BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kampung Naga yang terletak di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya menjadi salah kampung yang unik dan sering disinggahi oleh para wisatawan dalam maupun luar negeri. Hal ini membuat para warga Kampung Naga beralternatif untuk membuat kawasan Kampung Naga menjadi salah satu obyek wisata Kabupaten Tasikmalaya. Dengan inisiatif dari kuncen Kampung Naga, maka jadilah Kampung Naga sebagai obyek wisata yang sering disinggahi oleh para wisatawan dari luar ataupun dalam negeri sebagai. Kampung Naga sering dijadikan tempat untuk berwisata ataupun tempat untuk penelitian.
Dengan adanya wisata Kampung Naga membuat sendi-sendi kehidupan baru bagi warga Kampung Naga. Terbukanya lapangan pekerjaan baru sebagai dampak adanya obyek wisata Kampung Naga sangat menarik untuk diteliti. Dan juga bagaimana wisata Kampung Naga dapat berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga warga Kampung Naga.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pekerjaan sebagai pemandu wisata dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga warga Kampung Naga ?
Peranan pemandu wisata sebagai lapangan pekerjaan alternatif bagi masyarakat Kampung Naga ?
1.3 Tujuan Penelitian
Gambaran kampong Naga di Desa Neglasari kecamatan Salawu kabupaten Tasikmalaya.
Mengetahui peran pemandu wisata untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga masyarakat kampung Naga.
Mengetahui peranan pemandu wisata sebagai lapangan pekerjaan alternatif bagi masyarakat kampung Naga.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari segi akademis, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi dan bahan acuan untuk melakukan penelitian-penelitian terkait yang akan dilaksanakan.
Dari segi sosial, dapat memperoleh penjelasan mengenai peranan pemandu wisata sebagai lapangan pekerjaan alternatif bagi masyarakat Kampung Naga dan sejauh mana pekerjaan sebagai Pemandu Wisata dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga masyarakat Kampung Naga.
Dari segi praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan suatu kebijakan yang tepat bagi masyarakat pedesaan.
1.5 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:
Pengamatan langsung
Wawancara responden dan informan.
Kami mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui pengamatan langsung dan wawacara mendalam dengan para informan dan responden. Para informan dan responden tersebut terdiri atas warga desa penelitian, tokoh masyarakat serta pejabat pemerintahan. Sementara itu, untuk data sekunder diperoleh melalui berbagai literatur serta catatan-catatan instansi terkait dan pihak-pihak lainnya yang dapat mendukung kelengkapan informasi yang dibutuhkan.
1.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data diperoleh melalui pengamatan secara langsung, dan hasil wawancara pada responden (petani Desa Gunung Malang) yang mengetahui seluk-beluk tentang wisata Kampung Naga. Informasi tambahan untuk melengkapi penelitian diperoleh melalui wawancara kepada informan yang dalam hal ini adalah salah satu tokoh Kampung Naga, yaitu Ketua RW Kampung Naga. Setelah itu data yang diperoleh akan kami analisis menggunakan metode pengolahan kualitatif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Kampung Naga
Awal penamaan dari kampung Naga yaitu berasal dari kata Nagawir, dimana dari kata gawir itu merupakan sebuah tebing atau hutan yang umumya berada di daerah tebing, sedangkan untuk awalan “na” hanya sebagai pelengkap. Kampung Naga terletak di Desa Neglasari kecamatan Salawu kabupaten Tasikmalaya. Kampung Naga merupakan perkampungan tradisional dengan luas areal kurang lebih 4 ha. Lokasi obyek wisata Kampung Naga terletak pada ruas jalan raya yang menghubungkan Tasikmalaya – Bandung melalui Garut, yaitu kurang lebih pada kilometer ke 30 ke arah Barat kota Tasikmalaya. Perbatasan dari timur 1,5 ha tepat di sungai Ciwulan, sedangkan dari utara dan selatan sekitar 2 ha tepatnya di area saluran. Di kampung Naga terdiri dari 113 bangunan hal tersebut dikarenakan luas arealnya yang terbatas sehingga tidak bisa membuat bangunan, oleh karena itu sekitar 90% penduduk asli kampung Naga pindah ke kota, akan tetapi setiap hari-hari besar mereka pulang ke kampungnya. Selain dari itu juga kampung Naga terdiri dari 110 tempat tinggal, 110 kepala keluarga, dan sebesar 314 jumlah penduduknya dari usia pada masa bayi sampai lanjut usia.
Bentuk permukaan tanah di Kampung Naga berupa perbukitan dengan produktivitas tanah bisa dikatakan subur. Luas tanah Kampung Naga yang ada seluas satu hektar setengah, sebagian besar digunakan untuk perumahan, pekarangan, kolam, dan selebihnya digunakan untuk pertanian sawah yang dipanen satu tahun dua kali. Mata pencaharian yang utama yang dilakukan masyarakat Kampung Naga adalah bertani, walaupun mereka bertani hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi (subsisten) dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kampung Naga dengan adanya lumbung padi (Leuit) yang harus diisi dari sumbangan padi tiap warga Kampung Naga . Di samping itu banyak juga yang beternak ikan dan kambing, ini pula dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Daya tarik obyek wisata Kampung Naga terletak pada kehidupan yang unik dari komunitas yang terletak di Kampung Naga tersebut. Kehidupan mereka dapat berbaur dengan masyrakat modern, beragama Islam, tetapi masih kuat memlihara Adat Istiadat leluhurnya. Seperti berbagai upacara adat, upacara hari-hari besar Islam misalnya Upacara bulan Mulud atau Alif dengan melaksanakan Pedaran (pembacaan Sejarah Nenek Moyang). Bentuk bangunan di Kampung Naga sama, baik rumah, mesjid, patemon (balai pertemuan) dan lumbung padi. Atapnya terbuat dari daun rumbia, daun kelapa, atau injuk sebagi penutup bumbungan. Dinding rumah dan bangunan lainnya, terbuat dari anyaman bambu (bilik). Sementara itu pintu bangunan terbuat dari serat rotan dan semua bangunan menghadap Utara atau Selatan. Selain itu tumpukan batu yang tersusun rapi dengan tata letak dan bahan alami merupakan ciri khas gara arsitektur dan ornamen Perkampungan Naga.
2.2 Peranan Pemandu Wisata sebagai Lapangan Pekerjaan Alternatif bagi Masyarakat Kampung Naga
Pada umumnya masyarakat di Kampung Naga mempunyai mata pencaharian utama di bidang pertanian sebagai petani. Adapun hasil dari bertani ini hanya mencukupi kebutuhan sehari-hari yang sering disebut dengan subsisten dan mereka menyimpannya di dalam lumbung padi rumah. Pada musim panen, masyarakat terlihat aksi gotong royong mulai dari memanen padi hingga memasukkannya ke dalam lumbung. Hasil panen yang dilakukan hanya dua kali dalam setahun, sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan. Maka, masyarakat Kampung Naga melakukan pekerjaan sambilan sebagai alternatif nafkah, antara lain sebagai pengrajin yang hasilnya dijual, penjual yang menjualkan barang dari masyarakat Kampung Naga atau menukar hasil kerajinan tersebut dengan barang dari raja pola, guide, dll.
Bahan baku kerajinan yang mampu dibuat oleh masyarakat di Kampung Naga berasal dari bambu karena jumlah bambu yang mudah didapat atau membeli dari warga yang memiliki. Kerajinan ini dapat berupa tirai, tatakan minuman, dll. Adapun barang dari raja pola, yaitu tas, sandal, topi yang dapat diubah menjadi kipas, pensil kayu, dll. Pendapatan yang diperoleh dari pengrajin ini tidak menentu tergantung dari penjual yang menjajakan barang dagangannya. Pendapatan penjual kerajinan yang menjajakan barang dagangannya ini juga tergantung dari para wisatawan yang datang setiap bulannya. Namun, pada saat liburan, seperti hari Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional dapat meningkatkan keuntungan dibandingkan hari biasa.
Guide di Kampung Naga berjumlah 13 orang. Guide ini bekerja secara bergiliran. Guide yang berada di Kampung Naga sudah terorganisasi, mereka memiliki seragam dan identitas pengenal. Kampung Naga sangat memperhatikan masalah pemandu wisata, mereka bahkan menyelenggarakan pelatihan bahasa asing mulai dari Bahasa Inggris, Jepang, dll. Hal ini dilakukan agar para pemandu terampil dan dan dapat bekerja secara profesional pada saat menghadapi para wisatawan asing.
2.3 Peranan Pemandu Wisata dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga
Mata pencaharian utama Masyarakat Kampung Naga adalah bertani, tetapi inipun dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau subsisten. Dan para warga memerlukan mata pencaharian lain sebagai alternatif untuk mencukupi kebutuhan mereka. Dengan adanya wisata Kampung Naga, maka dapat membuka lapangan pekerjaan baru sebagai alaternatif mata pencaharian warga Kampung Naga. Pengrajin dan pamandu wisata adalah contoh lapangan pekerjaan yang timbul dari adanya wisata Kampung Naga. Adanya pekerjaan alternatif menjadi pemandu wisata dan pengrajin dapat membuat meningkatnya kesejahteraan ekonomi keluarga.
Ibu Cucu yang merupakan warga asli Kampung Naga yang bekerja sebagai penampung kerajinan dan penjual selama 7 tahun, menjual barang dagangan masyarakat Kampung Naga dan dari raja pola dapat memperoleh sekitar Rp 1.000.000,00. Itupun belum termasuk modal. Sementara Ibu Dede mulai berjualan sejak masih kecil dan memperoleh pendapatan bersih sekitar Rp 400.000,00. Rata-rata para penjual menjajakan barang dan harga yang tidak jauh berbeda. Namun, mereka tidak saling berkompetisi dalam mendapatkan keuntungan.
BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
3.1 Kesimpulan
Desa Gunung Malang Kampung Cimanggu memiliki kearifan lokal untuk peningkatan hasil pertanian dan pemeliharaan lingkungan hidup. Kearifan lokal tersebut meliputi sistem penggalan yang juga disebut sistem penanggalan Sunda digunakan untuk menentukan musim tanam sehingga dapat meningkatkan hasil pertanian dan juga menghindari hama. Kearifan lokal lainnya adalah pengikatan daun ke pohon untuk menjaga pohon dari serangan hama dan agar pohon cepat berbuah. Kearifan local lainnya yang berdampak terhadap pemeliharaan sumber daya alam adalah tradisi gotong royong untuk membersihkan kampung.
Kearifan local tersebut di atas dapat menjadi cerminan pemeliharaan sumber daya alam kedepan, dalam bentuk pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan yang menghasilkan, namun tetap arif terhadap alam. Pengurangan penggunaan pupuk kimia dan pestisida berbahaya dan menggantinya dengan pupuk alami dan pestisida nabati merupakan salah satu solusi yang bisa dilakukan pekerja-pekerja pertanian saat ini.
Kearifan lokal yang ada di kampung Cimanggu berupa gotong royong dapat dilestarikan dengan senantiasa menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa kebersihan lingkungan adalah penting bagi kesehatan warga, apalagi mengingat dengan kebiasaan warga yang membuang sampah diselokan. Sistem kearifan lokal yang berupa sistem penanggalan pertanian sudah mulai ditinggalkan, terlihat dari semakin sedikitnya masyarakat yang menggunakan sistem ini, hanya orang-orang tertentu saja yang menggunakan.
3.2 Rekomendasi
Desa Gunung Malang khususnya Kampung Cimanggu adalah desa yang memiliki kearifan lokal. Kearifan lokal ini kini hampir hilang dari masyarakat. Padahal, kearifan lokal ini telah berkontribusi dalam memelihara lingkungan hidup dan telah meningkatakan hasli pertanian. Sistem pengetahuan modern adalah salah satu penyebab tidak eksisnya sistem ini. Ada baiknya kalau sistem ini dipelihara dalam bentuk catatan atau dokumen ilmu pengetahuan tradisional Indonesia agar sistem ini selalu diingat menjadi sumber pengetahuan dari masa yang lampau. Meskipun sistem pengetahuan ini tidak digunakan atau bertentangan sistem nilai masyarakat sekarang tetapi budaya indonesia harus tetap dilestarikan sebagai bentuk arsip tradisional desa-desa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar