BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat disebabkan oleh dua faktor saja, yaitu faktor interen antara lain pertambahan penduduk atau berkurangnya penduduk; penemuan-penemuan
baru; pertentangan (konflik); atau juga karena terjadinya suatu revolusi. Sedangkan ekstern meliputi sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik, pengaruh kebudayaan masyarakat lain, peperangan dan sebagainya. Hal-hal yang mempermudah atau memperlancar terjadinya perubahan sosial antara lain adalah apabila suatu masyarakat sering mengadakan kontak dengan masyarakat-masyarakat lain, sistim lapisan sosial yang terbuka, penduduk yang heterogen maupun ketidak puasan masyarakat terhadap kehidupan tertentu dan lain sebagainya. Sedangan faktor-faktor yang memperlambat terjadinya perubahan sosial antara lain sikap masyarakat yang mengagung-agungkan masa lampau (teradisionalisme), adanya kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat (vested-interest), prasangka terhadap hal-hal yang baru atau asing dan sebagainya.
Sebaliknya dalam perubahan hukum (terutama yang tertulis) pada umumnya dikenal adanya tiga badan yang dapat mengubah hukum, yaitu badan-badan pembentuk hukum, badan-badan penegak hukum, dan badan-badang pelaksana hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah teori tentang hukum dan perubahan social
2. Bagaimanakah hubungan perubahan social dan hukum
BAB II
HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL
A. Beberapa Teori Tentang Hukum Dan Perubahan Sosial
1. Max Weber
Ia mengatakan bahwa “perkembangan hukum materil dan hukum acara, mengikuti tahap-tahap perkembangan tertentu, mulai dari bentuk sederhana yang didasarkan pada kharisma sampai pada tahap termaju dimana hukum disusun secara sistimatis, serta dijalankan oleh orang-orang yang telah mendapatkan pendidikan dan latihan-latihan dibidang hukum”. Tahap-tahap perkembangan hukum ini oleh Max Weber lebih banyak merupakan bentuk-bentuk yang dicita-citakan dan menonjolkan kekuatan-kekuatan sosial manakah yang berpengaruh dalam pembentukan hukum pada tahap-tahap yang bersangkutan. Hal yang sama juga ditafsirkan terhadap teorinya tentang nilai-nilai ideal dari sistem hukum, yaitu rasional dan irrasional.
2. Emile Durkheim
Pada pokoknya teori dari Durkheim ini menyatakan hukum merupakan refleksi dari pada solidaritas sosial dalam masyarakat. Menurutnya didalam masyarakat terdapat dua macam solidaritas, yaitu yang bersifat mekanis (mechanical solidarity), dan yang bersifat organis (organic solidarity). Solidaritas yang mekanis terdapat pada masyarakat-masyarakat yang sederhana dan homogen, dimana ikatan pada warganya didasarkan pada hubungan-hubungan pribadi serta tujuan yang sama. Sedangkan solidaritas yang organis terdapat pada masyarakat-masyarakat yang heterogen dimana terdapat pembagian kerja yang kompleks.
Akan tetapi teori dari Durkheim agak sulit untuk dibuktikan. Richard Schartz dan James C. Miller dalam suatu penelitian ternyata bertentangan dengan teori Durkheim tentang perkembangan dari hukum represif ke hukum restitutif. Namun demikian bukanlah berarti bahwa teorinya sama sekali tidak berguna, karena ada hal-hal tertentu yang berguna untuk menelaah sistim-sistim hukum dewasa ini, misalnya apa yang dikemukakannya tentang hukum yang bersifat represif berguna untuk memahami pentingnya hukuman.
3. Sir Henry Maine
Ia mengatakan bahwa perkembangan hukum dari status ke kontrak adalah sesuai dengan perkembangan dari masyarakat yang sederhana dan homogen ke masyarakat yang telah kompleks susunannya dan bersifat heterogen dimana hubungan antara manusia lebih ditekankan pada unsur pamrih.
Selanjutnya Maine menekankan bahwa didalam melakukan tindakan-tindakan hukum ditentukan oleh kedudukan (khususnya pada para ibu dan anak-anak didalam keluarga). Sedangkan pada masyarakat-masyarakat yang sudah kompleks, seseorang mempunyai beberapa kebebasan tertentu. Yang kemudian mengikatnya adalah ketentuan-ketentuan di dalam kontrak tersebut.
4. Pitirin Sorokin
Teori yang dikemukakan oleh Sorokin adalah teori tentang perkembangan hukum dan gejala-gejala sosial lainnya yang disesuaikannya dengan tahapan-tahapan tertentu yang dilalui oleh masyarakat. Masyarakat berkembang sesuai dengan nilai-nilai tertentu yang sedang menonjol di dalam masyarakat yang bersangkutan. Nilai-nilai tersebut adalah ideational (yaitu kebenaran absolut sebagaimana diwahyukan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa), sensate (yaitu nilai-nilai yang didasarkan pada pengalaman) dan yang idealistic (yang merupakan kategori campuran) hukum dan gejala-gejala sosial lainnya terbentuk sesuai dengan bentuk nilai-nilai yang sedang berlaku didalam masyarakat.
Teori lainnya yang menyangkut kebudayaan dikemukakan oleh banyak antropolog dan sosiolog, yang menyatakan bahwa proses pembaruan (=perubahan) terjadi apabila dua kebudayaan atau lebih berhubungan. Akan tetapi teori tersebut kurang memuaskan oleh karena dewasa ini memungkinkan adanya hubungan atau kontak yang tetap antara dua kebudayaan atau lebih, atau konflik antara kebudayaan-kebudayaan tersebut.
Selain dari pada teori tersebut di atas ada pula teori gerakan sosial yang menyatakan bahwa adanya ketidakpuasan terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu menimbulkan keadaan yang tidak tenteram yang menyebabkan terjadinya gerakan-gerakan untuk mengadakan perubahan-perubahan, yang seringkali perubahan-perubahan terebut adalah terwujudnya suatu hukum baru. Namun teori tersebut tidak berhasil mengemukakan faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya ketidakpuasan dan bagaimana selanjutnya hukum dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan lebih lanjut.
Teori lainnya lagi yang menghubungkan hukum dengan perubahan-perubahan sosial adalah pendapat Hazairin tentang hukum adat. Dikatakannya bahwa baik secara langsung maupun tidak langsung seluruh lapangan hukum mempunyai hubungan dengan kesusilaan (khususnya dalam hukum adat) yang akhirnya meningkat menjadi hubungan tara hukum dengan adat. Adat merupakan resapan (endapan) kesusilaan di dalam masyarakat, yaitu bahwa kaidah-kaidah adat merupakan kaidah-kaidah kesusilaan yang sebenarnya telah mendapat pengakuan secara umum dalam masyarakat tertentu.
B. Hubungan Antara Perubahan-perubahan Sosial dengan Hukum
Perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan hukum atau sebaliknya tidak selalu berlangsung bersama-sama. Dan jika hal semacam ini terjadi maka terjadilah suatu “social lag” yaitu suatu keadaan dimana terjadi ketidak seimbangan dalam perkembangan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mengakibatkan terjadinya kepincangan-kepincangan.
Tertinggalnya perkembangan hukum oleh unsur-unsur sosialnya atau sebaliknya, terjadi oleh karena pada hakekatnya merupakan suatu gejala wajar didalam masyarakat bahwa terjadi perbedaan antara pola-pola perilakuan yang diharapkan oleh kaidah-kaidah sosial lainnya. Hal ini terjadi oleh karena hukum pada hakekatnya disusun atau disahkan oleh bagian kecil dari masyarakat yang pada suatu ketika mempunyai kekuasaan dan wewenang. Tertinggalnya hukum pada bidang-bidang lainnya baru terjadi apabila hukum tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada suatu ketika tertentu. Suatu contoh dari adanya lag dari hukum terhadap bidang-bidang lainnya adalah hukum perdata (barat) yang sekarang berlaku di Indonesia.
Tertinggalnya hukum oleh perkembangan bidang-bidang lainnya seringkali menimbulkan hambatan-hambatan terhadap bidang-bidang tersebut. Misalnya dalam KUHP (psl 534) tentang pelanggaran kesusilaan dapat menghambat pelaksanaan-pelaksanaan program Keluarga Berencana di Indonesia. Selain itu, tertinggalnya kaidah-kaidah hukum juga dapat mengakibatkan terjadinya anomie, yaitu suau keadaan yang kacau, oleh karena tidak ada pegangan bagi para warga masyarakat untuk mengukur kegiatannya. Misalnya saja tidak ada hukum perkawinan yang mengatur hubungan perkawinan antara dua orang yang berbeda kewarganegaraan.
Sebaliknya pengaruh hukum terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya adalah sangat luar biasa, misalnya hukum waris. Hukum mempunyai pengaruh yang tidak langsung dalam mendorong terjadinya perubahan-perubahan sosial dengan membentuk lembaga-lembaga kemasyarakatan tertentu yang berpengaruh langsung terhadap masyarakat. Dan apabila hukum membentuk atau mengubah basic institutions dalam masyarakat, maka terjadi pengaruh yang langsung.
C. Hukum sebagai Alat untuk Mengubah Masyarakat
Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat di sini adalah dalam arti bahwa hukum mungkin dipergunakan sebagai suatu alat oleh agent of change (pelopor perubahan). Yang dimaksud dengan agent of change ini adalah seorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Untuk mempengaruhi masyarakat dalam mengubah sistim sosial, teratur dan direncanakan terlebih dahulu yang dinamakan dengan social engineering atau social planning.
Perubahan-perubahan yang direncanakan dan dikehendaki oleh warga masyarakat sebagai pelopornya merupakan tindakan-tindakan yang penting dan mempunyai dasar hukum yang sah. Akan tetapi hasil yang positif tergantung pada kemampuan pelopor perubahan untuk membatasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya disorganisasi sebagai akibat dari perubahan yang terjadi untuk memudahkan proses reorganisasi. Kemampuan membatasi terjadinya reorganisasi tergantung pada suksesnya proses pelembagaan dari unsur-unsur baru yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut. berhasil tidaknya proses pelembagaan tersebut mengikuti formula Proses pelembagaan Efektifitas menanam adalah hasil yang positif dari penggunaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi dan metode untuk menanamkan lembaga baru di dalam masyarakat. Kekuatan menentang dari masyarakat itu mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kemungkinan berhasilnya proses pelembagaan. Kekuatan menentang dari masyarakat mungkin timbul karena pelbagai faktor, antara lain:
1) mereka, yaitu bagian terbesar dari masyarakat tidak mengerti akan kegunaan akan unsur-unsur baru tersebut.
2) perubahan itu sendiri, bertentangan dengan kaidah-kaidah yang ada dan berlaku.
3) Para warga masyarakat yang kepentingan-kepentingannya tertanam dengan kuatnya cukup berkuasa untuk menolak suatu proses pembaharuan.
4) Risiko yang ditimbulkan sebagai akibat dari perubahan ternyata lebih berat dari mempertahankan ketentraman sosial yang ada sebelum terjadinya perubahan.
5) Masyarakat tidak mengakui adanya wewenang dan kewibawaan para pelopor perubahan.
Faktor yang ketiga adalah faktor kecepatan menanam yaitu suatu faktor hasil dari pengaruh positif dan negatif, di artikan bahwa panjang atau pendeknya jangka waktu dimana usaha menanam itu dilakukan dan diharapkan membawa hasil. Semakin tergesa-gesa orang berusaha menanam dan semakin cepat orang mengharapkan hasilnya, semakin tipis efek proses pelebagaan di dalam masyarakat
BAB III
KESIMPULAN
1. Beberapa Teori Tentang Hukum Dan Perubahan Sosial
a. Max Weber: perkembangan hukum materil dan hukum acara, mengikuti tahap-tahap perkembangan tertentu, mulai dari bentuk sederhana yang didasarkan pada kharisma sampai pada tahap termaju dimana hukum disusun secara sistimatis, serta dijalankan oleh orang-orang yang telah mendapatkan pendidikan dan latihan-latihan dibidang hukum”
b. Emile Durkheim: hukum merupakan refleksi dari pada solidaritas sosial dalam masyarakat.
c. Sir Henry Maine: perkembangan hukum dari status ke kontrak adalah sesuai dengan perkembangan dari masyarakat yang sederhana dan homogen ke masyarakat yang telah kompleks susunannya dan bersifat heterogen dimana hubungan antara manusia lebih ditekankan pada unsur pamrih.
d. Pitirin Sorokin: Masyarakat berkembang sesuai dengan nilai-nilai tertentu yang sedang menonjol di dalam masyarakat yang bersangkutan.
2. Hukum mempunyai pengaruh tidak langsung dalam mendorong terjadinya perubahan sosial dengan membentuk lembaga-lembaga kemasyarakatan tertentu. Apabila hukum membentuk atau mengubah basic institutions dalam masyarakat, maka terjadi pengaruh yang langsung
DAFTAR PUSTAKA
www.santoslolowang.com 25-04-2011
http://www.santoslolowang.com/hukum/hukum-dan-perubahan-sosial/ 27-04-2011
http://mjrsusi.wordpress.com/2007/12/14/hukum-dan-perubahan-sosial/27-04-2011
http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_5._perubahan_sosial_dalam_masyarakat. 27-04-2011.
Steven Lukes: Emile Durkheim: His Life and Work, a Historical and Critical Study. Stanford University Press, 1985.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar