PHOBIA SEKOLAH


PENGERTIAN

Istilah "phobia" berasal dari kata "phobi" yang artinya ketakutan atau kecemasan yang sifatnya tidak rasional yang dirasakan dan dialami oleh sesorang. Phobia merupakan suatu gangguan yang ditandai oleh ketakutan yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu obyek atau situasi tertentu.
Menurut Dr.Kartini Kartono fobia adalah kekuatan atau kecemasasn yang abnormal kuat, tidak rasional, dan tidak bisa dikontrol terhadap suatu situasi atau obyek tertentu.
Fobia sekolah adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak pernah muncul atau pun hilang ketika “masa keberangkatan” sudah lewat, hari minggu atau libur.
Fobia sekolah dapat sewaktu-waktu dialami oleh setiap anak hingga usianya 14–15 tahun, saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau menghadapi lingkungan baru atau pun ketika ia menghadapai suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolahnya. Phobia sekolah disebabkan oleh rasa ketidaknyamanan pada sekolah, anak merasa sekolah menjadi aktifitas yang tidak menyenangkan (punya pengalaman buruk) misalnya dicemooh guru dan diolok-olok teman. Tetapi phobia sekolah bisa juga disebabkan karena ada masalah yang dialamai orangtuanya.
Ada perbedaan antara kecemasan, ketakutan, dan fobia. Kecemasan atau khawatir merupakan akibat memikirkan objek atau sesuatu yang belum jelas atau belum terjadi. Ketakutan adalah rasa takut yang dialami oleh anak yang merupakan respon negatif terhadap objek maupun pengalaman yang dialami. Takut pada umumnya objek terlihat lebih jelas. Sedangkan fobia adalah rasa takut yang berlebihan, terus-menerus, irasional, bahkan terkadang sulit diatasi dan dihilangkan dari anak yang mengalami fobia. Pada anak sekolah, rasa fobia dapat berupa perilaku mengelak saat akan diperintah orangtua untuk pergi sekolah. Anak akan memberikan berbagai alasan agar anak tidak pergi ke sekolah. Karakteristik anak yang mengalami fobia sekolah biasanya sulit berinteraksi dengan orang lain, tidak mau bermain dengan teman sebaya, tidak ingin berada lebih lama di sekolah, selalu menangis dan hanya ingin selalu berada di rumah.
Adiyanti (2005) menjelaskan bahwa fobia sekolah adalah kecemasan yang luar biasa dan terus menerus serta tidak realistis pada seorang anak, sebagai respon terhadap eksternal tertentu. Keengganan atau ketakutan pada anak untuk bersekolah sebenarnya merupakan hal yang biasa terjadi. Rasa takut anak pada umumnya sebagai respon untuk melindungi diri terhadap sesuatu hal. Namun terkadang pada beberapa anak, ketakutan tersebut dapat menjadi hal yang irasional dan berdampak sangat besar pada keinginan anak untuk tidak bersekolah. Hal irasional yang seperti inilah yang dinamakan dengan fobia sekolah (Adiyanti, 2006).
Menurut Hurlock (1996), anak perempuan biasanya lebih banyak mengalami fobia sekolah. Berkisar sekitar 75% dibandingkan anak laki-laki yang  hanya 25%. Hal ini disebabkan karena ketakutan yang bervariasi, diantaranya takut berpisah dengan orangtua, takut terhadap guru dan takut tidak mampu beradaptasi dengan teman barunya. Anak perempuan biasanya lebih memperlihatkan rasa takutnya akan sekolah dibandingkan anak laki-laki. Karena anak perempuan lebih mudah mengatakan pada orangtua apa yang membuat anak takut untuk masuk sekolah. Sedangkan anak laki-laki biasanya lebih sulit untuk mengatakan apa yang terjadi pada dirinya saat masuk sekolah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fobia sekolah adalah suatu gangguan kecemasan yang berlebihan, irasional, terus menerus dan tidak realistis yang dialami anak sekolah dalam menghadapi lingkungan sekolahnya. Kemudian fobia sekolah pada anak terjadi karena anak merasa cemas, takut, dan gelisah untuk sekolah. Anak memikirkan hal-hal apa yang akan terjadi di sekolah. Anak juga takut pada guru jika guru yang dihadapi oleh anak adalah guru yang galak. Selain itu, anak perempuan lebih mengalami fobia sekolah daripada anak laki-laki.



A.  PENYEBAB
1.    Gejala-gejala Fobia
Dibawah ini merupakan gejala-gejala fobia sekolah yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Sumarti (dalam Soekresno, 2006) ada beberapa gejala yang dapat dijadikan kriteria anak yang mengalami fobia sekolah antara lain :
-       Menolak untuk berangkat ke sekolah,
-       Mau datang ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian minta pulang,
-       Pergi ke sekolah dengan menangis,
-       Selalu menggandeng tangan orangtuanya atau pengasuhnya,
-       Menunjukkan sikap yang berlebihan seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap anak lainnya (memukul, mencubit, menggigit, dan sebagainya)
-       Menunjukkan sikap-sikap melawan atau menentang gurunya,
-       Menunjukkan ekspresi atau raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar diijinkan pulang.
Menurut Ahmad (dalam Hawadi, 2001) ada empat gejala anak mengalami fobia sekolah yaitu :
-       Ketakutan atau kebimbangan yang tidak rasional,
-       Perilaku mengelak dari objek atau situasi yang membuatnya takut,
-       Tidak menerima penjelasan apapun yang bertujuan mengurangi kadar rasa takutnya,
-       Perubahan emosi yang signifikan seperti menjadi emosi dan gelisah.

2.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fobia Sekolah
Menurut Hurlock (1996) ada dua yang mempengaruhi terjadinya fobia sekolah yaitu internal dan eksternal.
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam diri anak yang mempengaruhi terjadinya fobia sekolah. Faktor tersebut adalah Intelegensi, Jenis Kelamin, Kondisi Fisik, Urutan Kelahiran, Kepribadian.

b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang terdapat diluar diri anak yang mempengaruhi fobia sekolah. Faktor tersebut adalah Status Ekonomi Sosial, Hubungan Sosial, Lingkungan, Pola Asuh Orangtua.

3.    Penyebab Fobia Sekolah
a.     Menurut Handayani (2006) ada beberapa penyebab yang membuat anak seringkali menjadi fobia sekolah. Antara lain Separation anxiety (kecemasan untuk berpisah), Pengalaman di sekolah atau lingkungan, Problem dalam keluarga.
b.    Menurut Darsono (2008) Fobia sekolah bukanlah bawaan anak sejak lahir, juga bukanlah penyakit keturunan. Fobia biasanya disebabkan oleh adanya pengalaman. Fobia merupakan tanggapan terkondisi terhadap pengalaman yang sifatnya traumatis. Selain itu fobia juga merupakan produk dari pola pengasuhan orangtua terhadap anak. Yang menjadi penyebab terjadinya fobia sekolah adalahPola hubungan orangtua dan anak yang tidak sehat, Sistem keluarga yang sering bertengkar, Pengalaman di sekolah, dan Pengalaman abusive.
c.     Menurut Kak Seto “Akibat beban kurikulum yang terlalu berat, tidak mengherankan bila sebagian anak saat ini mengidap fobia sekolah (schoolphobia). Manifestasinya bermacam-macam, misalnya, anak sering mengaku pusing atau tidak enak badan menjelang sekolah serta ”sejuta”  lain agar tidak sekolah pada hari itu”.
d.    Dalam buku The Developing Person Through Childhood and Adolescence by Kathleen Stassen Berger, Seventh Edition, Chapter 12 mengatakan “Unfortunately, the strong emphasis on education has caused a phobia of school for too many Japanese children” yang berarti bahwa fobia sekolah disebabkan karena adanya tekanan pendidikan.
e.                        Separation Anxiety
Separation anxiety pada umumnya dialami anak-anak kecil usia balita (18 – 24 bulan). Kecemasan itu sebenarnya adalah fenomena yang normal. Anak yang lebih besar pun (preschooler, TK hingga awal SD) tidak luput dari separation anxiety. Bagi mereka, sekolah berarti pergi dari rumah untuk jangka waktu yang cukup lama. Mereka tidak hanya akan merasa rindu terhadap orangtua, rumah, atau pun mainannya, tapi mereka pun cemas menghadapi tantangan, pengalaman baru dan tekanan-tekanan yang dijumpai di luar rumah. Peneliti berpendapat, anak yang mempunyai rasa percaya diri yang rendah, berpotensi menjadi anak yang anxiety prone-children (anak yang memiliki kecenderungan mudah cemas) dan cenderung mudah mengalami depresi.

4.    Hal Pemicu Datangnya Fobia
-          Ditindas.
-          Mulai sekolah untuk pertama kalinya.
-          Pindah ke daerah baru dan harus memulai di sekolah baru dan membuat teman baru atau hanya sekolah berubah.
-          Menjadi masuk sekolah untuk waktu yang lama karena sakit atau karena liburan.
-          Dukacita (dari orang atau binatang peliharaan).
-          Merasa terancam oleh kedatangan bayi baru.
-          Memiliki pengalaman traumatis seperti menjadi disalahgunakan, diperkosa, setelah menyaksikan peristiwa tragis.
-          Masalah di rumah seperti anggota keluarga menjadi sangat sakit.
-          Masalah di rumah seperti perkawinan, pemisahan baris dan perceraian.
-          Kekerasan dalam rumah atau jenis penyalahgunaan, anak atau orang tua lain.
-          Tidak memiliki teman baik (atau punya teman sama sekali).
-          Menjadi tidak populer, yang dipilih terakhir untuk tim dan perasaan kegagalan fisik (dalam permainan dan senam).
-          Merasa kegagalan akademis.
-          Serangan panik Khawatir saat bepergian ke sekolah atau ketika di sekolah.

5.    Proses Terbentuknya Fobia Sekolah
Saat seseorang mengalami serangkaian peristiwa buruk (traumatis) ataupun ekstrim, timbul ketegangan luar biasa. Karena tubuh manusia tidak mungkin terus menerus tegang, upaya peredaan ketegangan biasanya dilakukan manusia secara tanpa sadar melalui mekanisme pertahanan diri dengan cara penekanan (repression) gangguan tersebut ke bawah sadar seperti gemetar, jantung berdebar-debar, menangis, berteriak, ngompol, dsb.

6. Tingkatan dan Jenis Penolakan Terhadap Sekolah
Menurut Rini (2006) Ada beberapa tingkatan school refusal, mulai dari yang ringan hingga yang berat (fobia), yaitu Initial school refusal behavior, Substantial school refusal behavior, Acute school refusal behavior dan Chronic school refusal behavior
Hasil penelitian Rini (2006) di tiga sekolah dasar yang berada di Surakarta, anak-anak yang ingin memasuki usia sekolah lebih banyak mengalami substantial school refusal behavior (sikap penolakan sekolah yang berlangsung selama minimal 2 minggu) yang berkisar sekitar 65%. (anak perempuan 40% dan anak laki-laki 25%). Anak yang mengalami Acute school refusal behavior (sikap penolakan sekolah yang berlangsung 2 minggu hingga 1 tahun, dan selama itu anak mengalami masalah setiap kali hendak berangkat sekolah) berkisar sekitar 35%. (anak perempuan 17,5% dan anak laki-laki 17,5%). School refusal behavior adalah perilaku penolakan sekolah yang terjadi pada anak saat waktu sekolah tiba.









B.  PENANGANAN
Fobia dapat di atasi dengan berbagai macam cara, antara lain adalah:
-          Temukan penyebab kenapa anak takut ke sekolah., sempatkan waktu berdiskusi pada anak untuk menemukan penyebab ketakutan pada sekolah.
-          Tetap menekankan pentingnya bersekolah , the best theraphy for school phobia is to be in school everyday.
-          Konsultasikan masalah kesehatan anak ini pada dokter atau psikologi jika masalah terjadi berlarut-larut
-          Bekerjasama dengan guru
-          Lepaskan anak secara bertahap dan jangan lupa, berikan penghargaan pada anak bila mereka mulai berubah. Penghargaan ini bisa dari kata-kata pujian sampai dengan memberi hadiah-hadiah kecil.
-          Menurut Setyorini (2006) Ada beberapa cara yang dapat dilakukan orangtua dalam menangani masalah fobia sekolah, yaitu : “Menekankan pentingnya bersekolah, Berusaha untuk tidak menuruti keinginan anak untuk tidak sekolah, Konsultasikan masalah kesehatan anak pada dokter, Bekerjasama dengan guru kelas atau asisten lain di sekolah, Luangkan waktu untuk berdiskusi atau berbicara dengan anak , Lepaskan anak secara bertahap, Konsultasi pada psikolog atau konselor jika masalah terjadi”.
-          Anak diajak berkunjung dan mengenal sekolah barunya.
-          Dorong anak untuk mandiri dan percaya diri.
-          Beri kesempatan anak-anak untuk sesekali jauh dari orangtua
-          Buat simulasi belajar di sekolah
-          Latih kemampuan dasar anak dalam membaca, menulis dan berhitung .
Sebagai kesimpulan, fobia sekolah adalah umum gejala pada anak-anak. Hal ini sering tidak diakui dan tidak diperlakukan dengan benar. Pencegahan
gangguan emosional pada anak-anak dengan manajemen yang benar lebih penting dari pada pengobatan. Pengobatan berfungsi agar membantu anak cepat kembali ke sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Kartono, Kartini. 2000. Hygiene Mental. Bandung: Mandar Maju.
Rini, Jasinta F.2002. Fobia Sekolah. www.e-psikologi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar