BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Untuk membangun basis yang kuat bagi demokrasi, partisipasi rakyat, keadilan, dan pemerataan pembangunan sekaligus memperhatikan kebutuhan masyarakat lokal yang berbeda-beda, pemerintah bersama lembaga legislatif mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Unsur penting dalam kedua undang-undang ini adalah bahwa penguasa daerah (gubernur, bupati, walikota) harus lebih bertanggungjawab kepada rakyat di daerah. Kecuali itu pemerintah daerah mendapat otonomi yang lebih luas dalam membiayai pembangunan daerah berdasarkan prioritas anggaran mereka sendiri. Dengan demikian diharapkan akan lebih terbuka ruang bagi aparat di daerah untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan pembangunan berdasarkan kebutuhan yang senyatanya.
Ada beberapa hal yang menjelaskan mengapa selama ini banyak kebijakan, program, dan pelayanan publik kurang responsif terhadap aspirasi masyarakat sehingga kurang mendapat dukungan secara luas. Pertama, para birokrat kebanyakan masih berorientasi pada kekuasaan bukannya menyadari peranannya sebagai penyedia layanan kepada masyarakat. Budaya paternalistik yang memberikan keistimewaan bagi orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan birokrat tersebut juga mengakibatkan turunnya kualitas pelayanan publik. Kedua, terdapat kesenjangan yang lebar antara apa yang diputuskan oleh pembuat kebijakan dengan apa yang benar-benar dikehendaki masyarakat (Wahyudi Kumorotomo, 2005 : 7).
Kondisi yang mengungkung para birokrat yang sekian lama selalu tunduk kepada pimpinan politis dan kurang mengutamakan pelayanan publik tersebut berpengaruh negatif terhadap akuntabilitas birokrasi publik. Oleh sebab itu, di samping implementasi peraturan perundangan yang konsisten diperlukan pula reorientasi pejabat publik agar benar-benar menjalankan tugasnya sebagai pelayan publik. Mekanise checks and balances harus terus dikembangkan diantara lembaga-lembaga pemerintah daerah yang ada, dan yang tidak kalah penting seluruh komponen dalam masyarakat hendaknya lebih berani untuk terus menerus menyuarakan aspirasi mereka kepada birokrasi publik (Wahyudi Kumorotomo, 2005 : 9).
Fenomena-fenomena di masa lalu telah melahirkan konsep pembangunan yang sedikit berbeda di masa sekarang. Pembangunan yang cenderung mengarah pada sentralisasi kekuasaan dan pengambilan keputusan dari atas ke bawah (top-down) kini mulai diminimalkan, dan muncul konsep pembangunan alternatif yang menekankan pentingnya pembangunan berbasis masyarakat (community based development), yang bersifat bottom up dan menggunakan pendekatan lokalitas yaitu pembangunan yang menyatu dengan budaya lokal serta menyertakan partisipasi masyarakat lokal bukan memaksakan suatu model pembangunan dari luar (Zubaedi, 2007 : 10). Prinsip pelayanan publik harus dilaksanakan oleh jenjang pemerintahan yang sedekat mungkin kepada rakyat. Itu berarti pemerintah desa adalah sebagai ujung tombak pemerintah pusat dalam melaksanakan pembangunan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat karena pemerintah desa merupakan tingkat pemerintahan terkecil yang berhadapan langsung dengan rakyat.
Desa berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah :
"kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia."
Ini mengandung makna bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sesuai dengan kewenangan asli maupun yang diberikan, yang menyangkut peranan pemerintah desa sebagai penyelenggara pelayanan publik di desa dan sebagai pendamping dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah yang melibatkan masyarakat di tingkat desa. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut, pemerintah desa memiliki sumber-sumber penerimaan yang digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam mendukung proses pelaksanaan pembangunan di setiap desa adalah adanya kepastian keuangan untuk pembiayaannya. Penetapan pembiayaan pembangunan dapat berasal dari berbagai sumber seperti dari pemerintah, swasta maupun masyarakat.
Selama ini, pembangunan desa masih banyak bergantung dari pendapatan asli desa dan swadaya masyarakat yang jumlah maupun sifatnya tidak dapat diprediksi. Oleh karena itu untuk menunjang pembangunan di wilayah pedesaan, pemerintah pusat mengarahkan kepada beberapa kabupaten untuk melakukan pengalokasian dana langsung ke desa dari APBD-nya. Kebijakan pengalokasian dana langsung ke desa ini disebut sebagai kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD), yang di tingkat nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/60/SJ Tahun 2005 tentang Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa pasal 68 ayat 1 poin c, disebutkan bahwa bagian dari dana perimbangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10% yang pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa. Jadi, Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten. Adapun tujuan dari Alokasi Dana Desa (ADD) ini adalah untuk :
1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan sesuai kewenangannya;
2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi desa;
3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa;
4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat desa.
Pemerintah mengharapkan kebijakan Alokasi Dana Desa ini dapat mendukung pelaksanaan pembangunan partisipatif berbasis masyarakat dalam upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan sekaligus memelihara kesinambungan pembangunan di tingkat desa. Dengan adanya Alokasi Dana Desa, desa memiliki kepastian pendanaan sehingga pembangunan dapat terus dilaksanakan tanpa harus terlalu lama menunggu datangnya dana bantuan dari pemerintah pusat.
Pemerintah Kabupaten X merupakan salah satu dari beberapa kabupaten yang merencanakan dan melaksanakan kebijakan ADD. Pelaksanaan ADD di Kabupaten X ini didasarkan pada realita bahwa sebagai pilar otonomi daerah, desa semakin membutuhkan pendanaan yang seimbang untuk menjalankan peran yang lebih konkrit dalam pembangunan daerah. Pemerintah Kabupaten X berharap dengan adanya alokasi dana ke desa, perencanaan partisipatif berbasis masyarakat akan lebih berkelanjutan, karena masyarakat dapat langsung terlibat dalam pembuatan dokumen perencanaan di desanya dan ikut merealisasikannya.
Desa X yang terletak di Kecamatan X bagian dari wilayah Kabupaten X merupakan salah satu desa yang tergolong berhasil dalam melaksanakan Alokasi Dana Desa tahap pertama . Keberhasilan pelaksanaan kebijakan Alokasi Dana Desa di Desa X, Kecamatan X, Kabupaten X ditunjukkan dengan tercapainya tujuan dari kebijakan ini. Salah satu wujud pencapaian tujuan Alokasi Dana Desa di Desa X yaitu terealisasikannya kegiatan yang didanai (baik fisik, ekonomi, sosial) sesuai dengan prosedur pelaksanaan dan dokumen perencanaan yang disepakati dalam Musrenbangdes X pada tanggal 20 November XXXX.
Dari pemaparan tersebut diketahui bahwa indikator keberhasilan pencapaian tujuan dalam pelaksanaan ADD di Desa X selain ditunjukkan dengan terealisasikannya kegiatan yang didanai sesuai dokumen perencanaan, juga ditunjukkan dengan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan mulai dari sosialisasi, perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan. Bahkan kebijakan ini sedikit memberikan dampak terhadap pendapatan asli desa (PADes). Selanjutnya Bapak Eko selaku salah satu Tokoh Masyarakat di Desa X menambahkan bahwa :
"Keberhasilan pelaksanaan ADD di desa ini tak lepas dari peranan pemdes sendiri dan tim teknis dalam membangun kerjasama dengan masyarakat desa. Menurut pengamatan saya, banyak perubahan yang terlihat, yang paling jelas karena saya sendiri seorang petani, dengan ADD infrastruktur pertanian menjadi lebih baik. Diiringi dengan perbaikan sistem pengairan dan pola tanam, maka hasil panen menjadi lebih baik. Kami, para petani lebih antusias dalam menggarap sawah, karena hasil panen meningkat maka pendapatan petani juga ikut meningkat." (Wawancara 25/05/2008)
Pemaparan kedua tokoh di atas merupakan sebagian kecil informasi yang memberikan gambaran kepada peneliti sejauhmana ADD berhasil dilaksanakan sesuai dengan rencana dan manfaatnya cukup dirasakan oleh kelompok sasaran/masyarakat di Desa X, sampai akhirnya peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian ADD di Desa X.
Pemilihan lokasi penelitian di Desa X ini didasarkan pada alasan, pertama, Desa X merupakan desa yang telah sukses melaksanakan ADD tahap pertama sehingga proses keberhasilannya dapat menjadi contoh bagi desa lain yang belum berhasil; dan kedua, Tim Teknis ADD tingkat desa sebagai penanggungjawab operasional kegiatan ADD benar-benar terbentuk, terbukti dikukuhkan dengan Keputusan Kepala Desa X Kecamatan X Kabupaten X Nomor 412.5/09/XXXX tentang Pembentukan Tim Teknis Alokasi Dana Desa (ADD) . Tim Teknis ADD juga telah berfungsi sebagaimana mestinya membangun kerjasama dengan masyarakat untuk merealisasikan rencana-rencana yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh bagaimana proses pelaksanaan ADD, serta mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan kebijakan ADD tersebut.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut di atas maka dapat disimpulkan rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan kebijakan Alokasi Dana Desa di Desa X, Kecamatan X, Kabupaten X pada ?
2. Faktor-faktor apa yang mendukung keberhasilan kebijakan Alokasi Dana Desa di Desa X, Kecamatan X, Kabupaten X ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kebijakan Alokasi Dana Desa di Desa X, Kecamatan X, Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan Alokasi Dana Desa di Desa X.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut diatas maka manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Menambah wawasan bagi khasanah Ilmu Pengetahuan Sosial pada umumnya dan Ilmu Administrasi Negara pada khususnya.
2. Dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Desa X mengenai pelaksanaan ADD Tahap I dalam program pemberdayaan masyarakat yang telah berlangsung di Desa X, untuk penyempurnaan pelaksanaan ADD pada tahun berikutnya.
3. Manfaat pribadi bagi peneliti adalah untuk memenuhi persyaratan akademis meraih gelar kesarjanaan pada program studi Ilmu Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sekaligus sebagai pembelajaran untuk melakukan penelitian lebih dalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar