Filsafat Bulan Cuci Ramadhan

Filsafat Bulan Cuci Ramadhan | Grupsyariah (GS)

Marhaban barasal dari kata rahb yang berarti luas atau lapang. Marhaban menggambarkan suasana penerimaan tamu yang disambut dan diterima dengan lapang dada, dan penuh kegembiraan. Marhaban ya Romadhon (selamat datang Romadhon), mengandung arti bahwa kita menyambut bulan Romadhon dengan lapang dada, penuh kegembiraan,
tidak dengan menggerutu.

Rosululloh SAW, sendiri senantiasa menyambut gembira setiap datangnya Romadhon. Dan berita gembira itu disampaikan pula kepada para shohabatnya seraya bersabda:

"Sungguh telah datang kepadamu bulan Romadhon, bulan yang penuh keberkatan. Alloh Ta’ala telah menetapkan kewajiban atas kamu puasanya. Di dalam bulan Romadhon dibuka segala pintu surga dan dikunci segala pintu neraka dan dibelenggu seluruh setan. Padanya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan (lailatul qodr). Barangsiapa tidak diberikan kepadanya kebaikan malam itu maka sesungguhnya dia telahl dijauhkan dari kebajikan" (Imam Ahmad).

Marhaban ya Romadhon, kita ucapkan untuk bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Alloh Ta’ala.

Perjalanan menuju Alloh Ta’ala itu dilukiskan oleh para ulama salaf sebagai perjalanan yang banyak ujian dan tantangan. Ada gunung yang harus ditelusuri, itulah nafsu.

Digunung itu ada lereng yang curam, belukar yang hebat, bahkan banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu, agar perjalanan tidak dilanjutkan. Bertambah tinggi gunung didaki, bertambah hebat ancaman dan rayuan, semakin curam dan ganas pula perjalanan. Tetapi, bila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat yang indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga. Dan bila perjalanan dilanjutkan akan ditemukan kendaraan Arrahman untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasihnya.

Untuk sampai pada tujuan tentu dibutuhkan bekal yang cukup. Bekal itu adalah benih-benih kebajikan yang harus kita tabur dilahan jiwa kita. Tekad yang keras dan membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Romadhon dengan sholat dan tadarrus, serta siangnya dengan ibadah kepada Alloh Ta’ala melalui pengabdian untuk agama.

SPIRITUALISME DAN MATERIALISME.

Puasa Romadhon hakekatnya adalah melatih dan mengajari naluri (instink) manusia yang cenderung tak terkontrol. Naluri yang sulit terkotrol dan terkendali itu adalah naluri perut yang selalu menuntut untuk makan dan minum dan naluri seks yang selalu bergelora sehingga manusia kewalahan untuk mengekang dua naluri ini.

Dalam sejarah manusia didapatkan dua falsafah yang dapat menguasai dan mendominasi kebanyakan manusia, yakni falsafah materialisme yang berorientsi pada materi saja, dan falsafah spiritualisme yang hanya berorientasi pada rohaniah saja.

Orang-orang yang berorientasi materi - terdiri dari orang-orang atheis, komunis dan animisme dan berhalaisme - mereka hidup untuk dunianya saja. Mereka melepaskan kendali nalurinya dan tak pernah puas. Bila terpenuhi satu keinginannya, timbul keinginan baru begitu seterusnya. Sahwat manusia bila sudah terbakar maka akan merembet dari sedikit ke yang banyak, dari banyak ke yang terbanyak.

Alloh mengecam orang-orang seperti ini, Maksud firman Alloh Ta’ala:

"Biarkanlah mereka makan, dan bersenang-senang, mereka dilalaikan oleh angan-angan dan mereka akan mengetahui akibatnya".(Al Hijr 3).

Ayat lain: "Orang-orang kafir mereka bersenang-senang dan makan seperti binatang ternak makan. Dan neraka adalah tempat tinggalnya".(Muhammad : 12)

Mereka hidup di dunia ini dalam keadaan kosong. Jiwanya dikuasai nafsunya, menghalalkan segala cara, dan dihari kiamat nanati mereka mendapat balasan yang setimpal. "Demikian itu bersenang-senang di bumi tanpa haq dan mereka sombong".(Ghofir : 75). Sementara filsafah spiritualisme yang didasarkan pada kerahiban, berpandangan bahwa pengabdian kepada Sang Pencipta harus menekan naluri seks mengikis habis pendorong-pendorongnya dan mematikannya yang juga dibarengi dengan mengurangi makan. Dengan kata lain mereka masuk dalam kancah peperangan melawan jasad manusiawinya. Filsafah ini dilakukan oleh gereja sejak dahulu kala.

Orang-orang Barat dewasaa ini melepaskan diri dari filsafat gereja, mereka menggunakan waktu dan harta kekayaannya untuk memenuhi sahwat jasmaninya. Filsafat spiritualismenya telah lenyap, bahkan gereja-gereja sudah tiada lagi pengunjungnya walaupun pada hari Minggu. Seandainya masih ada, itu hanya sekelompok minoritas yang hidup di dunia Islam.

Agama Islam adalah agama yang seimbang. Ia menghormati rohani dan jasmani sekaligus, ia memperhatikan nilai-nilai ideal manusia, tapi juga menjamin kebutuhan hidup naluri duniawinya asal dalam lingkup keutamaan, ketaatan, kehormatan.

Ia membolehkan manusia makan dengan catatan dalam batas kewajaran dan kehormatan. "Makanlah dan minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa berlebih-lebihan dan tidak dibarengi kesombongan".(Bukhory)

Islam menyeimbangkan antara rohani dan jasmani. "Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari lapar, karena sesungguhnya seburuk-buruk tidur adalah dalam keadaan lapar. Dan aku berlindung kepadamu dari khianat, karena itu adalah seburuk-buruk suasana kejiwaan". (HR Abu Daud).

Islam memperhatikan kehidupan dunia dan akhirat, "Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertaqwa: Apa yang Tuhan kalian turunkan? mereka berkata: “Keberuntungan bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini dan akherat lebih baik, dan sebaik tempat bagi orang-orang yang bertaqwa".(Annahl : 30).

Ajaran Islam datang untuk mensucikan manusia, mengangkat derajatnya, ia mensucikan fisiknya dengan mandi dan berwudlu, mensucikan jiwanya denga ruku' dan sujud. Islam adalah jasmani dan rohani, dunia dan akhirat dengan filsafah puasa. Islam menegaskan bahwa manusia terdiri dari jasmani dan rohani.

Nilai manusia tidak terletak pada jasadnya, akan tetapi terletak pada rohani yang menggerakkannya. Kerena rohani inilah, Alloh Ta’ala memerintahkan pada malaikatnya untuk meberi penghormatan kepada manusia, karena rohani datangnya dari Alloh Ta’ala.

Maksud Firman Allah:

"Ingatlah diwaktu Tuhanmu berkata kepada para malaiakat: "Aku menciptakan manusia dari tanah, dan setelah aku sempurnakan aku tiupkan kedalamnya ruh-Ku, maka hormatlah kalian kepadanya". (Shod : 71-72).

Setelah itu manusia ada yang mengenali siapa yang meniupkan roh kapadamnya dan yang memulyakannya atas seluruh makhluknya.

Mereka itu akan bersyukkur kepada pemberi nikmat, sementara ada manusia-manusia yang melupakan Tuhannya, melupakan kepada dzat yang meniupkan roh kepadanya.

Demikian juga halnya kebudayaan. Kebudayaan yang memegang kendali alam sekarang ini telah melupakan Tuhannya, melalaikan haknya. Dunia ini tidak memiliki kebudayaan yang mengakui rohani dan jasmani, berorientasi dunia dan akhirat dan menentukan hak-hak manusia disamping hak-hak Alloh Ta’ala - kebudayaan Islam.

Puasa Romadhon sebagaimana Rosululloh SAW, jelaskan dapat mengangkat derajat pelakunya menjadi unsur rahmat, kedamaian, ketenangan, kesucian jiwa, akhlaq mulia dan perilaku yang indah ditengah-tengah masyarakat. "Bila salah seorang dari kalian berpuasa maka hendaknya ia tidak berbicara buruk dan aib. dan jangan berbicara yang tiada manfaatnya dan bila dimaki seseorang maka berkatalah, 'Aku berpuasa' ". (Bukhory).

Dalam bulan Romadhon terdapat filsafah Islam yang mengaitkan dunia dengan akhirat, mengaitkan jasmani dan ruhani, mengaitkan bumi dengan langit, mengaitkan manusia dengan wahyu, dan mengaitkan dunia dengan kitab yang menerangi jalannya dan menetukan tujuannya.

KHUTBAH NABI MUHAMMAD MENYAMBUT ROMADHON

Maksud Hadits:

"Wahai manusia, sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkahan, yaitu bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan (lailatul qod’r) bulan yang Alloh telah menjadikan puasanya suatu fardhu, dan qiyam di malam harinya suatu tathowwu'."

"Barangsiapa mendekatkan diri kepada Alloh dengan suatu pekerjaan kebajikan di dalamnya, samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di dalam bulan yang lain."

"Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu adalah pahalanya surga. Romadhon itu adalah bulan memberi pertolongan (syahrul muwasah) dan bulan Alloh memberikan rizqi kepada mu’min di dalamnya."

"Barangsiapa memberikan makanan berbuka seseorang yang berpuasa, yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun berkurang."

Para shohabat berkata, "Ya Rosululloh, tidaklah semua kami memiliki makanan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah saw, "Alloh memberikan pahala kepada orang yang memberi sebutir kurma, atau seteguk air, atau sehirup susu."

"Dialah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari neraka. Barangsiapa meringankan beban dari budak sahaya niscaya Alloh mengampuni dosanya dan memerdekakannya dari neraka."

"Oleh karena itu banyakkanlah yang empat perkara di bulan Romadhon, dua perkara untuk mendatangkan keridho’an Tuhanmu, dan dua perkara lagi kamu sangat menghajatinya."

"Dua perkara yang pertama ialah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan selain Alloh dan mohon ampun kepada-Nya. Dua perkara yang kamu sangat membutuhkannya ialah mohon surga dan perlindungan dari neraka."

"Barangsiapa memberi minum kepada orang yang berbuka puasa, niscaya Alloh memberi minum kepadanya dari air kolam-Ku dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya, sehingga dia masuk ke dalam surga." (Ibnu Huzaimah).
Sumber : http://aliyyah99.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar