1. Makna Produksi
Produksi dengan maknanya yang dikenal dalam ilmu ekonomi sekarang ini merupakan terminologi baru. Terminologi ini tidak mengandung makna kontemporerenya dalam satu fase, namun melalui beberapa fase sebelum menjadi terminologi yang baku seperti sekarang ini. Produksi adalah setiap bentuk aktivitas yang dilakukan manusia untuk mewujudkan manfaat atau menambahkannya dengan cara mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi yang disediakan allah SWT sehingga menjadi maslahat, untuk memenuhi kebutuhan manusia.[1] Lembaga-lembaga konvesional, mulai dari pelaku perdagangan hingga para ahli ilmu alam hanya membatasi makna produksi pada sebagian aktivitas, dan tidak pada sebagian yang lain. Sebab para pelaku perdagangan berpendapat bahwa perdagangan eksternal sebagai satusatumya aktifitas yang menghasilkan. Adapun perdagangan internal maka sebagian mereka menilainya tidak menambahkan sesuatu, sebab apa yang mendatangkan keuntungan satu pihak didalamnya, berarti merugikan pihak lain.
Lalu dating para ahli ilmu alam, dan mereka berpendapat bahwa pertanian merupakan aktifitas ekonomi yang menghasilkan. Mereka menilai perdagangan dan industri merupakan dua kegiatan yang mandul. Dan definisi produksi dalam ekonomi kovesional tidak baku seperti sekarang ini melainkan dalam abad 19 M. dimana datang kaum tradisionalis baru yang mengaitkan produksi dengan kemanfaatan. Hingga setiap bentuk aktifitas ekonomi yang mendatangkan kemanfaatan atau menambahkannya dinilai sebagai aktifitas produksi. Dan termasuk dalam makna ini produk jasa dengan segala bentuknya. Diantara konsep islam bahwa perbedaan makna produksi dalam ekonomi islam dengan ekonomi konvesional adalah berkisar pada makna manfaat, batasan-batasannya, dan bidang-bidangnya.[2]
Istialah dalam fiqih ekonomi adalah fitrah dan watak manusia untuk bekerja dan berusaha memakmurkan planet ini, mengeksploitir sumber-aumber kemakmuran dan mengharapkan anugrah Allah yang tersimpan dalam planet ini. Dalam ekonomi islam mengakui segala bentuk hasil produksi tanpa mengecualikan sesuatupun darinya. Hal ini dapat dijelaskan dalam semua aktifitas produksi barang dan jasa yang dilakukan seorang muslim untuk memperbaiki apa yang dimilikinya, baik berupa sumber daya alam dan harta dan dipersiapkan untuk bias dimanfaatkan oleh pelakunya atau oleh umat islam. Firman Allah:
“Dan Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagimu, maka berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizkinya dan hanya kepada-Nyalah kamu dibangkitkan”. (QS. Al-Mulk:15)
Dan firman-Nya pula:
“Dan dialah yang telah menciptakan kamu dari bumi dan menyuruh kamu memakmurkannya”. (QS. Hud:61).
Pada ayat-ayat diatas diisyaratkan dengan kata “menurunkan”, “mengeluarkan”, “menundukkan”, dan “memberikan kepadamu”.hal ini mengisyarahkan kepada manusia agar menyingkirkan keremangan yang terlintas dari kehidupan materilialistik, dari dalam pikiran manusia bahwa produksi, factor-faktor dan cara-caranya adalah masalah pokok dalam kehidupan manusia dan masyarakat. Dengan kata lain hendaknya berproduksilah yang menjadi tuan yang berhak memerintah sedang manusia hanyalah hamba sahaya belaka yang harus patuh. Allah telah mempersiapkan bumi ini untuk tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan manakala dialiri air dan diolah oleh manusia.
2. Tujuan Produksi
DR. Muhammad Najatullah berpendapat bahwa pertumbuhan dalam ekonomi islam memiliki beberapa tujuan produksi, yaitu
- Merespon kebutuhan produsen secara pribadi dengan bentuk yang memiliki ciri keseimbangan.
- Memenuhi kebutuhan keluarga.
- Mempersiapkan sebagian kebutuhan terhadap ahli warisnya dan generasi penerusnya.
- Pelayanan sosial yang berinfaq dijalan Allah.
Berdasarkan keterangan diatas dapat dicirikan tujuan aktifitas produksi, bersifat umum yang sesuai bagi setiap unit ekonomi karena tabi’at ekonomi islam adalah adanya saling keterkaiatan antara unit-unit ekonominya, dan saling bahu membahunya dalam merealisasikan tujuan-tujuan individu dan jama’ah dalam lingkup sistem islam yang komperhensif.
Tujuan-tujuan terpenting produksi dalam perspektif fiqih ekonomi:
- Merealisasikan keuntungan seoptimal mumgkin, contoh tujuan mendapatkan keuntungan dapat merealisasikan tujuan perlindungan terhadap harta dan pengembangannya.
- Merealisasikan kecukupan individu dan keluarga, contoh seorang muslim wajib melakukan aktifitas yang dapat merealisasikan kecukupannya dan kecukupan orang yang mejadi kewajiban nafkahnya.
- Tidak mengandalkan orang lain. Umar RA tidak memperbolehkan sesorang yang mampu bekerja untuk menadahkan tangannya kepada orang lain meminta-minta, dan menyerukan kaum muslimin untuk nersandar kepada diri mereka sendiri, tidak mengharap apa yang ditangan orang lain.
- Melindungi harta dan mengembangkannya. Harta memiliki peran besar dalam islam. Sebab dengannya, dunia dan agama dapat ditegakkan. Tanpa dengannya, seseorang tidak akan istiqamah dalam agamanya, dan tidak kenal dalam kehidupannya.
- Mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi dan mempersiapkannya untuk dimanfaatkan. Allah SWT telah mempresiapkan bagi manusia didunia ini banyak sumber ekonomi, namun pada umumnya tidak memenuhi hajat insani bila tidak dieksplorasi oleh manusia dalm kegiatan produksi yang mempersiapkaanya untuk dapat dimanfaatkan.
Pembebasan dari belenggu taklid ekonomi. Maksud dari pembebasab dari ketergantungan ekonomi disini bukan berarti ekonomi islam harus eksklutif dan tidak memiliki hubungan dengan perekonomian yang lain, karena sulitnya merealisasikan kecukupan interinsip dari segala kebutuhan. Sebab seluruh Negara dunia, sebagiannya membutuhkan sebagian yang lain. Pembebasan disini dengan arti bahwa Negara islam harus mengandalkan diri sendiri dan memproduksinya sendiri, atau dengan mengembangkan pemasukannya dari jalan pengeluarannya yang tidak dibutuhkan orang lain, sehingga ekonomi kuat yang menjadi terbebas dari intervensi orang lain dan dari segla bentuk ketundukan.
Taqarrub kepada Allah SWT. Tidak diragukan lagi, bahwa produsen muslim akan meraih pahala dari sisi Allah SWT disebabkan aktifitas produksinya, baik dia bertujuan untuk meraih keuntungan, merealisasikan kemapanan, melindungi harta dan mengembangkannya atau tujuan-tujuan yang lain, selama dia menjadikan aktifitasnya tersebut sebagai sarana pertolongan dalam menaati Allah SWT dan merealisasikan pengabdian yang sempurna kepada Allah SWT.
3. Unsur-Unsur Produksi
Penentuan unsure-unsur produksi merupakan tema penting dalam ekonomi karena dengannya akan diketahui unsur yang memiliki saham dalam proses produksi dan perolehan bagian dari hasil produksi. Atas dasar inilah, maka dibuat sistem pembagian pemasukan antara orang-orang yang turut serta dalam produksi.
Dapat kita ketehui bahwa unsure produksi dalam fikih ekonomi terdiri dari empat unsure, yaitu: pekerjaan, manejemen, tanah, dan modal. Berikut ini rincian tentang empat unsur produksi tersebut :
a. Pekerjaan
pekerjaan dalam kajian okonomi disebut sebagai salah satu unsur produksi, yang tercermin dalam tenaga fisik dan pemikiran yang dilakukan seseorang untuk kegian produkasi.[3]
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatan bahwa makna pekerjaan menjadi luas sesuai keluasan makna produksu, dan sebaliknya. Bekerja merupakan salah satu unsure produksi tertentu, dan sangat dibutuhkan segala bentuk aktivitas produksi. Spesialisasi dan pembagian kerja merupakan rambu-rambu kehidupan kontemporer yang paling menonjol. Sebab, spesialisasi merupakan cara untuk meningkatkan produktivitas kerja dan unsu-unsur produksi lainnya, yang akan berdampak pada pertumbuhan yang menyeluruh bagi umat, dan memperbaiki tingkan kehidupan.
b. Manejemen
unsur manajemen tercermin dalam jasa pengaturan yang dilakukan “manajer” untuk lajunya proses produksi. Diantara contoh jasa tersebut adalah penentuan bentuk usaha yang sesuai perundang-undangan dan lokasinya, penentuan bentuk produk dan sifat-sifatnya, penyewaan alat-alat produksi dan pemaduannya, memilih jenis produksi yang sesuai, persiapaan system ekonomi terhadap usaha, pengawasan pelaksanaannya dan penilaian hasil-hasilnya. Secara umum, manajer adalah orang yang mengambil ketetapan-ketetapan yang berkaitan dengan kegiatan produksi dan penanggungan resiko.
Meskipun para ekonom sepakat dalam mengakui produktifitas unsure manajemen, namun mereka tidak sepakat dalam menilainya sebagai unsure yang mandiri dari unsure produksi yang lain, khususnya dengan perkembangan proses produksi, munculnya perusahaan-perusahaan saham yang diatur oleh majelis direksi, dan organisasi-organisasi pemilik saham yamg berdampak pada kesulitan penentuan manajer.
Dalam fiqih ekonomi dampak jelas kemandirian unsure manajemen dari pekerjaan upahan. Hal ini dapat diketahui dengan jelas pada saat mengenali unsur-unsur produksi bagi ketiga bentuk aktifitas produksi, yaitu: wakaf, mudhabarah adalah bila sesorang menyerahkan harta kepada orang lain untuk dikelolanya, dan keuntungan dibagi diantara keduanya sesuai kesepakatan berdua, dan muzara’ah adalah menyerahkan lahan tanah kepada orang yang akan menanaminya dan mengelolanya dengan bagian yang maklum dari hasil tanaman.
c. Sumber Daya Bumi (SDB)
Sumber daya bumi adalah mencakup segala hal yang terdapat di atas atau dalam perut bumi yang diciptaka Allah SWT untuk manusia agar dikelolanya untuk menjadi sumber ekonomi yang dipergunakannya dalam memperproduksi barang dan jasa yang memenuhi segala kebutuhannya. Diantara contoh sumber tersebut adalah: tanah, air, ikan, hutan, hewan, barang-barang tambang, matahari, udara, dan lain-lain. Dimana sumber-sumber tersebut memiliki nilai tinggi karena merupakan sumber-sumber kekayaan yang dapat dipergunakan manusia dalam menghasilkan apa yang dibutuhkannya tentang barang dan jasa.
d. Modal
Modal terbagi menjadi dua yaitu: modal barang dan modal uang. Yang dimaksud modal barang adalah modal material yang berfungsi menambahkan produksi ketika dipergunakan dalam proses produksi. Sedangkan modal uang adalah sejumlah uang yang dipergunakan dalam pembiayaan proses produksi. Dan, modal uang tidak dinilai sebagai salah satu unsur produksi jika tidak dipergunakan dalam proses produksi untuk mendpatkan modal barang.
4. Bidang-Bidang Produksi
Ekonomi islam mengakui produktifitas seluruh kegiatan perekonomian yang legal (sesuai syari’ah), baik produk barang maupun produk jasa. Sesungguhnya dengan memperhatikan fiqih ekonomi semakin mengokohkan perhatian ekonomi islam terhadap semua bidang kegiatan ekonomi dan tidak mengabaikan kegiatan ekonomi yang manapun atau menilainya sebagai kegiatan yang hampa.
Dalam pemaparan fiqih ekonomi produksi disebutkan empat pokok bahasan yaitu:
Bidang pertanian, sesungguhnya pertanian memiliki urgensi yang besar dalam kehidupan karena dia merupakan sumber makanan manusia dan sumber banyak bahan nabati dan hewani yang masuk dalam aneka industri. Pertanian memiliki peranan dalam pembentukan pemasukan umat dan kekayaannya serta memperkerjakan jumlah besar tenaga kerja dari rakyat tenaga islam.
Bidang jasa pelayanan, di antara jasa pelayanan yang mendapatkan perhatian besar dalam fiqih ekonomi adalah kegiatan perdagangan. Demikian juga pelayanan pemerintah dalam bidang pendidikan dan bidang kesehatan. Islam memberlakukan pengembangan harta dengan system barter dagang, karena kebutuhab manusia sangatlah menonjol. Produsen akan mengalami kendala dalam pemindahan, penyimpanan, dan pendistribusian barang-barang produksinya kepada konsumen. Sebab produsen tidak akan bisa melakukan semua perbuatan tersebut denga sendirinya, yang akan berdampak pada kendala proses produksi yang mendasar, sehingga konsumen terhalang dari barang-barang tersebut.
Bidang industri, dulu indistri masih terbatas sekali, dan hanya terbatas mengandalkan keterampilan tangan yang dilakukan oleh industri alam dengan pengalaman dan latihan. Dan ketika islam datang, bentuk kegiatan industri berkembang secara bertahap. Sesungguhnya ekonomi islam memperhatikan semua aktifitas perekonomian sejak pertama kali dan tidsk menjauhkan sesuatu pun kegiatan. Sebab yang menunjukkan pengutamaan sebagian kegiatan atas sebagian yang lain merupakan tolak ukur yang haqiqi dan penilaian yang sesuai syari’ah. Diantara bentuk-bentuk kegiatan ekonomi semata-mata berdasarkan pada dua penilaian yang asasi, yaitu: Halal dan kemanfaatan umum.
==============
[1] DR. Muhammad Abdul Mun’im ‘Afar dan DR. Muhammad bin Sa’id bin Naji Al-Ghamidi, Ushul Al- Iqtishad Al-Islami, Hal.59-60.
[2] DR. Labib Syuqoir, Tarikh Al-Fikri Al-Iqtishadi, hal.110-161.
[3] DR.Husen Umar, Mausu’ah Al-Mushthalahat, hlm. 167, DR. ‘Azmi Rajab, Al-Iqtishad As-Siyasi, hlm. 174.
4. http://nitanurrachmawatiatmasari.blogspot.com/2011/01/sistem-prosuksi-ekonomi-islam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar