Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Abduh

Dalam memberdayakan pendidikan Islam, Muhammad Abduh menetapkan tujuan pendidikan Islam yang dirumuskannya yakni; mendidik akal dan jiwa serta menyampaikannya kepada batas-batas kemungkinan seseorang dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.17 Dari rumusan tujuan pendidikan tersebut, dapat dipahami bahwa yang ingin dicapai oleh Muhammad Abduh adalah tujuan yang mencakup aspek kognitif (akal) dan aspek afektif (spritual).

Jadi adanya keseimbangan antara akal dan spritual. Pendidikan akal ditujukan sebagai alat untuk menanamkan kebiasaan berfikir dan dapat membedakan yang baik dan yang buruk; antara membawa kemaslahatan dan kemudaratan. Dengan hal ini, Muhammad Abduh berharap kemandekan berfikir yang melanda umat Islam pada saat itu dapat terkikis. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan di atas, maka Abduh membentuk seperangkat kurikulum sejak dari tingkat dasar sampai tingkat atas.

Tingkat Sekolah Dasar

Abduh beranggapan bahwa dasar pembentukan jiwa agama hendaknya dimulai dari usia dini, yakni masa kanak-kanak. Oleh sebab itu, mata pelajaran agama dijadikan sebagai inti semua mata pelajaran. Pandangan ini mengacu pada anggapan bahwa ajaran agama Islam merupakan dasar pembentukan jiwa dan pribadi muslim. kepribadian muslim, manusia, khususnya rakyat Mesir pada waktu itu, akan memiliki jiwa kebersamaan dan nasionalisme untuk dapat membangkitkan sikap hidup yang lebih baik, sekaligus dapat meraih kemajuan.

2. Tingkat Atas

Dalam hal ini, upaya yang dilakukan Abduh adalah dengan mendirikan sekolah menengah pemerintah untuk menghasilkan ahli dalam pelbagai lapangan, seperti administrasi, meliter, kesehatan, perindustrian, dll. Melalui lembaga pendidikan ini, Abduh merasa perlu memasukkan materi pelajaran agama, sejarah Islam, dan kebudayaan Islam. Di madrasah-madrasah yang berada dalam naungan Al-Azhar, Muhammad Abduh memasukkan pelajaran mantik, falsafah, dan tauhid. Sebelum itu, Al-Azhar menganggap pelajaran falsafah dan mantik adalah pelajaran yang haram diajarkan dan dipelajari. Sedangkan di rumahnya, ia mengajarkan buku Tahdzib al-Akhlak karya Ibnu Miskawaih, dan buku sejarah peradaban Eropa yang telah diterjemahkan dalam bahasa Arab, dengan judul at-Tuhfat al-Adabiyah fi Tarikh Tamaddun al-Mamalik al-Arabiah.

Universitas Al-Azhar

Kurikulum perguruan tinggi di Al-Azhar disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pada saat itu. Dalam hal ini, Abduh memasukkan mata kuliah ilmu filsafat, ilmu logika, dan ilmu pengetahuan modern ke dalam kurikulum Al-Azhar. Hal ini dilakukannya agar output Al-Azhar dapat menjadi ulama modern, yang sesuai dengan zaman dan kondisi mereka hidup. Di Al-Azhar, dalam melakukan perubahan ini, Muhammad Abduh merasa sendirian, tidak ada orang yang sudi membatunya untuk menerapkan perubahan ini. Namun bagi Abduh, ia hanya berusaha, soal diterima atau tidak itu urusan lain. Ia pernah berucap, "Aku sudah memberikan bibit yang baik untuk Al-Azhar, kalau ia tumbuh, berbuah, dan dapat dinikmati oleh akal dan spirit, maka Al-Azhar akan kekal dengan corak yang baru. Tetapi, kalau tidak demikian, maka Al-Azhar hanya bisa menunggu keputusan akhir dari Allah SWT.

Soal metode yang digagas oleh Muhammad Abduh dalam pembalajaran adalah metode diskusi. Walaupun ia tidak menjelaskan hal ini dengan jelas, namun dari praktik yang ia lakukan menjurus pada metode diskusi. Apalagi, ia mengkritik keras praktik metode pembelajaran hafalan tanpa pengertian yang dalam, sebagaimana yang kerap dipraktikkan pada saat itu. Ia menekankan pentingnya pemberian pengertian dalam setiap pelajaran yang diberikan. Ia memperingatkan para pendidik untuk tidak mengajar murid dengan metode menghafal, karena metode demikian hanya akan merusak daya nalar, seperti yang dialaminya ketika belajar di sekolah formasi di Masjid Ahmadi di Thanta.

Diantara konsentrasi pembaharuan pendidikan Muhammad Abduh juga adalah tentang pendidikan perempuan. Menurutnya, perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam menerima layanan pendidikan. Dalam mengangkat harkat martabat perempuan, munurunya ada beberapa hal yang harus diperjuangkan: pembelajaran buat perempuan; mempersempit talak; dan pelarangan poligami. Semua pemikiran Muhammad Abduh tentang perempuan tertuang dan dikembangkan dalam Tahrir al-Mar'ah karya muridnya, Qosim Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar