itu berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi 3.
Di bidang agama mengusahakan terlaksananya ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah dalam masyarakat adalah  dengan melaksanakan dakwah islamiah dan amar makruf nahi mungkar serta meningkatkan ukhuwah islamiah. Di bidang pendidikan pengajaran dan kebudayaan mengusahakan terwujudnya penyelengaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam utk membina manusia muslim yang takwa berbudi luhur berpengetahuan luas dan terampil serta berguna bagi agama bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hilaaly, Abu Usamah Salim bin 'Ied, “Ahlus Sunnah wal Jama'ah Adalah Al-Firqatun Najiyah Dan Ath-Thaifah Al-Manshurah Serta Ahlil Hadits”, dalam al Manhaj. or.id., 2004.

Al Juwaini, Imam Haramain al Imam, Kitab al Luma’ fi Raddi ‘ala Ahli al Ahwa’  wa al Badi li Asy’ariyah Imam Abi Hasan Ali Ibn Ismail al Asy’ari, Beirut: Daar Libanon li Thoba’ah wa al Nasyr, 1987
Al Mishri, Muhammad Abdul Hadi, Manhaj dan Aqidah Ahlussunnah wa al Jama’ah Menurut Pemahaman Ulama’ Salaf, Jakarta: Gema Insani Press, 1998       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar